Monday 30 April 2018

Galau Tanpamu



Di jaman yang semakin canggih seperti saat ini jarang orang yang  tidak memiliki smartphone, mungkin orang-orang yang belum bisa menguasai teknologi saja yang tidak punya smartphone. Dan semakin lama smartphone semakin membuat manusia jatuh hati. Tak memegangnya beberapa jam rasanya begitu tak mengenakkan, apalagi seharian tanpa membukanya serasa ada bagian hidup yang hilang.

Memang tak sekadar memegang, namun lebih dari itu. Yang membuat galau adalah tak bisa update info, tak bisa update status, tak bisa mengikuti status seseorang, tak mendapat kabar dari orang lain, tak ada pesan masuk. Maka jadilah hari-hari dipenuhi dengan jari yang terus menyempatkan diri menyentuh smartphone, gatal tangan rasanya jika tak membuka HP sama sekali. Jadilah hati dan pikiran dipenuhi keinginan untuk terus bercengkrama dengan benda ini.

He..he..ga segitunya kaleee…. Sewajarnya saja dengan gadget satu ini. Jangan sampai waktu kita lebih banyak dihabiskan untuk berselancar bersama smartphone. Ada hal lain yang juga harus dikerjakan, ada hak orang lain yang harus kita perhatikan. Kurangi sibuk dengan HP jenis ini.

Namun bukan berarti sama sekali ga ngecek HP, tetap cekatan, quick respon ketika orang lain membutuhkan.

Dan satu lagi, agar hati tidak lalai, tidak melulu merindukan smartphone, memanfaatkan waktu untuk terus mengingat Allah, dengan dzikir lisan maupun mengingat Allah ketika melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.(TQS. al-A’raf [7]: 205)

Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.  (TQS. Jumu’ah [62]: 10)

Hai  orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah,  zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.  (TQS.  al-Ahzâb  [33]:41-42)

Dalam hadits mutafaq ‘alaih yang diriwayatkan dari Abû Hurairah ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:

Allah  Swt.  berfirman,  “Aku  tergantung  prasangka  hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku.  Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam  diri-Ku.  Apabila  dia  mengingat-Ku  dalam  suatu kaum, niscaya Aku juga akan mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik daripada  mereka.  Apabila  dia mendekati-Ku  dalam jarak sejengkal, niscaya Aku akan mendekatinya dengan jarak sehasta. Apabila dia mendekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan  mendekatinya dengan jarak sedepa. Apabila dia datang kepada-Ku dalam keadaan berjalan,  niscaya  Aku akan  datang  kepadanya dalam  keadaan berlari.

Jadi cukup mengingat Allah sajalah, memenuhi hati dengan dekat kepad Allah, tak perlu galau mikirin yang tak penting atau bahkan tak boleh ada dalam pikiran. Bersihkan hati dan pikiran hanya dengan mengingat Allah saja. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu meletakkan Allah dalam hati kita. Aamiin


Pare, 30 April 2018


Friday 27 April 2018

Bisa Jadi Setelah Ini Giliran Kita

Ket. Foto : Setahun lalu Bapak no 4 dari kanan meninggal. Hari ini Bapak ujung kanan/ merah meninggal dunia.


Berduka lagi, salah satu teman guru meninggal dunia, pagi masih ke sekolah, saya masih sempat ngobrol bahkan berpesan untuk memberikan pengumuman ke siswa kelas 1-5 yang sedang dikumpulkan di masjid. Siswa pulang lebih awal karena bertepatan dengan ujian akhir sekolah kelas 6. Karena besok ada jalan sehat yayasan yang diiringi drumband Pak Guru tersebut masih sempat melatih tim drumband. Selesaai latihan pulang dan mengeluh tidak enak badan. Dan tidak berapa lama ada kabar meninggal. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.

Jelas sangat kaget, meski sadar bahwa ajal datang kapan pun tetap saja masih kaget ketika ada orang meninggal. Entahlah hari ini rasanya sesak di dada. Sedikit menyesal ketika terakhir bertemu di kantor tidak meminta maaf, begitulah penyesalan selalu datang terlambat. Semakin mengingat untuk meminta maaf ketika berpisah.

Hari ini ada tiga kabar duka, pasti keluarga yang ditinggal mempunyai rasa yang tak bisa diungkapkan, sedih.

Ajal itu pasti, tak bisa diajukan tak bisa ditunda, datangnya semata rahasia Allah, tak ada satupun makhlukNya yang tahu kapan ajal akan menjemput. Manusia hanya bisa berusaha agar ketika mati itu datang kebaikan sedang dilakukan. Memanfaatkan waktu yang tersisa untuk berlomba dalam kebaikan, menghiasi hari dengan ketaatan, menjalani hari demi perjuangan. Tidak menyia-nyiakan amanah yang telah diberikan. Karena bisa jadi itu adalah kesempatan terakhir kita. Semoga husnul khatimah. Semoga mati dalam keadaan Islam, iman dan taqwa.  Aamiin.

Pare, 27 April 2018

Thursday 26 April 2018

Memasak Dengan Cinta



Ket gambar : sambel telur-tempe-kentang rebus, ramah untuk diet kolesterol. Tetap ada protein hewani. Cocok dengan sayur bening kunci

Memasak atau makan ? He..he. saya pilih makan.

Tapi bukan berarti tak suka memasak, memang  tidak ahli masak tapi saya tipe PeDe dengan hasil masakan. Di dapur lebih suka masak lauk-pauk daripada buat kue, masak lauk pauk itu hasilnya nyata, tidak apa perlu proses lama tapi memuaskan, bikin kenyang. Kalo buat kue,terkadang ada kue yang prosedurnya ribet dan lama namun menghabiskannya hanya butuh waktu sekejap mata. Dan belum tentu mengenyangkan, kurang seru. Tetapi terserah sih, namanya juga pilihan. Tapi yang pasti kadang kasihan dengan orang yang kelaparan gara-gara ga bisa masak padahal banyak bahan yang tersedia di sekitar. Kasihan dengan orang-orang yang kurang kreatif atau malah kerjaannya bingung saja mau masak apa atau kurang respect dengan orang-orang yang menyia-nyiakan bahan masakan, membiarkan tak terpakai, menumpuk bahkan membusuk. Sayang banget.

Memasak sendiri itu lebih hemat, sesuai selera, bisa menghindari penyedap makanan, meski resikonya tak seenak masakan ala chef, whatever lah yang penting masak.

Tentang memasak, ingat dengan salah satu drama Korea, sempat punya filenya episode 1 sampai 70 an, 20Gb, Jewel in The Palace, bercerita tentang dayang istana dan perawat istana. Cerita yang sangat panjang, abaikan kisah romantisnya, hanya bikin baper. Kisah Dayang Han dan Jang Geum, memasak untuk membahagiakan orang lain, memasak dengan memperhatikan kesehatan orang yang akan memakan hasil masakan, jadi tidak asal masak yang disuka, tidak asal masak tanpa memperhatikan kesehatan. Memadukan memasak dengan kesehatan.

Dalam kehidupan nyata, pernah heran dengan seorang istri yang semua masakannya semua diberi kencur, heran apa ya enak. Namun jawabannya simple : Suami sukanya begitu sich, ga pa-pa yang penting suami seneng. Hemmm so sweet…!
Pernah juga heran, dengan seseorang yang memasak semua masakan hingga lunak. Memasak untuk kakek dan neneknya yang tinggal serumah, kasihan kalo masakan keras, sudah tidak kuat mengunyah. Subhanallah, memikirkan orang lain. Memasak dengan kasih sayang, memasak dengan cinta. Insya Allah hasilnya tak pernah sia-sia.

Dan saat ini jika memasak dengan banyak pertimbangan, biar tidak capek masak beragam masakan, mengatur menu yang cocok untuk diet kolesterol, diet garam, diet kalium,tidak pedes, namun tinggi protein dan tetap memenuhi kebutuhan kalori. Padahal sukanya pedes, mantab asinnya, tidak apalah, memasak dengan cinta selama ikhlas insya Allah bernilai ibadah.
Dan untuk yang tinggal makan saja, berusahalah menghargai hasil masakan terutama apa-apa yang sudah dimasak orang-orang terkasih di sekitar kita, syukuri, nikmati meski rasanya bikin sakit hati, selama tidak membahayakan, makan sajalah… he…he…

NB : Tulisan intermezzo saja, sambil nyari inspirasi untuk tulisan menanggapi para menteri yang tak punya hati : cabe mahal tanam sendiri, daging sapi mahal makan keong sawah saja, makarel cacingan katanya ga pa-pa protein tinggi, terakhir beras mahal ya ditawar.

Bener-bener pejabat tak memberi solusi sesuka hati berucap. Salah satu urusan yang wajib diriayah (diurusi) adalah kebutuhan pokok, salah satunya pangan, tidak boleh pejabat pemerintahan seenaknya sendiri menyikapi masalah, harusnya memberi solusi untuk kemaslahatan umat.

Pare, 26 April 2018

Tuesday 24 April 2018

Selalu Mengingat Yang Dirindukan



Alhamdulillah masih bisa mengingat agenda tahun lalu, sosialisasi panji rasulullah. Berkeliling di sebagian kecil wilayah “Kampung Inggris” Pare. Bersepeda sambil membawa panji hitam Ar Rayah dan bendera putih Al Liwa’. Diiringi hujan gerimis menyapa orang-orang di sekitar jalan yang dilalui. Ini adalah salah satu rangkaian acara yang rutin diadakan di bulan Rajab, dan ini juga acara massal yang (sementara) terakhir digelar. Insya Allah ke depan akan ada agenda lebih besar lagi untuk semakin menggaungkan sistem yang bisa meninggikan kalimat Allah dan mengibarkan panji Rasulullah.

Sosialisasi panji rasulullah, agenda untuk mengenalkan kepada umat Islam bahwa umat mempunyai satu bendera penyatu umat, menyatukan umat Islam di seluruh penjuru dunia tanpa mebedakan suku, bangsa, dan rasnya. Mengenalkan bahwa al liwa’ dan ra rayah bukanlah milik ormas tertentu. Alhamdulillah, sosialisasi ini semakin membuat umat dekat dengan suasana persatuan, meskipun setelah itu semakin banyak orang yang gerah dengan dakwah syariah dan khilafah, meski setelah itu upaya persekusi terhadap dakwah khilafah semakin gencar dilakukan. Namun itu semua ada hikmahnya, semakin banyak yang bertanya sebenarnya bagaimana konsep system khilafah, halangan terhadap dakwah bukanlah alasan menghentikan dakwah. Tetap berada [ada thariqah dakwah rasulullah sembari memikirkan uslub (teknik) dakwah yang mendekatkan opini syariah dan khilafah ke tengah umat.

Dan saat ini, ada banyak kerinduan yang semakin membuncah. Merindukan penerapan Islam secara kaffah, merindukan umat Islam bersatu dalam kepemimpinan seorang khalifah, merindukan tegaknya khilafah rasyidah ‘ala minhajinubuwah. Merindukan bersama orang-orang  saleh, saling mencintai karena Allah, bersama berjuang dan berdakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam. Merindukan bertemu dengan Rasulullah di surga, merindukan dikumpulkan bersama para nabi dan syuhada, dan pembela Islam di akhirat kelak, merindukan naungan Allah.

Semoga hari-hari kita diisi dengan kerinduan akan ketaatan kepada Allah dan Rasulullah. Terus mengingat untuk taat, terus mengingat kerinduan yang telah disyariatkan. Semoga hati kita terjaga dari mengingat yang tak layak dirindukan. Semata merindukan nikmat dunia tanpa mengingat hisab di akhirat. Naudzubillah mindzalik.

Semoga hati-hati kita disatukan dengan kerinduan dan kecintaan semata karena Allah, cinta dengan taat pada syariat Allah dan Rasulullah. Aamiin. 

Nulis ini dengan sedikit baper, mengingat agenda-agenda rutin tiap Rajab, menyesali terkadang hati ini masih belum bisa sepenuhnya mengingat Allah dan akhirat, terkadang masih memikirkan hal-hal yang tak seharusnya dipikirkan, sehingga tidak optimal dalam ketaatan. Wallahu musta’an.


Pare, 24 April 2018


Monday 23 April 2018

Teman Sejati Tolong Menolong Dalam Kebaikan dan Takwa



Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al Maidah [5] : 2)

Miris melihat sebuah caption berita : “ DP tewas di tangan teman sepermabukan, K di Tambora Jakarta barat. Gara-gara knalpot.”
Tewas di tangan sepermabukan gara-gara hal sepele.

Sudah tewas di tangan teman, teman sepermabukan lagi, pertemanan yang berakhir tragis.

Bagi seorang muslim mencintai muslim yang lain karena Allah adalah sebuah kewajiban, saling menasehati juga sebuah kewajiban, dan hubungan yang terjalin adalah hubungan dalam kebaikan dan meraih ketakwaan.
Pertemanan yang terjalin semua dalam rangka untuk beribadah, dalam rangka untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah, membantu untuk meraih ridha Allah.

Teman sejati adalah teman yang peduli terhadap keselamatan temannya hingga ke akhirat. Teman sejati bukanlah pertemanan yang terjalin karena materi, bukan pula  terjalin karena semata menuruti perasaan hati.
Teman sejati adalah teman yang dicintai setulus hati semata karena Allah, bukan karena yang lainnya.

Hadits dari Umar bin al-Khathab, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhîd, Rasulullah saw. Bersabda :

Allah mempunyai  hamba-hamba  yang bukan  nabi  dan  bukan syuhada, tapi  para nabi  dan  syuhada tertarik  oleh kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai  Rasulullah, siapa mereka  dan  bagaimana  amal mereka?  Semoga saja  kami  bisa mencintai  mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu  kaum  yang saling  mencintai  dengan  karunia  dari  Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang  mereka kelola  bersama. Demi Allah  keberadaan  mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari  cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa  takut.  Mereka  tidak  bersedih  ketika  banyak  manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.  (TQS. Yunus [10]: 62)”

Dan teman sejati adalah teman yang menolong dalam amar makruf nahi munkar, bukan sebailknya bersama dalam kemungkaran bersama menolak kemakrufan.

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. At Taubah [9]:71)

Pare, 23 April 2018

Tak Akan Menyerah Mendakwahkan Khilafah

Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut (tipu daya) mereka, tetapi Allah (justru) menyempurnakan cahaya-Nya, walau orang-orang kafir membencinya".(QS. Ash Shaf [61] : 8)

Kumpulan tulisan yang dibuat seputar pencabutan BHP HTI, di beberapa tulisan masih belum diedit, masih menggunakan penyebutan pembubaran HTI padahal secara esensi hukum berbeda. HTI tidak dibubarkan oleh pemerintah hanya dicabut Badan Hukum Perkumpulan nya saja. Jadi hanya berimplikasi pada administrative aktivitas HTI saja, terkait aktivitas dakwah secara umum jika negeri ini konsisten dengan asas kebebasan berserikat dan berpendapat maka tidak ada yang salah dengan dakwah HTI. Sah-sah saja berkumpul dan berdakwah, apalagi jika dikaitkan dengan kewajiban berdakwah, dakwah tidak akan pernah berhenti hanya karena BHP ormas dicabut, dakwah akan terus berlanjut.

Bisa dibilang beberapa tulisan sangat lebay dan baper, namun ini juga bukan kumpulan tulisan sebatas defensive apologetic, ini adalah tulisan gabungan opini dengan fakta. Opini seputar aktivitas dan ide yang dibawa HTI dan fakta bahwa tidak ada bukti sama sekali bahwa HTI mengkhianati negeri ini.

Mengumpulkan tulisan ini untuk mengingat kembali, apalagi menjelang siang putusan gugatan HTI di PTUN, sidang yang seharusnya mengadili masalah adminitratif pengeluaran SK pencabutan BHP namun menjadi sidang yang menghakimi ajaran Islam yang didakwahkan HTI, entahlah siapa yang bodoh di sini, saksi ahli dari pemerintah yang terus mengaitkan HTI dengan terorisme, radikalisme, dan aktivitas membahayakan negeri ini hanya karena HTI membawa ide khilafah padahal PTUN bukan sidang pembuktian tindak pidana. Dan adab dari para saksi ahli terhadap ulama dan syariat Islam seolah tak nampak sedikitpun . Ataukah penggugat dari HTI yang terus melayani menjelaskan argumentasi para saksi ahli dari pemerintah yang kompetensi keahliannya sangat patut dipertanyakan? Bukankah melayani orang yang tak beradab itu tidak sangat perlu dilakukan?  Entahlah, apakah tak sadar jika sidang ini malah melambungkan nama HTI? Hemm … saya kira penggugat yang bodoh.

Dan apapun keputusan sidang di PTUN, dakwah Islam dan dakwah menyampaikan khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam tidak akan pernah berhenti, perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam tidak akan pernah padam. Pengemban dakwah juga tak akan pernah menyerah. Dakwah atau tidak semua akan berakhir mati, pembela Islam atau penentangnya semuanyaakan mati. Namun yang pasti mati bukan akhir segalanya, masih ada akhirat yang menunggu, ada pengadilan sejati yang menanti. Siapakah nanti yang akan mendapat senyum Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam? Pejuang syariah dan khilafah atau pengagung demokrasi? Siapakah kelak yang akan mendapatkan naungan dari Allah subhanahu wata’ala, pembela agama Nya atau pengolok-olok syariat Nya? Saya tidak mau berdebat, tunggu saja di akhirat. 


Jika dahulu ketika penerbitan PERPPU dan kemudian disahkan menjadi UU pemerintah berdalih bukan semata untuk membubarkan HTI tetapi juga ormas lain yang bermasalah, namun hingga kini ternyata HTI dan satu ormas kecil saja yang jadi korban. Tidakkah terpikir, memang HTI itu ternyata diperhitungkan bukannya diremehkan. Dakwah ini memang berpengaruh, dakwah yang katanya omong doang ini ternyata juga membawa perubahan, perubahan paradigma berpikir dan insya Allah kelak akan mewujudkan perubahan hakiki menuju diterapkannya Islam kaffah. Maka teruslah istiqamah di jalan dakwah ini. Wallahu a'lam.


Pare, 23 April 2018



Sunday 22 April 2018

Akan Kusebut Namamu dalam Doaku





Alhamdulillah akhirnya selesai membaca Bab Cinta dan Benci Karena Allah di Buku Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah, insya Allah menuju bab berikutnya “ Takut kepada Allah dalam Kondisi Tersembunyi dan Terang-terangan”.

Cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan perbuatan maksiatnya. Itulah cinta dan benci yang sejati, menstandarkan cinta dan benci semata berdasarkan pertimbangan syariat bukan dengan menuruti perasaan semata.  Terkait hal-hal sunah yang dilakukan seorang muslim dalam rangka mencintai saudaranya karena Allah dan kewajiban serta kebencian karena Allah ada di tulisan : Cinta dan Benci Karena Allah

Cinta dan benci karena Allah memang mudah terucap, namun terkadang sulit untuk dijalanani. Seringkali cinta dan benci semata menuruti perasaan, semata menuruti kata hati. Terkadang cinta dan benci itu terbalik, yang seharusnya dicinta malah dibenci, yang seharusnya dibenci malah dicintai. Dan terkadang untuk bisa mencintai dan membenci karena Allah dengan setulus hati sulit untuk dijalani, seringkali lebih mencintai diri sendiri daripada saudara seiman, terkadang masih egois dengan diri sendiri tanpa peduli dengan hak-hak orang lain.
Padahal Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa seorang mukmin yang  mencintai  saudaranya  sebagaimana  ia  mencintai  dirinya sendiri, ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar di dunia dan akhirat sesuai dengan kadar kemampuannya untuk itu. Pada hadits Mutafaq ‘alaih dari Anas dari Nabi saw., ia bersabda:
Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya

Dan kesunahan seorang muslim kepada muslim yang lain sebagai bentuk kecintaan kepada mereka di antaranya adalah mendoakan saudara yang dicintainya di saat tidak bersamanya dan meminta doa dari saudaranya.
Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Ummi Darda :
Barangsiapa  yang  mendoakan  saudaranya  pada  saat  ia  tidak bersamanya, maka  malaikat yang diserahi  untuk  menjaga  dan mengawasinya berkata, “Semoga Allah mengabulkan; dan bagimu semoga mendapat yang sepadan.”

Begitu juga disunahkan meminta doa dari saudaranya.Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Abû Dawud dan at-Tirmidzi dengan sanad yang shahih, dari Umar bin al-Khathab, ia berkata: Aku meminta izin kepada  Nabi saw. untuk umrah, kemudian beliau memberikan izin kepadaku dan bersabda:
Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu. 
Umar berkata, “Perkataan Nabi itu adalah suatu perkataan yang tidak akan menggembirakanku jika diganti dengan dunia.”

Dalam riwayat yang lain Umar berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Sertakanlah kami wahai saudaraku dalam doamu.

Mendoakan dan meminta doa, dua perkara sepele dan seharusnya mudah diamalkan namun terkadang sering dilupakan. Padahal dua amalan ini adalah amalan yang luar biasa pahalanya serta akan terus mengingatkan kita pada orang-orang yang kita cintai semata karena Allah.

Mari saling mendoakan, saling menyebut nama dalam doa. Meminta yang terbaik dari Allah, mendoakan agar saudara kita terus berada dalam ketaatan, mendoakan agar saudara kita diampuni dosanya, mendoakan agar kelak hingga mati tetap istiqamah dalam kebaikan, mendoakan agar terhindar dari keburukan dan kemaksiatan. Mendoakan agar diberi kebaikan di dunia dan di akhirat. Tidak semata demi kebahagiaan di dunia namun juga kebahagiaan di akhirat, kebahagiaan hakiki yang abadi.

Terakhir,  cinta karena Allah dan benci karena Allah termasuk sifat seorang muslim yang paling besar, yang mereka itu mengharap keridhaan Allah, Rahmat-Nya, pertolongan,dan surgaNya. Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa mencintai dan membenci semata karena Allah. Aamiin.



Pare, 22 April 2018

Tuesday 17 April 2018

Lupakan Saja – Lumpuhkanlah Ingatanku

Lumpuhkanlah ingatanku
Hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentang dia
Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia
Ku ingin ku lupakannya

He..he.. searching sendiri tentang lagu ini ya.
Ingat kalo pernah dengar lagu ini gara-gara FAQ kalo ngobrol dengan remaja adalah minta tips melupakan mantan, menjaga perasaan kepada lawan jenis, bolehkah mencintai tanpa bermaksud pacaran, apa hukumnya kepo-in akun mantan/orang yang lagi ada rasa, ga memandang langsung kok cuma lihatin fotonya , yang terakhir bikin ketawa aja, stalking melulu kerjaannya.

Kalo di lagu di awal tulisan,  kalo baca lengkap liriknya adalah tekad melupakan mantan karena disakiti bukan karena sadar bahwa pacaran adalah haram, pacaran itu mendekati zina, memelihara perasaan meski tanpa pacaran juga sama saja bohong. Tapi ya memang harusnya dilupakan jangan dipelihara.

Rasa suka pada lawan jenis sebenernya adalah naluri yang diberikan Allah kepada makhlukNya termasuk manusia, namun bukan berarti sah untuk diumbar. Apapun yang diciptakan Allah semua ada aturannya, salah satunya aturan terkait naluri suka pada lawan jenis. Naluri ini terkategori naluri melestarikan jenis (gharizah nau’), sifat dari naluri adalah jika tidak dipenuhi tidak akan mati paling-paling hanya gelisah,kecuali mikirin si dia sampai ga makan berhari-hari ya bisa mati lah, tapi bukan karena mikirin dia, mati kelaparan. Jadi jangan khawatir mati kalo cuma buat melupakan si dia. Sifat yang kedua dari naluri adalah muncul karena ada stimulus dari luar, ya kalo niat melupakan jangan mikirin dia terus, ga perlu kepo in statusnya, ga perlu menyimpan fotonya, sibukkan diri dengan kebaikan dengan ibadah.

Atau kalo berani, sampaikan keinginan. Tanyakan apakah ada niat menikah, adakah niat untuk ta’aruf, ini juga bukan main-main lho ya. Beneran ingin nikah, siap nikah, niatkan ibadah. Resikonya cuma dua diterima (proses cocok  jodoh – proses tidak cocok proses end) atau ditolak. Ikhlaskan apapun hasilnya, tapi ini dilakukan bukan dengan asal tembak lho…main tembak sendiri, jangan. Lebih aman, lebih syar’I minta bantuan mak comblang yang amanah.  Kalo jodoh alhamdulillah, kalo tidak  ya Alhamdulillah insya Allah mak comblangnya bisa jaga amanah dan alhamdulillah lain waktu bantu nyomblangin lagi.

Jadi jika memang tidak ada azzam nikah, apalagi belum siap nikah tak perlu mengumbar perasaan. Masih banyak aktivitas kebaikan yang bisa dilakukan. Ketika kita sibuk dengan kebaikan maka kita akan terhindar dari kesibukan dalam kemaksiatan, dan sebaliknya. Wallahu al musta’an


Pare, 17 April 2018

Sunday 15 April 2018

Reportase

Beberapa reportase peristiwa yang terkirim ke FP Radio Andika FM Kediri

Bisa dikirim via inbox di Facebook Ag243 atau via WA 0878 5854 4777. Foto yang memuat informasi peristiwa, tulisan singkat tentang peristiwa dalam foto 5W+1H sederhana.  Latihan membuat reportase singkat.

 Kongres Ibu Nusantara ke - 3 Tahun 2015 Kediri Raya

Aksi damai menuntut penutupan lokalisasi di Kota dan Kabupaten Kediri 2016






Friday 6 April 2018

Jawaban Tuntas Pertanyaan Berulang Seputar Khilafah dan Hizbut Tahrir

Diambil dari website hizbut-tahrir.or.id (yang masih hibernasi), sambil nunggu putusan sidang PTUN, 5 April 2018 sidang terakhir menghadirkan saksi dari pemerintah yang lagi-lagi menghadirkan ahli yang tidak ahli. Sekali lagi mengharamkan khilafah di Indonesia. Pendapat serampangan, dan jika hakim tetap memutuskan bahwa pencabutan BHP yang otoriter adalah adalah sah, nyata sudah kedzaliman penguasa, namun terlepas dari itu dakwah terus berlanjut. 

1. Benarkah tidak ada dalil tentang kewajiban Khilafah ?
Kewajiban adanya Khilafah telah disepakati oleh seluruh ulama dari seluruh mazhab. Tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak teranggap perkataannya (laa yu’taddu bihi). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah, Bab Al Imamah Al Kubro, Juz 6 hlm. 163).
Disebutkan dalam kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyyah Juz 6 hlm. 164 :
أجمعت الأمّة على وجوب عقد الإمامة ، وعلى أنّ الأمّة يجب عليها الانقياد لإمامٍ عادلٍ ، يقيم فيهم أحكام اللّه ، ويسوسهم بأحكام الشّريعة الّتي أتى بها رسول اللّه صلى الله عليه وسلم ولم يخرج عن هذا الإجماع من يعتدّ بخلافه
“Umat Islam telah sepakat mengenai wajibnya akad Imamah [Khilafah], juga telah sepakat bahwa umat wajib mentaati seorang Imam [Khalifah] yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah di tengah mereka, yang mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum Syariah Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Tidak ada yang keluar dari kesepakatan ini, orang yang teranggap perkataannya saat berbeda pendapat.”
Syaikh Abdul Qadim Zallum (Amir kedua Hizbut Tahrir) menyebutkan, ”Mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum muslimin seluruhnya di segala penjuru dunia. Melaksanakan kewajiban ini – sebagaimana kewajiban manapun yang difardhukan Allah atas kaum muslimin- adalah perkara yang pasti, tak ada pilihan di dalamnya dan tak ada toleransi dalam urusannya. Kelalaian dalam melaksanakannya termasuk sebesar-besar maksiat, yang akan diazab oleh Allah dengan azab yang sepedih-pedihnya.” (Abdul Qadim Zallum, Nizhamul Hukm fi Al Islam, hlm. 34)
Kewajiban Khilafah ini bukan hanya pendapat Hizbut Tahrir, tapi pendapat seluruh ulama. Imam Ibnu Hazm menyebutkan bahwa, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji`ah, semua Syiah, dan semua Khawarij akan wajibnya Imamah [Khilafah]…” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)
Khusus dalam lingkup empat mazhab Ahlus Sunnah, Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menyebutkan,”Para imam mazhab yang empat [Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad] rahimahumullah, telah sepakat bahwa Imamah [Khilafah] itu fardhu, dan bahwa kaum muslimin itu harus mempunyai seorang Imam (Khalifah) yang akan menegakkan syiar-syiar agama dan menolong orang yang dizalimi dari orang zalim. Mereka juga sepakat bahwa kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia, tidak boleh mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat atau bertentangan.” (Ibnu Hazm, Al-Fashlu fi Al Milal wal Ahwa` wan Nihal, Juz 4 hlm.78)
Para ulama menerangkan bahwa dalil-dalil kewajiban Khilafah ada 4 (empat), yaitu : Al Qur`an, As Sunnah, Ijma’ Shahabat, dan Qaidah Syar’iyyah.
Dalil Al Qur`an, antara lain firman Allah SWT :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-NYa, dan Ulil Amri di antara kamu.” (QS An-Nisaa`: 59)
Wajhul Istidlal (cara penarikan kesimpulan dari dalil) dari ayat ini adalah, ayat ini telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati Ulil Amri di antara mereka, yaitu para Imam (Khalifah). Perintah untuk mentaati Ulil Amri ini adalah dalil wajibnya mengangkat Ulil Amri, sebab tak mungkin Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk mentaati sesuatu yang tidak ada. Dengan kata lain, perintah mentaati Ulil Amri ini berarti perintah mengangkat Ulil Amri. Jadi ayat ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang Imam (Khalifah) bagi umat Islam adalah wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.)
Dalil Al Qur`an lainnya, adalah firman Allah SWT :
فَاحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءهُمْ عَمَّا جَاءكَ مِنَ الْحَقِّ
“Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS Al Maidah : 48)
Wajhul Istidlal dari ayat ini adalah, bahwa Allah telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk memberikan keputusan hukum di antara kaum muslimin dengan apa yang diturunkan Allah (Syariah Islam). Kaidah ushul fiqih menetapkan bahwa perintah kepada Rasulullah SAW hakikatnya adalah perintah kepada kaum muslimin, selama tidak dalil yang mengkhususkan perintah itu kepada Rasulullah SAW saja. Dalam hal ini tak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya kepada Rasulullah SAW, maka berarti perintah tersebut berlaku untuk kaum muslimin seluruhnya hingga Hari Kiamat nanti. Perintah untuk menegakkan Syatiah Islam tidak akan sempurna kecuali dengan adanya seorang Imam (Khalifah). Maka ayat di atas, dan juga seluruh ayat yang memerintahkan berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, hakikatnya adalah dalil wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), yang akan menegakkan Syariah Islam itu. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.
Dalil Al Qur`an lainnya, adalah ayat-ayat yang memerintahkan qishash (QS Al Baqarah: 178), hudud (misal had bagi pelaku zina dalam QS An Nuur: 2; atau had bagi pencuri dalam QS Al Maidah : 38), dan ayat-ayat lainnya yang pelaksanaannya bergantung pada adanya seorang Imam (Khalifah). Ayat-ayat semisal ini, berarti adalah dalil untuk wajibnya mengangkat seorang Imam (Khalifah), sebab pelaksanaan ayat-ayat tersebut bergantung pada keberadaan Imam itu.
Dalil As Sunnah, banyak sekali, antara lain sabda Nabi SAW :
من مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية
Barangsiapa yang mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada seorang imam/khalifah), maka matinya adalah mati jahiliyah.” (HR Muslim, no 1851).
Dalalah (penunjukkan makna) dari hadis di atas jelas, bahwa jika seorang muslim mati jahiliyyah karena tidak punya baiat, berarti baiat itu wajib hukumnya. Sedang baiat itu tak ada kecuali baiat kepada seorang imam (khalifah). Maka hadis ini menunjukkan bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) itu wajib hukumnya. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49.)
Dalil lain dari As Sunnah misalnya sabda Nabi SAW :
إذا خرج ثلاثة في سفر فليؤمروا أحدهم
“Jika ada tiga orang yang keluar dalam suatu perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka untuk menjadi amir (pemimpin).” (HR Abu Dawud).
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa jika Islam mewajibkan pengangkatan seorang amir (pemimpin) untuk jumlah yang sedikit (tiga orang) dan urusan yang sederhana (perjalanan), maka berarti Islam juga mewajibkan pengangkatan amir (pemimpin) untuk jumlah yang lebih besar dan untuk urusan yang lebih penting. (Ibnu Taimiyah, Al Hisbah, hlm. 11).
Dengan demikian, untuk kaum muslimin yang jumlahnya lebih dari satu miliar seperti sekarang ini, dan demi urusan umat yang lebih penting dari sekedar perjalanan, seperti penegakan hukum Syariah Islam, perlindungan umat dari penjajahan dan serangan militer kafir penjajah, maka mengangkat seorang Imam (Khalifah) adalah wajib hukumnya.
Adapun dalil Ijma’ Shahabat, telah disebutkan oleh para ulama, misalnya Ibnu Khaldun sebagai berikut :
نصب الإمام واجب ، وقد عرف وجوبه في الشرع بإجماع الصحابة والتابعين
“Mengangkat seorang imam (khalifah) wajib hukumnya, dan kewajibannya dapat diketahui dalam Syariah dari ijma’ (kesepakatan) para shahabat dan tabi’in…” (Ibnu Khaldun, Muqaddimah, hlm. 191).
Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkata :
اعلم أيضًا أن الصحابة رضوان الله عليهم أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب، بل جعلوه أهم الواجبات حيث اشتغلوا به عن دفن رسول الله
Ketahuilah juga, bahwa para shahabat -semoga Allah meridhai mereka- telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah berakhirnya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban paling penting ketika mereka menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan meninggalkan kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah SAW.” (Ibnu Hajar Al Haitami, As Shawa’iqul Muhriqah, hlm. 7).
Adapun dalil Qaidah Syar’iah, adalah kaidah yang berbunyi :
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Jika suatu kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.”
Sudah diketahui bahwa terdapat kewajiban-kewajiban syariah yang tidak dapat dilaksanakan secara sempurna oleh individu, seperti kewajiban melaksanakan hudud, seperti hukuman had bagin pelaku zina dalam QS An Nuur: 2; atau hukuman had bagi pencuri dalam QS Al Maidah: 38, kewajiban jihad untuk menyebarkan Islam, kewajiban memungut dan membagikan zakat, dan sebagainya. Kewajiban-kewajiban ini tak dapat dan tak mungkin dilaksanakan secara sempurna oleh individu, sebab kewajiban-kewajiban ini membutuhkan suatu kekuasaan (sulthah), yang tiada lain adalah Khilafah. Maka kaidah syariah di atas juga merupakan dalil wajibnya Khilafah. (Abdullah Umar Sulaiman Ad Dumaiji,  Al Imamah Al ‘Uzhma ‘Inda Ahlis Sunnah wal Jama’ah, (Kairo : t.p), 1987, hlm. 49).

2.     Apakah khabar dari Rasulullah tentang akan adanya khilafah ala minhajin nubuwah (hadits Hudzaifah bin al Yaman) juga jadi dalil?
Dalil wajib tegaknya khilafah sudah diuraikan di atas. Adapun hadits Hudzaifah bin al Yaman adalah busyra atau kabar gembira Rasululullah tentang bakal kembalinya khilafah di masa mendatang.  Meski tidak mengandung tuntutan atau thalab, tapi hadits tadi penting untuk diperhatikan. Logikanya, tidak mungkin sesuatu itu, yakni Khilafah, dikabarkan oleh Rasulullah bakal kembali tegak bila sesuatu itu bukan perkara penting dan wajib dalam agama ini.

3.     Secara ilmiah dan empiris, sebenarnya kemungkinan tegaknya khilafah di muka bumi?
Pasti akan tegak. Mengapa? Pertama, khilafah itu sebuah kewajiban, bahkan dijanjikan oleh Allah Swt. Dan semua janji Allah pasti akan terwujud asal kita memenuhi semua syarat-syarat bagi terwujudnya janji-janji itu. Sebagaimana jatuhnya  Romawi Timur kepada Islam. Meski itu sangat sulit, tapi karena keyakinan dari para sahabat, para pejuang Islam pada waktu itu bahwa jatuhnya Romawi Timur ini adalah sebuah kemestian, sebuah kewajiban dan sekaligus dijanjikan, maka misi sesulit itu tetap saja dilakukan. Ekspedisi untuk menaklukkan Konstantinopel sudah di mulai semenjak Khalifah Usman bin Affan. Dan Anda tahu, sejarah membuktikan Konstantinopel jatuh baru pada tahun 1453. Jadi hampir 700 tahun kemudian. Ketika panglima Muhammad al-Fatih masuk ke benteng Konstantinopel, dia  teringat kepada hadist yang berbunyi Fala ni’ma al-amir, amiruha. Fala ni’ma al-jaiz fadzalika al-jaiz (sebaik-baik panglima perang adalah panglima perang yang menaklukkan Konstantinopel, dan sebaik-baik tentara adalah tentara yang menaklukkan Konstantinopel). Hadis itu dibaca oleh Muhammad al-Fatih, seolah-olah Nabi memuji dirinya. Padahal hadis itu diucapkan pada 700 tahunan sebelum peristiwa besar itu terjadi.
Bila untuk menaklukkan Konstantinopel yang merupakan jantung dari adikuasa Romawi Timur saja akhirnya bisa dilakukan, meski harus melalui upaya yang luarbiasa dan memakkan ratusan tahun, apalagi untuk sebuah khilafah yang itu sudah pernah ada, dan tinggal membangkitkan memori umat, tentu insha Allah akan lebih mudah. Dalam pengalaman gerak Hizbut Tahrir, pengalaman gerak saya di negeri ini sekian tahun lamanya, saya mendapatkan respon yang luar biasa dari umat. Ketika umat ini makin lama makin mendukung, apalagi ditambah dengan kondisi eksternal seperti bagaimana Amerika Serikat dengan kejam menggempur Irak,  juga Afganistan tanpa bisa kita cegah sama sekali, dan konflik Israel dan Palestina yang sudah lebih 50 tahun tidak juga kunjung selesai, para pemimpin umat pun berfikir lalu solusinya apa? Apa yang bisa kita lakukan untuk membela diri? PBB sudah terbukti lebih berpihak kepada negara-negara besar. Organisasi Konferensi Islam (OKI) juga tidak punya gigi karena masing-masing anggota lebih mementingkan negaranya sendiri-sendiri. Negara-negara Arab sama saja, ASEAN apalagi. Pada puncaknya mereka, para pemimpin umat itu, akan melihat bahwa gagasan khilafah ini yang paling pas. Meski cita-cita itu sangat sulit. Dan kesulitan itu juga yang kami rasakan. Tapi semua masih sangat mungkin berubah, baik karena faktor internal maupun tekanan eksternal. Ada banyak tokoh-tokoh Islam yang pada 20 tahun yang lalu ketika kami pertama kali muncul untuk menyampaikan ide khilafah ini tidak mau mendengar atau bahkan mencibir dan sebagainya, sekarang berubah total, mereka mendukung betul.
Pada kenyataannya pengamat dunia internasional pun  juga memperkirakan khilafah Islam akan berdiri tidak lama lagi. National Intelligence  Council (NIC) yang bersidang di Amerika Serikat baru baru ini, menskenariokan bahwa pada tahun 2020  Islamic Caliphate (khilafah Islam) akan berdiri. Mereka menskenariokan empat kemungkinan pada tahun 2020. Pertama, dunia tetap dipimpin oleh Amerika Serikat. Kedua, dunia dipimpin oleh India atau China. Ketiga, dunia dipimpin oleh seorang tiran, entah dari mana. Lalu yang keempat berdirinya Islamic Caliphate. Bila mereka saja bisa memprediksi bahwa khilafah Islam akan berdiri, mengapa kita bilang itu tidak mungkin?

 4. Bagaimana dengan adanya pihak yang mengatakan, khilafah bukan satu-satunya jaminan bagi kejayaan umat Islam?
 Kejayaan umat ditentukan oleh dua faktor. Yang pertama adalah sistem yang baik. Dan yang kedua adalah kepemimpinan yang amanah. Sistem yang baik itu adalah sistem yang berasal dari Dzat yang Maha Baik, yaitu Allah SWT. Itulah syariah Islam. Dan pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang mau tunduk kepada sistem yang baik tadi, dan dia memimpin dengan penuh keadilan.
Secara i’tiqadiy, Allah SWT telah menjamin syariah pasti akan membawa rahmat.  Nabi Muhammad diutus untuk membawa agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta (rahmatan li al-‘alamin).  Dari berbagai ayat dan hadits, kita  dapat disimpulkan bahwa ‘hinama yakunu asy-syar’u takunu al-maslahah’, dimana ada hukum syariat di situ pasti ada kemaslahatan. Sejarah pun membuktikan hal itu.  Kejayaan Islam masa lalu pun diraih ketika kehidupan Islam  dimana di dalamnya diterapkan syariat terwujud serta umat Islam bersatu dan bekerja keras di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Maka, kejayaan yang sama akan diraih kembali di masa yang akan datang melalui jalan serupa.
Kalau kita percaya bahwa Islam dengan akidah dan syariatnya datang untuk membawa rahmat, dan rahmat  adalah segala kebaikan yang kita angankan berupa  kedamaian, keadilan, kesejahteraan, kemajuan, kebersamaan dan sebagainya, maka bagaimana mungkin rahmat itu akan terwujud kalau kemudian kita menolak ketentuan syariat Islam itu sendiri di mana di dalam syariat itu ada perintah agar kita bersatu.
Kejayaan Islam dibawah Khilafah diakui oleh siapapun yang membaca sejarah dengan jujur. Diantaranya, Will Durant, dalam The Story of Civilization, vol. XIII, ia menulis: Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan tersebar luas, hingga berbagai ilmu, sastera, filsafat dan seni mengalami kemajuan luar biasa, yang menjadikan Asia Barat sebagai bagian dunia yang paling maju peradabannya selama lima abad.
Jadi, bila bukan dengan khilafah, lantas dengan apa umat Islam akan meraih kembali kejayaannya?

5.     Bagaimana dengan pandangan yang tidak setuju dengan solusi yang ditawarkan oleh HT menyangkut penyelesaian problematika umat Islam yakni perbaikan sistem dan pemimpin sekaligus. Bagi mereka yang penting pribadi masyarakat bagus, nanti otomatis sebuah negara/bangsa akan bagus.?
Itu asumsi yang tampak indah, tapi tidak faktual. Nyatanya, orang akan cenderung menjadi baik dalam lingkungan dan sistem yang baik. Begitu sebaliknya, orang yang baik akan cenderung tergerus kebaikannya dalam lingkungan dan sistem yang buruk. Lihatlah sekarang ini, dalam lingkungan yang korup banyak birokrat yang baik, akhirnya terseret juga menjadi korup. Oleh karena itu dalam menyelesaikan problem kita harus menggarap dua sisi sekaligus yakni sistem dan kepemimpinan.

6.    Bagaimana dengan tudingan bahwa HT mu’tazilah, khawarij, dan bukan bagian dari Ahlu Sunnah wal Jamaah?
Khawarij mempunyai beberapa sebutan. Kadang disebut Haruriyyah karena mereka keluar di suatu tempat yang bernama Harura’. Mereka juga disebut warga Nahrawan, karena Imam Ali memerangi mereka di sana. Di antara kelompok Khawarij ada yang beraliran Abadhiyyah, yaitu para pengikut Abdullah bin Abadh; ada juga yang beraliran Azariqah, yaitu para pengikut Nafi’ bin al-Azraq, dan aliran an-Najadat, yaitu para pengikut Najdah al-Haruri. Merekalah kelompok yang pertama kali mengkafirkan kaum Muslim karena sejumlah dosa. Karenanya, mereka juga telah menghalalkan darah kaum Muslim. Mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, dan siapa saja yang loyal kepada keduanya. Mereka telah membunuh Ali bin Abi Thalib setelah menyatakan bahwa beliau halal untuk dibunuh. Secara umum mereka berpandangan bahwa status orang hanya ada dua, Mukmin atau kafir. Mukmin adalah siapa saja yang telah melakukan semua kewajiban dan meninggalkan keharaman. Siapa saja yang tidak seperti itu berarti kafir, ia kekal di dalam neraka. Mereka pun kemudian memvonis kafir siapa saja yang berbeda dengan pandangan mereka. Mereka menyatakan bahwa Utsman dan Ali telah berhukum pada selain hukum yang diturunkan oleh Allah dan zalim. Karena itu, mereka kafir.[1] Bahkan, sekte an-Najadat tegas menolak kewajiban mengangkat imam atau khalifah.[2]
Berdasarkan fakta-fakta di atas, jelas sekali perbedaan Khawarij dengan Hizbut Tahrir, antara lain: Pertama, dalam masalah iman dan kufur, Hizbut Tahrir berpegang pada prinsip pembuktian yang qath‘i (al-burhân al-qâthi‘). Karena itu, Hizbut Tahrir tidak dengan mudah memvonis orang Islam dengan vonis kafir.[3] Kedua, Hizbut Tahrir juga berkeyakinan bahwa umat Islam saat ini masih memeluk akidah Islam, betapapun kotor dan rapuhnya akidah tersebut. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir tidak pernah menganggap umat ini tidak lagi berakidah Islam, karena anggapan seperti justru sangat berbahaya, dan membahayakan.[4] Karena itu, Hizbut Tahrir tidak pernah menghalalkan darah kaum Muslim sehingga boleh dibunuh. Bahkan, tumpahnya darah seorang Muslim dianggap masih jauh lebih berharga ketimbang dunia dan seisinya, sebagaimana sabda Nabi saw.:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
Sesungguhnya hilangnya dunia (dan seisinya) benar-benar lebih ringan bagi Allah ketimbang terbunuhnya seorang Muslim. (HR at-Tirmidzi).
Ketiga, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa semua Sahabat adalah adil (kullu ash-Shahâbah ‘udul). Meski seorang Sahabat bisa saja berbuat salah, hal itu tetap tidak akan menghilangkan status keadilannya.[5] Apatah lagi, memvonis Sahabat dan para pengikutnya dengan vonis kafir. Na‘ûdzu billâh.
Keempat, Hizbut Tahrir juga menyatakan bahwa Utsman dan Ali sebagai kepala negara Islam tetap berhukum pada hukum yang diturunkan oleh Allah. Adapun kasus tahkîm yang terjadi antara Ali dan Muawiyah, yang masing-masing mengangkat Abu Musa al-Asy‘ari dan Amr bin al-Ash, justru untuk menjalankan perintah Allah dalam masalah tahkîm, bukan sebaliknya.
Kelima, dalam konteks pengangkatan imam dan khalifah, termasuk di dalamnya kewajiban menegakkan Khilafah,[6] jelas Hizbut Tahrir sangat berbeda dengan sekte an-Najadat, yang dengan tegas menolak kewajiban tersebut.Tinggal satu masalah, apakah tindakan Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka sama dengan tindakan kaum Khawarij? Tentu tidak. Kaum Khawarij, sebagaimana namanya, adalah mereka yang melawan para penguasa (Khalifah) yang nyata-nyata menjalankan hukum Allah, bukan para penguasa yang tidak menjalankan hukum Allah. Sebaliknya, Hizbut Tahrir menasihati penguasa dan mengkritik kebijakan mereka secara terbuka justru karena mereka tidak mau tunduk dan patuh pada hukum Allah. Umumnya, mereka adalah para penguasa boneka dan kaki tangan negara penjajah, pengkhianat Allah dan Rasul-Nya, serta seluruh kaum Muslim.
Dalam melakukan misinya, kaum Khawarij menggunakan cara-cara fisik dan kekerasan, bahkan sampai membunuh lawannya, sebagaimana yang mereka lakukan terhadap Ali bin Abi Thalib. Sebaliknya, Hizbut Tahrir, sebagai entitas intelektual, tidak pernah menggunakan cara-cara tersebut. Sekalipun para anggotanya banyak yang telah dianiaya, dizalimi dan dibunuh di dalam penjara-penjara para penguasa despot, Hizbut Tahrir tetap hanya menjalankan aktivitas intelektual dan politik; tanpa sedikitpun menggunakan cara-cara kekerasan, apalagi anarkis. Semua itu dilakukan bukan karena tidak berani atau tidak mampu, tetapi semata-mta karena Hizbut Tahrir berpegang teguh pada garis perjuangan Nabi saw. dan tidak ingin menyimpang sedikitpun, meski hanya seutas rambut.
Lalu, dari mana Hizbut Tahrir dan aktivitasnya disamakan dengan Khawarij, padahal keduanya berbeda sama sekali? Ataukah mereka yang membuat tuduhan itu memang tidak paham tentang Khawarij dan juga Hizbut Tahrir? Atau mungkin mereka paham, tetapi sengaja melakukan penyesatan, karena ada pesanan, sehingga bisa membuat analogi yang sama sekali keliru, yang bahkan membuktikan rendahnya kadar intelektualitas mereka?
Hizbut Tahrir juga berbeda dengan Muktazilah, antara lain: Pertama, dalam masalah akal. Muktazilah dan Asy’ariyah, sama-sama menggunakan akal tanpa batas, sehingga digunakan melampaui kapasitasnya, sebagaimana dalam pembahasan tentang Sifat Allah; apakah sifat sama dengan Zat (Muktazilah), atau berbeda dengan Zat (Asy’ariyah). Kedua, dalam masalah perbuatan. Muktazilah menyatakan, seluruh perbuatan manusia berasal dari manusia, tanpa membedakan mana yang wilayah ikhtiyari dan ijbari. Ini jelas ditolak oleh Hizb. Ketiga, dalam masalah tawallud al-af’al (konsekuensi perbuatan), yang dinisbatkan kepada manusia. Ini juga berbeda dengan pandangan Hizb. Keempat, dalam masalah takwil. Muktazilah cenderung menakwilkan ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak sejalan dengan pandangannya, sehingga mengorbankan ayat-ayat yang lain. Dengan kata lain, takwil didasarkan pada cocok dan tidak dengan logika, bukan didasarkan pada nas. Ini juga ditolak oleh Hizb. Dengan demikian, jelas sudah, bahwa Hizbut Tahrir tidak bisa dipersamakan dengan Muktazilah. Mempersamakan Hizbut Tahrir dengan Muktazilah hanya menunjukkan kejahilan tentang Muktazilah dan tentang Hizbut Tahrir.

 7.     Mengapa HT tidak  banyak berkembang di Timur Tengah, apakah karena idenya tidak diterima atau karena faktor lain?
Di sepanjang kekuasaan rezim represif di seluruh negara Timur Tengah, bukan hanya HT, gerakan Islam lain yang bersifat politik juga tidak berkembang. Jadi tidak berkembangnya HT bukan karena idenya tidak diterima, tapi lebih karena tekanan penguasa yang memang tidak membiarkan gerakan apapun yang mungkin akan mengancam kekuasaan mereka itu berkembang. Tapi setelah para penguasa itu tumbang, HT dengan cepat berkembang lagi di Mesir, Tunisia, Lybia dan negara-negara Timur Tengah lain.

 8.     Mengapa HT sering dipojokkan?
HT memang sering dipojokkan. Ini aneh, karena dalam perjuangannya HT tidak pernah menggunakan kekerasan atau merugikan orang lain. Gagasan-gasannya juga cukup jelas. Bisa dibaca dan didiskusikan dengan terbuka. Jadi, mengapa HT sering dipojokkan, ada banyak kemungkinan. Bisa karena mereka itu tidak paham substansi dari perjuangan HT, yang intinya bagaimana mewujudkan kembali kehidupan Islam masyarakat dan negara melalui penerapan syariah dalam bingkai khilafah agar kerahmatan Islam bisa dirasakan oleh semua. Bisa juga karena memang tidak suka pada ide ini. Mereka yang tidak paham, insha allah tidak sulit dipahamkan. Dengan sedikit penjelasan, biasanya mereka akan mudah memahami apa sesungguhnya ancaman yang tengah menimpa negeri ini dan apa itu substansi syariah dan khilafah yang tidak lain adalah justru untuk menyelamatkan negeri ini dari ancaman itu.
Sementara yang tidak suka bisa jadi karena ada penyakit dalam hatinya, bisa juga karena mereka telah diuntungkan oleh sistem sekuler yang ada sekarang ini. Dari sini sebenarnya kita bisa mengatakan bahwa mereka yang menentang ide syariah dan khilafah itulah berarti orang yang tidak menginginkan  Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim dan mengakui bahwa kemerdekaan negeri terjadi atas berkat rahmat Allah, menjadi lebih baik di masa mendatang. Mereka juga berarti menginginkan penjajahan (baru) tetap terus berlangsung karena mereka turut diuntungkan meski itu telah menyengsarakan rakyat banyak.

9.     Siapa yang ada di balik upaya itu?
 Ada dua. Pertama anasir-anasir di dalam negeri, baik muslim maupun non muslim, yang tidak menginginkan Islam tegak. Bila non muslim, pasti mereka tidak memahami esensi perjuangan HT dengan baik dan sudah keblanjur ada kedengkian dan ketakutan tanpa dasar. Sementara bila muslim, pasti mereka adalah muslim yang telah tersekulerkan. Bagaimana mungkin seorang muslim justru menentang perjuangan  bagi tegaknya syariah dan khilafah yang akan membawa Islam kembali jaya.
Kedua, adalah  negara Barat, yang memang akan terus berusaha melanggengkan hegemoninya di dunia Islam, termasuk di Indonesia, demi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Mereka akan menghantam habis setiap kekuatan politik muslim yang berpotensi akan mengganggu hegemoni mereka itu. Dan dalam operasinya mereka akan berkolaborasi dengan kelompok pertama dan kedua tadi.

 10.  Bagaimana HT menghadapi itu semua?
HT menghadapi semua itu dengan tenang dan tegar. HT tidak takut menghadapi semua itu. HT memahami semua itu sebagai salah satu tantangan, hambatan dan rintangan dalam dakwah. Bila karena belum atau salah paham, HT akan datang memahamkannya. Bila itu fitnah, HT akan menjernikah fitnah itu. Dan dalam menghadapi semua tantangan itu, HT yakin sekali akan pertolongan Allah SWT yang pasti akan diberikan kepada para pejuang agamaNya. (Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia)


Tuesday 3 April 2018

Mendengarkan, Menjawab Dan Berdoa Setelah Adzan, Amalan Mengantarkan Ke Surga

🌺🌺

Salah satu kitab yang sangat berkesan bagi saya adalah min muqawwimati an nafsiyah islamiyah atau pilar-pilar pengokoh nasyiyah islamiyah. Kitab yang tidak terlalu berat untuk memahaminya, berisi rangkaian ayat Alquran dan Hadits. Bahasanya tidak bertele-tele, cukup bermodal konsentrasi, keikhlasan dan kesabaran mendengarkan penjelasan dari guru insya Allah sudah bisa memahaminya, terlepas paham syariat atau tidak, bodoh atau pintar, bahasan kitab ini sangat menyentuh hati, tentu bagi orang-orang yang masih mau berpikir, bukan orang-orang yang sombong.

Salah satu bahasan di kitab ini adalah di bab 13 : Merindukan Surga dan Berlomba dalam Kebaikan. Bab ini diawali dengan siapa saja calon penghuni surga, kenikmatan di surga dan hal-hal yang tidak mungkin ada di surga. Dilanjutkan dengan anjuran untuk berlomba dalam kebaikan dalam rangka mencari bekal ke surga. Berlomba melaksanakan seluruh fardlu ain dan fardlu kifayah, menyempurnakan dengan berlomba dalam kesunahan. Dan di antara kesunahan yang bisa mengantarkan ke surga adalah menjawab adzan dan berdoa antara adzan dan iqamah. Dua aktivitas yang berhubungan erat dengan adzan. Jadi adzan bukanlah aktivitas remeh temeh yang layak dibandingkan dengan kidung-kidung lain yang tak jelas makna dan pahalanya. Mendengarkan adzan, menjawab adzan dan berdoa setelah adzan, kemudian dilanjutkan memperbanyak doa hingga iqamah adalah aktivitas yang bisa mengantarkan ke surga, tentu ini berlaku untuk orang-orang yang percaya dengan akhirat, percaya dengan surga dan rindu dengan kenikmatan surga.

🌼Menjawab Adzan
Dalilnya adalah hadits mutafaq ‘alaih diriwayatkan  oleh al-Hudri, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: Jika  kamu  mendengar  adzan,  maka  ucapkanlah  seperti  yang diucapkannya.

Dalam  satu  riwayat  Muslim  dari  Abdullah  bin  Amr  bin Ash, dikatakan, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah saw . bersabda:
Jika  kalian  mendengar  adzan,  maka ucapkanlah  seperti  yang diucapkannya, kemudian bacalah shalawat kepadaku. Karena siapa saja  yang  membaca  shalawat  kepadaku,  maka  Allah  akan memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali. Mintakanlah kepada Allah untukku derajat yang mulia di surga kelak (al-wasilah), karena al-wasilah adalah kedudukan di surga yang tidak layak kecuali bagi hamba Allah. Dan aku berharap hamba Allah itu adalah aku. Siapa saja  yang  memintakannya  untukku,  maka  dia  berhak  atas syafa’atku.

Dalam  hadits  dari  Jabir  riwayat  al-Bukhâri,  dikatakan, sesungguhnya Nabi saw. bersabda:
Barangsiapa ketika mendengar adzan mengucapkan, “YaAllah, Pemilik panggilan  yang  sempurna  ini  dan Pemilik shalat  yang ditegakkan,  berikanlah  kepada  Muhammad  saw.  wasilah dan fadhilah; kirimkan kepadanya kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan padanya”, maka pasti dia berhak atas syafa’atku di hari kiamat.”
Doa diucapkan  adalah setelah adzan itu selesai dikumandangkan.

🌼Berdoa di antara Adzan dan Iqamat
Hal ini berdasarkan hadits dari Abû Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasâi,  Ibn  Huzaimah,  Ibnu  Hibban,  dalam  kitab  shahih keduanya, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
Doa di antara adzan dan qamat itu tidak akan ditolak.

Jadi silakan memilih, adzan atau kidung-kidung tak jelas. Silakan memilih paham syariat yang dengannya kita bisa tahu amalan ringan yang mengantarkan ke surga, silakan memilih tetap berada pada ketidakpahaman terhadap syariat di saat teknologi begitu canggihnya atau sebaliknya. Namun jangan berpikiran dangkal mengolok-ngolok sesuatu yang kita belum paham terhadapnya. Mau percaya pada hadits Rasulullah saw atau pada budayawati yang awam agama, silakan memilih. Semua pilihan ada konsekuensinya, baik di dunia maupun akhirat.

Pare, 3 April 2018