Sunday 27 September 2020

Nekat Pilkada Di Tengah Pandemi, Demi Apa?

 

Komisi Pemilihan Umum sepertinya terus melangkah maju dalam pelaksanaan pilkada serentak 2020 ini, meski ada berbagai usulan agar pilkada ditunda, langkah persiapan penyelenggaraan pilkada tidak surut, bahkan meski dua ormas besar di negeri ini menyarankan agar pilkada ditunda. Memang tekat untuk terus menggelar pilkada sudah sejak jauh hari diwacanakan. Salah satunya oleh Menteri Dalam Negeri, “Pilkada Saat Pandemi untuk Cari Pemimpin Kuat Tangani Covid-19

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegaskan, pelaksanaan Pilkada di 270 wilayah Indonesia yang dilakukan saat pandemi adalah untuk mencari pemimpin yang kuat menangani Covid-19. Penegasan itu dikatakan Mendagri saat Rakor Kesiapan Pilkada Serentak Tahun 2020 di Kantor Gubernur Kalteng di Kota Palangka Raya, Minggu (19/7). "Pilkada yang saat ini di tengah pandemi adalah yang pertama dalam sejarah dan belum pernah dilakukan oleh pemerintah manapun sebelumnya," ujarnya. (mediaindonesia.com/19/07). Tentu alasan mendagri tersebut saat inisudah tidak relevan lagi. Saat ini kasus positif covid-19 tetus meningkat, kematiannya pun terus bertambah, bukannya terpilih pemimpin kuat, bias-bisa akan membuat kondisi semakin parah, pilkada bisa jadi menjadi kluster baru penularan covid-19. Bukan pilkada yang dibutuhkan, namun keseriusan pemerintah yang saat ini berkuasa yang dibutuhkan rakyat. Pemimpin baru belum tentu mempunyai kebijakan yang jitu, jika pun ada yang mempunyai ide pamungkas maka tetap bisa memberi masukan penanganan covid-19 meski belum berada di lingkaran kekuasaan. 

Belum lagi biaya yang dikeluarkan dalam penyelenggaran pemilu yang membengkak, pasti pembiayaan ini akan menguras kas yang ada. Bagaimana tidak membengkak, penyelenggaraan pemilu menuntut adanya penambahan TPs, secara otomatis akan menambah perangkat yang dibutuhkan. Lagi-lagi di sini rakyat harusnya bertanya, bukankah lebih bermanfaat jika dana digunakan untuk fokus menyelamatkan rakyat dari wabah, untuk menangani dampak langsung wabah. 

Alasan pilkada dibutuhkan untuk memilih pemimpin kuat adalah alasan klise. Sudah menjadi rahasia umum, proses pilkada baik bagi penyelenggara maupun kontestan bukanlah proses tanpa biaya, terutama bagi kontestan. Sejak awal tahapan, untuk menjadi bakal calon saja membutuhkan dana yang tidak sedikit, apalagi saat menuju pilkada, pasti dibutuhkan dana besar. Maka tak heran pernah ada kepala daerah yang mengungkapkan bahwa gaji sebagai kepala daerah besarnya tak seberapa. Maka tak heran pula jika saat menjabat para kepala daerah berlomba untuk minimalmengembalikan modal atau membalas budi, tak berhenti sampai di sini, upaya menjalankan proyek demi pundia rupaiah yang masuk ke kantong pribadi pun kerap menjadi sarana untuk mengembalikan modal, tentu proyek yang menguntungkan kepala daerah, kroninya dan para penyokong modal. Sedangkang bagi penyelenggara, pilkada hanyalah alat untuk mengukuhkan suksesi pergantian kepala daerah ala demokrasi kapitalisme, alih-alih menghasilkan pemimpin kuat, pilkada saat ini hanya sebatas melanggengkan cengkeraman system demokrasi kapitalisme di negeri ini, dan jelas ini berbahaya, peilkada hanya alat legitimasi bagi pihak yang berkuasa, atas nama rakyat membuat kebijakan khianat kepada rakyat, namun menyenangkan para konglomerat yang siap berpesta pora menikmati proyek yang menanti.

Maka, sungguh tak layak pilkada serentak masih diselenggarakan di tengah pandemi apalagi diharapkan memberi solusi. Pilkada akan semakin menambah panjang rantai penularan covid-19, dan pilkada pun tak akan memberi solusi, yang ada hanya mewujudkan pemimpin yang meneruskan system kekuasaan oligarki. Penguasa yang berkolaborasi dengan kroninya demi kepentingan mereka saja, bukan kepentingan seluruh rakyat.

Saturday 19 September 2020

Merencanakan Kebaikan

 



Tugas belajar online suka - suka hari ini adalah merencanakan 10 kebaikan yang akan dilaksanakan


Dan mengirimkan 5 foto kebaikan yang telah dilakukan


Ada yang bertanya kegiatan pakai seragam apa tidak 


Memang dalam juknis tugas tidak menyebutkan pakai baju apa, alhamdulillah ada  yang bertanya. Begitulah murid MI masih butuh keterangan sejelasnya.


Tentang tugas hari ini, Sabtu di kelas saya tidak ada materi berkaitan pelajaran. Lebih banyak praktik, setor hafalan, evaluasi melalui VC grup bergiliran. Dan khusus hari ini merencanakan kebaikan.


Ya, kebaikan meski sebatas rencana dan niat insyaallah akan mendapat balasan sebagai catatan kebaikan, jika terealisasi maka akan mendapat pahala kebaikan jika dilakukan dengan ikhlas. Tentu saja ikhlas itu ada awalnya, pembiasaan melakukan kebaikan.


Setidaknya dengan merencanakan kebaikan, meski pada akhirnya tidak semua terlaksana sudah berencana dan berniat untuk berbuat baik, juga barangkali itu adalah rencana terakhir yang bisa dibuat, bisa jadi belum sempat melaksanakan maut sudah menjemput.


So, sudah merencanakan kebaikan apa saja hari ini?


Kediri, 19 September 2020

Friday 18 September 2020

Daring yang Garing

 



Belajar daring kelas 6 hari ini pelajaran PPKn dan Bahasa Arab


Bahasa Arab masih membahas tentang waktu, fiil mudhorik dan fiil amr, alhamdulillah sudah selesai tinggal mengerjakan tadrib


Yang bikin kecut itu pas menyampaikan materi PPKn, bab nya adalah keberagaman kegiatan ekonomi.


Membahas jenis bidang usaha kegiatan ekonomi dan macam kegiatan ekonomi sih no problem


Giliran menerangkan mencintai produk dalam negeri yang bikin keki, sulit kasih contohnya, sulit cari fakta riil dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat apalagi bernegara


Lha wong seisi tas murid saja banyak yang made in luar negeri, lha wong toko serba empat puluh ribu saja banyak di Pare (yang hampir semuanya produk impor), apalagi contoh kebijakan negara, tambah pusing pale berbie dech, lha wong negara hobinya impor dan mengandalkan asing.


Daring yang garing, mencetak manusia hipokrit? Belajar sekadar formalitas ilmu saja, sebatas teori indah, namun realitasnya penuh masalah


Tapi saya sih woles, ngajar tetap pegang prinsip, tetap ngajak taat syariah, insyaallah hidup jadi berkah


Kediri, 18 September 2020