Cinta monyet
adalah istilah yang sering dipakai untuk percintaan-pacaran remaja, dahulu
cinta monyet diperuntukkan bagi anak SMA atau paling tidak anak SMP. Dahulu
persepsi cinta monyet hanya sebatas cinta main-main saja, tidak serius. Ketika
putus ya cari lagi, mungkin seperti itu. Namun saat ini. Seiring dengan semakin
cepatnya perpindahan informasi, akibat tayangan TV yang tidak mendidik, akibat
orang tua yang cenderung membebaskan anaknya, akibat buruknya teladan dari
generasi sebelumnya, cinta monyet sudah menjalar kepada anak-anak SD, maka tak
salah jika disebut sebagai cinta anak monyet. Pelakunya semakin kecil. Fenomena
cinta anak monyet ini tentu membuat kita prihatin, pacaran yang merupakan
pendekatan pada pintu zina jelas haram. Baik pelakunya anak SD, remaja, dewasa
maupun sudah tua.
Fakta
berbicara, usia baligh anak saat ini semakin cepat. Tak jarang anak perempuan
kelas 4 SD sudah haid, tak jarang anak laki-laki kelas 5 SD sudah ihtilam.
Secara fisik anak sudah dewasa namun secara pemikiran mereka belum mengerti
konsekuensi dari baligh adalah dimulainya hisab atas amal mereka. Sebaliknya
yang lebih dominan pada anak yang baligh di usia dini adalah ketidakmampuan
mereka mengendalikan perasaan, terutama perasaan tertarik kepada lawan jenis.
Jadilah kecil-kecil sudah menjadi pelaku
pacaran. Karena pelakunya masih kecil, dari segi keilmuaan mereka sangat minim.
Namun dari segi gelora perasaan sulit dikendalikan, maka peluang mereka jatuh
dalam dosa maksiat yang lebih besar lagi akan semakin terbuka lebar. Fenomen
cinta anak monyet juga akan berpengaruh pada kualitas generasi yang akan
datang. Potensi anak dalam memanfaatkan waktu untuk menimba ilmu akan
terganggu, pikiran mereka terbelah.
Ketika Anak Jatuh Cinta
Kecil-kecil
sudah pacaran, memang sangat membuat kita sebagai orang tua merasa prihatin.
Namun menghadapi fakta seperti ini sebagai orang tua kita tidak akan bertindak
gegabah apalagi mengambil tindakan keras penuh paksaan. Kita berusaha menyelami
pikiran anak-anak kita, berusaha memahami apa yang mereka rasakan, bukan dalam
rangka memaklumi namun untuk mencari solusi terbaik agar mereka tidak terus
berada dalam masalah.
Jatuh cinta
adalah salah satu naluri yang diberikan Allah SWT kepada makhluknya, yaitu
sebagai bagian dari naluri melestarikan jenis, tanpa cinta dan kasih saying
mungkin dunia ini akan kacau balau. Ketertarikan kepada lawan jenis adalah hal
yang normal, namun bukan berarti boleh diumbar. Karena naluri adalah karunia
dari Allah SWT maka sudah seharusnya pengaturan dan pemenuhannya juga
disesuaikan dengan aturan dari Sang Pencipta. Termasuk pula menyikapi fenomena
kecil-kecil sudah jatuh cinta dan berpacaran.
Oleh karena
itu, ketika anak jatuh cinta, salah satu hal yang peru kita pahami adalah
karakter naluri ini. Karakter naluri salah satunya adalah muncul karena adanya
rangsangan dari luar. Tidak mungkin anak jatuh cinta jika belum mengenal lawan
jenis, tidak mungkin anak tiba-tiba jatuh cinta tanpa didahului informasi
pendukung, misal dari tayangan televisi yang hanya dihiasi tayangan sampah,
bukannya menyajikan informasi bermanfaat, sinetron tak berkualitas dengan
setting dunia remaja yang mengumbar perasaan. Apapun latar settingnya, mau
sekolah, mau di rumah, mau di jalanan semuanya bercerita tentang cinta-cintaan.
Tidak hanya TV, kebebasan mengakses internet juga memudahkan anak mendapatkan
informasi termasuk pula tayangan-tayang vulgar yang menyebar dimana-mana. Maka,
salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah meminimalisir anak
untuk bersentuhan dengan informasi sampah. Ada banyak cara, mulai dari
membatasi pemakaian telepon pintar, membatasi waktu menonton TV hingga
memberikan pendampingan optimal, dengan kata lain kontrol orang tua sangatlah
berperan. Jangan sampai orang tua malah senang dan tenang melihat anak nyaman
dengan gadget di tangan atau duduk manis di depan TV.
Solusi lainnya
adalah mengalihkan kesibukan anak kepada hal-hal positif dan produktif. Bermain
bersama, belajar bersama, menghafal Alquran, menyibukkan diri dengan olahraga,
mengikutkan anak pada kajian keislaman disesuaikan dengan umur dan lain
sebagainya, inti dari solusi ini adalah tidak membiarkan anak menikmati
dunianya sendiri, melibatkan mereka dalam interaksi social yang sehat sesuai
syariat.
Hal
lain yang tak kalah pentingnya adalah, menjadi sahabat bagi anak. Memberikan
waktu terbaik kita untuk mendampingi buah hati. Memberikan informasi yang
benar, memberikan ilmu sebagai bekal dalam kehidupan. Dengan kedekatan orang
tua dan anak, anak tidak akan mencari tempat mencurahkan isi hati kepada orang
lain apalagi kepada lawan jenis. Tidak mengekang anak namun tidak mengumbar
anak, orang tua menjadi tempat curhat yang menyenangkan bagi anak, tidak
langsung memarahi dan memvonis anak bersalah, namun berusaha menasehati dengan
kasih sayang.
Memang,
saat ini tantangan dalam mendidik anak sangatlah luar biasa. Maka dibutuhkan
kesungguhan orang tua dalam mendidik anak, memposisikan anak sebagai amanah
yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Juga diperlukan
kepeduliaan lingkungan dan masyarakat, menciptakan masyarakat yang bersahabat
dengan anak mutlak diperlukan. Masyarakat yang mempunyai visi mengedapankan
berlomba dalam kebaikan, menyerukan yang makruf dan bersama mencegah kemungkaran.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah peran Negara. Kebijakan Negara yang
membuat para orang tua sibuk mengejar materi, memberikan kebebasan akses
informasi tanpa batas, dan ketidaktegasan dalam sistem sanksi sangat
berpengaruh pada pola pengasuhan anak serta kualitas anak saat ini. Negara
dengan kebijakan semakin liberal akan berdampak buruk pada proses pendidikan
anak. Tentu hal ini tidak boleh kita biarkan. Pembiaran pada pelaksanaan sistem
kapitalistik secular sama saja dengan mempertaruhkan masa depan bangsa ini,
alih-alih melahirkan generasi beriman dan bertakwa, yang terjadi malah
sebaliknya, melahirkan generasi yang menuntut kebebasan dan tidak mau terikat
pada aturan Allah SWT, generasi yang maunya mengumbar hawa nafsu.
Oleh
karena itu, untuk melindungi generasi dari kerusakan moral dan menyelamatkan
generasi demi masa depan diperlukan individu-individu yang bertakwa mempunyai
komitmen untuk melaksanakan perntah Allah dan menjauhi seluruh laranganNya,
masyarakat yang menjadikan syariat sebagai standar perbuatan dan Negara sebagai
institusi utama menerapkan syariat terbaik dari Allah SWT secara menyeluruh.
Dan ini membutuhkan perjuangan untuk melakukan perubahan. Maka harus kita mulai
dari detik ini juga, demi masa depan di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam
bishawab.
No comments:
Post a Comment