Sunday 30 June 2019

Berbahagialah Orang-orang Yang Terasing

Catatan liqa’ syawal ( bagian 4 – selesai)

Quote bagian 3 : Saat dakwah menyeru khilafah itu dikriminalkan dan mendapatkan cibiran, teruslah bertahan, teruslah memperbaiki di saat yang lainnya merusak. Berbahagialah menjadi orang yang terasing.


Menjadikan dakwah sebagai visi hidup, juga visi keluarga adalah sebuah pilihan. Mencari kemuliaan dengan dakwah juga merupakan pilihan. Menjadi bagian dari jamaah dakwah juga pilihan. Maka siapapun berpeluang untuk memilihnya. Namun sayang, tidak semua orang memilih jalan tersebut.

Bahkan bukan sekadar tidak memilih, terkadang malah ada yang mengambil jalan sebaliknya, memilih menjadi penentang. Maka tak heran ketika ada yang melabeli dakwah dengan cap-cap negative, apalagi jika itu dakwah dalam rangka mengajak menegakkan khilafah, tak sedikit yang mencibir, merendahkan, melarang bahkan mengkriminalkan.

Halangan, hambatan dan ujian di jalan dakwah tentu tak akan menghentikan langkah. Meski menjadi terasing karena memilih jalan yang tak biasa, meski dihalang-halangi langkah dakwah pantang surut. Karena ini adalah pilihan, dan setiap pilihan pasti ada konsekuensinya. Memilih berdakwah dengan sabar dan ikhlas insya Allah akan berkonsekuensi dibalas dengan surga. Karena dakwah adalah aktivitas para nabi yang jelas berada di surga, maka para pewarisnya pun juga akan diberikan surga.

Akan tetapi jalan dakwah ini tentu bukanlah jalan yang tanpa liku tanpa ujian, akan ada seleksi alam untuk memilah mana yang sabar dan mana yang memilih berguguran. Dan salah satu hal yang bias memotivasi untuk terus berada di jalan dakwah adalah dengan merenungi salah satu hadits Nabi berikut ini :
Imam Muslim meriwayatkan dari Abû Hurairah, Rasulullah saw. bersabda:
Islam  muncul  pertama kali dalam  keadaan terasing dan  akan kembali  terasing  sebagaimana  mulainya,  maka  berbahagialah orang-orang yang terasing tersebut.

Sifat orang-orang yang terasing, 5 di antaranya sebagai berikut  (bab 16 buku pilar-pilar pengokoh nafsiyah islamiyah):

1. Senantiasa Melakukan Perbaikan ketika Manusia Sudah Rusak

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Umar  bin Auf  bin Zaid bin  Milhah al-Mazani ra., bahwa  Rasulullah  saw. bersabda:
Sesungguhnya agama (ini) akan terhimpun dan berkumpul menuju Hijaz layaknya terhimpun dan terkumpulnya ular menuju liangnya, dan sungguh (demi Allah) agama (ini) akan ditahan (untuk pergi)
dari Hijaz sebagaimana (ditahannya) panji (yang merupakan tempat kembali di mana kaum Muslim kembali padanya ) dari  puncak gunung. Sesungguhnya  agama ini muncul  pertama kali  dalam keadaan  asing  dan  akan  kembali  menjadi  asing.  Maka berbahagialah orang-orang yang terasing. Yaitu orang-orang yang memperbaiki sunahku yang telah dirusak oleh manusia setelahku. (Abû Issa berkata, “Hadits ini hasan”)
Al-Ghuraba dalam hadits di atas bukanlah para sahabat, karena mereka  datang  setelah  ada  manusia  yang  merusak  metode kehidupan yang dibawa Rasulullah saw. Sedangkan para sahabat ra. tidak merusak metode kehidupan Rasul, dan metode tersebut belum rusak di jaman para sahabat.

Hadits  yang  diriwayatkan  dari  Sahal  bin  Sa’ad  as-Saidi  ra., Rasulullah saw. bersabda:
Islam  muncul  pertama kali dalam  keadaan terasing dan  akan kembali  terasing  sebagaimana  mulainya,  maka  berbahagialah orang-orang yang terasing tersebut. Para sahabat berkata, “Wahai
Rasulullah,  siapa  al-ghuraba  ini?”  Rasulullah  saw.  bersabda, “Mereka adalah orang-orang  yang melakukan perbaikan ketika manusia sudah rusak.”  (Hadits  ini  diriwayatkan  oleh  athThabrâni dalam al-Kabir).
Dalam al-Ausatdan ash-Shagirdiriwayatkan dengan lafadz: Mereka malakukan perbaikan ketika manusia telah rusak.
Kata idza  (ketika) digunakan untuk menunjukkan masa yang akan datang. Di dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwakerusakan tersebut terjadi setelah masa  sahabat. al-Haitsami  berkomentar tentang hadits ini, “ath-Thabrâni  meriwayatkannya  dalam  atsTsalatsah, para perawinya shahih selain Bakr bin Sulaim. Ia  adalah perawi terpercaya.”

2. Jumlahnya Sedikit

Ahmad  dan  ath-Thabrâni  dari  Abdullah  bin  Amru,  ia berkata; Pada suatu hari saat matahari terbit aku berada di dekat Rasulullah saw., lalu beliau bersabda:
Akan datang suatu kaum pada hari kiamat kelak. Cahaya mereka bagaikan cahaya matahari. Abû Bakar berkata, “Apakah mereka itu kami wahai  Rasulullah?”  Rasulullah bersabda,  “Bukan,  dan khusus untuk kalian ada kebaikan yang banyak. Mereka adalah orang-orang fakir dan orang-orang yang berhijrah yang berkumpul dari  seluruh  pelosok  bumi.”  Kemudian  beliau  bersabda, “Kebahagian bagi orang-orang yang terasing, kebahagiaan bagi orang-orang yang terasing.” Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah orang-orang yang terasing itu?” Beliau saw. bersabda, “Mereka adalah orang-orang shalih di  antara kebanyakan manusia yang buruk. Di mana orang yang menentang mereka lebih banyak dari pada yang menaatinya.”  (al-Haitsami berkata hadits ini dalam al-Kabir mempunyai banyak sanad. Para perawinya shahih).
Kami katakan, perlu diingat bahwa keistimewaan karena terasing tidaklah lebih utama dari pada keistimewaan karena  persahabatan (dengan Nabi). Mereka yang terasing itu tidaklah lebih istimewa dari para sahabat. Sebagian sahabat telah mendapat  keistimewaan tertentu yang bukan keistimewaan karena persahabatan, tapi tetap saja keistimewaan itu tidak menjadikannya lebih utama dari pada Abû Bakar. Uwais al-Qarniy memiliki keistimewaan tertentu yang tidak menjadikannya lebih utama dari para sahabat,  padahal ia adalah seorang tabi’in. Begitu  juga kaum terasing (yang bukan tabi’in).

3. Mereka adalah Kaum yang Beraneka Ragam

Al-Hâkim meriwayatkan dalam al-Mustadrak, ia berkata, “Hadits ini shahih isnadnya, meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhari Muslim.” Dari Ibnu Umar ra., ia berkata; Rasulullah bersabda:
Sesunggunya Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan para Nabi dan syuhada. Para Nabi dan syuhada pun ber-ghibthah pada mereka di hari kiamat karena kedekatan mereka  dengan Allah dan kedudukan mereka di sisi Allah. Kemudian seorang Arab Badui (yang ada di tempat nabi berbicara) duduk berlutut, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, jelaskanlah sifat mereka dan uraikanlah keadaan mereka pada kami!” Rasulullah bersabda,
“Mereka  adalah  sekelompok  manusia  yang  beraneka  ragam, yang terasing dari kabilahnya. Mereka berteman di jalan Allah, saling mencintai  karena Allah. Allah akan  membuat mimbar-mimbar dari cahaya bagi mereka di hari kiamat. Orang-orang merasa takut tapi mereka tidak takut. Mereka adalah kekasih Allah  yang  tidak  memiliki  rasa  takut  (pada  selain  Allah)  dan mereka tidak bersedih.”

Dalam kamus  Lisânul Arabdikatakan, “Kata  afnasama dengan kata  akhlath  artinya  campuran/bermacam-macam.”  Kata tunggalnya adalah  Finwun. Sifat ini terdapat juga dalam hadits Abi Malik al-Asy’ary riwayat Ahmad dengan lafazh:
Mereka adalah manusia yang beraneka ragam (bermacam-macam) dan yang terasingkan dari kabilah-kabilah.
Pada riwayat ath-Thabrâni dalam  al-Kabirdiungkapkan dengan lafadz, “min buldan syattâ”artinya dari negeri-negeri yang berbeda-beda.
Ghibthah artinya berangan-angan agar ada pada diri mereka apa yang ada pada diri hamba-hamba Allah tersebut, meski pada saat yang sama apa yang ada pada diri hamba-hamba tersebut tetap ada. (Lihat Imam  al-Manawy,  Faydhul Qadir Syarhu  al-Jami’ ashShaghir).

4. Mereka saling mencintai dengan “ruh” Allah

Yang  dimaksud  (“ruh”  Allah)  adalah  syariat  nabi Muhammad. Maksudnya, perkara yang menjadi pengikat di antara mereka  adalah  ideologi  (mabda‘)  Islam,  bukan  yang  lainnya. Mereka tidak diikat oleh ikatan yang lain, baik ikatan nasab, ikatan kekerabatan, ikatan kemaslahatan atau kemanfaatan duniawi.

Abû  Dawud  mengeluarkan  hadits  dengan  para  rawi  yang terpercaya, dari Umar bin al-Khathab ra., ia berkata; Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya di antara  hamba-hamba Allah ada  sekelompok manusia. Mereka bukan para nabi dan juga bukan syuhada. Tapi para nabi  dan  syuhada pun ber-ghibthah  pada  mereka di hari kiamat karena kedudukan mereka di sisi Allah Swt. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada  kami  siapa mereka itu?” Rasulullah bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan “ruh” Allah, padahal mereka tidak memiliki hubungan rahim dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama-sama. Demi Allah, wajah mereka adalah cahaya.

Mereka ada di atas cahaya. Mereka tidak takut ketika manusia takut. Mereka  tidak  bersedih  ketika  manusia  bersedih.”  Kemudian Rasulullah membacakan firman Allah, “Ingatlah sesungguhnya para kekasih Allah itu tidak mempunyai rasa takut (oleh  selain Allah) dan tidak bersedih”.

Sifat hamba-hamba Allah ini, dalam riwayat al-Hâkimdari Ibnu Umar telah diceritakan sebelumnya dinyatakan denganlafadz:
Mereka saling berteman di jalan Allah dan saling mencintai karena Allah.

Dalam riwayat Ahmad dari hadits Abû Malik al-Asy’ari dinyatakan dengan lafadz :
Tidak ada hubungan rahim serta kekerabatan di antara mereka, mereka saling mencintai karena Allah dan saling berkawan di antara mereka.

Dalam riwayat ath-Thabrâni dari hadits Abi Malik juga dinyatakan dengan ungkapan:
Di antara mereka tidak ada rahim yang menjadi penyebab saling berhubungan karena Allah. Mereka saling mencintai dengan ikatan ruh Allah Maha Gagah Perkasa.
Dalam hadits riwayat ath-Thabrâni dari hadits Amru bin Abasah dengan sanad yang menurut  al-Haitsami perawinya terpercaya, dan menurut al-Mundziri saling berdekatan serta tidak bermasalah, ia berkata; aku mendengar Rasulullah bersabda:
...Mereka  adalah kumpulan  manusia yang  terdiri dari orangorang  yang  terasing  dari  kabilah-kabilah,  mereka  berkumpul atas  dasar dzikir  kepada Allah,  kemudian memilih  perkataan yang  baik-baik  sebagai-mana  orang  yang  memakan  buah buahan memilih yang baik-baik.

Berkumpul atas dasar dzikir kepada Allah (al-ijtima ala dzikrillah) berbeda dengan berkumpul untuk berdzikir kepada Allah (al-ijtima lidzikrillah). Berkumpul atas dasar dzikir kepada Allah berartidzikir itu merupakan perkara yang menjadi pengikat di antara mereka. Sama saja apakah mereka duduk bersama-sama ataukah mereka berpisah. Sedangkan berkumpul untuk dzikir kepada Allah adalah berkumpul yang akan berakhir dengan selesainya dzikir.
Ath-Thabrâni meriwayatkan dengan sanad yang dipandang hasan oleh al-Haitsami dan  al-Mundziri  dari  Abû  Darda, ia berkata; Rasulullah bersabda :
Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, berasal dari kabilah yang berbeda-beda dan negeri yang berbeda-beda. Mereka berkumpul atas dasar dzikir kepada Allah.

Maksudnya, perkara yang menjadi  pengikat di  antara  mereka adalah dzikir kepada Allah, yaitu “Ruh” Allah yang  termaktub dalam hadits yang sebelumnya.

5. Mereka memperoleh kedudukan itu tanpa menjadi syuhada

Hal ini dikarenakan dalam hadits dikatakan para syuhada tergiur oleh mereka. Tapi, ini tidak berarti mereka lebih utama dari pada para Nabi dan syuhada. Melainkan kedudukan itu hanyalah semata-mata menunjukkan keistimewaan mereka. Keistimewaan itu tidak menjadikan  mereka  lebih  utama  dari  para  Nabi  dan syuhada (sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya) .

Ath-Thabrâni meriwayatkan -dalam al-Kabirdengan sanad yang baik dan perawinya terpercaya menurut al-Haitsami-  dari Abû Malik al-Asy’ary, ia berkata; Suatu ketika aku ada di dekat Nabi saw, kemudian turunlah firman Allah :
Hai  orang-orang yang  beriman, janganlah  kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu, niscaya menyusahkan kamu. (TQS. al-Mâidah [5]: 101).

Abû Malik berkata, maka kami bertanya kepada Rasulullah ketika beliau bersabda:
Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang bukan  para nabi dan syuhada. Tapi para  nabi  dan  syuhada  tergiur  oleh mereka karena dekatnya kedudukan mereka dari Allah di hari kiamat.
Abû Malik berkata, di antara orang-orang yang ada pada saat itu ada seorang Arab pedalaman, kemudian ia duduk berlutut dan menahan  dengan  kedua  tangannya,  seraya  berkata;  “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang  mereka, siapa mereka itu?” Abû  Malik  berkata; aku melihat wajah  Rasulullah menengok  ke  sana  ke  mari  (mencari  orang  yang  bertanya).
Kemudian beliau bersabda:
Mereka adalah hamba-hamba Allah dari negeri yang berbeda-beda dan dari berbagai suku bangsa yang berasal dari berbagai rahim; tapi mereka tidak mempunyai hubungan  rahim  (senasab) yang menjadi  penyebab  mereka  saling  menyambungkannya (silaturahim) karena Allah. Mereka tidak memiliki harta untuk saling memberi. Mereka saling mencintai dengan (ikatan) “ruh” Allah.

Allah menjadikan wajah mereka menjadi cahaya. Mereka memiliki mimbar-mimbar di hadapan ar-Rahmân. Manusia terkaget-kaget, tapi mereka tidak. Ketika manusia merasa takut, mereka tidak.

Seluruh riwayat telah menyepakati bahwa mereka bukan termasuk para nabi dan syuhada. Mereka memperoleh kedudukan  seperti itu semata-mata karena memiliki sifat-sifat tersebut.

Itulah sebagian sifat-sifat yang menghias mereka. Adapun kedudukan  mereka sungguh  sudah sangat jelas sebagaimana dijelaskan dalam hadits–hadits di atas, tidak perludiulangi kembali. Siapa saja yang menelaahnya, maka pantas untuk bersegera meraih mimbar di hadapan ar-Rahmân Zat MahaTinggi. Semoga  Allah merahmati keterasingannya dan mewujudkan segala keinginannya.


Maaf hanya menyalin, maklum akhir acara kurang konsen.
Alhamdulillah, catatan liqa’ syawal bersama keluar 1440 H telah selesai. Ramadaan memang sudah berlalu dan Syawal akan berakhir. Semoga kebaikan-kebaikan di bulan Ramadan terus bertahan. Dan semoga keistiqamahan dalam dakwah terus terjaga, terus bersama dengan keluarga, kerabat, sahabat dan seluruh orang yang kita kasihi serta sayangi meniti langkah mulia. Bersyukur bersama sudara dalam jamaah dakwah yang tak pernah lelah mengingatkan, yang tak pernah berhenti  menggandeng saat langkah ini tertatih, saling menjaga dan saling membantu. Hingga langkah ini benar-benar terhenti semata karena Allah menghentikan, hingga ajal menjemput. Sehingga penyesalan di akhirat kelak tak akan begitu mendalam, sehingga di akhirat kelak diringankan di hari penghisaban. Aamiin ya rabbal ‘alamiin.

Teruntuk seluruh pengemban dakwah khilafah, semoga istiqamah
Untuk seluruh saudara seaqidah, semoga terus terjalin ukhuwah
Semoga di akhirat bersama di jannah

Uhibbukum fillah

Pare, 30 Juni 2019

Saturday 29 June 2019

Kamu Jangan Berjuang Sendiri Karena Jalan Ini Penuh Onak Dan Duri

Catatan liqa’ syawal(bagian 3) :


Quote di bagian 2 : Jika cinta maka jangan mempersulit dakwah, mudahkanlah langkah dalam dakwah, istiqamahlah bersama dalam dakwah.

Dakwah adalah aktivitas para Nabi, dakwah adalah jalan mulia yang mengantarkan pengembannya masuk surga. Dakwah adalah kewajiban setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, apapun latar belakang pendidikan dan aktivitas dalam kehidupan. Dalam dakwah, pelakunya bisa individu bisa pula sebuah jamaah dakwah. Tentang dakwah individu insya Allah sudah banyak seruan yang bertebaran. Sedangkan dakwah berjamaah terkadang masih banyak yang belum paham kewajiban dan urgensinya.

Dakwah berjamaah, bersama sebuah jamaah dakwah juga merupakan seruan dari Allah SWT dalam Alquran surat Ali Imran ayat 104.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung

Ini adalah dalil wajibnya ada dakwah kolektif untuk menyelesaikan persoalan kaum Muslim yang tidak mungkin diselesaikan, kecuali dengan kerja kolektif (kelompok, atau jamaa’ah). Allah swt telah memerintahkan kaum Muslim untuk mendirikan jama’ah, thaifah, hizb, atau kelompok dari kalangan kaum Muslim yang bertugas menyeru kepada Islam dan melakukan amar makruf nahi ’anil mungkar. Frase ”minkum” pada ayat di atas merujuk kepada kaum Muslim, bukan merujuk kepada non Muslim.   Semua ini menunjukkan bahwa ”jama’ah” tersebut harus beranggotakan orang-orang Muslim, bukan orang-orang kafir.

Realitas masalah yang mendera kaum Muslim tidak mungkin diselesaikan secara individu. Masalah kaum Muslim sangat rumit serta  kompleks, dan hanya dengan kerja kolektif saja, persoalan ini bisa diselesaikan.

Persoalan kaum Muslim yang paling mendasar adalah tidak diterapkannya syariat Islam secara menyeluruh di tengah-tengah kehidupan, dan penyelesaiannya membutuhkan kerja kolektif.

Kembalinya syariat Islam secara menyeluruh dalam koridor sistem pemerintahan Islamiy (Khilafah Islamiyyah). Belum terwujud. Jadi, setiap Muslim wajib melibatkan diri dalam perjuangan kolektif dengan cara bergabung di dalam gerakan-gerakan yang berlandaskan aqidah Islam, dan berjuang untuk menegakkan kembali syariat Islam, secara menyeluruh dan sempurna.

Dengan dakwah yang paling utama adalah dakwah menyeru agar Islam diterapkan secara sempurna dalam kehidupan di bawah naungan khilafah.

Sebagaimana dahulu Rasulullah begitu banyak mengalami kesulitan, menghadapi berbagai rintangan dan mendapat pertentangan, begitu pula dakwah menyeru khilafah saat ini. Ujian dan tantangannya tak sedikit. Dituduh sebagai ormas radikal, ormas terlarang, dipersekusi hingga mendapat cibiran sebagai pengkhianat negeri. Dakwah bukanlah jalan yang mudah, karena memang menuju surga itu butuh pengorbanan.

Namun dengan berdakwah bersama jamaah, selain telah melaksanakan perintah Allah, juga akan memudahkan dan meringkan langkah dakwah. Karena kita tidak sendirian. Dengan berjamaah dakwah akan terorganisir, tidak semuanya harus ditanggung sendirian, ada tim yang akan bahu-membahu membantu meringankan amanah dakwah.


Bersama jamaah dakwah, apa yang bisa dilakukan?
Ikut serta dalam tatsqif (pembinaan), sebagaimana yang dilakukan Nabi Muhammad saw di rumah Arqam. Mematuhi dan menjalankan aturan-aturan administrasi jamaah, agar gerak dan langkahnya terarah, sistematis, dan termanajemen dengan baik. Jadi tidak boleh seenaknya sendiri.

Oleh karena itu, jangan berjuang sendiri, jangan puas dengan dakwah individu. Mari bersama dalam jamaah dakwah, yang menyeru pada penerapan Islam kaffah, bersama mencegah yang mungkar, agar kita menjadi beruntung. Mari mengajak semua untuk berlomba dalam dakwah, mengajak keluarga kita, kerabat kita, sahabat kita, mengajak orang-orang yang kita cintai dan kasihi.

Quote : Saat dakwah menyeru khilafah itu dikriminalkan dan mendapatkan cibiran, teruslah bertahan, teruslah memperbaiki di saat yang lainnya merusak. Berbahagialah menjadi orang yang terasing.

Friday 28 June 2019

Bersama Kita Raih Kemuliaan Dengan Dakwah



Catatan Liqa’ Syawal Keluarga (Bagian 2)
Temanya memang tentang keluarga dan dakwah, bukan berarti hanya untuk yang sudah berkeluarga atau menikah, yang jomblo pun juga seharusnya terus menambah ilmu dan setidaknya pasti menjadi bagian dari sebuah keluarga.

Quote di bagian 1 :
Jika kita ingin menjadi pengemban dakwah yang dikumpulkan bersama keluarga di surga, maka jalan dakwah adalah misi dalam keluarga kita.

Tak perlu diragukan, dakwah adalah aktivitas mulia, aktivitas para Nabi. Maka sungguh sangat disayangkan jika dakwah diabaikan. Selain itu perkataan dalam rangka berdakwah adalah perkataan terbaik.

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia menuju Allah? (Qs. Fushshilat [41]: 33).

Dakwah menyampaikan yang makruf, mencegah yang mungkar, mengajak pada syariat, menyeru pada ketaatan bisa dilakukan oleh semua muslim. Karena syarat minimal dalam dakwah adalah menyampaikan apa yang berasal dari Rasulullah meski sebatas satu ayat saja. Jadi sebenarnya dakwah itu mudah, dengan bekal ilmu setiap muslim sudah bisa berdakwah

Sampaikanlah dariku walapun hanya satu ayat. [HR. at-Tirmidzi].

Maka kewajiban muslim adalah berdakwah menyampaikan Islam, mengajak manusia ke jalan hidayah. Dan ketika seorang muslim menjadi perantara hidayah bagi orang lain maka pahalanya sungguh luar biasa.

Siapa saja yang menyeru manusia pada petunjuk (Islam), dia pasti akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala yang diperoleh orang yang mengikuti petunjuk itu tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, an Nasa’I dan Ibn Majah).

Dengan banyaknya pahala bagi pengemban dakwah, dengan kemuliaan yang diraih dengan dakwah, tentu dakwah adalah aktivitas yang tidak boleh ditinggalkan. Termasuk pula dalam sebuah keluarga. Selayaknya dalam keluarga, dakwah adalah visi bersama. Mulai dari suami, istri, anak hingga terus diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Oleh karena itu, menjadi penting untuk membangun komitmen bersama dalam keluarga, untuk bersama melangkah meraih kemuliaan dalam dakwah, saling mendukung, saling mengingatkan, saling membantu dalam semuakebaikan yang salah satunya adalah dalam dakwah. Dengan begitu, seluruh anggota akan berada di jalan kemuliaan, berada di jalan yang dititi oleh para nabi, di jalan yang akan mengantarkan para pengembannya menuju kebahagiaan hakiki, dikumpulkan di surga di akhirat kelak.

Quote : Jika cinta maka jangan mempersulit dakwah, mudahkanlah langkah dalam dakwah, istiqamahlah bersama dalam dakwah.

Pare, 28 Juni 2019

Thursday 27 June 2019

Ijinkan Aku Bersamamu di Surga

Oleh-oleh liqa' syawal (bagian 1) :


Sumber gambar : visitlawrencecounty.com

Surga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (QS: Ar Ra’d [13]: 23)

Ketika kita ingin bersama orang-orang yang kita cintai, kita kasihi di surga, maka sejak dari awal bersama tentu kita akan mengajaknya, kita akan membersamainya, kita akan bersamanya melalui semua upaya untuk menuju ke surga. Bukan tiba-tiba kita akan bersama mereka di surga. Ada sebab yang membuat kita dikumpulkan bersama mereka di surga.

Ibarat kita hendak ke Jakarta dengan naik kereta, dan ingin segerbong di perjalanan maka ada tahapan yang harus dilalui. Memberitahunya tempat yang hendak dituju, jika tidak bisa-bisa kita ke Ujung Kulon dia ke Meru Betiri berikutnya adalah mencarikan tiket yang segerbong atau bahkan berdampingan tempat duduknya, jika belum mendapat sepaket tiket semuanya harus bersabar, jika tidak, bisa-bisa masih satu kereta tapi beda gerbong atau bisa juga menuju ke tempat yang sama namun beda waktu dan kereta. Tentu rasanya tidak akan sama.ayah dengan anak lebih dari satu tentu akan merasa resah ketika istrinya berada di gerbong satu, anak pertama di gerbong dua, anak ketiga di gerbong ketiga dan sang ayah berada di gerbong 6. Meski masih satu kereta namun tetap tak menenangkan jiwa. Berbeda halnya ketika sekeluarga menuju tempat yang sama, berada dalam gerbong dan duduk bersama, dan akhirnya berkumpul bersama di tempat yang sama. Sungguh kebahagiaan yang tiada tara, betapa tenangnya jiwa.

Begitu juga kelak di surga ‘Adn, Allah akan menyediakan sebuah tempat di dalamnya yang di sana akan berkumpul orang saleh yang terikat pada hubungan keluarga, di surga ‘Adn Allah akan mengumpulkan para bapak, istri-istri, anak dan cucu mereka, tentu dengan syarat mereka semua menjadi orang yang saleh. Dan untuk bersama di surga juga membutuhkan proses di dunia. Membangun komitmen yang sama, menjalankan aktivitas kebaikan bersama, beramal saleh bersama, saling mengingatkan dalam kebaikan, saling mencegah dalam kemungkaran.

Jika seorang suami sudah baik agamanya, maka dia akan mengajak istri dan anaknya untuk baik pula. Jika istri terlebih dahulu mendapatkan hidayah, maka dia akan merangkul suami dan anaknya menuju hidayah pula, jika anak terlebih dahulu berhijrah, maka dia akan menggandeng tangan kedua orang tuanya menuju jalan hijrah pula. Masing-masing tidak akan membiarkan yang lain berjalan sendiri berkorban sendiri, berjuang sendiri. Semuanya akan berusaha mengajak pada kebaikan, meski dalam setiap posisi ada ujian yang berbeda. Bisa jadi suami harus berkorban lebih banyak, bisa jadi istri yang harus mengerti, bisa jadi anak yang harus berjuang setengah mati. Semua harus bersabar dalam kebaikan, semua harus bersabar dalam menasehati dan semua harus bersabar untuk mendampingi. Hingga meski ajal menjemput tak bersamaan, di akhirat kelak akan dikumpulkan di tempat yang sama, surga ‘Adn.

Quote :  Jika kita ingin menjadi pengemban dakwah yang dikumpulkan bersama keluarga di surga, maka jalan dakwah adalah misi dalam keluarga kita.

Pare, 27 Juni 2019

Wednesday 26 June 2019

Baik-baik Di Pare Ya! (Ittaqillaha haitsuma kunta)



Sekali lagi mendapatkan cerita yang mengerikan seputar pergaulan bebas di Pare, rasanya sungguh menyesakkan dada. Ini di Pare, di kota kecil, bukan kota besar, namun pergaulan bebas itu seolah telah merata kita dapati dimana saja.
Kenapa? Yang jelas bukan karena khilafah, yang jelas bukan salah HTI.

Kebebasan itu telah menunjukkan akibatnya, egoism dan individualism itu telah memakan korban. Hedonism itu telah memakan mangsa, mengorbankan masa depan generasi bangsa.

Ini hidup kita, bebas sesuka hatinya
Ini bukan urusan kita biarlah mereka begitu adanya
Yang penting keluarga kita tak perlu mengurusi mereka
Inilah kehidupan dunia jangan munafik menghadapinya
Biarlah akhirat menjadi tanggungan sendiri
Biarlah semua berjalan sesuka hati
Asalkan senang jangan dihalangi
Dan masih banyak lagi alas an untuk sekadar membiarkan
Masih banyak urusan yang membuat kita tak terbersit memikirkan

Kerusakan sistemik di tempat kita begitu nyata
Betapa banyak kerusakan di depan mata
Namun kita hanya bias diam seribu bahasa

Tidakkah ingin merubah ini semua?
Kembali kepada aturaNya
Kerusakan ini jelas karena ulah manusia
Maka manusia harus kembali ke jalanNya

Dan ini semua tak bisa sempurna dalam system demokrasi
Tak bisa diterapkan ketika dunia menjadi motivasi

Demokrasi secular membuat kita tak bisa menerapkan Islam kaffah
Kebebasan hanya omong kosong bagi diterapkannya syariah
Maka kita butuh khilafah warisan Rasulullah
Maka kita harus berjuang mewujudkan khilafah

Dengan khilafah suasana keimanan akan terjaga
Dengan khilafah ketaqwaan menjadi tujuan utama
Dengan khilafah terayomi semua warga Negara
Muslim dan nonmuslim semua sama saja
Menjalankan hak dan kewajiban sesuai aturan yang ada


Bersambung

Pare, 26 Juni 2019


Tuesday 25 June 2019

Demokrasi Berdarah Masihkah Dipertahankan ?


Pesta demokrasi pemilu memang telah usai, bukan bahagia yang ada namun duka yang tersisa. Tak hanya menorehkan luka atas meninggalnya anggota KPPS, Bawaslu dan pengaman pemilu. Darah kembali tertumpah pada tanggal 21 dan 22 Mei 2019. Kematian 9 peserta unjuk rasa masih terselubung misteri. Bukan malah selesai dengan kejelasan perkara, luka berdarah ini semakin menganga dengan semakin lebarnya kasus dengan penangkapan orang-orang tertentu yang dituduh sebagai pihak yang mendalangi kerusuhan atau bahkan dituduh hendak melakukan makar. Sungguh bukan tuduhan yang ringan. Dan tak main-main, beberapa orang ditahan, yang patut disayangkan adalah mereka yang ditahan selama ini berada pada pihak yang berseberangan dengan penguasa. Benarkah mereka dalang kerusuhan? Benarkah makar menjadi rencananya? Atau sebenarnya karena mereka aktif mengkritik penguasa?

Korban kerusuhan 21-22 Mei 2019 adalah bagian dari anak bangsa, tokoh-tokoh yang ditahan pun selama ini mempunyai sikap kritis demi kontrol kebijakan penguasa, namun sungguh ironi nasib mereka, darah tertumpah di negeri demokrasi. Suara dibungkam, kritik dihentikan. Masihkah layak demokrasi menjadi kebanggaan?
Wajar jika demokrasi akan terus memakan korban. Demokrasi bukanlah sistem suci, malah sebaliknya sistem hipokrit yang berlindung atas nama suara rakyat, namun sejatinya hanya demi kepentingan para konglomerat. Benar suara rakyat dielukan saat pemilu, namun setelah itu kepentingan rakyat dilupakan bahkan nasib rakyat dicampakkan. Lihat saja hasiilnya saat ini. Bukan malah menjadi Negara besar, negeri ini semakin terpuruk. Utang semakin melangit, biaya kehidupan semakin mencekik, pembangunan infrastruktur hanya kemegahan tanpa bisa dinikmati seluruh rakyat, namun seluruh rakyat menjadi korban untuk melunasi utang akibat kerugian dari pembangunan infrastruktur yang tidak tepat. Tidak semua rakyat menikmati mulusnya jalan tol, tidak semua fasilitas terjangkau rakyat. Dan jika bisa dinikmati lagi-lagi harus membayar dengn harga tinggi.

Demokrasi hanyalah topeng bagi para penguasa khianat yang berkolaborasi dengan pengusaha jahat. Atas nama rakyat utang berkedok investasi menjebol APBN, akibatnya pajak pun semakin mencekik. Atas nama rakyat infrastruktur dan SDA dilepaskan pengelolaannya pada asing. Penguasa dan pengusaha memang akan mendapatkan untung, namun rakyat hanya bernasib buntung. Esensi demokrasi adalah pengabaian hak rakyat yang seharusnya dipenuhi dan diayomi. Demokrasi hanyalah alat untuk menjauhkan rakyat dari pengaturan syariat. Atas nama suara rakyat aturan yang dipenuhi nafsu belakan dilahirkan, atas nama kepentingan rakyat perundangan yang menguntungkan swasta asing digolkan.

Tak selayaknya demokrasi dijadikan jalan perubahan. Demokrasi hanya akan membuat negeri ini semakin jauh dari tujuan penciptaan manusia sebagai hamba Allah. Dan jika kesenjangan dan kesewenangan atas nama demokrasi dibiarkan, tak ayal korban pun akan semakin berjatuhan. Maka saatnya negeri ini berpaling dari demokrasi, mengambil alternatif lain untuk mewujudkan perubahan. Mengapa tidak kembali kepada syariat Islam saja? Kembali kepada aturan ilahi. Mengapa tidak kembali menerapkan sistem warisan Rasulullah saja? Kembali kepada khilafah metode kenabian. 

Wednesday 19 June 2019

MHTI Bersama Polisi Menyelamatkan Perempuan dan Generasi


Long time ago. Kunjungan MHTI ke PPA Polres xxx (kasihan jika disebutkan dan tidak ditutup wajahnya beliau-beliau dituduh macam-macam, dan untungnya memang kualitas foto juga ga bagus, itu yang tidak ditutup wajahnya yang buat tulisan ini, mau dizoom juga ga bakalan jelas, foto dengan resolusi rendah pake banget). Btw, perhatikan tas yang kami bawa, ga tanggung-tanggung, tas ransel. Lupa isinya apa saja, yang pasti bukan bom. Yang pasti, yang diomongkan juga masalah perempuan, ga ada ngajak ngebom, bikin rusuh, ngajak memecah belah.

Kembali pada masalah kekinian

Heboh undangan DPPAPP pemprov DKI kepada Muslimah HTI, hingga acaranya pun dibatalkan. Keren nian MHTI.

Tapi kasihan juga pegawai yang harus bertanggungjawab atas kasus ini. Dugaan saya pegawai tersebut benar-benar tidak sengaja. Dugaan saya dalam ingatan beliau untuk acara yang terkait dengan anak dan perempuan maka MHTI itu wajib diundang. Secara, MHTI dari dulu hingga sekarang pembelaan terhadap perempuan dan anak tak diragukan lagi. Sepak terjang MHTI dalam masalah perempuan, keluarga dan generasi(PKG) sudah sampai jurus langit, selalu mengingatkan agar semua diselesaikan dan dikembalikan kepada aturan pemilik langit dan bumi. Jadi wajar, jika ada masalah yang berkaitan dengan PKG pasti ingat dengan Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia.

Perhatian MHTI pada masalah yang dihadapi PKG tidak sekadar permasalahan yang tampak kasat mata di dunia, namun MHTI peduli hingga ke akhirat, ingin menyelamatkan perempuan dan anak khususnya, menyelamatkan umat manusia secara umum  baik di dunia maupun akhirat.

Coba cek dan cari jejak digital MHTI, tidak akan ada satu pun ajakan MHTI untuk merusak perempuan dan generasi, yang ada adalah mengajak untuk kembali taat pada syariat, kembali mengingat mengapa manusia diciptakan. Mengajak perempuan untuk menjadi muslimah salehah, mengajak generasi untuk peduli akan nasib negeri, mengajak semuanya untuk menyelamatkan bangsa ini dari kerusakan.

Tidak akan pernah ditemukan jejak mengajak kepada kemaksiatan. Tidak ada ajakan untuk mengumbar aurat, untuk membangkang pada Rasulullah, membangkang pada Allah, mengajak wanita mengejar dunia, membuat istri membangkang suami, mengajak perempuan menjadi hamba dunia. Tidak ada ajakan untuk menjadi pelacur, menjadi wanita ahli maksiat, mendorong generasi untuk hidup hedonis.

MHTI terus mengingatkan agar kita kembali pada kebaikan hakiki, yaitu syariat Islam. MHTI terus mengingatkan dan saling menasehati dalam kebaikan, mencegah pada kemunkaran. Itu saja.

Eeh tapi MHTI mengajak menegakkan khilafah, pengkhianat donk?
Eeiiit, tunggu dulu. Lihat siapa dulu yang menuduh sebagai pengkhianat.
Pahami dulu khilafah itu warisan siapa
Buka mata lebar-lebar, siapa yang sebenarnya pengkhianat
HTI ekstrimis radikalis donk!
Sekali lagi, tunggu dulu. Siapa yang melabeli?

Jika yang melabeli adalah mereka yang menyuarakan kebebasan hingga moral generasi negeri ini menjadi hancur
Jika mereka yang melabeli adalah gembong koruptor
Jika mereka yang melabeli adalah pejabat yang tak memegang amanat
Jika mereka yang melabeli adalah antek kepentingan asing
Jika mereka yang melabeli adalah penghamba materi
Jika yang melabeli adalah para pengingkar janji

Udah, cuekin aja
Lanjut terus, berjuang pantang mundur.

Pare, 19 Juni 2019

Wednesday 12 June 2019

Jual beli juga butuh ilmu

Prihatin dengan beredarnya video warung yang menjual barang dengan harga sangat tinggi, jauh dari harga biasanya, berujung pada rekomendasi pembeli agar tidak lagi membeli di warung tersebut. Siapa yang salah? Semuanya. Baik yang terlibat secara langsung maupun tidak, saya sebagai guru, saya sebagai muslim, saya sebagai manusia yang masih berakal, bisa juga semua yang masih hidup dan dikaruniai akal, apapun jabatan dan status kita di tengah masyarakat. Dan yang juga salah adalah para pemegang tampuk kekuasaan, yang dengan kekuasaan mereka tidak berbuat maskimal agar kehidupan diatur dengan aturan Allah, aturan terbaik untuk seluruh umat manusia. Penguasa dan masyarakat yang membiarkan kapitalis secular-sosialis komunis menjadi pijakan.

Saya nulis ini lebih dahulu ngecek silabus pelajaran Fikih kelas 6, berhubung 2 tahun ini tidak mengajar di kelas 6, agak lupa dengan materi kelas 6 dan adakah sudah ada perubahan kurikulum.

Namun seperti pelajaran lain, karena memang kita berada dalam system secular dimana belajar dan sekolah itu tidak untuk mendapat ilmu demi derajat takwa, namun demi mengejar dunia saja. Maka wajar jika pelajarn tak berbekas, pelajaran hanya sekadar formalitas. Ada banyak pelajaran di madrasah ibtidaiyah yang hanya berakhir tanpa bekas, memang tak semuanya sia-sia, taka da ilmu yang sia-sia, namun dalam system saat ini waktu dan tenaga yang telah dicurahkan untuk melahap ilmu syariat akan tidak banyak berpengaruh dalam kehidupan, karena prinsip secular, memisahkan aturan agama dari kehidupan.

Negeri ini dan negeri kaum muslimin lainnya semakin hari semakin mengiris hati, bukannya semakin sadar diri dengan tujuan penciptaan, namun semakin jauh dari aturan ilahi, maka benar peringatan Allah, barang siapa yang berpaling dari peringatan Allah maka penghidupan yang sempit dan sengsara sajalah yang didadapat di dunia.

Harus bagaimana?
Sebagai muslim berusaha belajar Islam kaffah mulai dari perkara ibadah personal hingga pemerintahan, belajar masalah pribadi hingga politik. Belajar Islam dari A hingga Z, mengamalkan dalam kehidupan, mendakwahkan dan berusaha menerapkan secara menyeluruh, hanya dengan sistem khilafah. Maka mengkaji tentang khilafah juga menjadi kewajiban. Mengkaji tentang definisi khilafah, dalil-dalil yang mewajibkan, solusi khilafah atas semua permasalahan, bagaimana memperjuangkan khilafah sebagaimana dicontohkan Rasulullah dan sebagainya.

Sub Materi jual beli :
1.  Pengertian jual beli
2. Hukum jual beli
3. Rukun dan syarat sah jual beli
4. Jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang
5. Khiyar

Pembelajaran Materi Jual Beli  Pelajaran Fikih Kelas 6 Semester 2 (Kurikulum 2013)


Pembelajaran Materi Jual Beli  Pelajaran Fikih Kelas 6 Semester 2 (Kurikulum 2013)

Mengamati
Mengamati ilustrasi gambar/video yang terkait dengan kegiatan jual beli
Mendengarkan uraian guru tentang pengertian, hukum, tata cara dalam jual beli dan hikmah jual beli

Menanya
Menanyakan tentang ketentuan, tata cara, hukum  jual beli yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan serta hikmah dalam jual beli
Memberikan tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oleh guru atau teman sekelas
Mengungkapkan pendapat atau komentar atas penjelasan guru tentang pengertian, hukum, tata cara dan hikmah jual beli

Mengeksplorasi
Menentukan sumber informasi yang berkaitan dengan  hukum, tata cara dan hikmah jual beli
Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber termasuk buku penunjang dan lingkungan sekitar tentang hukum, tata cara dan hikmah jual beli

Mengasosiasikan
Mencari hubungan  antara hukum, tata cara dan hikmah jual beli dengan aspek sosial budaya dalam kehidupan sehari-hari
Menganalisis hasil temuannya yang berkaitan dengan hukum, tata cara dan hikmah jual beli


Mengkomunikasikan
Mempresentasikan kesimpulan berdasarkan hasil temuan atau wawancara di lapangan
Menyampaikan hasil belajar atau hasil temuan  tentang pengertian, hukum, tata cara dan hikmah jual beli
Mempraktekkan kegiatan jual beli


Pare, 12 Juni 2019