Monday 2 December 2019

Kampung Inggris : Kerusakan di Depan Mata, Bagaimana Memperbaikinya?


Kembali nama Kampung Inggris tercoreng, Polres menangkap seorang mucikari dan pelacur online yang kesehariannya beroperasi di Pare, sedangkan kejadian tertangkapnya di Katang, masih di Kabupaten Kediri namun berjarak sekitar 20 km dari kota Pare. Artinya jangkauan operasional si pelacur sudah lumayan luas.  Beberapa hari kemudian muncul peristiwa lain, tawuran pendatang dengan warga kampung terjadi.

Penangkapan pelacur online memang tidak terlalu mengherankan, memang wajar jika di era digital kemaksiatan pun memanfaatkan teknologi. Jauh hari, sudah pernah mendengar cerita tentang pelacuran di Pare yang dilakukan oleh pendatang yang entah sengaja atau sekadar memanfaatkan waktu luang sambil kursus bahasa di Pare. Sudah pernah mendengar tentang tukang becak yang punya langganan anak kos, mengantarkan ke hotel dan tempat penginapan. Juga pernah mendengar seseorang yang memeriksakan diri ke dokter karena mengidap penyakit menular seksual, padahal mainnya sama cewek-cewek bersih dari Kampung Inggris. Sudah mendengar pula desas-desus beberapa tempat terutama kafe menjadi pilihan bertemunya para pelaku kemaksiatan baik berupa pelacuran atau transaksi narkoba. Memang tidak pernah secara langsung menjumpai, namun untuk kemaksiatan yang lain semisal zina, miras sudah pernah menjumpai akibatnya. Tiba-tiba ada yang hamil atau bahkan melahirkan padahal jelas belum menikah, pagi-pagi berpapasan dengan orang-orang sempoyangan bermata merah menerawang.

Sedangkan tawuran, juga bukan yang pertama terjadi, beberapa kali mendengar gesekan antar para pendatang, atau juga dengan warga sekitar. Memang bisa dibilang Pare tidak baik-baik saja.

Mengungkap hal seperti tidakkah akan semakin mencoreng nama Pare? Atau tidakkah berpikir pada sepinya banyak kursusan yang berimbas pada roda perekonomian? Bisa jadi iya, namun jika tidak diungkap bisa jadi ke depan akan semakin memprihatinkan.

Apa yang terjadi di Pare sebenarnya bukan hal yang mengherankan, wajar terjadi dalam sistem kehidupan masyarakat di negeri ini yang semakin bebas membiarkan kemaksiatan. Kerusakan yang menimpa Pare bisa terjadi di tempat lain. Namun bisa jadi cepatnya kerusakan akan menimpa Pare, mengingat Pare adalah tempat yang dikunjungi oleh orang dari seluruh penjuru nusantara bahkan beberapa dari luar negeri. Mereka datang ke Pare dengan latar belakang yang beragam. Ada yang sungguh-sungguh menuntut ilmu, sungguh-sungguh mencari rezeki ada pula yang bersungguh-sungguh bermaksiat di Pare. Namun satu kesamaan yang akan sangat membahayakan, sama-sama membawa pemikiran yang rusak. Pemikiran yang lahir dari sistem kufur, semisal kebebasan, gaya hidup hedonis, abai terhadap norma agama, individualistis, materialistis, dan secular. Yang inti dari semuanya itu adalah keengganan untuk terikat total pada aturan Allah SWT. Cinta dunia menjadi orientasi kehidupan. Sesuka hati menjalani kehidupan.

Apa yang harus dilakukan?
Setiap tempat yang kita tinggali maka akan menjadi tanggungjawab kita, bersama dengan yang lain mencegah kemungkinan keadaan yang semakin memburuk, memperbaiki apa yang sudah terlanjur buruk.semuanya harus peduli, tidak menjadikan kepentingan personal sebagai acuan, namun demi kebaikan bersama harus ada perubahan.

Mulai dari komitmen personal, baik warga asli, pendatang, pemilik kursusan dan semuanya, sadar bahwa hidup di dunia hanyalah sementara, ada akhirat yang menunggu, ada hari penghisaban. Sadar akan pentingnya menjadi individu yang bertaqwa, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya, taat syariat tanpa syarat, sepenuhnya tunduk pada aturanNya. Warga asli yang bertaqwa, pendatang yang saleh, pemilik kursusan yang bertaqwa akan memudahkan pencegahan kerusakan.
Para pengelola kursusan memperhatikan pergaulan anak kursusannya, para pemilik kos merasa bertanggungjawab atas semua anak kos yang tinggal, mengontrol benarkah semata tinggal atau dalam rangka menuntut ilmu, para penjual mengingatkan ketika ada yang melanggar aturan, warga bertanggungjawab atas tamu yang dating, pendatang meluruskan niat menuntut ilmu di Pare. Dan sebagainya, semua melakukan yang terbaik sesuai norma agama, dan semua saling menasehati dalam kebaikan, berusaha semaksimal mungkin mencegah kemungkaran. Menjalankan interaksi kehidupan semata dalam rangka ibadah kepada Allah, bukan semata relasi bisnis, bukan tegak prinsip semua senang asal ada uang.

Cukupkah pada komitmen personal? Tidak. Fakta sebuah tempat dihuni oleh masyarakat juga penting untuk diperhatikan. Masyarakat tidak sekadar sebagai kumpulan individu, namun masyarakat adalah sekumpulan individu yang berinteraksi dengan aturan, perasaan dan pemikiran yang sama. Jika saat ini ada kerusakan di Pare maka yang perlu dievaluasi adalah sikap individunya, aturan yang diterapkan, perasaan masyarakat  dan pemikirannya. Harus diakui, masyarakat Pare sudah bergeser menjadi individualis, aturannya pun tidak tegas, sangat longgar, bahkan banyak membiarkan kebebasan berperilaku. Sedangkan pemikirannya sangat beragam, yang tidak semuanya menjadikan syariat sebagai timbangan. Bahkan perilaku arogan, merasa benar sendiri, merasa sah menghentikan kebaikan yang yang tidak disukai sudah terjadi. Pembubaran kajian, ancaman kepada pemilik tempat agar tidak meminjamkan tempat untuk kajian keislaman sudah nyata terjadi. Lagi-lagi alasannya sangat absurd, merusak kebhinekaan, berpotensi menimbulkan kerusuhan, ditolak warga, disusupi ormas terlarang, membawa ajaran sesat dan alasan murahan lainnya, yang semuanya masih asumsi belaka, sama sekali tidak ada faktanya. Padahal nyata yang merusak Pare adalah gaya hidup rusak yang diadopsi dari Barat. Bukan yang berasal dari Islam. Dari sini semakin terang, rusaknya Pare adalah sebagai imbas dari perilaku orang-orang fasik, munafik atau bahkan orang-orang kafir yang tak peduli halal haram, materi yang dikejar tanpa peduli dampak negatifnya.

Maka tak cukup berhenti pada kesadaran personal dan kemauan masyarakat, aparat dan jajaran pimpinan daerah harus peduli, tidak boleh dzalim, harus adil, adil bermakna taat pada aturan Allah dan RasulNya, adil yang mengantarkan pada ketaqwaan.  Semua harus bergerak untuk melakukan perubahan.

Darimana memulai?
Kerusakan yang terjadi akibat diabaikannya hukum Allah tidak hanya terjadi saat ini saja, pada masa Rasulullah ada jaman jahiliyah, mereka mengetahui Allah sebagai AlKhaliq namun menyekutukanNya dan bahkan mencampakkan aturanNya. Namun pada akhirnya Rasulullah berhasil membalik jaman kegelapan tersebut menjadi jaman yang terang benderang, hanya dengan Islam. Bukan dengan demokrasi, bukan dengan kapitalisme, juga bukan dengan social-komunisme. Juga bukan dengan semangat gembar-gembor fanatisme nasionalisme dengan berbagai perangkatnya yang sering dikukuhkan sebagai harga mati.

Di tahapan pertama Rasulullah membina para sahabat dan orang-orang yang awal masuk Islam dengan akidah Islam, membekali dengan Alquran, mengajarkan hukum Islam. Menyiapkan mereka untuk menjadi manusia tangguh yang siap berinteraksi dengan masyarakat jahiliyah. Rasulullah berdakwah secara pemikiran, perang opini dan mengkritik kebiasaan dan aturan masyarakat Mekkah, sedikitpun tidak ada upaya mengorganisir para sahabat untuk melakukan perlawanan fisik, jika ada perlawanan fisik sifatnya personal saja. Maka saat ini sah-sah saja jika ada personal yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan serta keberanian untuk mengerahkan upaya fisik, namun harus diingat, personal mempunyai keterbatasan, juga harus dipertimbangkan dampak jangka panjangnya. Sedangkan sebuah jamaah dakwah tidak diperkenankan dakwah secara fisik, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saat berjamaah dengan para sahabat, berdakwah di Mekkah tanpa ada perintah berjamaah melakukan perlawanan fisik. Begitulah, selama fase Mekkah dimana umat islam belum mempunyai kekuatan sebuah Negara dakwah pemikiran dan politik saja yang dilakukan. Baru setelah fase Madinah aktivitas fisik semisal ekspedisi dan perang dilakukan.

Begitu pula saat ini yang bisa dilakukan, di saat umat Islam belum mempunyai Negara berdaulat yang diatur semata dengan hukum Islam maka sekaliber jamaah dakwah dengan anggota yang banyak pun tidak dibenarkan melakukan aktivitas fisik.

Dakwah pemikiran dan politik adalah sebuah proses menuju perubahan, dijalani dengan penuh kesabaran. Mengubah pemikiran masyarakat agar mau diatur dengan hukum Allah, mengubah perasaan umat agar merindukan khilafah sebagai warisan Rasulullah, dan mengenalkan syariat Islam sebagai aturan kehidupan adalah dakwah yang telah dicontohkan Rasulullah. Rasulullah telah berhasil, maka dengan keyakinan bahwa Rasulullah teladan terbaik insya Allah dakwah ini juga akan berhasil. Dakwah pemikiran dan politik menyampaikan kewajiban penerapan syariah secara kaffah dalam naungan khilafah. Namun harus dipahami, dakwah politik adalah dakwah yang beresiko berhadapan dengan penguasa dzalim, itu pasti. Jadi, jika saat ini dakwah terasa berjalan di atas duri, itu sebuah hal yang sangat mungkin terjadi, akan tetapi ketika keyakinan akan kemenangan Islam dan balasan bagi orang yang ikhlas menolong agama Allah menghujam ke relung hati, sakit yang terperi akan menjadi kondisi yang bisa dinikmati.
   
Dan ketika khilafah tegak, akan ada upaya sungguh-sungguh untuk melindungi semua warga negara dari potensi kerusakan dan merusak. Akan ada upaya tegas memberi sanksi setiap pelanggaran hukum. Tanpa pandang bulu mengakkan keadilan. Dengan begitu, tidak hanya Pare yang terselamatkan namun seluruh umat manusia. Oleh karena itu, mari bertindak local dengan visi global. Dimanapun tinggal teruslah mendakwahkan khilafah, dan jangan betada pada posisi menghalangi tegaknya khilafah, pasti gagal.


Pare, 2 Desember 2019

No comments:

Post a Comment