Saturday 30 June 2018

Cantiknya Palsu Menipu

               Bunga asli SLG arah Gurah

Menyusuri sebuah jalan di Wonosari Pagu, dari kejauhan nampak bunga berwarna-warni, sedikit teringat bunga warna-warni di luar negeri yang hanya mekar di musim semi seperri yang ada di tivi, sudah berniat berhenti, melihat dan ambil gambar. Warnanya memang mempesona.Cantik sekali. Sengaja mengurangi kecepatan, semakin mendekat baru jelas, ah ternyata bunga imitasi. Bukan asli alami. Ya sudah tak jadi berhenti. Sedikit kecewa.Ini hanya masalah bunga palsu.

Pernah juga ditanya sama murid : " Bu..bu..mbak itu bulu matanya palsu ya? Tapi cantik ya!"
Saya yang awalnya tidak terlalu memperhatikan berusaha mencuri pandang, masak palsu sih. Dan ternyata benar, tak hanya bulu matanya, alisnya pun palsu.
Entah berapa banyak lagi hal-hal palsu yang terlihat cantik namun hakikatnya seringkali menipu. Yang ini dipikir woles saja ya sist, PeDe lah dengan anugrah Allah. Tak perlu menipu untuk tampil cantik, selama menjadi perempuan dijamin cantiknya. Ga perlu over acting make up sana-sini. Cantiknya cukup disimpan untuk orang yang halal menikmati, dan tak perlu pusing dengan aksesoris imitasi.

Pilkada Jatim hasil hitung cepat, paslon yang diharapkan oleh parpol yang punya angan ganti2019, ee..ternyata sejak dini menyatakan siap menjadi timses 2 periode. Maka gigit jarilah para pemilih yang berharap sang calon yang memang asli cantik merealisasikan keinginan mereka untuk ganti2019. Cantik tapi ternyata tak sesuai aspirasi hati nurani.

Dan 1 Juli nanti pemerintah akan meluncurkan gas elpiji non subsidi. Dan seperti biasa, perkataan manis menghiasi mulut mereka. Yang untuk orang mampu lah, subsidinya dialihkan ke pembangunan, dan lain sebagainya. Yang ujung-ujungnya elpiji subsidi semakin langka akhirnya semua pakai elpiji nonsubsidi. Begitulah yang terjadi dengan minyak tanah, premium dan pertamax. Selalu saja seperti itu, padahal akar masalahnya karena negeri ini salah kelola. Kebijakannya berpijak pada ekonomi kapitalisme, menghilangkan peran negara, negara melepaskan diri dari tanggung jawab mengurusi urusan umat secara langsung. Peran swasta mendominasi. Sangat jauh dengan janji manis nan cantik yang terucap saat kampanye. Bukan rakyat yang dibuat bahagia namun para pemilik modal yang dibuat semakin kaya.

Begitulah tabiatnya kapitalisme, seringkali nampak cantik padahal palsu dan jelek realitasnya. Pembangunan infrastruktur dimana-mana, memakai modal utang, ketika jadi pengelolaan dijual ke swasta. Ketika swasta meraup keuntungan baru dikembalikan kepada negara, tidak amanahnya aparat membuat kerugian semakin menganga, tak ambil pusing dinaikkan lah pajak untuk mengejar pemasukan. Sudahlah rakyat bayar menikmati infrastruktur dipalak lagi untuk menggenjot pemasukan demi menutup utang setinggi langit. Ini yang utang siapa, yang menikmati siapa, yang bayar ujung-ujungnya rakyat.

Seperti biasa pula, ketika ada protes sana-sini, digelontorkanlah bansos, balsem, dan kartu sakti untuk mencairkan bantuan bagi segelintir orang miskin, dianggaplah pemerintah baik hati karena masih memikirkan rakyatnya yang miskin. Padahal nyatanya yang miskin semkain bertambah dan bansos ini hanya ibarat permen yang diberikan kepada anak kecil yag menangis karena lapar, diam sesaat tapi tidak kenyang, setelahnya menangis lagi karena masih lapar. Trik seperti ini dimainkan dengan cantiknya, juga untuk kasus lain. IMF kasih utang 1 triliun tapi proyek yang dilepas ke asing (perusahaan negara donatur )100 triliun. Asing investasi 1 triliun tetapi mengambil aset bernilai 100 triliun. Rakyat miskin dibungkam dengan 300 ribu padahal kebutuhan hidup melambung 3 juta. Mburu uceng kelangan deleg, lengah dengan sedikit materi padahal merugi banyak sekali.

Pun dengan demokrasi, dari oleh untuk rakyat hanya kamuflase menipu, sejatinya hanya memanfaatkan suara rakyat untuk melegalkan kedzaliman penguasa yang ditopang pemilik modal. Hanya tipuan untuk membuang aturan Allah atas nama suara rakyat. Demokrasi selalu mengkampanyekan kecantikan palsunya, menghipnotis rakyat agar terbuai dengan rayuannya, mengajak larut dalam euforia pesta demokrasi dengan janji akan terpilih pemimpin yang akan . mengerti kemauan rakyat karena mereka adalah representative suara rakyat, padahal sejatinya mereka hanya memanipulasi saja, tak ada fakta kesejahteraan hakiki, sejahtera untuk selanjutnya fokus pada beribadah pada Allah SWT. Yang ada hanya berlomba mengejar materi lalai dengan akhirat.

Permasalahan negeri ini sistemik, tidak akan tuntas jika hanya sekadar ganti pemimpin. Harus ada komitmen dan pemimpin yang amanah dan takwa juga perubahan sitemik. Dari penerapan sisem kapitalisme menjadi penerapan sistem Islam, kenapa harus sistem Islam? Karena Islam rahmatan lil alamin. Karena Islam terbukti pernah memimpin peradaban.

Dan ada lagi yang saat ini dikampanyekan seolah menjadi pemikiran cantik indah nan menawan, Islam Moderat, kerennya Islam Wasathiyah. Islam yang tengah-tengah, damai, toleran, menganggap perbedaan itu tak perlu ada. Islam Wasathiyah ini sejatinya membendung seruan Islam kaffah. Akal-akalan barat untuk menghalangi kebangkitan khilafah. Sengaja membenturkan kelompok umat Islam dengan pengkotakan sesuai keinginan mereka. Tentang Islam Wasathiyah perlu ulasan lebih mendalam, tapi intinya sama, ide ini racun yang dinampakkan keindahannya padahal palsu. Cantiknya palsu menipu. Waspadalah!

Pare, 30 Juni 2018

Friday 29 June 2018

Lelaki Pemimpin

H min satu menuju pemilukada, bersama tim guru satu yayasan berkeliling silah ukhuwah ke sekitar sekolah. Sekitar 20 an orang beriringan, bergantian menuju rumah penduduk sekitar. Kesepakatannya, berhenti dan masuk ke rumah beberapa pengurus yayasan dan takmir masjid dan salaman saja untuk masyarakat sekitar. Memang sudah H plus banyak setelah lebaran, ada beberapa rumah yang tutup. Dan karena barisaan lumayan panjang, ketika bagian depan depan sudah menuju rumah berikutnya bagian ekor baru masuk rumah sebelumnya.

Sedikit berselisih paham rute terbaik dan tercepat biar tidak terlalu muter-muter mengingat ada banyak yang harus dikunjungi. Dan saat ada perbedaan selanjutnya kemana, ada seorang ibu guru yang menyeletuk : " Pun, ibu-ibu manut bapak-bapak mawon. Monggo bapak-bapak teng ngajeng." Dan ada juga yang menyeletuk : " Ar rijâlu qawwamuna 'alan nisa'."

Dan akhirnya bapak-bapak guru dengan langkah seribu memimpin rombongan, di depan.

He..he..memang para guru hebat, masalah sepele saja masih ingat dalil.

Saya pribadi sepakat dengan ayat tersebut, tapi dalam konteks rumah tangga. Laki-laki adalah wali, suami adalah penanggung jawab tumah tangga. Wanita berada dalam lindungan dan pengurusan wali, istri wajib taat kepada suami selama tidak bermaksiat kepada Allah. Ayat ini tidak saya pakai dalam konteks kehidupan umum. Karena secara umum tidak masalah wanita berada di depan dalam hal-hal yang memang dibolehkan. Wanita boleh jadi kepala sekolah (di yayasan TK dan MTs kepala nya wanita) tidak masalah, wanita menjadi ketua KKG, jadi ketua panitia acara yang tidak melanggar hukum syara' dll.
Namun ayat tersebut tidak saya pakai dalam konteks pemerintahan. Salah satu kriteria pemimpin pemerintahan yang saya ambil adalah wajib laki-laki, haram perempuan. Dalilnya bukan salah satu ayat di surah an nisa' tersebut. Tapi hadits Rasulullah terkait sikap beliau ketika mengetahui anak perwmpuan Raja Kisra diangkat sebagai pemimpin Persia, ini dalil yang lebih cocok karena berkaitan dengan wanita yang memegang tampuk kekuasaan. Menyikapi informasi Persia dipimpin seorang wanita Rasulullah menyatakan : Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan. Cukup jelas, meski belum ada bukti apa bentuk ketidakberuntungan tersebut, ketika memang baginda nabi bersabda seperti itu ya sudah terima saja.  Ga pake seribu dalih.

Namun faktanya, menurut hitung cepat, Jatim akan dipimpin wanita. Wallahu'alam
Jika konsisten menggunakan pedoman ar rijâlu qawwamuna'alan nisa' harusnya tidak seperti ini jadinya. Entahlah dimana ayat ini saat pemilukada. Yang jelas bagi feminis mereka konsisten menolak ayat ini, baik di ranah domestik rumah tangga, maupun di ranah publik.

Masih banyak peluang untuk terus menyampaikan, masih ada PR dakwah.

Pare, 29 Juni 2018

Thursday 21 June 2018

Lafdhul Jalalah


Salah satu materi belajar membaca Alquran dengan metode Tilawati, adalah Lafdhul Jalalah. Materi ini ada di jilid 4. Fokus bahasan adalah cara membaca lam jalalah setelah kasrah, fathah dan dlommah. Melatih melafadhkan Allah dengan sebaik mungkin.

Lafdhul Jalalah, akan banyak dijumpai dalam ayat Alquran. Juga akan sering digunakan dalam banyak kalimat thayyibah. Dan yang saat ini sering kita dengar adalah ucapan "taqabballahu minna wa minkum" pada kata taqabballahu juga terdapat lafdhul jalalah.

Dan saat mendengar ucapan selamat Idulfitri dari beberapa tokoh yang disiarkan sebuah radio, sempat mendengar ada yang mengucapkan taqabballahu dengan ucapan yang agak aneh, terputus, sedikit kurang lancar. Wallahu'alam, mungkin belum bisa, mungkin tidak bisa, mungkin tidak biasa.

Menjadi pelajaran, untuk semua. Hiasi bibir dengan banyak menyebut nama Allah, dzikir dengan kalimat thayyibah, agar bibir ini terbiasa berucap memanggil asma Allah. Agar kelak di akhirat kita layak dipanggil Allah diberikan balasan terbaik dari Allah.

Juga membiasakan diri dengan kalimat thayyibah yang terkadang kelu diucapkan, kelu karena kurang terbiasa : kalimat hauqalah dan tarji' ( la haula wa quwwata illa billah dan innalillahi wainna ilaihi rajiun) biasakan agar tidak terbalik-balik.

Ini juga salah satu pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah, pelajaran Aqidah Akhlak.
Semoga lisan kita dimudahkan untuk mengucap dan terus menyebut asma Allah. Dzat yang maha segalanya, Alkhaliq sekaligus Almudabbir, pencipta dan pengatur kehidupan. Aamiin ya rabbal 'alamiin

Dan juga yang tak kalah penting adalah mewujudkan takwa dalam kehidupan, menjalankan semua perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan Allah. Membutuhkan peran individu, masyarakat dan negara, tentu bukan masyarakat sekular dalam sistem demokrasi seperti saat ini, namun masyarakat Islami dalam bingkai #Khilafah.

Pare, 21 Juni 2018

Monday 18 June 2018

Silakan Mencium Tangan



Sengaja mengambil judul ini, meski poin pembahasan ada pada berjabat tangan antara pria dan wanita non mahram. Mencium tangan tentu saja sebelumnya bersalaman.

Di saat lebaran seperti ini, salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia adalah saling mengunjungi dan berjabat tangan. Saya pribadi jika di sekolah atau ketemu dengan alumni siswa, secara otomatis mereka menyalami dan mencium tangan, terkadang terbawa suasana saat ada yang bersalaman membiarkan mereka mencium tangan, husnudzan saja mereka pernah jadi murid saya. Jadi maaf jika terkadang ada yang seharusnya tak layak mencium tangan saya, eeh saya biarkan begitu saja, dan baru sadar ketika sudah terlanjur, baru terpikir, “ Lha tadi yang salaman dan cium tangan saya siapa ya?”

Secara asal saya mengijinkan orang lain mencium tangan saya, mencium tangan saja boleh apalagi cuma salaman, ya silakan. Jadi kesimpulannya, untuk berjabat tangan ini saya ambil pendapat hukum asalnya adalah mubah. Namun kembali kepada definisi mubah dilakukan boleh ditinggalkan juga boleh, mubah jika mengantarkan pada kesunahan dan kewajiban dilakukan, jika mengantarkan pada keharaman ditinggalkan. Sunah jika merupakan bagian dari kasih sayang karena Allah, karena hormat kepada orang yang lebih tua, hormat kepada guru, dan ulama. Haram jika disertai dengan hawa nafsu atau syahwat. Jadi mubah dalam kondisi “cateris paribus” ga pake pikiran  dan tujuan macam-macam.

Kembali pada mencium tangan, biasanya materi ini saya selipkan pada adab kepada orang tua dan orang yang lebih tua, juga masuk pada materi silaturahim. Menerangkan materi ini di kelas MI membutuhkan waktu minimal satu kali pertemuan 1 x 35 menit. Kepada siapa saja anjuran mencium tangan, teknis mencium tangan dan praktik. Praktik salaman dan cium tangan penting, jika tidak diarahkan anak-anak lebih sering salah kaprah, ketika bersalaman tangan yang dijabat dibiarkan begitu saja, ditempelkan ke pipi atau dahi. Padahal namanya mencium ya menggunakan hidung, jadi bersalaman, punggung tangan yang dijabat dicium, dan menarik tangan sendiri untuk diusapkan ke dada.  Setidaknya disesuaikan dengan adat masyarakat yang memang tidak bertentangan dengan hukum syara’.

Sekali lagi perlu digarisbawahi. Salaman dan cium tangan harus dalam kondisi “cateris paribus” kondisi normal, tidak demi kepentingan duniawi atau sekadar demi kebanggaan atau kesombongan.  


Adapun salaman alias jabat tangan, saya ambil dari buku Sistem Pergaulan dalam Islam bab  Melihat Wanita :
Adapun berkaitan dengan masalah jabatan tangan (mushâfahah), maka sesungguhnya seorang pria boleh menjabat tangan wanita dan demikian pula sebaliknya, seorang wanita boleh menjabat tangan seorang pria; tanpa harus ada penghalang di antara kedua tangan mereka. Kebolehan ini  sesuai  apa  yang  dinyatakan  di dalam Shahîh al-Bukhârî yang bersumber dari ‘Ummu ‘Athiyah. ‘Ummu ‘Athiyah menuturkan:

 “Kami membaiat Nabi SAW, lalu Beliau membacakan kepada kami “bahwa  mereka  tidak  akan  menyekutukan  sesuatupun  dengan Allah” (TQS. Mumtahanah [60]: 12),dan Beliau melarang kami untuk meratap.  Maka  seorang wanita  di  antara  kami  menarik kembali tangannya.”
Baiat  tersebut  dilakukan  dengan  cara  berjabatan  tangan (mushâfahah). Kata ‘qabadhat yadahâ’(menarik kembali tangannya) maknanya adalah menarik kembali tangannya yang  sebelumnya ia ulurkan untuk melakukan baiat tersebut. Kenyataan wanita itu ‘menarik kembali tangannya’, pengertiannya bahwa wanita tersebut sebelumnya hendak membaiat Rasulullah SAW dengan cara berjabat tangan. Kata ‘maka salah seorang wanita di antara kami menarik kembali tangannya’, mafhumnya adalah bahwa wanita yang lain tidak menarik kembali tangan mereka.  Ini  berarti,  para  wanita  selain  wanita  tersebut  membaiat Rasulullah SAW dengan cara berjabat tangan (mushâfahah).

Di samping itu, mafhum (pengertian) firman Allah SWT:
“….Atau kalian telah menyentuh perempuan.” (TQS an-Nisâ [4]: 43)
yang dinyatakan dengan lafazh umum yang mencakup seluruh wanita dari sisi bahwa sentuhan yang membatalkan wudhu, hal itu menunjukkan terbatasnya hukum pada masalah batalnya wudhu bagi pria karena menyentuh wanita. Mafhum dari ayat tersebut menunjukkan bahwa menyentuh wanita tanpa disertai syahwat tidaklah haram. Maka demikian juga berjabatan tangan dengan wanita bukanlah sesuatu yang haram. Lebih dari itu, telapak tangan wanita tidak termasuk aurat dan tidak diharamkan memandangnya tanpa disertai syahwat. Maka, menjabat tangan wanita tidak diharamkan.

Jadi begitu ya, salaman hukum asalnya mubah, silakan, namun tetap bertujuan sesuai dengan tuntunan syara’ bukan untuk main-main. Termasuk pula cium tangan, lihat dulu yang mau kita cium tangannya, jangan main serobot saja. Dan jika ingin tetap menjaga wudlu, ya pertimbangkan lagi sebelum salaman dengan non mahram.

Tentang hadits dari Ummul Mukminin  Aisyah ra, yang sering dipakai untuk mengharamkan jabat tangan non mahram maka perlu pembahasan lebih detail, terkait penggunaan dua hadits yang seolah bertentangan, bagaimana mengkompromikannya, bagaimana menyikapi hadits dari sebuah peristiwa  langsung yang melibatkan Rasulullah saw dan terkait penuturan dari pihak kedua. Perlu ngaji lagi.



Pare, 18 Juni 2018

Saturday 16 June 2018

Menjadi Tua Itu Pasti, Menjadi Bijak Itu Perlu Melatih Diri

Sumber gambar : republika.co.id

Menulis ini karena menyadiri bahwa diri ini semakin tua jika dibandingkan dengan yang lebih muda namun belum setua yang faktanya sudah banyak makan asam garam kehidupan, yaitu para orang tua kita.

Mengingatkan diri sendiri dan memberi nasihat untuk yang lebih muda agar tidak mengulangi kesalahan yang telah terjadi.

Secara alami dan sewajarnya semakin bertambahnya umur maka semakin bertambah pula pengalaman hidup,maka seharusnya semakin bijak menyikapi hidup, semakin mantab dengan visi hidup termasuk pula hidup di akhirak kelak. Namun tentu tak menunggu tua dahulu  untuk menjadi bijak, insya Allah dengan semakin terikat pada syariat Allah dan Rasulullah, siapapun kita akan menjadi bijak. Maka kemauan untuk mencari bekal ilmu dalam setiap amal mutlak diperlukan, insya Allah dengan ilmu kita akan semakin bijak dalam bersikap. Tidak mudah menuruti hawa nafsu, tidak mudah menyalahkan orang yang berbeda dengan kita, menghormati siapapun sesuai dengan kadarnya.

Tentang orang tua, siapapun mereka, sebaik atau seburuk apapun yang telah mereka berikan kepada kita, tetap ada kewajiban untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, tetap ada kewajiban untuk menghormati mereka sesuai dengan syariat.

Maka memberikan yang terbaik untuk para orang tua, sekuat tenaga menghormati mereka, atau dalam istilah Jawa “Nguwongke” jangan sekalipun merendahkan dan meremehkan mereka. Bagaimanapun kita ada karena mereka, dan tidak ada yang muda dan anak-anak tanpa ada pembanding, yaitu adanya yang lebih tua.

Sebaik dan seburuk apapun orang tua yang melahirkan kita dan orang tua di sekitar kita, pasti ada hikmah dan pelajaran kehidupan yang bisa kita ambil. Jika kebaikan yang telah diberikan untuk kita maka akan kita amalkan, teladani, diteruskan dan diperbaiki. Kita bersyukur jika memiliki orang tua yang telah mengajarkan kebaikan dalam kehidupan.

Namun terkadang ada di antara kita yang lahir dari orang tua kurang peduli dengan kebaikan, atau kita berada pada lingkungan orang tua yang tak memberi ajaran kebaikan dalam kehidupan. Dan ketika kita menyadari sungguh kenapa mereka yang wajib mendidik dan mengajari kita dengan kebaikan malah sebaliknya, tak sepatutnya kita menyalahkan mereka, karena bias jadi itu juga bukan kemauan mereka, bisa jadi karena orang tua terdahulu juga tidak peduli dengan kebaikan dan begitulah seterusnya.

Terkadang masih sedih dengan para orang tua yang masih belum bisa membaca Alquran padahal mereka muslim sejak kecil, sedih dengan para orang tua yang santai dengan keburukan, dan bahkan ada para orang tua yang menghalangi upaya penerapan Islam kaffah.

Tapi sekarang bukan saatnya menyalahkan mereka, namun yang bisa kita lakukan adalah setidaknya tidak mengulangi kesalahan dan keburukan yang telah terjadi. Berusaha memperbaiki diri dan meneruskan kebaikan kepada generasi selanjutnya.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah mengajak orang tua kita untuk berlomba dalam kebaikan, berlomba untuk taat kepada Allah SWT. Untuk hal ini tentu ada cara yang tidak sama dengan mengajak orang yang lebih muda, ada adab yang perlu diperhatikan. Tetap “nguwongke”, tidak menggurui, namun tetap berusaha mengajak kepada kebaikan. Memilih bahasa yang tidak menyakitkan, memberi contoh yang  tidak menyuruh, mengajak yang tidak memerintah. Insya Allah semua ini bisa kita kerjakan, dengan proses dan dengan terus perbaikan.

Terimakasih untuk yang telah mengajarkan saya untuk selalu membereskan perlengkapan dapur, membersihkan panci dan wajan agar tidak membuat kotor orang yang tersenggol, agar yang menggunakan setelahnya tidak kesulitan. Ini hal sepele namun pelajaran berharga bagi saya, ketika ada yang mengingatkan hal ini.

Terimakasih untuk yang selalu mengingatkan untuk meminta ijin atau setidaknya memberitahu ketika akan ada kegiatan meski tidak melibatkan para orang tua.

Terimakasih untuk yang selalu menasehati agar selalu mendahulukan orang yang lebih tua, menghormatinya, mendahulukan urusan mereka.

Terimakasih untuk yang selalu mengingatkan agar sabar dalam kehidupan, bijak menyikapi permasalahan.
Dan terimkasih untuk semuanya, kebaikan dan keburukan yang telah ditimpakan pasti ada hikmahnya.

Terimalah permintaan maaf dari hamba yang lemah ini, yang belum mampu memberikan lisan yang menyejukkan dan tulisan yang berisi hikmah dalam kehidupan.

Mohon maaf yang sebesarnya jika masih banyak kesalahan dan adab yang terabaikan, yang menyakitkan, yang membuat ketidaknyamanan. Semoga terus bisa memperbaiki diri, agar ketika menjadi tua bisa memberikan yang terbaik untuk yang muda, menyayangi yang muda dan menghormati yang tua. Aamiin.

Kembali membaca, belajar dan mengaji : Adab Kepada Orang Yang Lebih Tua



Pare, 16 Juni 2018

Tuesday 12 June 2018

Caper, Laper, Baper

Peristiwa 1:

Waktu istirahat, saya di kelas murid-murid di luar.
Tiba-tiba ada murid masuk sambil teriak
A : “ Buuu ! B dan C berkelahi”
Me : “ Minta tolong dipisah ya, diberitahu, tidak boleh berkelahi”
A  : “ Iya Bu”.
A masuk lagi
A : “ Bu, B dan C tidak mau berhenti, masih berkelahi”
Me : “ Ya, Bu Nur ke sana”.
Saya pun keluar, dan suasana memang sudah gaduh, dua murid berkelahi dan murid yang lain heboh melihat.
Me : “ Sudah! Tidak boleh berkelahi. Ayo pisah!”
Yang berkelahi pun berhenti, dengan tatapan mata yang melotot, tangan menggenggam, memang masih terlihat ingin melanjutkan perkelahian mereka.
Me : “ Sudah, main lagi jangan bertengkar! Yang lain juga begitu. Sana ! istirahat di halaman jangan di depan kelas”

Saya masuk kelas lagi, melanjutkan pekerjaan, belum ada lima menit D tiba-tiba masuk kelas dan teriakannya tambah kencang.

D : “ Buu…! B dan C bertengkar lagi, duel”

Istilah duel bagi anak-anak, itu artinya berkelahi yang lumayan parah, bener-bener berkelahi bukan sekadar gurauan
Saya pun terpaksa keluar, sambil bawa sapu.  Sambil mengacungkan sapu, dan mengancam
Me  : “ Ayo, pisah! Berhenti! Kalo tidak berhenti malah Bu Nur pukul!”
( Terkadang terpaksa melakukan ancaman seperti ini meskipun lebih sering hanya sebatas ancaman saja, jika tidak katerlaluan  banget ya akhirnya membiarkan saja tanpa merealisasikan pukulan. Terkadang miris saja, sampai ancaman pukulan pun masih ada yang tidak menghiraukan. Mungkin mereka tahu guru lebih sering sebatas mengancam, karena faktanya memang guru akan berpikir beribu kali ketika akan memukul muridnya, tidak gampang bertindak dengan hukuman fisik). Jadi jika ada guru yang ringan memberi tangannya, sepertinya ada sesuatu yang salah, pasti ada masalah lain atau tumpukan masalah pemicu.

Akhirnya  B dan C pun menghentikan perkelahiannya. Dan saya juga kembali masuk kelas.
Dan tidak lama kemudian kegaduhan di luar kelas terjadi lagi.

Me : “ Astaghfirullah, sudah dibilang jangan berkelahi masih saja berkelahi! (Kali ini sudah tidak minat teriak-teriak). Sudah, yang  lainnya tidak boleh lihat, semua masuk kelas, sudah jam masuk. Biar B dan C berkelahi terus, kalo terluka berdarah-darah tidak usah ditolong,kalo mati tidak usah dikubur, buang saja ke sungai,lempar saja di kuburan ( sekolah memang  tidak jauh dari sungai dan kuburan).

He..he.. yang ini jelas ancaman, omong kosong. Secara, lihat murid berdarah sedikit saja langsung bingung cari P3K, ya tidak mungkinlah jika mereka terluka parah hanya dibiarkan saja, apalagi mati, ya diurus lah jenazahnya, fardhu kifayah. Tapi berkelahi sampai mati di sekolah,insya Allah tidak akan terjadi, karena sekolah adalah tempat kebaikan, apalagi sekolah dalam system Islam, sangat kondusif dalam membentuk anak didik pandai sekaligus berakhlak mulia.

Dan akhirnya tinggal mereka berdua di luar kelas, masih melanjutkan perkelahian. Namun beberapa saat kemudian menyusul masuk kelas, yang terlihat hanya wajah dan tubuh yang lelah saja, rasa dendam ingin bertengkar lagi sepertinya sudah hilang atau setidaknya mereda.

Tipe keributan seperti ini meski tidak disadari anak, lebih pada CAPER saja. Cari perhatian, jika tidak ada yang melihat, kasih sorak-sorai akhirnya berhenti sendiri.

Peristiwa 2 :
Saya posisi di ruang guru. Murid-murid persiapan salat dhuha. Murid menuju ke masjid, antri wudhu, masuk masjid. Dengan siswa ratusan, memang  membutuhkan waktu. Dan tak jarang mereka menunggu sambil  bergurau, senggol-senggolan yang  berakhir pada pertengkaran.

Seorang guru dengan kedua tangan menggandeng setengah mencengkeram lengan dua orang murid.
Guru A : “ Bu ini berkelahi di masjid, minta tolong ditangani.”

Dua anak yang sudah terkenal hobi bikin gara-gara. Berdiri dengan saling melotot dan sesenggukan menangis tersengal-sengal menahan emosi ingin melanjutkan berkelahi lagi.
Me : “ Sudah, duduk dulu!” Matanya kedip-kedip dulu, dihitung, berkedip lima kali. Jangan terus melotot!”
Kadang dengan sekali perintah sudah dilakukan, kadang harus mengulang-ngulang perintah baru dilakukan. Sengaja meminta berkedip agar otot matanya rileks.

Me : “ Ayo duduk sini, satu di kursi sebelah kiri satunya lagi kursi kanan. Wah, mau kue tidak ini tadi ada Bu Guru yang bawa kue. Ini, kuenya satu dulu. Ayo B! Kuenya bagi dua, C dikasih. Dan mereka pun berbagi kue.

Me : “ Sudah makan kuenya ? Bu Nur ambilkan minum dulu.

Dan mereka pun minum, suasana sudah berubah 180 derajat. Mereka sudah ngobrol seperti biasa.

Tipe pertengkaran seperti ini pemicunya rasa lapar  LAPER sehingga mudah tersulut emosinya. Apapun pemicu awalnya, karena lapar lebih mendominasi. Tinggal diberi sesuatu yang  bisa mengurangi rasa lapar atau membuat kenyang, masalah selesai.

Peristiwa 3 (pendek saja, ga bertele-tele) :

Di dalam kelas saat pelajaran. Suasana tenang mengerjakan tugas tiba-tiba gaduh. Gubrak-gubrak, ada yang lari-lari nyenggol meja, naik kursi kejar-kejaran. A dipukuli B. Usut-punya usut A memaksa meminjam rautan B, awalnya B tidak mau meminjami karena A terkenal kurang bertanggung jawab, ada saja alat yang rusak setelah dipinjam A.  Karena  A  benar-benar butuh rautan akhirnya main ambil saja. B tidak terima akhirnya mengejar dan memukul. Dan jika terus dibiarkan, setelah B memukul maka A juga akan balas memukul, terus saja berbalas seperti itu.

Tipe keributan seperti ini lebih didominasi rasa BAPER, coba  A pinjam baik-baik, tanggung jawab. B juga husnudzan, mengingatkan baik-baik agar rautannya jangan sampai rusak, keributan bisa dihindarkan.

Tidak jauh berbeda dengan kehidupan di masyarakat. Tipe-tipe kehebohan dan kegaduhan yang terjadi, latar belakangnya juga tidak jauh dari sekadar CAPER, LAPER dan BAPER.

Cari perhatian, mungkin tidak sekadar cari perhatian tanpa tujuan. Caper ini bisa jadi untuk mengalihkan isu, untuk mengetahui respon masyarakat akan kasus tertentu, atau agar pencari perhatian ini menjadi pusat perhatian setelah mereka seolah merasa terabaikan. Jika proses caper selesai meredalah keributannya.

Lapar, urusan perut. Bisa jadi karena memang sedang lapar atau memang pembuat gara-gara menjadikan imbalan untuk mencukupi kebutuhan perut. Jadi sengaja menjadikannya sebagai mata pencaharian. Jika kepentingannya yang terkait erat dengan urusan perut ini terselesaikan baik sementara maupun permanen, mereka berhenti bikin keributan.

Baper, ini tukang bikin gaduh yang mengedepankan perasaan dan emosional belaka, tanpa pikir panjang mudah terprovokasi, mudah membuat gara-gara. Hanya gara-gara idolanya tidak dapat panggung, baper dengan kelompok lain yang idolanya mendapat hati di tengah masyarakat, hanya karena ada kelompok yang berhasil mengopinikan sesuatu yang merugikan kepentingan mereka, mereka pun baper tingkat tinggi. Misal, lebay dengan ide yang dibawa kelompok yang sedang naik daun, baper ketika apa yang mereka anggap utopis akhirnya mendapat tempat di tengah umat.

Bisa juga dianalogkan dengan kondisi saat ini, saat pengemban ide  khilafah dianggap bermasalah. Dibuatlan keributan di sana-sini. Tidak perlu terbawa suasana. Dalami dulu tipe keributan yang dibuat di tengah para pengemban dakwah khilafah. Apakah masuk caper, laper atau baper? Penyikapannya tidak sama. Pilihlah cara penyelesaian yang paling cocok.

Menghadapi tukang ribut yang caper, santai saja, dia emosi jangan ikit emosi, woles. Tetap berpikir jernih, mempunyai pola penyampaian ide yang runut dasari hujjah dengan dalil bukan emosi semata. Begitu pula dengan yang laper dan baper. Tetap sabar hadapi, jika tetap saja keras kepala tinggalkan sementara, tidak perlu menguras perhatian dan tenaga. Bisa jadi ada pihak-pihak yang menciptakan ke caper an, ke lapera an dan ke baper an  yang memang ada dibalik semua keributan. Focus pada musuh sejati, bukan boneka yang  hanya diberi arahan belaka. Lawan politik mabda Islam itu kapitalisme dan komunisme, bukan muslim yang lagi caper, laper apalagi tukang baper.

Pare, 12 Juni 2018

Thursday 7 June 2018

THR Untuk Apa?

Salah satu alasan pemerintah memberikan gaji ke-13 dan THR secara bersamaan adalah untuk menjaga daya beli masyarakat di saat kebutuhan pokok harganya semakin melambung dan dolar meroket.

Terlepas dari polemik pengalihan THR ke pemda, sedikit berpikir tentang efektifkah langkah pemerintah?

Secara kasar total ASN di Indonesia 4,5 juta. Jumlah penduduk 262,1 juta jiwa. Jadi ASN hanya 1,7% jumlah penduduk. Berpengaruhkah?

Itu jika ASN belanja, lha kalo uang dipakai bayar utang bagaimana? Tidak berpengaruh pada peningkatan daya beli kan? Coba survei kecil-kecilan berapa banyak ASN yang SK nya sekolah di bank?

Jadi apa tujuan sebenarnya? Pencitraan? Memastikan 4,5 juta suara untuk bekal 2 periode? Atau?

Ini bukan sekadar kengawuran kebijakan saat ini, tp lebih dr itu, akibat kebijakan berbasis kapitalisme.

Pemimpin itu mengayomi seluruh rakyat bukan hanya segelintir saja, semua berhak sejahtera.

Yang sudah mengkaji kitab nidzamul Islam bab 3: qiyadah fikriyah, insya Allah akan sedikit tergambar ke- error -an sistem kapitalisme ini. Dr segi kemunculannya sudah cacat, maka solusi yang diberikan jg akan terus menimbulkan masalah.

Saya tetap yakin #Khilafah solusinya karena #KhilafahAjaranIslam kewajiban dari Allah warisan Rasulullah. Dan saya akan terus #BanggaBicaraKhilafah

Penguasa saat ini ibarat ayam sedang sekarat setelah disembelih menerjang apapun tapi akhirnya mati juga. Begitu juga dg rezim saat ini, berada di ambang kehancuran makanya kebijakannya otoriter diktator. Sebentar lagi pasti hancur.

Tidak ada pilihan lain, siapkan umat untuk menyambut kemenangan Islam yang akan menjadi rahmat seluruh alam. Mengayomi muslim dan non muslim.

Terus berdakwah
Terus berdoa

Pare, 7 Juni 2018

Tuesday 5 June 2018

Sedang Haid Bisakah Mendapat Lailatul Qadar ?


Frequently Asked Question alias FAQ ketika membahas amalan-amalan di 10 hari terakhir agar mendapat lailatul qadar adalah : Masih bisakah wanita haid mendapatkan lailatul qadar?

He..he..memang rasa ini hanya bisa dipahami wanita saja, kalo boleh memilih, enak ga punya utang puasa ya? Bayar puasa di luar Ramadan itu godaannya besar. Berat banget gitu ya, apalagi kalo utangya panjang seperti kereta, bilang sama Dilan, yang berat itu bayar utang puasa yang banyak jumlahnya, menahan rindu itu keciiiiil, ga da beratnya.

Terus kadang rasanya itu nyesek banget sudah puasa hampir seharian ee… menjelang maghrib dapat haid, Yaaa Allah batal dech puasanya. Atau sedih itu kalau awal Ramadan ga bisa puasa dan siklus haidnya pendek maka bisa dipastikan akhir Ramadan juga bolong, alamat utang puasanya banyak bingit.

Apalagi kalau haid datang di akhir Ramadan. Sedih nian rasanya, serasa tak ada kesempatan untuk mendapat lailatul qadar.

STOP! Jangan dilanjutkan rasa sesal dan sedih itu.

Keridhaan kita terhadap qadla Allah adalah ibadah, termasuk penerimaan kita akan datangnya haid. Menjauhi hal-hal terlarang saat haid adalah wujud ketaqwaan kita. Tidak berpuasa, tidak membaca Alquran, tidak salat ketika haid adalah wujud ketaatan kita kepada Allah, dan pasti akan dibalas dengan pahala selama kita ikhlas menjalaninya. Dan tentu malah sebaliknya haram bagi wanita haid untuk melakukan amalan-amalan tersebut. Jadi apa yang harus dilakukan wanita haid saat Ramadan agar tetap mendapatkan pahala di bulan mulia ini? Pertama kita ridha dengan qadla Allah. Dan selanjutnya kita menjauhi semua larangan bagi wanita haid : puasa, salat,memegang dan membaca Alquran, tawaf, I’tikaf di masjid, berhubungan suami istri. Dengan menjauhi itu semua pahala insya Allah dalam genggaman.

Dan yang terlarang hanya apa yang diharamkan bagi wanita haid saja, selain itu masih boleh dilakukan wanita haid.

Jadi tak perlu khawatir, Allah masih memberikan kesempatan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh menghidupkan 10 malam terakhir Ramadan dengan beribadah kepada Allah maka dia akan berhak mendapatkan lailatul qadar, termasuk wanita sedang haid.

Amalan apa saja yang bisa dilakukan dalam rangka menjemput lailatul qadar? Sederhana saja, sama seperti amalan pada umumnya kecuali yang haram dilakukan wanita haid.

Wanita haid masih bisa bersedekah, berdzikir, berdoa, mengkaji ilmu dan amalan-amalan sunah dan wajib lainnya. Menyiapkan buka dan sahur yang merupakan tugas seorang ibu atau istri dalam keluarga adalah kewajiban, melakukan aktivitas dakwah juga kewajiban, menuntut ilmu baik belajar sendiri maupun melalui kajian tetap bisa dilakukan. Tetap murajaah hafalan quran dengan mendengar muratal, tetap murjaah hafalan hadits, membaca buku untuk menambah ilmu. Dan yang paling penting tidak terlena dengan hal-hal mubah, tidak terjerumus pada keharaman.

Sayang sekali jika malam hari digunakan tidur sepanjang malam, atau menonton drakor yang berpuluh episode.

Maka berniat untuk menghidupkan malam-malam sepuluh hari terakhir haruslah dilakukan, tetap bangun di sepertiga malam terakhir, tetap menyiapkan sahur, memperbanyak dzikir dan terus berdoa. Menyiapkan semua kepentingan orang-orang yang hendak menghidupkan malam-malam Ramadan, juga menjadi sarana pahala bagi wanita haid, menyiapkan kepentingan orang-orang di sekitar kita, menyiapkan keperluan keluarga, menyiapkan keperluan suami, semua juga berpahala. Insya Allah dengan itu semua pahala kita juga akan dilipatgandakan. Dan yang terpenting bagi wanita yang di luar waktu haid istiqamah dalam kebaikan insya Allah saat haid pun malaikat juga akan tetap mencatat kebaikan yang biasa dilakukan. Semoga kita termasuk dalam orang-rang yang mendapat lailatul qadar, semoga menjadi wanita salehah. Perhiasan dunia dirindukan surga. Aamiin.


Pare, 5 Juni 2018

Monday 4 June 2018

Ramadhan Tanpa Pak Syarif : Mengurusi Anak Yatim


Pak Syarif, salah satu teman guru di sekolah. Berpuluh tahun mengabdi dengan tulus, pekerja keras, ulet, telaten membimbing murid dan akhirnya Allah berkendak, beliau diberi kesempatan untuk istirahat lebih dahulu.

27 April 2018, meninggal dunia, semoga husnul khatimah. Aamiin

Kematian yang selalu membuat kaget, jam 8 kurang masih sempat ngobrol di masjid, jam 8 lebih masih sempat mengobrol di ruang guru. Karena ada perlu masing-masing kami sudah tak bertemu lagi, Pak Syarif keluar sekolah menuju lapangan tempat latihan drumband, saya juga keluar sekolah.

Jam 10.30a an menerima kabar Pak Syarif tidak sadar dan beberapa saat kemudian kabar sudah berganti. Inna lillahi wainna ilaihi rajiun, hanya itu yang bisa terucap.

Pak Syarif itu saingan saya untuk masalah makanan, makanan apa saja yang ada di ruang guru tersangka utama yang menghabiskan ya saya dan beliau. Kami punya prinsip yang sama terkait makanan, selama halal dan thayyib, sikat saja :)

Dan di bulan Ramadan ada amanah khusus yang diamanahkan ke Pak Syarif, mengumpulkan data anak yatim dan fakir miskin, baik di sekolah maupun lingkungan masyarakat, karena di sabtu terakhir Ramadan menjadi agenda rutin di masjid Darul Falah memberi santunan. Dan saya juga sering meminta data siswa yang dapat santunan, karena juga kebetulan dititipi beberapa donatur anak yatim. Jadi, tahun ini anak-anak Pak Syarif juga masuk data tersebut. Insya Allah akan ada banyak orang yang akan memperhatikan anak-anak beliau, mengingat beliau selama ini sangat peduli dengan anak yatim, maka tidak heran jika anak-anak beliau akan memanen kebaikan ayahnya.

Dan tentang anak yatim, ada satu hadits yang akan sangat membuat kita menyayangkan untuk melewatkan, hadits ini masuk pelajaran Quran Hadits kelas 5.

Aku dan orang yang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini, kemudian beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau serta agak merenggangkan keduanya (HR. Bukhari).

Ketika menjelaskan hadits ini saya selalu meminta anak-anak untuk melihat tangan masing-masing, meminta mereka untuk merenggangkan jari telunjuk dan tengah sejauhnya, jika perlu pakai bantuan tangan satunya untuk merenggangkan, dan sekuat apapun usahanya, jari telunjuk dan tengah tetap akan berdekatan.

Ya, orang-orang yang menanggung anak yatim pasti masuk surga, dan kedudukannya sangat dakat dengan Rasulullah saw

Dalam Islam, ada mekanisme khusus terkait anak yatim. Negara memastikan para wali untuk mengurus anak yatim, jika tidak ada wali maka kerabat, jika tidak ada kerabat maka tetangga di sekitar, jika tetap belum tercukupi maka ditanggung baitul mal Negara. Negara juga akan memberikan kepastian hukum kepada anak yatim bahwa   mereka akan benar-benar diurus. Bahkan bisa jadi akan memberikan sanksi tegas bagi orang-orang yang dengan terang-terangan terkategori memakan harta anak yatim. Negara sangat peduli dengan anak yatim karena ini adalah bagian dari pengurusan urusan rakyat. Dan ini adalah prinsip pengurusan umat dalam system khilafah islam. Dimana aqidah dan syariah Islam menjadi pijakan.

Tidak seperti saat ini, di saat kapitalisme mencengkram negeri ini, sekularisme menjadi pijakan, ketidaktahuan umat terhadap syariat semakin menjadi.

Ketika ada seorang bapak meninggal, tak jarang beban nafkah beralih kepada sang ibu, ibu harus membanting tulang untuk menghidupi anak-anaknya, padahal ketika seorang wanita tidak bersuami maka perwalian dan nafkah akan kembali kepada garis wali wanita tersebut. Dan anak-anaknya menjadi tanggungjawab wali dari pihak ayah mereka. Namun saat ini ada banyak kesalahan pemahaman, seolah ketika sudah berkeluarga namun menjanda harus menggung kebutuhan keluarga.  Jadilah beban ibu berlipat ganda, menghidupi diri sendiri dan anak-anaknya, dan jahatnya lagi tak jarang yang merampas hak anak yatim, maunya mengambil warisan yang ditinggalkan namun lepas tangan menanggung kebutuhan anak yatim.  Atau terkadang ada yang mencari sumbangan mengatasnamakan kepentingan anak yatim, namun nyatanya untuk kepentingan diri-sendiri

Mengurusi anak yatim memang bisa dilakukan secara individu, namun terciptanya lingkungan yang kondusif itu memerlukan sistem, tentu yang dibutuhkan adalah sistem Islam, bukan demokrasi kapitalis  secular seperti saat ini. Pengurusan anak yatim akan lebih optimal ketika ada kesadaran individu, kepedulian masyarakat dan Negara. Pemeliharaan anak yatim oleh Negara akan nyata ketika ada dalam sistem Islam, bukan sebatas jargon yang menghiasi UUD dan nyatanya jauh api dari panggang. Negara berlepas tangan, karena mengurusi anak yatim dalam sistem kapitalisme tidak ada untungnya.

Maka jika kita masih mengabaikan anak-anak yatim, betapa sombongnya kita, tidak mau bersanding bersama Rasulullah di surga. Jika Negara masih saja tak peduli dengan anak yatim maka betapa ruginya, karena penguasa telah dzalim, dan penguasa yang dzalim tidak akan menikmati surga. Naudzubillah

Mari berlomba dalam kebaikan, salah satunya dalam mengurusi anak yatim dan mari berjuang untuk mewujudkan sistem mulia, khilafah. Tidak hanya permasalahan anak yatim saja yang terselesaikan, tetapi semua masalah akan menjadi berkah ketika diselesaikan sesuai syariah.


Pare, 4 Juni 2018



Saturday 2 June 2018

Menuju Pendidikan Pencetak Generasi Pengukir Peradaban (1)




Bagian I-A: Sekilas Pendidikan

Tulisan ini insya Allah akan terus di update, sebenarnya ingin nulis nanti saja setelah proses akreditasi sekolah selesai, tapi rasanya sudah gatal, mengingat permasalahan terkait pendidikan terus bermunculan. Sementara tulisan ini focus pada 8 komponen standar nasional pendidikan. 8 standar ini seharusnya dipenuhi oleh semua sekolah terlepas dari berapa persen yang mampu dipenuhi, setidaknya 8 komponen ini juga bisa digunakan untuk mengukur perjalanan pendidikan di negeri ini. Dan tulisan ini ruang lingkupnya diperkecil dengan mengevaluasi pendidikan berdasarkan poin-poin pertanyaaan yang ada dalam instrument akreditasi. Memang belum bisa memberikan info yang lengkap tapi minimal sedikit bisa menggambarkan potret pendidikan di Indonesia.

Tulisan ini juga tidak hendak “membantai” pihak-pihak yang terkait, namun yang pasti tulisan ini hendak menginformsikan ada banyak hal yang harus diperbaiki dalam bidang pendidikan. Jika tidak, tidak hanya tujuan pendidikan yang tidak bisa diwujudkan namun masa depan bangsa ini akan dipertaruhkan, karena tidak bisa dipungkiri pendidikan adalah factor terpenting membentuk generasi, dan generasi adalah penentu masa depan bangsa.

Fungsi dan tujuan pendidiakn menurut UU Sisdiknas :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta  peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,  bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman  dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,  kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Pendidikan di negeri ini sangat perlu perbaikan, perbaikan total bukan parsial, perbaikan sistemik di segala bidang. Jangankan mencetak generasi cemerlang pengukir peradaban, mewujudkan tujuan pendidikan nasional saja jauh panggang dari api.

Delapan komponen standar pendidikan nasional (jumlah poin yang dievaluasi untuk tingkat SD/MI) :
  1. Standar isi (10)
  2. Standar proses (21)
  3. Standar kompetensi lulusan (7)
  4. Standar pendidik dan kependidikan (16)
  5. Standar sarana dan prasarana (21)
  6. Standar pengelolaan (15)
  7. Standar pembiayaan (16)
  8. Standar penilaian (13)

Total poin intrumentasi akreditasi tingkat SD /MI adalah 119 poin

Standar Isi
  1. Guru mengembangkan perangkat pembelajaran pada kompetensi sikap spiritual siswa sesuai dengan tingkat kompetensi.
  2. Guru mengembangkan perangkat pembelajaran pada kompetensi sikap sosial siswa sesuai dengan tingkat kompetensi.
  3. Guru mengembangkan perangkat pembelajaran pada kompetensipengetahuan siswa sesuai dengan tingkat kompetensi.
  4. Guru mengembangkan perangkat pembelajaran pada kompetensi keterampilan siswa sesuai dengan tingkat kompetensi.
  5. Sekolah/madrasah mengembangkan perangkat Pendidikan Agama dan Budi Pekerti sesuai ruang lingkup materi pembelajaran pada setiap tingkat kelas.
  6. Sekolah/madrasah mengembangkan perangkat pembelajaran tematik terpadu sesuai tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi pembelajaran pada setiap tingkat kelas.
  7. Kepala sekolah/madrasah bersama guru mengembangkan kurikulum sesuai dengan pedoman pengembangan KTSP dengan melibatkan beberapa unsur: (1) pengawas sekolah/madrasah, (2) narasumber, (3) komite sekolah/madrasah, (4) penyelenggara lembaga pendidikan.
  8. Sekolah/madrasah menyusun KTSP yang meliputi: (1) visi, misi dan tujuan, (2) pengorganisasian muatan kurikuler, (3) pengaturan beban belajar siswa dan beban kerja guru (4) penyusunan kalender pendidikan, (5) penyusunan silabus muatan pelajaran, (6) penyusunan RPP.
  9. Sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum sesuai dengan prosedur operasional pengembangan KTSP yang meliputi tahapan berikut: (1) analisis, (2) penyusunan, (3) penetapan, (4) pengesahan.
  10. Sekolah/madrasah melaksanakan kurikulum sesuai ketentuan: (1) mengikuti struktur kurikulum, (2) penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri, maksimal 40%, (3) beban kerja guru dan beban belajar siswa sesuai ketentuan, (4) mata pelajaran seni budaya dan prakarya diselenggarakan minimal dua aspek, (5) menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri dan cara penilaiannya.


Sementara ini dulu, sampai di sini terbayang kan tugas administrasi yang harus disiapkan guru dan sekolah?
Untuk bisa menjalankan standar isi ini maka semua kepala sekolah dan guru harus punya gambaran apa saja yang akan dilakukan, hal ini tergantung pembinanaan dari pengawas pendidikan, dan kinerja pengawas pendidikan sangat dipengaruhi kinerja dinas pendidikan kecamatan dan seterunya ke atas. Bayangkan jika satu saja mata rantai terputus maka mau dibawa kemana standar isi pendidikan negeri ini ?

Bayangkan jika sekolah ada di pedalaman, dengan SDM siswa yang mengenaskan dan SDM guru yang tanpa perhatian, tanpa fasilitas?
Satu dari sekian banyak almari di kantor untuk menyimpan dokumen mengajar (masih mengajar saja, belum yang lain, itu ngeprin, ngopi, pake biaya)

Belum lagi biaya yang harus dikeluarkan oleh guru dan sekolah untuk memenuhi dokumen standar ini, dan bagaimana guru harus bersusah payah mengimplemantasikannya dalam kelas? Yang pasti akan sangat tidak berimbang dengan gaji yang diterima guru swasta yang belum menadapat tunjangan, baik funsional maupun profesi.

Rencana tulisan selanjutnya : fakta pelaksanaan standar isi dan seputar permasalahannya

Semoga bisa sedikit demi sedikit bisa membuat tulisan lanjutannya.

Pare, 2 Juni 2018