Wednesday 27 September 2017

Syariat Menyelamatkan Hingga Ke Akhirat



Surabaya, 23 September 2017
Alhamdulillah, pukul 6 pagi sudah menginjakkan kaki di kota pahlawan, acara dimulai jam 8. Masih ada waktu untuk melakukan aktivitas lain, salah satunya sarapan. Memilih di tempat terdekat dari parkiran, agar dekat membawa beberapa barang. Memilih tempat yang teduh, di sekitar ada beberapa pohon. Namun sayang bau pesing sangat menyengat. Pasti tempat yang sering digunakan untuk kencing, dan tersangka utamanya pasti para laki-laki. Padahal ruang terbuka. Sungguh perilaku yang tidak terpuji. Dan tempat peseing seperti itu bias dijumpai di banyak tempat, tidak peduli terbuka atau tertutup namun jika berpotensi sepi akan digunakan buang air kecil secara sembarangan.

Dan saya juga menduga kuat, sebagian besar pelaku kencing sembarangan adalah muslim, bagaimana pun ini adalah negeri muslim terbesar di dunia, maka peluang muslim menjadi pelaku aktivitas tidak terpuji seperti ini ya lebih besar. Tidak perlu malu mengakui.

Perjalanan pulang dari Surabaya menuju Pare, di daerah sekitar  Mojokerto perempatan sebelum puskesmas Kedundung, kiri jalan arah meninggalkan Surabaya. Banyak sekali penjual es tebu, dan sewaktu lewat, semua yang jaga wanita. Dan jenis pakaian serta gaya make up nya pun semua hampir sama. Mungkin sudah ditentukan oleh bos-bos mereka, standar penampilannya. Pakai baju minim, kaos mini, celana ketat, rambut rata-rata diluruskan (rebonding?). Dandanan menor. Entahlah apa yang ada dalam benak mereka, apa yang sebenarnya dijual, es tebu apa tubuh mereka?

Dua fakta yang sungguh membuat hati miris. Hal sepele yang sebenarnya secara keilmuan mudah dipahami. Adab buang air dan cara berpakaian syar’i. memang sangat wajar untuk negeri seperti Indonesia, negeri secular, meski beragama namun secara individu tidak ada upaya sekuat tenaga untuk mencari ilmu, masyarakat tak peduli dan Negara pun abai dengan ketakwaan rakyatnya. Semuanya dibiarkan bebas memilih syariat yang diinginkan ketika terkait dengan masalah individu. Menutup aurat boleh mengumbar aurat tidak dilarang. Kencing sembaranagan tidak ada sanksi tegas yang menjerakan. Padahal jika mau mengambil penguasa bias mengadopsi syariat Islam secara menyeluruh. Melegalkannya menjadi aturan perundang-undangan. Sebagaimana undang-undang yang ada, pemerintah juga berkewajiban untuk mensosialisasikan bagaimana syariat itu diterakan, ada kewajiaban Negara untuk mengedukasi rakyatnya agar kenal syariat. Dengan syariat kehidupan akan teratur, tindakan criminal bias diminimalisir, tindakan tidak terpuji bias dikurangi. Karena syariat Islam pasti membawa maslahat, menyelamatkan manusia di dunia hingga akhirat.

Syariat terkait hubungan manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan Allah dan syariat yang mengatur hubungan antar manusia. Mulai dari yang kecil semisal taharah, salat, tata cara interaksi sesama manusia. Hingga mengatur kebijakan penguasa. Semuanya ada dalam Islam. Karena Islam adalah agama yang sempurna, bukan sekadar agama ruhiyah namun juga sebuah jalan hidup. Maka semua yang hidup menjalani kehidupan layak diatur dengan Islam. Oleh karena itu, jika saat ini umat Islam tidak kenal dengan syariat Islam, sangat jauh dengan syariat bahkan ada yang membenci dan yang berusaha menghalangi, itu semua menjadi kewajiban sesama muslim juga untuk berdakwah, mendekatkan syariat kepada umat. Dan jelas ini membutuhkan aktivitas dakwah berjamaah dan terorganisir. PR umat Islam sangatlah banyak, memastikan semua manusia mengetahui bahwa Islam bias menjadi rahmat untuk seluruh alam.

Tidak hanya sebatas mendakwahkan, namun juga mengajak untuk menerapkan Islam secara kaffah. Menyeluruh, tidak pilih-pilih. Tentu ini membutuhkan kerja besar, berdakwah demi meninggikan agama Islam, berdakwah demi menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

Namun, upaya dakwah untuk menyeru umat Islam agar kembali pada syariat Islam secara sempurna, akan terhambat jika aktivitas dakwah dibatasi. Dibatasi hanya menyeru pada masalah individu, padahal hukum Islam tegak atas tiga pilar : ketakwaan individu, control masyarakat dan Negara sebagai pelaksana. Jika hanya menyeru pada hukum-hukum seputar individu banyak syariat yang terabaikan terutama yang berkaitan dengan kehidupan public.

Dan saat ini, salah satu upaya untuk menghalangi dakwah Islam kaffah adalah terbitnya PERPPU No 2 tahun 2017 tentang ormas. Secara otoriter, perppu ini akan memberangus aktivitas yang berseberangan dengan penguasa dan para pemilik modal yang telah mengantarkan penguasa menuju kursi kekuasaannya. Secara sepihak penguasa akan mudah membubarkan organisasi-organisasi yang kritis memberi masukan pada kebijakan Negara, dengan anggapan menentang kebijakan penguasa. Jelas ini adalah ciri penguasa antikritik dan diktator. Oleh karena itu, perppu ini wajib ditolak. Perppu ini tidak boleh disahkan oleh DPR, perppu ini akan menghambat siapapun yang akan menyampaikan kebenaran, menyampaikan ajaran Islam secara menyeluruh. Maka siapapun itu, yang masih peduli dengan perubahan menuju kebaikan, wajib menolak PERPPU no 2 tahun 2017. 

Monday 25 September 2017

Naungan Yang Dirindukan


Panas Luar Biasa Mengiringi Aksi Tolak Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas

Panas yang luar biasa di dunia belum seberapa jika dibanding dengan panas saat hari penghisaban, apalagi dibanding panasnya neraka.
Manusia pada hari kiamat akan berkeringat hingga mengalir di permukaan bumi setinggi tujuh puluh hasta dan akan meneggelamkan mereka sampai ke telinganya. (Mutafaq ‘alaih)
Hadits dari Abû Hurairah yang disepakati oleh al-Bukhâri dan Muslim, dari Nabi saw. beliau bersabda:
Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan- Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan Masjid; Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahuiapa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.

Tugu Pahlawan Surabaya, 23 September 2017 (saat matahari melintas di garis khatulistiwa)
Jam di atas gedung kantor Gubernur Jatim terlihat jelas, menunjukkan pukul 08.00 WIB. Masih pagi, namun panas matahari sudah sangat menyengat. Beberapa saat kemudian pembawa acara membuka acara aksi damai Tolak Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Lantunan ayat Al Quran Surah Ali Imran 100-104 dan Annuur 55 ( jika tidak salah mengingat) mendinginkan suasana. Tergetar ketika mengingat Ali Imran 104, dakwah berjamaah sebuah kewajiban, namun salah satu ormas dakwah dibubarkan dengan semena-mena. Optimis saat mendengarkan Annur 55, janji Allah itu pasti. Kemenangan itu pasti akan tiba. Dilanjutkan dengan istigasah, entahlah rasa itu semakiin campur aduk. Tidak terima dengan perlakuan dzalim penguasa yang begitu semena-mena, namun tak pantas juga mengeluh apalagi menyerah, ketika terus melantunkan dzikir, semakin terasa manusia tidak ada apa-apanya, manusia lemah sedang Allah maha segalanya. Allah Maha Kuat, Allah Maha Kuasa.
Disusul dengan tausiyah dari banyak ulama, tidak semua tausiyah terdengar jelas, terkadang hanya sayup-sayup, gangguan sound system, namun tetap berharap mendapat berkah berada dalam majelis yang dihadiri para ulama yang mulia, orang-orang alim yang terbiasa taqarub kepada Allah SWT, setidaknya kami bersama dengan orang-orang yang wara’, orang yang mencintai Allah dan RasulNya, dan semoga kelak diakhirat dikumpulkan bersama mereka.
Semua sepakat bahwa kebijakan pemerintah mengeluarkan Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas adalah kedzaliman, sebuah upaya untuk membungkam aktivitas dakwah, membungkan kritik membangun, membungkam kebenaran. Di saat kebebasan begitu diagungkan, bahkan penerus komunisme semakin lantang bersuara, sungguh ironi ormas Islam yang tidak terbukti membahayakan negeri, tidak terbukti menciptakan gangguan, tidak terbukti merugikan apalagi terlibat dalam korupsi secara sepihak dibubarkan, tanpa ada putusan pengadilan. Kebijakan yang otoriter.
Salah satu ulama dalam tausiyahnya juga menegaskan, bahwa aksi damai ini bukan aksi bayaran, bukan aksi demi materi, tetapi aksi murni mengingatkan penguasa agar tidak dzalim, agar tidak menyesal di akhirat kelak.
Di sela tausiyah beberpa kali arroyah hitam besar melintas, bendera besar bertuliskan kalimat syahadat. Beberapa saat berada dalam naungan kain besar itu. Air mata menitik, akankan kelak mendapatkan naungan dari Allah, akankah kelak mendapat syafaat Rasulullah? Pantaskah menerima naungan jika syariat saja diabaikan?
Acara ditutup dengan doa, beberapa saat sempat menoleh ke arah panggung orasi, doanya “nggladrah” banyak sekali yang didoakan dan dimintakan kepada Allah, jelas redaksi kalimatnya tersusun sendiri, dan doa dilantunkan tanpa membaca teks. Hanya terbersit : “ Enaknya bisa bahasa Arab, bisa menyusun redaksi doa sesuai dengan keinginan, meski boleh tidak bahasa Arab, namun akan terasa syahdu ketika terucap dalam bahasa Arab, bahasa Islam). Memang ulama yang luar biasa, doanya tidak semata mendoakan diri sendiri tetapi mendoakan semua umat Islam dalam berbagai urusan.
Dan panas itu semakin menyengat, biarlah. Mungkin kulit akan semakin gosong. Namun setidaknya kelak akan menjadi saksi, bahwa kami benar-benar beraksi demi mencegah semakin dzalimnya penguasa. Kami tidak berdiam diri, kami tidak egois hanya mengurus kepentingan duniawi. Semoga aksi penolakan Perppu ormas bisa mengetuk hati penguasa. Bisa mengetuk anggota DPR bahwa perppu tersebut layak dicabut, bahwa perppu tersebut tidak layak disahkan. Jika penguasa nekat dengan kedzaliman, kelak naungan di saat tidak ada naungan selain dari Allah tidak akan mereka dapatkan. Naudzubillah mindzalik
Pare, 24 September 2017

Sunday 24 September 2017

Bukan Alphard Yang Kuinginkan


Masjid Al Akbar Surabaya di parkiran berjajar mobil-mobil kecil salah satunya ini, mobil khusus sudah ada namanya.

Alhamdulillah awal pulang kampung masih membawa semangat dari kampus. Masih membawa semangat bonek arek-arek Suroboya, insya Allah bonek dalam hal positif.

Ada acara di Kota Kediri dan dapat jatah sebar undangan di Kota juga, padahal selama kecil sampai SMA belum pernah muter-muter Kediri. Belum mahir naik motor tapi nekat pinjam motor teman, belum tau seluk beluk Kediri tapi mencari alamat-alamat yang sudah diberi. Alhamdulillah, sebar undangan tuntas, meski lampu belakang motor jadi korban karena masih tidak lihai membawakan, namun Alhamdulillah yang punya motor dengan senang hati merelakan.

Pulang kampung, dengan medan dakwah yang jauh berbeda, terutama dalam hal transport. Jika tidak mempunyai kendaraan sendiri harus mengandalkan angkutan umum, dan sayangnya angkutan umumnya pun jarang dan lumayan menguras isi dompet. Jadilah seringkali kemana-mana ikut nebeng teman-teman yang sendirian atau jika memungkinkan meminjam motor. Alhamdulillah diberi teman-teman yang ringan membantu dan peduli. Dan ketika sudah ada motor juga berusaha memudahkan urusan teman-teman yang lain, berusaha memberi barengan ketika ada acara. Naik motor tidak hanya untuk diri sendiri. Tapi hebatnya lagi juga ada teman-teman lain, emak-emak hebat, punya anak satu, dua dan seterusnya tapi masih saja ringan membantu membonceng peserta kajian kemana pun dan siapa pun. Tidak memberi beribu alasan untuk naik sendiri, diantar suami, atau sudah membawa anaknya yang lebih dari satu, sehingga tidak bisa membonceng. Selalu berusaha memberi kesempatan orang lain untuk bisa bareng.

Namun motor punya keterbatasan, hanya bisa membonceng satu orang saja. Tetapi sering juga beberapa kali acara yang membonceng dua orang, kalo yang ini acara remaja, masih remaja dan masih langsing-langsing, bonceng dobel tidak terlalu masalah.

Jika ada acara dan yang ikut lebih dari satu, banyak, beda lagi masalahnya. Jika seperti ini seringkali baper, seandainya saja punya mobil pasti bisa bawa banyak orang. Pernah sampai mimpi bisa mengemudikan mobil minibus dengan lihai, mudah banget, tapi ya itu, di dalam mimpi. Karena malamnya mikir transportasi peserta untuk acara esok hari, yang belum beres. Peserta terus bertambah tapi belum dapat sewa kendaraan.

Alhamdulillah masih banyak menjumpai orang-orang yang dengan ringannya meminjamkan mobil atau malah menyopiri sendiri, mengantarkan kemana-mana.

Jika Allah mengijinkan bukan mobil kecil yang menjadi impian, bukan alphard yang kuinginkan. Kapasitasnya sedikit, tidak bisa berbagi dengan banyak orang. Lebih mengharapkan minibus dengan kapasitas jumbo. Bisa dimanfaatkan untuk memobilisasi banyak orang. Bisa ngobrol dengan banyak orang selama perjalanan.

Semoga bisa memanfaatkan seluruh potensi yang kita miliki untuk kebaikan, untuk dakwah, untuk bekal di akhirat. Bukan berlomba mengumpulkan harta demi kebanggaan semata.



Pare, 24 September 2017

Tuesday 19 September 2017

Dari Alaska Menuju Munchen

Habis ada acara di Alaska lanjut ada kegiatan di Munchen.

Bukan Alaska di Amerika atau Munchen di Jerman, tapi semuanya adalah nama gedung di Pare. Mau ke London bisa, mau ke Paris juga ada. Tinggal pilih saja.

Pernah bingung dengan informasi seorang teman, meninggalkan pekerjaannya karena berencana mengambil bea siswa di Al Azhar, padahal katanya mau cari beasiswa di Australia atau Eropa, kok malah ke Mesir. Ternyata bukan Al Azhar Kairo, tapi nama salah satu kursusan di Pare.

Dan dalam waktu yang tak terlalu lama, dipamiti dua orang. Satu kembali ke Kairo dan satunya lagi melanjutkan sekolah ke Hungaria.

Kairo, ibu kota Mesir, Negeri Kinanah. Negeri yang melahirkan ribuan ulama mulia, pastilah tempat yang menyenangkan, setiap tempat selalu dihiasi majelis ilmu atau dihuni orang-orang yang mencintai ilmu. Masih dapat cerita dari dua orang saja, dari generasi yang berbeda namun ceritanya sama, di Kairo merasa malu jika tidak belajar atau sekadar memanfaatkan waktu untuk membaca buku dan Alquran. Sangat berbeda dengan kondisi di lingkungan tinggal, membaca dan tempat yang dipenuhi orang belajar itu sangat langka.

Budapest, ibu kota Hungaria, negeri di Eropa yang terkenal dengan keeksotikannya. Pernah menjadi bagian dari wilayah kekhilafahan, insya allah kelak akan kembali dalam pangkuan Islam.

Merantau demi ilmu, demi semakin mendekatkan kepada Allah SWT, demi meraih ridla Allah adalah aktivitas yang mulia. Selama dijalani sesuai dengan syariah akan mendapat berkah.

Namun tidak merantau dan hanya bisa berkutat di suatu tempat pun tidak masalah, selama melakukan aktivitas yang tidak berbeda, sama-sama tetap menuntut ilmu insya Allah juga akan tetap berkah.

Tidak hanya berhenti mengumpulkan ilmu, yang tak kalah pentingnya adalah mengamalkan ilmu dan mendakwahkan ilmu, terutama ilmu agama.

Jadi masalahnya bukanlah semata dimana kita berada, namun kesungguhan kita dalam menuntut ilmu, mengamalkannya dan mendakwahkannya adalah aktivitas yang selayaknya selalu dilakukan seorang muslim.

Bisa jadi belum mempunyai kesempatan untuk keliling ke berbagai tempat, hingga ke berbagai Negara, namun sungguh-sungguh menjalani hidup sesuai dengan syariat, tetap menuntut ilmu, serta istiqamah dalam dakwah adalah sebuah pilihan dan bisa diusahakan. Menjadi orang yang bermanfaat untuk masyarakat dimana  kita tinggal, berkontribusi dalam perubahan menuju ketaatan kepada Allah bisa dilakukan dimana saja kita berada.

Dan jika memang tidak berkesempatan melanglang buana, cukup menyiapkan bekal di akhirat sebanyaknya, semoga kelak diijinkan masuk surga. Di surga apapun bisa kita minta. Dan surga hanya untuk orang yang beriman dan beramal saleh, untuk orang-orang yang bertakwa, jadi berusahalah untk menjadi orang yang beriman, beramal saleh dan bertakwa. Melaksanakan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Karena Islam kaffah tidak mungkin terwujud dalam system secular kapitalistik seperti saat ini. Maka perjuangan untuk mengajak diterapkan Islam secara menyeluruh harus terus dilakukan, hingga kiamat nanti. Apapun rintangannya, jangan menghentikan langkah perjuangan.

Saturday 16 September 2017

HTI Selalu Berusaha Memperbaiki Bukan Merusak Negeri

#TolakPerppu No 2 Tahun 2017



Tiba-tiba ada pengumuman pembubaran HTI, dengan alasan HTI tidak berkontribusi dan malah membahayakan NKRI. Katanya akan diambil langkah hukum sesuai UU yang berlaku. Namun lagi-lagi memberi alasan karena kondisi genting dan darurat dikeluarkanlah PERPPU dan HTI menjadi ormas pertama yang dibubarkan berdasarkan PERPPU.

Di Mahkamah Konstitusi Mendagri memutar rekaman agenda HTI yang berlangsung tahun 2013, bukti bahwa HTI membahayakan negeri ini, bukti bahwa karena HTI Indonesia mengalami kondisi darurat dan genting. Padahal 4 tahun berlalu kegentingan karena agenda tahun 2013 yang dilaksanakan HTI  ternyata tidak terbukti. Entahlah, apa definisi genting dan darurat menurut penguasa saat ini, mungkin yang genting adalah posisi kekuasaan mereka yang semakin hari semakin terancam karena kebijakan yang bertentangan dengan janji-janji saat kampanye. Mungkin kedok mereka yang berkuasa demi kepentingan para pemilik modal semakin terkuak.

Langkah panik untuk mempertahankan kekuasaan dan mengkambinghitamkan HTI semakin menjadi, terakhir media yang terbeli berusaha mengaitkan HTI dengan kasus pelaku penghinaan terhadap Ibu Negara, bendera tauhid dicap sebagai bendera HTI. Sekali lagi jurnalis yang terbeli semakin memperlihatkan kebodohannya. Seolah bebal dengan penjelasn yang berulang, bendera tauhid putih dan hitam bukanlah bendera HTI, itu adalah panji Rasulullah, bendera persatuan umat Islam. Namun langkah jahat ini juga terdeteksi. Dilihat dari rekam jejak pelaku penghina Ibu Negara di media social, sangat jauh dari kriteria pengemban dakwah pejuang syariah dan khilafah. Jadi upaya untuk mengaitkan HTI dengan perilaku ujaran kebencian gagal total.

Tidak berhenti sampai di sini, menuduh HTI hendak makar dan anti pancasila dengan dalih HTI menyampaikan kewajiban khilafah terus diopinikan. Seolah muslim yang memperjuangkan tegaknya khilafah layak dicap sebagai pengkhianat, tindakannya terkategori jahat dan kriminal. Sungguh tuduhan yang sangat kejam. Khilafah adalah ajaran Islam, wajib disampaikan terlepas dari apapun tanggapan rakyat di negeri ini. Khilafah adalah system warisan Rasulullah saw dan para khulafaurrasyidin. Khilafah menjadi alternative jalan untuk memperbaiki negeri ini yang semakin terlilit hutang, ketergantungan pada asing semakin tinggi, dan kerusakan semakin menggila.

Dan salah satu hal yang sangat memprihatinkan adalah kasus KLB Narkotika di Kendari. Narkotika terus menyasar semua usia. Jenisnya semakin beragam dan mengerikan. Nasib generasi dipertaruhkan dengan ketidaktegasan sanki pengguna dan pengedar narkoba.


Jauh-jauh hari HTI sudah sering melakukan kegiatan pembinaan remaja, salah satunya adalah membentengi remaja dari pengaruh dan jebakan narkoba. Dalam setiap pembinaannya HTI selalu mengingatkan agar remaja memanfaatkan masa mudanya untuk mengukir prestasi, terus belajar dan berkontribusi untuk memperbaiki negeri. Tidak pernah sama sekali membina remaja untuk menjadi teroris, menjadi pelajar urakan yang hobi tawuran, menjadi pelajar pemalas yang hobi membangkang. Tidak pernah memotivasi untuk melakukan bom bunuh diri, mengangkat senjata untuk kudeta, membina generasi menjadi koruptor, menjadi penjahat dan kejahatan-kejahatan lainnya. Pembinaan HTI selalu mengingatkan semua umat Islam agar mengingat tujuan penciptaan manusia, hanya untuk beribadah kepada Allah SWT.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, HTI selalu mengingatkan bahaya investasi asing, bahasa privatisasai, bahaya penguasaan SDA oleh asing, bahaya hutang berbasis riba, bahaya liberalisme, bahaya disintregasi bangsa. Tidak pernah menyerukan makar, menghapus Insonesia dari peta dunia.

Maka kebijakan penguasa membubarkan HTI dengan tuduhan sepihak, karena HTI tidak pernah diminta konfirmasi, adalah kebijakan dzalim. Keluarnya PERPPU No 2 tahun 2017 adalah kebijakan yang melanggar konstitusi, memberangus aktivitas ormas yang kritis dengan kebijakan pemerintah, membuktikan pemerintah antikritik. Tidak hanya HTI yang akan seenaknya sendiri dibubarkan, bisa dipastikan setiap ormas yang berseberangan dengan penguasa akan menjadi calon kuat masuk daftar tunggu pembubaran. PERPPU Ormas akan memberangus kebebasan berserikat dan berkumpul. Oleh karena itu, PERPPU ini tidak layak disahkan oleh DPR, seharusnya MK membatalkan PERPPU ini. PERPPU No 2 tahun 2017 wajib ditolak.

HTI memang sudah dibubarkan, namun upaya untuk menyuarakan kebenaran akan terus dilakukan. Karena sampai kapan pun, dakwah amar makruf nahi munkar tetap wajib dijalankan.

Wednesday 13 September 2017

Pendatang Baru, Tak Perlu Malu Berguru


 Naik bis di terminal awal keberangkatan, masih kosong. Memilih duduk di kursi penumpang paling depan, belakang Pak Sopir. Niat memperhatikan rute jalan yang dilalui. Bis mulai meninggalkan terminal. Sopir mengarahkan kernet bis, kernet baru pertama kali ikut bis. Diberi arahan seputar tugas dan aturan main sebagai kernet. Secara garis besar berpesan kepada kernet untuk bertanya jika tidak tahu dan jangan malu-malu teriak keras.

Beberapa tugas kernet yang langsung diinstruksikan Sopir kepada kernet baru :

Keluar terminal : teriak-teriak menyebutkan tujuan bis menawarkan ke setiap orang yang diduga akan naik bis.
Sopir : “ Nek ngomong sing banter, ojo isin. Kediri…Kediri..Surabaya…Surabaya… ! Sing banter!

Menyeberang : membantu sopir mengamankan jalan ketika bis menyeberang, melambaikan tangan agar kendaraan di belakang memperlambat kecepatan.
Sopir : “ Ayo tangane awe-awe, golekne dalan!”

Ada calon penumpang : membantu membawakan barang, membantu mengamankan penumpang menuju pintu bis, terutama ketika jalan rame.
Sopir : “ Ojo meneng ae, barange digawakne!”
Si kernet membantu membawakan barang penumpang, dibawakan ke bis
Sopir : “ Lho..lho…penumpang e ojo ditinggal, diewangi mlebu bis!”
Kernetnya kembali mendekati penumpang dan mempersilakan masuk.

Me : Mung mesam-mesem, nyawang Sopir cerewet dan kernet yang masih lugu.

Kondektur memberi beberapa lembar uang 2 ribuan.
Kondektur : “ Iki ngko diwehne wong-wong ning tower, catet nomor HP ne sing jogo tower. Iki ndang dicatet! ”
HP nya smartphone. He..he..baru kali ini lihat kernet or sopir pake smartphone. Biasanya pake HP biasa yang batrenya tahan banting. Buat telepon n sms teruuuus sepanjang perjalanan. Nyari info.

Me : bingung, apa maksudnya. Setelah melewati tower pertama baru paham. Tower itu istilah pos-pos tidak resmi yang dijaga seseorang, tugasnya memberi informasi bis yang sebelumnya sudah lewat dan memberi informasi bis setelahnya via sms. Sudah sampai mana bis-bis tersebut.

Menuju  tower kedua
Sopir : “ Duite ndang disiapne, ngarep ana tower. Wis ana sms rung bis ngarep ko ndi ?”
Kernet : “ Dereng”( Mengeluarkan HP nya), “ Ooo nggih pun sms, Bis A nyampe sini”

Sampe tower kedua
Kondektur : “Duite endi? Uncalno ae!”
Kernet mengeluarkan lembaran uang yang terlipat dua dan melemparnya, uang melayang.
Sopir : “ Duite diuntel-untel ben gak ngleyang”.

Sopir ngobrol ringan dengan kernet baru, kenetnya baru lulus SMA belum pengalaman dan sebelumnya juga belum pernah jadi kernet. Salut juga, sudah punya keberanian meski sepertinya belum hafal nama-nama tempat yang umum dijadikan tempat turun penumpang.

Kernet : “ Mangke setelah ini, ini nggih?”
Sopir : “ Ora bar iku, iku” . Menyebutkan dan membenarkan urutan tempat yang akan dilalui.

Sudah mulai keluar kota
Menurunkan penumpang : penumpang menyampaikan kepada kernet tujuan turunnya, kernet mengulang dengan keras agar sopir mendengar.
Sopir : “ Nek ana sing mudhun takoni mudhun endi, trus bengok sing banter aku ben ngerti”

Kernet : “ Pasar…pasar!”
Sopir : “Lha yo ngono, sing banter”.
Akhirnya ada pujian dari sopir.

Pendatang baru yang belum menguasai medan, bekerja dalam sebuah tim. Langsung terjun ke lapangan dengan mengikuti arahan-arahan atasan ( sopir dan kondektur) yang  telah berpengalaman dan jelas paham dengan medan yang akan dilalui. Bertanya ketika memang tidak tahu, mencari informasi. Taat dengan arahan-arahan, meski terkadang mendapat omelan. Untuk yang mengarahkan, tidak bosan mengingatkan. Demi kebaikan tim.


Pare, 13 September 2017


Saturday 9 September 2017

Senyummu Menenangkanku

Habis gosok gigi di pinggir kali
Harusnya semua senyum sambil menunjukkan gigi

Di jalan depan rumah, bunyi mobil mengerem mendadak, diikuti bentakan orang di dalam mobil. Membentak pejalan kaki yang sepertinya memang kurang waspada. Ikut kaget juga, terutama dengan bentakan orang yang di dalam mobil, bukan membuat suasana tenang, malah membuat yang hampir tertabrak jadi salting.

Sepertinya bukan hanya sekali ini menemui orang yang hampir tabrakan berakhir dengan bentakan, makian atau sekadar pelototan mata.

Dan pernah juga hampir tertabrak atau menabrak. Jelas selalu kaget, jantung berdegup kencang. Tambah  keder lagi jika disertai dengan pelototan mata atau malah menyalahkan, apalagi kalo sebenarnya dalam posisi tidak salah, eee dibentak-bentak. Rasanya itu lho, bikin nyali ciut saja. Namun pernah juga hampir tabrakan tapi yang mau menabrak tersenyum dan bilang  : “ Ngapunten, maaf” . Alhamdulillah, minimal membuat hati tenang meski ndhredheg  puool. Dan itu pula yang terkadang saya lakukan ketika hampir tabrakan, terlepas siapa yang salah berusaha untuk mendahulukan senyum, jika kesalahan memang fatal biasanya hanya mengingatkan jangan membahayakan pengendara lain.

Begitulah, senyuman di saat keadaan tegang terkadang menjadi obat lara. Menenangkan jiwa. Adem, nyess. Tentu senyuman yang tulus, bukan senyuman atau malah tertawa tanpa makna, cuma pemanis saja, hambar.
Jangan sepelekan senyuman.

Engkau jangan menyepelekan  kebaikan sedikit pun, meski hanya sekadar bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.  (HR. Muslim).

Setiap  kebaikan  adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan jika engkau menemui saudaramu dengan wajah berseri, dan  jika engkau menuangkan air dari bejana milikmu pada bejana milik saudaramu. (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi, ia berkata, “Hasan shahih”)

Senyummu di hadapan sahabatmu adalah shadaqah.  (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dalam Shahih-nya)

Tuesday 5 September 2017

PR Menulis



Keterangan gambar (yang tidak ada hubungannya dengan tulisan) : Sari kedelai pemberian siswa. Bukan pertama kali diberi siswa, ada yang memberi sebuah jeruk, segenggam biscuit , sekotak nasi dsb. Padahal terkadang ngomel-ngomel sambil marah, saking juteknya dengan kelakuan mereka. Meski diceramahi dan sesekali dimarahi dengan polosnya maju ke meja guru : “ Bu, niki biscuit” , “Bu, saya kasih sari dele mau?”

Dahulu ketika SMA, salah seorang guru sejarah seringkali memberi tugas menyalin materi di buku, menulis tangan, sekali memberi tugas langsung berlembar-lembar, capek. Tapi secara pribadi lebih suka nulis saja, daripada mendengarkan cerita panjang lebar tentang sejarah. Bisa-bisa tidur pulas, membosankan. Lebih nikmat membaca sendiri. Setidaknya dengan menulis/menyalin otomatis didahului dengan membaca. 

Dan sekarang pun juga menerapkan cara yang sama untuk murid di sekolah, lebih sering memberi tugas menulis. Bukan karena malas menjelaskan, namun tipikal siswa yang masih perlu dilatih daya konsentrasi untuk mencerna materi yang dijelaskan. Sudah menerangkan ngalor ngidul ngetan ngulon,nggedabrus, jebulane sing diterangke gak ngerti babar pisan. Dan sesekali memberi PR menulis. 

Menerangkan secara singkat, meminta siswa menandai materi-materi penting yang harus dicatat. Memberi kesempatan siswa mencatat, baru memberi penjelasan tambahan. Lumayan, lebih bisa connect daripada tanpa pendahuluan menulis.

Menulis, apalagi dalam rangka meringkas materi, bisa menyelam sambil minum air. Menulis sekaligus membaca. Dan terkadang menulis tangan adalah cara yang ampuh untuk mengingat apa yang telah dibaca, rasanya berbeda dengan mengetik. Jadi jangan menganggap remeh aktivitas menulis (tangan). 
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (TQS Al Kahfi 109).

Mari terus menulis (tangan) dan membuat tulisan.