Monday 22 August 2016

Informasi Kursus Bahasa di Pare

Ada ratusan tempat kursus di Pare, sebagian besar kursus Bahasa Inggris,  karena itulah Pare dikenal sebagai Kampung Inggris. Ada dua jenis program kursus, regular dan holiday. Progaram regular di sebagian besar kursusan dimulai tanggal 10 dan 25 tiap bulannya. Tapi ini tidak berlaku untuk BEC, BEC hanya membuka pendaftaran 4 kali dalam satu tahun. Sedangkan program regular waktunya bisa menyesuaikan permintaan, hanya dibuka saat liburan semester sekolah maupun kuliah. Jenis program kursusan juga bermacam-macam, bisa diprioritaskan sesuai kebutuhan.

Untuk tempat kos bisa dipilih, kos tanpa program tambahan atau camp yang biasanya disertai dengan program tambahan, baik program mandiri camp atau program camp yang berhubungan dengan tempat kursus.

Fasilitas di Pare juga sudah lumayan lengkap, untuk seputar Pare bisa dijangkau dengan sepeda, sepeda bisa dibeli atau sewa perbulan.
Beberapa informasi tempat kursus bisa dicari di sini :
1. BEC
2. Mr. Bob
5. ELFAST
10. HAKIM LC
12. PEACE
Website tersebut bisa jadi tidak aktif update informasi.
Sementara ini dulu, kapan-kapan update lagi. 

Yang perlu info lanjut atau bantuan lain silakan kirim no HP via email : nurulshofwah@gmail.com. Insya Allah bisa nanya-nanya lanjut via sms ( untuk yang benar-benar butuh info, tidak melayani yang sekedar iseng apalagi minta pulsa )


Wednesday 10 August 2016

Peran Keluarga Mewujudkan Tujuan Pendidikan



Tak bisa dipungkiri keluarga adalah tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan.  Dari keluarga anak mendapatkan bekal untuk menjalani kehidupan di lingkungan yang lebih luas. Apa yang didapatkan anak dalam keluarga akan berpengaruh pada sikap anak. Maka setianp anggota keluarga harus  mengoptimalkan peran masing-masing agar selanjutnya anak siap menerima pendidikan formal. 

Ketika anak mulai menempuh pendidikan formal di sekolah, peran keluarga tetap diperlukan. Keluarga tidak boleh hanya bergantung pada sekolah atau bahkan lepas tangan dan pasrah sepenuhnya pada sekolah. Diperlukan sinergi yang baik antara keluarga dan sekolah agar tujuan pendidikan untuk mencetak generasi cerdas IPTEK , bertakwa kepada Tuhan dan siap terjun dalam kancah kehidupan bisa terwujud. Memang peran keluarga dalam menguatkan pendidikan tidak selalu sama dalam setiap jenjang pendidikan. Yang tetap sama apapun jenjang pendidikannya adalah  keteladanan dan pendampingan. 

Namun seiring dengan berjalannya waktu, dengan berbagai macam kesibukan, keluarga seolah tidak lagi bisa bersinergi dengan sekolah. Meskipun sekolah, masih saja ada anak yang bermasalah. Terlibat gaul bebas, tindakan kriminal, tawuran dan lain-lain. Maka kerja sama keluarga dan sekolah untuk menyukseskan tujuan pendidikan mutlak diperlukan.

Peran Keluarga di TK dan Sekolah Dasar
TK dan Sekolah Dasar ( SD ) adalah pendidikan formal pertama bagi anak. Di TK anak sudah mulai belajar hidup bersosialisasi. Dalam jenjang ini wali siswa harus telaten memantau perkembangan anak. Terutama terkait dengan kemandirian. Lebih sering bertanya kepada guru agar tidak terlewat permasalahan yang dihadapi anak, sekecil apapun masalahnya. Kontrol aktivitas anak di sekolah dilakukan setiap hari, dengan bertanya langsung kepada anak apa saja yang telah dipelajari di sekolah dengan bahasa santai atau melalui buku penghubung siswa yang mencatat kegiatan siswa selama di sekolah.

Hampir sama dengan di TK, di SD perkembangan hasil pendidikan anak di sekolah juga perlu diperhatikan secara harian. Namun anak usia SD lebih kritis, bisa membandingkan apa yang diajarkan guru di sekolah dengan fakta yang mereka temui dalam keluarga. Anak akan cenderung menuntut agar keluarga juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan di sekolah. Pembiasaan kebaikan di sekolah juga dicontohkan dalam kehidupan di rumah. Ketika di sekolah anak dibiasakan disiplin, mengerjakan segala sesuatu dengan memperhatikan target, menjaga akhlak mulia, dan lain sebagainya, kebaikan-kebaikan ini seharusnya juga menjadi hal yang biasa juga ditemui dan dilakukan di rumah. Sehingga anak bisa melaksanakan hal-hal baik secara berkelanjutan, di manapun berada. Komunikasi intensif antara wali siswa dengan guru kelas juga diperlukan secara berkala. Berbagai informasi tentang perkembangan sikap dan ilmu anak bisa didapatkan dari guru kelas, baik melalui buku komunikasi maupun dengan berkunjung secara berkala ke sekolah. 

Menjadi Sahabat Anak SMP
Berbeda lagi dengan peran yang bisa dilakukan keluarga dalam jenjang SMP dimana anak  berada dalam masa puber. Anak lebih ekspresif, mencari jati diri dan merasa sudah dewasa sehingga tak mau urusannya dicampuri. Di jenjang ini teman pergaulan akan sangat berpengaruh pada perilaku anak. Membuat geng, mudah tersulut emosinya, mencari perhatian dengan berbagai cara, mudah meniru menjadi hal biasa pada anak usia SMP. Maka peran keluarga pada jenjang ini adalah sebagai sahabat.
Sahabat adalah orang yang enak diajak mengobrol, sabar mendengar ketika ada masalah dan tidak mudah menghakimi. Keluarga harus mengambil posisi ini agar anak nyaman. Tidak merasa dikekang atau tak diperhatikan. Pada masa pendidikan ini, pengarahan bakat anak mulai dilakukan. Anak sudah mulai bisa bertanggung jawab dengan pilihan aktivitas mereka. Hal ini bisa dilakukan dengan mendorong anak untuk aktif dalam ekstrakurikuler yang mereka senangi. Dengan demikian pendidikan di jenjang SMP ini bisa dilalui dengan serius namun menyenangkan.

Gaul Mendampingi Anak SMA
Semakin tinggi jenjang pendidikan anak maka semakin berbeda pula fakta masa remaja orang tua dengan anak, maka agak kurang bijak jika menyamakan keduanya. Tak bisa dipungkiri dengan semakin majunya teknologi kehidupan pun semakin modern. Ketika anak sudah masuk SMA, orang tua tidak boleh ketinggalan jaman, agar orang tua bisa mengimbangi ilmu dan pengetahuan anaknya. 
Mengetahui apa saja yang menjadi kesulitan anak, membantu memberi solusi kekinian, memahami permasalahan remaja, memberikan kepercayaan selama anak melakukan kebaikan. Dengan ini, anak akan lebih bisa menikmati pendidikan masa SMA dan mulai berpikir dewasa untuk terus melanjutkan kehidupan.

Demikianlah, peran keluarga untuk menguatkan pendidikan dan meraih tujuan pendidikan sangatlah diperlukan. Sinergi keluarga dan sekolah sebagai unsur utama pendidikan akan bisa membantu mencetak generasi mulia dan berprestasi yang siap mengharumkan nama bangsa, siap meneruskan tampuk kepemimpinan menuju negara hebat. 

Saturday 6 August 2016

Menutup dan Mengakhiri Lokalisasi



Ngobrol dengan seorang ibu tentang tuntutan penutupan lokalisasi di Kediri, ibu ini  biasa ngobrol dengan purel. Purel, sebenarnya tugas utamanya pelayan di kafe, tapi banyak tugas plus nya. Ngeri juga dengar cerita dari ibu tersebut. Sudah bukan rahasia lagi, purel-purel tersebut juga melayani keinginan para lelaki hidung belang. Ironinya lagi, purel yang diajak ngobrol si ibu hampir semuanya tidak malu jadi purel, malah sering ngajak remaja-remaja cantik untuk mengikuti jejaknya. Dengan enteng bilang : “ Kerja dalam hitunga jam uang ratusan ribu hingga jutaan sudah ada dalam genggaman”. Bahkan ada yang sudah dinikahi (meski kadang secara siri), masih saja ada yang rela kembali, lagi-lagi alasannya menurut saya kurang ajar banget. Katanya ingin main, kangen minum, kangen dugem. Jika benar mayoritas purel seperti ini, bisa jadi alasan ekonomi hanya kambing hitam saja. Lebih banyak yang termotivasi menuruti hawa nafsu. Nafsu mencari materi dengan mudah namun tidak halal, nafsu menikmati dunia. Maka tak heran, ada yang memilih menjadi pelacur dan beroperasi di lokalisasi, tempat legal

Kembali pada masalah penutupan lokalisasi, lokalisasi di negeri ini adalah tempat legal menjajakan diri, tempat legal berzina. Tak ada ceritanya penggrebekan pasangan zina di lokalisasi. Yang ada adalah razia di hotel, tempat kos, kawasan wisata, tempat umum. Karena bukan tempatnya, karena mengganggu kepentingan umum. Jika zina dilakukan di tempat pribadi ataupun di tempat “ yang telah disediakan” tidak dianggap sebagai pelanggaran, tidak bisa langsung dipidanakan. Pelacur dan pelanggannya hanya divonis mengidap penyakit sosial, paling banter sanksinya sebatas sanksi sosial. Tidak ada standar halal haram. Yang  rai gedhek, muka tembok, muka badak, muka beton pasti akan cuek, tidak peduli. Jadi sanksi sosial tidak akan pernah menjadi solusi. 

Harus ada penyelesaian sistemik, karena pemicunya juga sistemik. Setidaknya dua masalah besar yang harus menjadi perhatian, system ekonomi dan dan system social kemasyarakatan.  Pemicu ekonomi muncul karena kebijakan ekonomi yang berbasis kapitalis neolib. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Pengelolaan SDA diserahkan kepada swasta dan asing, Negara lepas tangan. Perekonomian difokuskan pada sector non riil, sector riil yang lansung bersentuhan dengan masyarakat dianaktirikan. Penerimaan Negara bertumpu pada pajak, semua rakyat kena palak. Atas nama investasi, asing menguras kekayaan. Atas nama pinjaman luar negeri asing mengobok-obok kebijakan. Atas nama kemandirian, subsidi dicabut, pelayanan kebutuhan pokok dibisniskan. Hubungan penguasa dengan rakyat tidak mengedepankan pelayanan tapi sebatas meraih keuntungan sebesarnya bagi penguasa sebagai pemilik kebijakan. Simbiosis mutualisme hanya berlaku bagi penguasa dan pemilik modal yang mempengaruhi kebijakan. Rakyat kecil hanya dianggap sebagai parasit yang yang membebani Negara, menggerogoti anggaran belanja Negara. Dan akhirnya rakyat dituntut untuk mandiri, rakyat harus menguras tenaga, memutar akal, memeras keringat, membanting tulang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya halal haram pun tak pernah jadi pertimbangan. Solusinya, tinggalkan system ekonomi kepitalis yang saat ini mencengkeram negeri ini. Terapkan system perekonomian Islam yang jelas berasal dari Allah SWT dan menempatkan manusia sesuai dengan fitrahnya. Tidak mengumbar manusia untuk memuaskan keinginannya. Mengajak manusia produktif dalam kehidupan, memenuhi kebutuhan, mengejar kebahagiaan dunia tanpa mengabaikan masa depan hakiki di akhirat. 

Kedua, masalah social kemasyarakatan yang dipicu oleh rusaknya akidah umat. Tak bisa dipungkiri, Indonesia adalah Negara muslim terbesar di dunia, maka pelacur dan pelanggannya pun juga bisa jadi mayoritas muslim. Namun sayangnya umat ini seolah sudah terbiasa dengan masalah social ini. Pergaulan bebas semakin marak, perzinaan sudah bukan hal yang tabu, sah-sah saja mencari mangsa di lokalisasi. Konsep pergaulan yang benar, relasi pria dan wanita yang syar’I sangat jauh dari pemikiran umat. Akidah sekuler, memisahkan agama dari kehidupan tertancap kuat dalam benak umat. Syariat Allah diabaikan, Rasulullah diingat sebatas salawatan namun tidak dijadikan teladan dalam seluruh aspek kehidupan. Jadi tak heran jika masih banyak pelaku zina penyuka STMJ, salat terus maksiat jalan. Di bulan Ramadan mereka menghentikan kegiatan di luar Ramadan aksi semakin digencarkan. 

Solusinya satu, terapkan system Islam dalam naungan khilafah. Umat Islam seharusnya hidup dalam system Islam bukan system kufur kapitalisme. Sebagai individu, berlomba dalam kebaikan, mengajak umat bersama menerapkan syariat. Bersama jamaah dakwah melakukan aktivitas politik dan edukasi pemikiran menyadarkan umat, mengingatkan penguasa agar mengatur urusan umat dengan syariat. Menuju tegaknya memang bukan proses yang mudah, namun langkah yang mutlak diperlukan. Wajib dilakukan penyadaran umat, bahwa umat harus mengambil Islam sebagai ideologi. Penyadaran oleh individu juga oleh jamaah dakwah sebagai institusi pemikiran. Menyadarkan umat ko bahwa Negara seharusnya menjadi institusi penerap hukum Allah SWT. 

Negara ini membutuhkan perubahan mendasar, dari tidak menerapkan hukum Islam  menjadi Negara yang menerapakan Islam, yang akan menjadi rahmat untuk seluruh alam. Islam hanya bisa diterapkan secara sempurna jika sistemnya khilafah. Bukan yang lain. Maka teruslah mengenal system khilafah, teruslah menyampaikan khilafah, hingga saat Allah mengijinkan khilafah tegak umat ridlo menerima. 

Monday 1 August 2016

BAGAIMANA MEMBANGKITKAN UMAT ISLAM SAAT INI

Diambil dari buku Hadis Shiyam :

Kebangkitan adalah meningkatnya taraf pemikiran. Sedangkan –makna klebangkitan yang diartikan sebagai- meningkatkan taraf perekonomian tidak termasuk kebangkitan. Alasannya, Kuwait, yang perekonoimiannya maju dan berkembang sebagaimana halnya negara-negara Eropa, seperti Swedia, Belanda, Belgia, akan tetapi negara-negara Swedia, Belanda dan Belgia mampu bangkit, sementara Kuwait tidak mampu bangkit. Begitu pula meningkatnya perilaku akhlak tidak dapat digolongkan bangkit. Alasannya, kota Madinah saja yang saat ini termasuk kota-kota di dunia yang perilaku akhlaknya tinggi, akan tetapi tidak bangkit. Alasan lainnya, kota Paris yang terkenal perilaku akhlaknya yang rendah, akan tetapi mampu bangkit. Oleh karena itu kebangkitan itu adalah meningkatnya taraf pemikiran.
  Kebangkitan itu bisa benar (shahih), bisa juga keliru. Amerika, Eropa, dan Rusia –misalnya- adalah negara-negara yang mengalami kebangkitan, tetapi kebangkitannya tidak benar. Karena kebangkitannya tidak didasari oleh asas yang bersifat ruhiy. Kebangkitan yang benar (shahih) adalah meningkatnya taraf berpikir yang didasarkan pada asas ruhiy. Jika kebangkitan itu tidak didasarkan pada asas ruhiy, memang mampu bangkit, tetapi kebangkitannya tidak termasuk kebangkitan yang benar. Dan kebangkitan apapun macamnya, tetap tidak dapat disebut kebangkitan yang benar selama tidak didasarkan pada asas pemikiran Islam. Jadi, kebangkitan yang shahih itu hanya kebangkitan Islam. Karena hanya Islam sajalah yang berdasarkan asas ruhiy.
Metode untuk mencapai kebangkitan itu adalah dengan menegakkan pemerintahan yang di dasarkan pada pemikiran. Bukan didasarkan pada peraturan, perundangan ataupun hukum. Penegakkan negara yang berdasarkan pada perundangan dan hukum, tidak mungkin mencapai kebangkitan. Malah sebaliknya, jika itu yang terjadi sangat membahayakan kebangkitan itu sendiri. Jadi, tidak mungkin kebangkitan itu diraih melainkan dengan menegakkan pemerintahan dan kekuasaan atas dasar pemikiran.
Dari pemikiran inilah muncul pemecahan-pemecahan praktis untuk menanggulangi segala persoalan kehidupan. Dengan kata lain, dari pemikiran tersebut keluar segala bentuk peraturan, perundangan dan hukum. Eropa tatkala mengalami kebangkitan, kebangkitannya didasarkan pada suatu pemikiran. Yaitu pemisahan urusan agama dengan negara (sekularisme), dan kebebasan. Begitu pula Amerika, tatkala mengalami kebangkitan, kebangkitannya di dasarkan pada suatu pemikiran, yaitu sekularisme dan kebebasan. Rusia, tatkala mengalami kebangkitan, kebangkitannya didasarkan pada suatu pemikiran, yaitu materi dan perubahan/evolusi materi. Yakni perubahan sesuatu dengan sendirinya dari suatu keadaan, ke keadaan lain yang lebih baik. Rusia menegakkan pemerintahannya pada tahun 1917 M yang di dasarkan pada pemikiran semacam ini. Jadilah Rusia bangkit. Negeri Arab tatkala mengalami kebangkitan, kebangkitannya didasarkan pada pemikiran Islam. Hal ini tampak tatkala diutusnya Rasulullah saw dengan membawa risalah dari Allah. Di atas landasan ini ditegakkan pemerintahan dan kekuasaan. negeri Arabpun bangkit tatkala mereka meyakini dan berpegang teguh pada pemikiran Islam, dan di atasnya di bangun pemerintahan dan kekuasaan.
Semua ini merupakan argumen yang pasti, bahwa metode untuk mencapai kebangkitan adalah dengan menegakkan pemerintahan di atas suatu pemikiran. Bukti lain yang menunjukkan bahwa menegakkan pemerintahan di atas dasar peraturan, perundangan dan hukum tidak mampu mencapai kebangkitan, adalah apa yang dilakukan Mustafa Kamal di Turki. Ia menegakkan pemerintahan di atas dasar peraturan dan perundangan-undangan untuk meraih kebangkitan. Seraya mengambil peraturan-peraturan dan perundang-undangan Barat. Kemudian di atasnya dibangun pemerintahan. Ia menjalankannya sekuat tenaga secara praktis, melalui tangan besi. Meskipun demikian, tetap saja tidak mampu meraih kebangkitan. Turiki tetap tidak mampu bangkit, malah mengalami kemunduran. Jadilah Turki salah satu negeri yang mundur Padahal Lenin yang muncul hampir bersamaan dengan Mustafa Kamal. Namun, Lenin mampu membangkitkan Rusia menjadi negara yang kuat. Bahkan sekarang ini tergolong negara yang terkuat. Sebabnya tiada lain, karena Lenin mendirikan pemerintahan di atas landasan suatu pemikiran, yaitu pemikiran Komunisme. Dari pemikiran ini muncul pemecahan-pemecahan terhadap problematika kehidupan sehari-hari, berupa peraturan dan perundang-undangan yang dijadikan solusi terhadap segala bentuk problematika –dalam bentuk hukum yang bersandar pada pemikiran tersebut-. Dengan kata lain, dari pemikiran ini dibangunlah pemerintahan. Oleh karena itu mampu meraih kebangkitan. Pada tahun 1917 M, Lenin membangun pemerintahan Rusia di atas landasan suatu pemikiran. Rusiapun bangkit. Sementara pada tahun 1924 M, Mustafa Kamal membangun pemerintahan di atas landasan peraturan dan perundang-undangan untuk membangkitkan Turki, akan tetapi tidak mampu. Malah Turki menjadi terbelakang, disebabkan pemerintahan dibangun di atas landasan peraturan dan perundang-undangan. Ini adalah faktor yang tidak berhasil membangkitkan Turki, bahkan membahayakan.
Contoh lainnya adalah apa yang dilakukan oleh Gamal Abdunnaser di Mesir. Sejak tahun 1952 M pemerintahannya dibangun di atas landasan peraturan dan perundang-undangan. Pertama-tama sistem pemerintahan dirubah menjadi sistem pemerintahan Republik, menggantikan sistem kerajaan. Kemudian dilakukan land reform dengan membag-bagikan lahan pertanian. Setelah itu berpaling pada peraturan-peraturan Sosialis, sehingga negaranya disebut dengan negara Sosialis. Tetapi kebangkitan tidak pernah mampu diwujudkan. Malahan Mesir saat ini sudah termasuk negeri-negeri terbelakang dari sisi pemikiran, ekonomi dan politiknya, dibandingkan dengan sebelum tahun 1952 M. Yaitu sebelum terjadi kudeta militer. Begitu pula anggota-anggota parlemennya saat ini, dibandingkan dengan anggota-anggota parlemen (saat itu dinamakan Majlis Umat) sebelum tahun 1952 M kemampuan pemikiran dan politiknya sangat berbeda. Perubahan yang terjadi di Mesir, tetap tidak mampu membangkitkannya. Karena pemerintahannya dibangun di atas landasan peraturan dan perundang-undangan. Yang mampu membangkitkan hanyalah pemerintahan yang dibangun berlandaskan pada suatu pemikiran.
Walaupun demikian, bukan berarti bahwa menegakkan pemerintahan di atas dasar suatu pemikran, dilakukan dengan kudeta militer, mengambil alih pemerintahan dan dibangun di atas landasan suatu pemikiran. Hal ini tidak akan mampu membangkitkan, dan pemerintahan seperti itu tidak mungkin bertahan lama. Yang harus dilakukan adalah mendidik/memahamkan umat, atau mendidik/memahamkan kelompok terkuat di masyarakat dengan pemikiran yang ditujukan untuk membangkitkan umat. Mengadopsi pemikiran tersebut dalam kehidupan, dan arah perjalanan kehidupan di dasarkan pada pemikiran ini. Pada saat yang sama dibangun pemerintahan melalui umat, yang berdasarkan pada pemikiran tersebut. Jika ini dilakukan akan tercapailah kebangkitan yang pasti. Jadi, pada dasarnya kebangkitan itu bukan bertumpu pada mengambil alih pemerintahannya, tetapi menyatukan umat dengan suatu pemikiran. Menjadikan pemikiran tersebut sebagai arah kehidupannya. Kemudian menguasai pemerintahan dan dibangun di atas landasan pemikiran tersebut. Dengan demikian, pengambilalihan kekuasaan bukan tujuan. Dan hal ini tidak boleh dijadikan sebagai tujuan. Ia hanya layak dijadikan sebagai metode (thariqah) untuk mencapai kebangkitan. Selama pendiriannya di dasarkan pada suatu pemikiran, maka kebangkitan akan dapat diraih.
Contoh yang paling gamblang adalah apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. Tatkala Allah membangkitkannya dengan risalah Islam, beliau menyeru umat manusia kepada akidah Islam. Ini tidak lain berarti menyeru kepada suatu pemikiran. Dan tatkala penduduk kota Madinah dari kalangan kabilah Aus dan Khadzraj dapat disatukan dengan akidah Islam –yaitu dengan suatu pemikiran-, maka jadilah mereka memiliki arah yang menuntun kehidupan mereka. Kemudian pemerintahan Madinah pun diambil alih, dan didirikan di atas dasar akidah Islam. Demikianlah Rasulullah saw bersabda:
»اُمِرْتُ اَنْ اُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهُ فَاِذَا قَالُوْهاَ عَصَمُوْا مِنِّي دِماَءَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ اِلاَّ بِحَقِّهَا«
Aku diperintahkan untuk memerangi manusia, sampai mereka mengatakan ‘laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah’, Apabila mereka mengucapkannya, maka terpeliharalah darahnya, hartanya, kecuali –ditumpahkan dan diambil-dengan cara yang hak.

Hadits ini menyeru pada suatu pemikiran. Maka kebangkitanpun dapat diraih di kota Madinah, yang menjalar ke kawasan Arab, lalu melebar kepada bangsa-bangsa yang memeluk Islam. Yaitu meyakini pemikiran tersebut. Dan para penguasanya mengatur dan mengurus urusan rakyat dengan berpijak pada pemikiran tersebut.
Tidak diragukan lagi, umat Islam di seluruh pelosok negeri saat ini mengalami kemerosotan. Umat sudah berusaha bangkit sejak lebih dari 100 tahun lalu. Namun kebangkitan tidak juga kunjung berhasil hingga saat ini. Sebabnya adalah, pemerintahan yang ada berdiri di atas dasar peraturan dan perundang-undangan. Pemerintahan itu –baik berdiri di atas landasan peraturan dan perundang-undangan selain Islan (peraturan kufur) seperti yang terjadi pada kebanyakan negera Muslim saat ini, atau berdiri di atas landasan peraturan dan perundang-undangan Islam dan hukum-hukum syara’, seperti yang dilakukan di sedikit negeri Muslim seperti Yaman sebelum revolusi Salal- semuanya mengalami kemunduran. Tidak mampu bangkit. Karena memang pemerintahannya dibangun di atas peraturan, tidak dibangun di atas suatu pemikiran. Meskipun pemerintahan itu dibangun di atas landasan peraturan Islam maupun hukum-hukum syara’, tetap tidak akan mampu bangkit. Yang mampu membangkitkannya hanyalah jika pemerintahan itu dibangun di atas landasan pemikiran Islam, yaitu akidah Islam. Negara yang dibangun di atas landasan Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah, negara seperti itulah yang mampu bangkit. Jika suatu negara dibangun berlandaskan pada madzhab Abu Hanifah, atau bersandar pada buku karangan Thahthawi, atau berdasarkan pada hukum-hukum syara’, maka negara tersebut sama sekali tidak akan mampu bangkit. Karena sandaran-sandaran tersebut layaknya peraturan dan perundang-undangan, yang tidak mendatangkan kebangkitan sedikitpun. Jadi, negara harus berdiri di atas landasan Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Setelah itu barulah mengambil hukum-hukum syara’ dengan anggapan hal itu adalah perintah Allah. Lalu diterapkan. Itupun karena mengikuti perintah dan larangan Allah. Jadi, bukan karena adanya kelayakan, bermanfaat, atau ada maslahat, atau alasan-alasan lainnya. Semua itu harus dianggap sebagai sesuatu yang datang dan berasal dari wahyu Allah. Dan diambil dari makna Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Jika demikian halnya, maka kebangkitan dapat diraih.
Umat Islam saat ini, jika mereka menghendaki kebangkitan mau tidak mau harus menjadikan akidah Islam sebagai asas yang menjadi arahan kehidupan mereka. Di atasnya dibangun pemerintahan dan kekuasaan. Kemudian menyelesaikan seluruh problematika keseharian mereka dengan hukum-hukum yang terpancar dari akidah tadi. Yaitu dengan hukum-hukum syara’, sebagai bagian dari perintah dan larangan Allah. Bukan dengan anggapan lainnya. Jika ini yang dijalankan, maka kebangkitan pasti akan muncul. Bahkan kebangkitan yang shahih, bukan sekedar bangkit. Umat Islam pun mampu menggapai puncak kegemilangannya lagi, meraih kembali kepemimpinan internasional untuk yang kedua kalinya.
Demikianlah tata cara membangkitkan umat Islam saat ini dengan kebangkitan yang shahih. Wahai kaum muslimin, dari sinilah kita mulai.