Monday 26 August 2019

Jangan Bubarkan Banser

Menyapa anggota Banser saat pengamanan peringatan Hari Santri 2016
(Barat Stadion Canda Bhirawa Pare Kediri)


Membaca berita, salah satu tuntutan pendemo di Sorong Papua Barat  adalah pembubaran ormas Banser. Belum tahu benar apakah Banser yang sama seperti yang ada dalam angan saya. Jika benar saya tidak sepakat jika Banser dibubarkan.

Dahulu pernah akan menghadiri pengajian akbar di Surabaya, memang sudah mendengar kabar jika pengajian tersebut akan digagalkan Banser. Sebagai orang yang pernah tinggal di Surabaya tidak yakin dengan kabar tersebut,tidak mungkin Banser sekejam itu,  maka berangkatlah dari Pare. Pengajian di Surabaya dimulai pagi, agar tidak telat berangkat dari Pare sebelum shubuh. Harapannya sudah sampai di Surabaya saat waktu shubuh dan bisa salat shubuh di tempat acara, namun apa dikata, tidak bisa tepat waktu. Akhirnya berusaha mencari masjid yang terdekat yang dilewati. Namun sungguh nestapa yang terasa, seolah tak percaya ini menimpa. Tidak boleh salat berhenti dan beristirahat menunggu waktu shuhuh yang sebentar lagi tiba. Pintu gerbang masjid tertutup, di luar dijaga Banser, mereka menghalau orang yang hendak masuk masjid. Seumur-umur merantau, apalagi di Surabaya baru kali ini tidak boleh salat. Banser pula yang tidak membolehkan. Hampir meneteskan mata, benar-benar tak percaya Banser begitu tega. Sesaat terasa sakit dan sesak di dada. Tapi terus mengingat sebuah nasehat, jaga ukhuwah islamiyah, jangan mau diadu domba dengan sesama muslim, serukan persatuan bukan perpecahan. Banser muslim, kita juga muslim, kita bersaudara, itu yang terus tertanam dalam pikiran. Dan di saat lain ketika masih saja mendengar kabar persekusi pengajian oleh Banser, pembakaran bendera tauhid oleh Banser, dan banyak lagi ulahnya, juga masih tetap tidak percaya itu benar-benar menjadi ulah Banser. Dan masih tetap optimis Banser tidak akan sekejam dan sebodoh itu. Jika pun ada, itu hanya oknum saja.

Banser, tak bisa dilepaskan dari NU. Sedangkan tetangga, kerabat, kenalan, saudara tidak sedikit yang aktif di NU. Memusuhi Banser bagi saya sama berarti memusuhi tetangga, kerabat, kenalan, bahkan keluarga. Maka juga tak berharap Banser dibubarkan. Namun tetap juga tidak sepakat dengan ulah oknum yang begitu brutalnya, seolah merasa benar sendiri, merasa paling kuat, paling berkuasa, boleh berbuat apa saja. Menduga mereka saat ini sedang diuji dengan itu semua. Apapun yang menjadi tindakannya seolah dibiarkan begitu saja oleh penguasa, mungkinkah ada simbiosis mutualisme dengan rezim yang berkuasa? Ada kedudukan, ada kucuran dana, ada kepercayaan namun semua harus dibayar dengan kesetiaan. Apapun yang diminta penguasa akan dilakukan dengan sukarela. Memang benar ada kewajiban taat kepada ulil amri, namun bukan sembarang ulil amri, hanya ulil amri yang taat kepada Allah dan RasulNya yang wajib ditaati. Bukan penguasa yang menerapakan system kapitalisme secular. Atau mungkin mereka berdalil, negera ini adalah wujud akad sepakat dari para ulama pendahulu, namun ini harus ditelusuri dengan jeli. Benarkah ulama final meyerah atau masih berusaha mengubah arah menuju penerapan syariah? Akad yang bagaimanakah yang boleh terus dilanjutkan?

Kembali pada pembubaran Banser, mungkinkah terjadi? Sangat mungkin, apalagi jika sikap arogan terus ditunjukkan, lama-lama masyarakat akan menuntut keadilan. Maka jika tidak ingin dibubarkan apa yang harus dilakukan? Yang pasti tidak boleh terus menjilat pada penguasa, berada di bawah ketiak penguasa, karena bagaimana pun juga mengandalkan keberadaan pihak lain (selain Allah) itu bukan sikap kesatria.

Catatan untuk Banser yang begitu mudah mempersekusi (tidak berlaku untuk Banser yang saya kenal yang insya Allah tidak pernah saya jumpai terlibat aksi persekusi) :
Banser harus mengubah diri, mendekat kepada umat, merangkul umat, bukan menjadi algojo penguasa yang legitimasinya rendah di mata rakyat. Banser harus mempunyai idealisme yang sahih, berpegang teguh pada Alquran dan Hadits, kembali belajar memperbanyak ilmu sebagaimana generasi ahlu sunah wal jamaah, mengabdi semata karena ilahi bukan karena dijanjikan materi dan kedudukan duniawi. Tidak mengandalkan kultus individu, tidak pula semata taat tanpa ilmu. Banser harus membiasakan berpikir cemerlang, fikrul mustaniir agar  tidak mudah terbawa arus atau maalah mudah disetir. Agar tidak mudah terdoktrin dan terdogma. Banser harus cerdas, jangan mau dibenturkan dengan sesama umat Islam. Harus menjadi pihak yang terdepan untuk mengajak umat bersatu, merangkul seluruh  umat Nabi Muhammad. Belajar memilah mana masalah ushul dan mana masalah furu’. Menambah cakrawala keilmuwan dengan ikut kajian tsaqafah Islam secara intensif, tidak melulu menjaga pengajian namun juga ikut dalam pengajian, dengan begitu ilmunya akan semakin bertambah dan bertambah, ibarat padi semakin berisi semakin merunduk, semakin tawadhuk, semakin mengayomi. Insya Allah dengan begitu umat akan semakin dekat dengan Banser.



Pare, 27 Agusutus 2019

Saturday 17 August 2019

Takut HTI atau Islam ?


Sekali lagi menemui penolakan kajian dengan tuduhan yang tidak kreatif, dari dulu itu-itu saja, terlihat sekali gagal move on, kurang kerjaan atau hanya sekadar numpang tenar. Tanpa bukti menuduh pengisi kajian adalah eks HTI, menyampaikan ajaran yang meresahkan masyarakat, bertentangan dengan karakter masyarakat yang agamis, aliran sesat, Anti Pancasila, mengganti UUD 1945, menyampaikan ideology khilafah. Benar-benar tuduhan yang berat pertanggungjawabannya, tak hanya di dunia, juga di akhirat kelak.

Eks HTI, bagaimana membuktikannya? Hanya ikut euphoria yang mengenakan atribut kalimat tauhid, yang mengajak mengembalikan segala sesuatu pada timbangan syariah langsung auto HTI? Dangkal sekali mikirnya. Kalimat tauhid adalah identitas umat Islam, bukan HTI. Menerapkan syariah juga kewajiban semua muslim bukan hanya kewajiban HTI. Jadi sebenarnya yang ditolak itu HTI nya atau Islam?

Menyampaikan ajaran yang meresahkan masyarakat. Masyarakat yang mana, berapa banyak, apa buktinya? Jangan-jangan main asumsi saja. Harusnya dibuktikan dengan pengumpulan tanda tangan orang-orang yang menolak, dan isi penolakannya jelas juga tidak asal tanda-tangan. Misal menolak HTI, menolak bendera tauhid, menolak kajian Islam, menolak materi yang disampaikan (sebutkan dengan jelas juga, misal menolak contain materi kajian hijrah meneladani Rasulullah), menolak penerapan islam kaffah, ajarannya tidak sesuai dengan pemahaman kami dsb. Biar jelas, sebenarnya menolak HTI atau penerapan syariah?

Bertentangan dengan karakter masyarakat yang agamis. Ini juga butuh bukti dan data tidak asal tuduh. Benarkah masyarakat sekitar agamis? Jujur pernah mengetahui sebuah daerah yang menolak masjid digunakan kajian padahal jelas masyarakat sekitar jarang ke masjid, terkenal sebagai masyarakat abangan. Agamis dari Hongkong? Main klaim saja. Jadi yang ditolak HTI atau ajaran agama yang sebenarnya?

Aliran sesat. Wah ini tuduhan serius sekali. Harus membawa salinan putusan pengadilan atau setidaknya fatwa MUI, jangan main tuduh. Atau jangan-jangan semua yang tak sesuai keinginan para persecutor dianggap sesat. Lha katanya harus menghargai perbedaan, menjunjung tinggi  kebebasan berpendapat, harus toleran, ini kok malah intoleran, semua yang tak sepakat harus ditolak. Ini mau menolak HTI atau karena kepentingannya terusik?

Anti Pancasila. Tambah parah saja tuduhannya, tambah ngawur. Memangnya kajian Islam bertentangan dengan Pancasila? Sila berapa? Memangnya sekadar teriak saya Pancasila, Saya Indonesia tapi tertangkap KPK tidak anti Pancasila? Dan terus saja menyematkan anti Pancasila pada HTI. Sejak kapan HTI ateis, dari sisi mana HTI tidak berperikemanusiaan, kurang apa HTI mengingatkan persatuan, sejak kapan HTI melakukan tindakan kekerasan dengan mengenyampingkan musyawarah, sejak kapan HTI menyerukan keadilan tidak bagi seluruh rakyat Indonesia? Emang PKI atau anak PKI yang bangga jadi keturunan PKI? Emang HTI membantai, membunuh sana-sini? Emang HTI OPM , RMS atau pencetus lepasnya Timor-timur? Emang HTI sukanya membuli, mempersekusi dan membubarkan pengajian tanpa sedikitpun menyampaikan argument? Emang HTI yang menjual SDA kepada asing, yang ngundang TKA, yang impor semua hal?
Jadi ini menolak HTI atau membela kepentingan penguasa oportunis yang legitimasinya rendah di mata rakyatnya?

Mengganti UUD 1945. Sejak kapan UUD 1945 bisa diamandemen ormas? Terlihat serampangan tanpa ilmu. Memangnya UUD 1945 dari awal sampai sekarang sama sekali tidak berubah,  kok alergi sekali dengan perubahan. Ini sebenarnya menolak HTI atau takut posisi dalam kekuasaan, posisi di hadapan para penyandang dana terancam?

Menyampaikan ideology khilafah. Jelas ini perlu belajar lagi. Khilafah kok ideology, khilafah itu ajaran Islam, warisan Rasulullah. Kemarin Ramadhan terawih paham nggak sih ucapan bilal yang terus menyebut para khalifah pemimpin khilafah? Jadi ini menolak HTI atau menolak ajaran Islam?

Maka, jujur saja. Sebenarnya takut HTI, takut penerapan Islam kaffah, takut aliran dana terhenti, takut kepentingannya terusik. Itu kan yang ditakutkan? HTI sekadar alasan saja.

HTI hanyalah jamaah dakwah yang memilih aktivitas politik, berdakwah karena kewajiban yang telah jelas disebutkan dalam Alquran dan Hadits. HTI hanya menyampaikan ajaran Islam. Dan berdakwah-menyampaikan ajaran Islam itu bukan hanya kewajiban HTI, maka ketika ada muslim yang juga menyampaikan dakwah dan ajaran Islam sebagaimana yang disampaikan HTI ya memang sudah seharusnya bukan malah dituduh auto HTI.

Terakhir, ketika menghadapi orang-orang sesama muslim yang menolak kajian Islam, tidak boleh dengan emosi, tidak boleh langsung panas. Jangan mudah diadu domba. Kedepankan ukhuwah, dahulukan menyampaian argument dengan santun dan logis, berikan senyuman manis. Tak perlu terbawa narasi jahat orang-orang yang sengaja membenturkan umat Islam, sengaja menyibukkan umat Islam dengan perpecahan. 




Pare, 17 Agustus 2019


Thursday 15 August 2019

Don’t Worry, Kami Bukan Tipe Yang Mudah Pindah Ke Lain Hati Apalagi Sekadar Karena Sepiring Nasi


Bendera tauhid terus dipermasalahkan, dikaitkan dengan radikalisme, dikatakan milik ormas terlarang. Jika tidak mengingat bahwa Allah itu Maha Sabar, jika tidak ingat ada kewajiban amar makruf nahi munkar, mungkin rasanya ingin menantang duel saja…eh ga sich, nantang ngerjakan soal olimpiade saja dech. Minimal biar otak terasah, terbiasa mikir.

Sepertinya mereka yang  terus mempermasalahkan itu semua seolah tak punya otak sebagai penyimpan memori, sehingga ketika sudah dijelaskan berungkali tetap saja bebal dan tak bisa mencerap informasi. Sudah dibilang berkali-kali bendera tauhid yang selama ini dikenalkan oleh HTI adalah bendera dan panji Rasulullah, tetap saja ngeyel itu bendera HTI, sudah dibilang  HTI itu aktivitasnya dakwah politik tetap saja dibilang radikal, sudah dijelaskan HTI adalah ormas tanpa BHP saja tidak otomatis jadi ormas terlarang  terus saja menyamakan dengan PKI yang jelas terang benderang terlarang karena ada TAP MPRS yang sifatnya tetap.

Dan terus saja stigma negative disematkan pada ide khilafah dan kepada pejuangnya, padahal nyata yang banyak membuat ulah merugikan rakyat, bangsa dan Negara adalah mereka yang hobinya teriak cinta mati sama NKRI dan menjadi sosok ter Pancasilais.

Namun, dengan serangan yang bertubi-tubi bahkan dengan sanksi dan persekusi yang dialami, apakah perjuangan menegakkan khilafah akan berhenti? Jelas TIDAK.

Para pejuang khilafah sudah berkomitmen untuk istiqamah di jalan dakwah, langkahnya tidak akan goyah hanya karena tawaran materi. Meski terus dibuli, langkah menebar kebaikan secara personal maupun bersama jamaah dakwah akan terus dilakukan. Perjuangan menegakkan khilafah bukanlah perjuangan yang remeh-temeh, bukan perjuangan yang pantas untuk diulur, dikendorkan apalagi dihentikan. Ada janji dari Allah yang sudah menghunjam ke hati, ada kewajiban dari Allah yang telah terpatri dalam jiwa, perjuangan menegakkan khilafah hanya akan berhenti ketika nafas sudah tidak di kandung badan. Dan jika ajal telah menjemput namun khilafah belum tegak juga, ada pahala jariyah yang akan terus mengalir, maka taka da yang sia-sia dengan perjuangan menegakkan khilafah.

Jangan khawatir, para pejuang khilafah tidak akan mudah berpindah ke lain hati hanya karena persekusi. Dan jika ada yang tergoda dunia, mungkin karena lemahnya hati mereka, membuat akhirat tak lagi menjadi visi hidup.
Dan alhamdulillah, dalam silsilah terlahir dari keturunan yang semoga terjaga dari label pengkhianat bangsa apalagi pengkhianat agama. Bukan terlahir dari para pendahulu yang mudah berpindah ke lain hati hanya karena urusan duniawi. Dan jika tersemat gelar radikal, ekstrimis dan fundamentalis tidak masalah jika selama itu keluar dari mulut para penjajah dan komprador.

Dan kami akan terus berjuang demi melanjutkan  kehidupan Islam dengan menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Kami yakin, orang tua, kakek-nenek, buyut kami yang dahulu juga mencurahkan segala usaha untuk mengusir penjajah, yang berusaha sekuat tenaga meninggikan kalimat Allah pasti akan bangga dengan perjuangan ini. Dan yang terpenting, kelak di akhirat semoga kami dikumpulkan dengan para nabi dan sahabat, serta orang-orang saleh, orang-orang yang berpegang teguh pada Alquran dan Assunah, orang yang mengajak untuk berhukum hanya dengan hukum Allah. Aamiin.

Pare, 15 Agustus 2019

Tuesday 13 August 2019

Sorry Bro, Kita Horang Kayah, Ga Minat Jadi Penumpang Gelap



Masih gagal move on saja mereka, HTI lagi-lagi dicatut. Sebelumnya yang bawa bendera tauhid auto detected sebagai simpatisan HTI, lha sekarang dituduh jadi penumpang gelap. Diki-dikit kok HTI, eh..tapi..eh..HTI itu maunya ga dikit-dikit, HTI itu maunya banyak, total, kaffah menerapkan syariah dalam naungan khilafah.

Sorry banget, kita horang kayah, punya banyak dana karena SK gerak HTI itu langsung dari Allah perintahnya jelas ada dalam Alquran surat Ali Imran ayat 104. Jadi yang menjamin kekayaan orang HTI juga otomatis Allah, dan setiap orang  yang  beriman pasti yakin Allah Maha Kaya, Allah Maha Pemberi Rezeki. Apalagi Allah juga sudah menjamin siapa saja yang menjadi penolong agamaNya pasti akan ditolong oleh Allah.

Sekali lagi, kita ga minat jadi penumpang gelap dalam system demokrasi yang melanggengkan ideology kapitalisme. Demokrasi itu sudah bikin dunia umat Islam gelap gulita, jadi ga perlu jadi penumpang gelap, kita memilih jalan terang saja. Jalan yang telah diteladankan Rasulullah saw dalam meraih perubahan hakiki. Sedikitpun tak berkompromi dengan system kufur. HTI sudah punya protap baku dalam mewujudkan tujuannya, melangsungkan kehidupan Islam. Ada metode dakwah yang tak akan berubah meski gempuran jargon demokrasi yang busuk terus dilancarkan, meski iming-iming harta, tahta dan wanita terus ditawarkan, sekali lagi TIDAK akan mengubah komitmen untuk terus menapaki jalan Rasulullah, sahabat, tabi’in, tabiut tabiin dan manhaj salafus saleh. Sama sekali tak akan berubah, apalagi hanya dengan tawaran menu nasi goreng

Tahapan dakwah Hizbut Tahrir itu jelas, terang-benderang tidak ada yang  disembunyikan. Ada tiga tahan dakwah yang terus diperjuangkan Hizbut Tahrir.  Pertama,Tahap Tatsqif (pembinaan dan pengkaderan) yaitu Membina dan membekali kader-kader dakwah HT dengan Tsaqofah Islam yang telah diadopsi dan ditetapkan oleh HT  dalam rangka membentuk kerangka tubuh partai. Kedua, Tahap Tafa’ul(interaksi) dengan umat agar mampu mengemban Islam sehingga umat menjadikan Islam sebagai perkara utama  dalam kehidupannya serta berusaha menerapkan Islam dalam realitas kehidupan. Ketiga,Tahap istilamul hukmi (menerima kekuasaan ) dari umat untuk menerapkan Islam secara kaffah dan praktis  dan mengemban risalah Islam keseluruh dunia

Dalam setiap tahapan memang tidak sim salabim dilakukan dalam waktu singkat dengan sedikit aktivitas, ada banyak hal yang bisa dilakukan, terus belajar mengkaji Islam, mengajak semua yang ada di sekitar untuk mengenal Islam kaffah. Terus menyampaikan solusi islam atas semua permasalahan kehidupan, menjadikan Islam sebagai standar semua perbuatan, menjadikan penerapan Islam kaffah sebagai misi bersama. Dan terakhir menerima kepercayaan dari umat untuk memegang kekuasaan dalam rangka menerapkan syariah, sebagaimana kaum muslimin di Madinah mempercayakan kepemimpinan atas Madinah kepada Nabi Muhammad saw. Dan langkah kongkritnya adalah bersama HTI mengkaji system Islam. Pasti akan diberikan semua rahasia ide HT, tidak ada yang dikorupsi. Semua dijelaskan berdasarkan dalil syar’i.

Dan jika saat ini masih banyak yang memfitnah sana-sini, sok tahu dengan HTI padahal belum mengkaji, mengandalkan informasi sepihak dari para pembenci namun terus saja mencaci dan mengancam, sorry saja, tidak ngefek. Apalagi ada yang sukanya mengkambinghitamkan HTI, sudahlah percuma, bukannya menenggelamkan HTI, malah semakin membuat pengemban dakwahnya berusaha keras mencari cara agar opini dakwah terus eksis.

Tuduhan HTI menjadi penumpang gelap, akan mensuriahkan Indonesia, akan mengkudeta penguasa dengan kudeta yang berdarah-darah, memecah belah bangsa, menghilangkan Indonesia, dan sederet tuduhan murahan lainnya, itu semua hanya asumsi belaka. Terucap dari mulut tanpa ilmu yang terbungkam rapat dengan gemerlap materi dunia. Lahir dari antek kapitalis yang tak rela dunia sejahtera dalam naungan khilafah. Muncul dari pendengki jahat yang tak ingin kekuasaannya berakhir. Berasal dari musuh Islam yang tak akan rela Islam jaya.

Jadi kalo mau bawa-bawa HTI, yang elegan dikitlah. Masak horang kayah dituduh jadi penumpang gelap, seperti orang miskin saja yang mengemis harta demi dunia yang murah harganya, untuk ditukar dengan akhirat. Sorry, ga level!


Pare, 13 Agustus 2019

Saturday 10 August 2019

HTI Sudah, FPI Kemudian, Selanjutnya?



HTI kembali naik daun . HTI kembali dikaitkan dengan Mas Enzo Cakep WNI blasteran  yang diterima di Akmil, Enzo auto detected sebagai simpatisan HTI dengan indicator pernah posting foto membawa ar rayah panji Rasulullah dan ibunya terindikasi aktivis 212.  Entahlah, siapa di sini yang lebay. Sedikit-sedikit dikaitkan dengan HTI, apapun masalahnya HTI dikambinghitamkan. Padahal HTI sudah dicabut BHPnya, tapi ingat dicabut BHP nya saja bukan otomatis  menjadi ormas terlarang, jangan terbawa framing jahat media. HTI itu bersih dari kasus korupsi, OTT KPK, tidak terlibat terorisme, tidak pernah membubarkan pengajian. Aktivisnya juga tetap taat dengan berbagai kebijakan pemerintah yang mubah untuk dilaksanakan. Tapi sungguh kejam nian rezim anti Islam ini, tergesa-gesa membuat PERPPU, melanggar prinsip kebebasan berserikat, terburu-buru mengambil keputusan dengan mengabaikan peran pengadilan.

Tak hanya ribut dengan HTI, sebelumnya sempat heboh dengan perpanjangan SKT FPI, kesengajaan mengulur dan mempersulit perpanjangan izin ormas FPI dan yang terakhir muncul klaim-kalim untuk menyembunyikan peran Habib Riziq saat pemakaman Mbah Moen di Mekkah. Media terus memojokkan FPI, dan pemerintah katanya terus mengkaji AD  ART FPI yang katanya masih sepakat dengan khilafah. Apalagi dengan hasil ijtima' ulama' 4, semakin banyak yang meradang, khilafah pun lagi-lagi disalahkan.

Mengapa penguasa dan aparatnya begitu lebay dengan HTI dan FPI? Sekadar kurang kerjaan, cari sensasi, menutupi kebijakan yang semakin tidak populis, atau memang terus menyerang semua yang kritis dengan kebijakan penguasa, atau terus melangkah membendung kebangkitan Islam?

Semuanya mungkin benar. Kurang kerjaan, karena masalah rakyat banyak yang harus dipikirkan, menutupi kebijakan yang semakin karut-marut membuat negeri ini terpuruk, mengamankan posisi karena sadar kekuasaannya tak layak didapatkan, dan jelas sedang berusaha sekuat tenaga membendung kebangkitan Islam seiring dengan semakin kuatnya opini khilafah. Lihat saja, serampangan menuduh khilafah yang bikin susah, murahan menuduh bendera tauhid sebagai bendera terlarang.

Apakah akan berhenti pada HTI dan FPI saja? Bisa ya, bisa tidak. Yang memilih merapat, berbaik hati, bersikap manis apalagi menjilat penguasa, pasti akan mendapat permen manis, mendapat jabatan, mendapatkan gelontoran dana, mendapatkan apa saja yang diinginkan. Yang memilih untuk tetap kritis dengan penguasa yang nyata kebijakannya begitu kental dengan neoliberalisme bisa jadi akan menjadi target berikutnya. Apalagi yang istiqamah menyuaran penerapan Islam kaffah, tunggu saja tanggal mainnya, rezim anti Islam akan mencari segala cara untuk membidik.

Kembali kepada khilafah, institusi yang ditakuti pengemban ideology kapitalisme dan sosialis-komunis. Usaha untuk menghancurkan khilafah sudah terjadi sejak jauh hari, sejak khilafah masih ada. Barat menghancurkan khilafah, memastikan khilafah tidak bangkit lagi dan menentang semua upaya untuk mengembalikan khilafah. Ibaratnya, khilafah dibunuh, dikubur di dalam tanah yang sangat dalam kembali agar tidak kembali bangkit, kebangkitannya dimonsterisasi, umat Islam dibuat takut dengan khilafah yang merupakan ajaran Islam, bahkan dipengaruhi untuk membencinya. Apakah usaha Barat berhasil? Tidak, khilafah pasti tegak. Tidak bisa dibendung oleh siapapun. Dan kita, dengan segala monsterisasi khilafah akankah berhenti menyampaikannya? Tidak juga.

Terus harus bagaimana? Ikut berjuang menegakkan khilafah. Tidak mencukupkan diri sebagai penonton, mari jadi pemain, piala hanya diberikan kepada pemain. Mengkaji Islam, semua ajarannya, termasuk khilafah salah satunya.

Pare, 9 Agustus 2019

Friday 9 August 2019

Karena Budaya Barat, HIV-AIDS di Kota Sekecil Tulungagung Jadi Tak Terbendung


Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung mendapati 21 pelajar positif tertular HIV. Kasus HIV ini ditemukan saat dinas melakukan pemeriksaan terhadap 175 pelajar pria yang pernah melakukan hubungan sesama jenis (lelaki seks sesama lelaki/LSL). "Temuan ini berdasar hasil pemeriksaan VCT terhadap kelompok remaja LSL yang sudah kami lakukan," kata Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Didik Eka di Tulungagung, Rabu (31/7). Didik mengatakan, jumlah kasus HIV di kalangan pelajar pelaku LSL di Tulungagung yang sebenarnya bisa lebih banyak. Pasalnya, tidak semua pelajar mengikuti konseling dan pemeriksaan secara sukarela (Voluntary Counselling and Testing/VCT) tersedia di RSUD dr Iskak maupun klinik terdaftar di Dinas Kesehatan. "Yang jelas mereka masuk kelompok risiko tinggi tertular HIV," kata Didik. (Republika.co.id, 31/7/2019).

Sebuah cuplikan berita yang dimuat di media nasional dengan tempat kejadian nun jauh dari kota besar. Sebuah daerah pinggiran yang bisa jadi tak banyak menduga akan terkena imbas perilaku rusak yang sebelumnya identik hanya terjadi di kota metropolis. Artinya kerusakan moral sudah merata, bencana kemanusiaan sudah mengincar semua tak peduli dimana tempat tinggalnya. Juga bukan peristiwa yang tiba-tiba terjadi, karena kasus ini merupakan kelanjutan dari penyelidikan perilaku menyimpang seorang perias waria yang melakukan kejahatan seksual terhadap 50 anak lebih sejak 2014. Jelas ini bukanlah karena seseorang yang berpegang teguh  ajaran Islam, Islam melaknat pria yang sengaja menirukan wanita, Islam melarang perilaku menyimpang dan memberi sanksi tegas pada pelaku seks menyimpang. Ini semua akibat sistem sekular yang membiarkan manusia bebas berbuat sesuka hatinya, abai dengan syariat agama. Dan ini juga bukan semata kesalahan personal, ketidakpedulian masyarakat dan negara menjadi faktor utama.

Tulungagung adalah daerah yang terkenal sebagai penyumbang TKI, sebagian besar orang dewasa bahkan orang tua merantau keluar negeri, dan salah satu akibatnya adalah anak besar tanpa pendidikan dan bekal agama yang layak. Anak hidup bebas menikmati materi hasil ketingat orang tuanya, sedangkan orang tua merasa cukup dengan sekadar mencukupi kebutuhan materi. Di sisi lain masyarakat sudah terbiasa dengan gaya hidup bebas dan negara cenderung lepas tangan dengan pemenuhan ekonomi  rakyatnya dan abai dengan kerusakan moral generasi bangsa. Negara hanya mengejar investasi serta pundi-pundi rupiah yang datang dari para wisatawan dengan mengejar pembangunan sector pariwisata namun lalai dengan pembekalan moral generasi. Parahnya lagi negara begitu gencarnya menakuti rakyatnya dengan cap-cap radikal bagi elemen masyarakat yang hendak meyelamatkan generasi dengan bekal agama.

Semua ini harus diakhiri, apa yang terjadi di Tulungagung hanyalah kasus kecil yang sudah terungkap, bisa jadi masalah besar menanti di daerah lain atau di waktu yang akan datang. Kita tidak boleh mempertaruhkan masa depan bangsa ini dengan membiarkan kehidupan remaja dalam cengkeraman sistem sekular. Aqidah dan kesadaran terikat pada syariat Allah SWT adalah bekal utama meyelamatkan bangsa, masyarakat yang peduli, kegigihan jamaah dakwah yang terus mengingatkan pentingnya penerapan Islam kaffah dan yang terpenting adalah peran negara yang mempunyai komitmen menyelamatkan rakyatnya di dunia dan akhirat kelak. Negara yang menjadikan Islam sebagai pijakan. Negara yang menjadikan Rasulullah saw dan para khalifah penggantinya sebagai teladan.


Thursday 1 August 2019

Sis Zainab, Om Nasjo dan Bang Tere


Jagat dumay semakin banyak dihiasi tulisan-tulisan bernas. Tulisan tanpa basa-basi menyajikan realitas negeri ini. Tidak hanya berisi kritik, tulisan-tulisan yang bertabaran banyak memberikan solusi, minimal ajakan untuk cermat melihat realitas negeri ini yang semakin karut-marut. Dan tak sedikit yang memberikan analsiis tajam, membongkar kebusukan perilaku politisi, penguasa dan pengusaha. Menguliti kebobrokan system demokrasi secular yang diterapkan di negeri +62.  Alhamdulillah, artinya semakin banyak yang sadar negeri in sedang tidak baik-baik saja, ada beribu masalah yang terjadi, maka harus ada solusi, jika dibiarkan negeri ini akan semakin terpuruk.

Di antara banyak penulis kritis ada nama yang mulai naik daun, dialah Sis Zainab Ghazali. Seorang perempuan yang tidak ingin berdiam diri melihat negeri tercintanya dihancurkan politisi secular yang bersimbiosis mutualisme dengan konglomerat jahat. Zainab  Ghazali seorang perempuan yang punya dedikasi tinggi membongkar makar-makar penguasa khianat, dia tidak akan berhenti meski siksaan dialami, meski penjara mengekangnya. Semua dilakukan karena rasa sayangnya pada umat yang dianggapnya seolah anak sendiri, tidak ada seorang pun ibu di dunia ini yang jika benar-benar cinta kepada anaknya akan membiarkan anaknya terperosok dalam lubang kenistaan kapitalisme dan social komunis. Sebagaimana yang dilakukan Zainab Al Ghazali dahulu di negeri kinanah. Meski sekarang sudah berkalang tanah, akan muncul Zainab Ghazali yang baru, yang terus menyuarakan keadilan, menyuarakan penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah.

Sebelum Zainab Ghazali, Nasirudin Joha terlebih dahulu membuat heboh negeri ini, tulisannya yang tajam, dengan kata yang menghujam telah banyak membuat gerah para pengkhianat umat. Tak sedikit tulisannya yang tiba-tiba menghilang begitu saja karena dianggap melanggar aturan konten di medsos. Terlihat jelas dari tulisannya, Nasjo bukanlah penulis recehan yang menginginkan sejuta penyuka, juga bukan pengemis  imbalan pundi rupiah. Tulisannya tepat menusuk jantung penguasa yang tak peduli akan nasib rakyatnya. Bahkan sekelas Gus yang menjadi pembicara istana pun penasaran dan menantangnya. Bukannya balas membuat tulisan, yang dilakukan pembenci Nasjo hanyalah persekusi rendahan, berkolaborasi dengan antek  penjajah tukang lapor. Namun, lenyapnya segelintir tulisan Nasjo tidak akan menyurutkan langkah. Nasjo semakin produktif menulis, semakin sering melontarkan celaan pada perilaku murahan politisi secular yang tak tahu diri. Yang pasti Nasjo akan terus bergentayangan sebagaimana sesumbarnya, Nasjo akan terus menulis selama ketidakdilan terus dipertontonkan, selama islam terus dihinakan.

Sedangkan Bang Tere, novelis produktif dengan karya yang istimewa, juga mulai turun gunung. Sepertinya sudah tidak tahan dengan suhu panas negeri ini yang semakin  mengkhawatirkan, meningkatkan pemanasan global yang kemudian akan menghancurkan bumi. Memang sudah lama juga nulis seputar politik dan realitas kekinian. Tulisannya tentang Bandara Kertajati juga tulisan seputar fakta negeri ini dan terakhir tentang fosil bus, juga perilaku korup para pejabat dll, menuai pro-kontra. Bahkan tak sedikit yang menghujat, mengancam akan meninggalkan hingga memboikot tulisannya. Apakah Bang Tere menyerah? Jelas, TIDAK. Bang Tere juga bukan penulis bau kencur yang hanya ingin karyanya dipuja. Sisi kemanusiaan yang diciptakan Allah dengan akal tidak akan membuat orang sekelas Bang Tere mundur hanya dengan gertakan sambal. Kepeduliaannya akan perubahan yang menjadi pertimbangan, kepeduliaan agar negeri ini tidak semakin hancur dengan perilaku busuk segelintir penduduknya menjadi penggugah agar kita tak boleh tinggal diam. Dan hebatnya Bang Tere ini adalah tokoh nyata, identitasnya jelas, alamatnya jelas, maka layak mendapatkan acungan jempol dan dukungan.

Sis Zainab, Om Nasjo dan Bang Tere, meski ada perbedaan namun mereka sama-sama tidak ambil pusing dengan perpecahan politik negeri ini akibat dukung-mendukung. Mereka sama-sama bukan dalam rangka berpihak, membela,  memusuhi 01 atau  02. Kritik mereka, kepeduliaan mereka bukanlah karena kekecewaan pada sang idola, namun murni demi masa depan negeri yang lebih baik lagi. Mereka bukanlah penulis status-status picisan dan pengunggah foto-foto untuk pamer ke khalayak ramai yang haus akan pengakuan dunia. Dan semoga beliau-beliau terus istiqamah dalam menyampaikan kebaikan, membuka mata dunia.

Dan untuk semua, menulislah. Jangan menunggu menjadi hebat, terus ramaikan dunia dengan opini islam, jangan biarkan para penulis liberal, sekular dan penjaja ide sosialis komunis mengisi otak pembaca dengan ide rusak mereka.

Dan saya, meski hanya bisa sedikit menulis, meski hanya tulisan remah-remah rengginang yang tersisa di dasar pojok kaleng biscuit kongwan, insya Allah ada satu komitmen yang ingin terus terwujud, dan memohon agar diberi keistiqamahan, setia menyampaikan Islam, syariah dan khilafah.

Pare, 1 Agustus 2019