Thursday 30 January 2020

Kamuflase Komunitas Homoseksual, Bersembunyi Di Balik Seni

travel.kompas.com


3.       Kamuflase Komunitas Homoseksual, Bersembunyi Di Balik Seni
Para penyuka sesama jenis gay tidak semuanya identik dengan kaum yang lemah gemulai, tak jarang yang penampakan fisiknya macho, namun tak bisa dipungkiri keberadaan mereka tak terlepas dari “pasangan” yang berstatus sebagai lawan jenis, pasangan mereka inilah yang lahir dari salahnya jalan yang mereka pilih. Yang berawal sebagai korban namun tak punya kesadaran untuk segera bertaubat dan segera berlepas dari komunitas salah akan terus berputar kembali mencari mangsa. Yang salah jalan memilih dunia feminism terus lestari dengan kegiatan bermotif seni. Karnawal peragaan busana, fashion show, parade busana yang dinisbatkan sebagai kreatifitas tak jarang menjadi topeng eksistensi kaum homoseksual. Maka tak heran jika mereka seringkali menginisiasi kegiatan semacam ini. Lihat saja, mereka kaum lelaki yang begitu bangganya tampil dengan busana wanita, tampil lemah gemulai.

Ada pula yang berlindung di balik topeng seni tari, baik tarian adat maupun modern. Memang tak semuanya otomatis menjadi penyuka sesama jenis, akan tetapi ini adalah jalan untuk sedikit demi sedikit mengubah perilaku mereka yang maskulin menjadi feminine. Bahkan eskistensi mereka pun juga merambah dunia perfilman. Memang sulit diendus, namun keberadaan mereka terlihat dari jalan cerita sebuah film, baik mereka sendiri yang membuat atau bisa dibuat oleh para pendukung kebebasan, termasuk bebas menyukai sesama jenis. Film adalah alat propaganda ampuh untuk membentuk opini di tengah masyarakat, dengan film mereka berharap masyarakat semakin mengenal mereka dan pada akhirnya menerima keberadaan mereka.

Melalui agenda seni, mereka berusaha menutupi penyimpangan yang dilakukan, mencari dalih bahwa keberadaan mereka tidak mengganggu bahkan menjadi kaum yang kreatif dan berjiwa seni, masih bisa bertahan hidup, masih bisa berprestasi dalam sudut pandang mereka. Benarkah ini adalah prestasi yang layak dibanggakan? Tidak.


Memang bukan seninya yang salah, selama tidak melanggar hukum syara’ tidak masalah terlibat dalam aktivitas seni. Namun tidak dengan kaum gay yang tak sedikit berkecimpung di dunia seni, hampir semua aktivitas seni yang mereka lakoni melanggar hukum syara’,  menyerupai lawan jenis hukumnya haram, menyukai sesama jenis apapun topengnya juga haram. Harus ada komitmen untuk kembali kepada kodrat Allah, Allah menciptakan manusia dengan fitrah menyukai lawan jenis. Jenis kelamin yang diakui dalam hukum syara’ hanya 2, bukan 3. Jika pun ada yang berkelamin ganda maka medis akan menentukan alat kelamin yang dominan, dan hakim pun akan menetapkan jenis kelamin yang akan digunakan sebagai identitas selanjutnya, jadi bukan sekehendak diri mengubah tubuh. Tidak pula sekehendak hati menuruti hawa nafsu. Melampiaskan nafsu dengan cara maksiat. 

Alternatif tulisan lanjutan, silakan jika ada yang melanjutkan
4.       Waspadai Komunitas Kaum Menyimpang (Sejatinya jiwa mereka pengecut, beraninya rame-rame dan mewarisi sifat iblis, tak mau masuk neraka sendiri)
5.       Homoseksual Itu Pilihan Bukan Paksaan Apalagi Anugrah Terindah Dari Tuhan (Omong kosong jika ini adalah takdir Tuhan, mereka hanya menjalani garis kehidupan, dimana iman kepada qadla dan qadar)
6.       Sadarlah, Mereka Itu Jahat Sekali, Tak Ada Kebaikan Tulus (kebaikan mereka selalu berbalut akal bulus, terus mencari korban dan kemarahan mereka begitu kejamnya, melebihi binatang, studi kasus mutilasi dan pembunuhan kaum homo)
7.       Homoseksual Semakin Eksis dalam sistem kapitalis (sudah jadi bawaan sistem ini, merusak umat manusia dari seluruh sisi kehidupan)

8.       Hanya Hukuman Mati Yang Bisa Menghentikan (hanya mungkin terjadi dalam sistem khilafah)

Friday 24 January 2020

Jangan Tertipu Kebaikan Kaum Homoseksual


2. Jangan Tertipu Kebaikan Kaum Homoseksual

Tidak sedikit yang menganggap bahaya kaum homoseksual, alasannya klise, selama tidak mengganggu kepentingan umum dan orang lain tidak masalah, selama mereka tetap bersikap baik di tengan masyarakat tidak ada kepentingan melarang mereka. Dan memang faktanya tak jarang mereka yang berani menunjukkan penyimpangan seksual mereka juga dikenal sebagai orang yang dermawan, ramah, ringan membantu dan mudah bergaul di lingkungan. Tak jarang pula dikenal sebagai orang yang supel, pandai menyampaikan argument dan berkelit agar perilaku buruknya tersamarkan. Atau bahkan untuk membuktikan bahwa perilaku menyimpangnya tidak mengganggu lingkungan. Bahkan ada pula yang dengan bangganya merasa sebagai orang yang baik hati menolong banyak orang.

Begitu pula dengan yang terjadi pada kasus terakhir di Tulungagung. Sang Ketua Ikatan Gay merasa apa yang dilakukan bukanlah pencabulan atau tindakan seks yang haram, dia berdalih malah menolong para anak yang membutuhkan uang, maka tak heran setelah memuaskan nafsunya anak-anak yang dicabulinya diberi imbalan sejumlah uang, tidak sedikit bagi anak yang tak berpenghasilan, imbalannya mulai Rp 150.000 hingga Rp 250. 000. Tidak hanya merasa membantu berupa materi, terkadang para predator ini malah berdalih mereka menyediakan seks aman karena hubungan seks dilakukan dengan pertimbangan keamanan dan dengan orang tertentu saja. Sungguh alasan yang dibuat-buat, sejatinya mereka adalah para pembeli layanan seksual.

Kejahatan mereka terus ditutupi dengan kebaikan yang mereka tebar, mereka sadar sebenarnya apa yang dilakukan adalah salah dan menyalahi kodrat, namun mereka berupaya berlindung di balik pemikiran kapitalistik sekular, menjadikan uang dan kepuasan sebagai standar, asal senang dianggap sah dilakukan.

Kurang ajarnya lagi, mereka bertopeng dengan perilaku sok humanis dengan tanpa sungkan mengadakan acara kemanusiaan, social dan pembekalan pemberdayaan ekonomi. Tak tanggung-tanggung lembaga resmi dan formal pemerintah pun dilibatkan. Penyuluhan HIV/AIDS menggandeng puskemas atau dinas kesehatan, pelatihan ekonomi kreatif, bakti sosial dan lain sebagainya. Mereka menjalankan berbagai cara agar dalam kehidupan dianggap normal, bias jadi dibutuhkan suatu saat ketika pada akhirnya mereka terjerat kasus, mereka akan meminta empati bahwa mereka bukan makhluk yang bermasalah. Benarkah kaum Sodom ini telah melakukan kebaikan? Jawabannya jelas tidak. Standar baik buruk, terpuji tercela itu bukan dari manusia, namun dari Allah SWT dan RasulNya. Penyimpangan seks homoseksual adalah kemaksiatan, butuk, melanggar syariat. Maka menutupi kemaksiatan dengan kebaikan agar tersamarkan adalah kejahatan pula, mereka tidak meniatkan perbuatan sebagai amal saleh namun sekadar bersembunyi saja. Sama sekali tak ada kebaikan dari mereka. Mereka tak berhak hidup meski untuk melakukan kebaikan, mereka hanya berhak dihukum mati, untuk menebus dosanya, untuk mencegah yang lain berbuat sama.

Perilaku homoseksual adalah perbuatan haram, pelaku dan korbannya yang dengan sadar berbuat layak dihukum mati. Jika dibiarkan tidak hanya semakin memakan korban namun juga akan merusak umat manusia. Solusinya, kembalikan pada aturan Islam. Atur semua lini kehidupan dengan syariah, sempurnakan dengan tegaknya khilafah. Edukasi umat dengan akidah dan tsaqafah Islam. Berikan pemahaman yang benar terkait potensi kehidupan yang salah satunya adalah naluri. Allah menciptakan untuk manusia maka Allah pula yang memberikan aturan. Dan Allah memberi pilihan bagaimana mereka memenuhinya, serta memberitakan konsekuensi perbuatan di dunia hingga ke akhirat. Mengatur perekonomian sesuai syariat, hingga tak ada lagi dalih menjajakan diri, mencari uang dan membeli layanan yang diharamkan. Meminimalisir factor pemicu, mengatur tayangan atau informasi yang bisa dikonsumsi public. Semua dilakukan demi menjaga martabat manusia, mengembalikan tujuan penciptaan manusia, beribadah kepad Allah SWT.

Bersambung

Alternatif tulisan lanjutan, silakan jika ada yang melanjutkan

3. Kamuflase Komunitas Homoseksual, Bersembunyi Di Balik Seni (Mereka sejatinya kaum hipokrit yang hanya bisa eksis di balik topeng acara budaya dan seni, studi kasus eksisnya komunitas homoseksual di Jember paska launcing perdana JFC)

4. Waspadai Komunitas Kaum Menyimpang (Sejatinya jiwa mereka pengecut, beraninya rame-rame dan mewarisi sifat iblis, tak mau masuk neraka sendiri)

5. Homoseksual Itu Pilihan Bukan Paksaan Apalagi Anugrah Terindah Dari Tuhan (Omong kosong jika ini adalah takdir Tuhan, mereka hanya menjalani garis kehidupan, dimana iman kepada qadla dan qadar)

6. Sadarlah, Mereka Itu Jahat Sekali, Tak Ada Kebaikan Tulus (kebaikan mereka selalu berbalut akal bulus, terus mencari korban dan kemarahan mereka begitu kejamnya, melebihi binatang, studi kasus mutilasi dan pembunuhan kaum homo)

7. Homoseksual Semakin Eksis dalam sistem kapitalis (sudah jadi bawaan sistem ini, merusak umat manusia dari seluruh sisi kehidupan)

8. Hanya Hukuman Mati Yang Bisa Menghentikan (hanya mungkin terjadi dalam sistem khilafah)

Thursday 23 January 2020

Tak Ada Ruang Bagi Kaum Menyimpang



1. Tak Ada Ruang Bagi Kaum Menyimpang

Kasus kejahatan yang melibatkan kaum homoseksual belum juga berhenti, Juli 2019 Tulungagung digemparkan dengan terungkapnya fakta  ratusan pelajar  terindikasi menjadi penyuka sesama jenis, dan yang terakhir penangkapan ketua komunitas gay Tulungagung. Di berbagai tempat, banyak dirilis informasi penyuka sesama jenis mendominasi penderita penyakit AIDS. Dan yang tak kalah menghebohkan adalah vonis seumur hidup pada mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Inggris. Jika dirunut dan dicermati, bisa dipastikan negeri ini tidak pernah sepi dari pemberitaan kasus homoseksual, ini yang terendus media, yang tidak tentu juga ada.

Untuk kasus di Tulungagung, bukan kasus baru yang tiba-tiba muncul. Tulungagung dengan kondisi geografis yang terdiri dari pegunungan dan mempunyai pantai, pernah digunakan sebagai tempat berkumpulnya komunitas internasional world rainbow gathering pada tahun 2017. Jangan dikira ini adalah acara gathering biasa yang hanya diam saja di tenda. Acara tersebut jelas merupakan wadah berkumpulnya para turis dari berbagai negara yang membawa serta gaya hidup liberal mereka. Acara satu bulan tentu berpengaruh pada masyarakat sekitar, setidaknya budaya kebebasan semakin mudah diindera.

Jauh hari, sejak lama Tulungagung adalah salah satu daerah pengirim TKI terbanyak di Jawa Timur. Kondisi perekonomian yang tidak merata membuat warganya lebih memilih bekerja di luar negeri, imbasnya kecukupan materi memang terpenuhi namun keadaan sosial kemasyarakat menjadi karut-marut. Pergaulan bebas mendominasi, suami selingkuh, istri dihamili orang lain, anak hamil di luar nikah menjadi fakta menjamur di kalangan keluarga TKI. Lama-kelamaan kebiasaan buruk merambah ke lingkungan, maka meratalah kejahatan di masyarakat. Permasalahan ini tidak didukung dengan pembekalan akidah masyarakat. Karakter warga dan pemerintah daerah yang mayoritas muslim namun abangan atau bahkan sekular liberal menjadikan kondisi masyarakat Tulungagung semakin parah dari aspek sosial kemasyarakatan.

Ditambah lagi sikap represif sebagian besar pejabat dan petinggi ormas kepada kajian keislaman menjadikan Tulugangung sangat jauh dari suasana keimanan. Adat berbau klenik dan syirik dibiarkan bahkan dilestarikan namun pengajian yang bertujuan mencerdaskan umat dilarang dan dipersekusi dengan tuduhan klasik, radikal. Acara berbalut seni budaya padahal jelas dalam rangka membumikan nilai kebebasan malah diberi ruang.

Kejahatan kaum homoseksual adalah kejahatan hina sekaligus merusak umat manusia, tidak ada sedikitpun kebaikan yang bisa dipersembahkan oleh kaum terlaknat ini. Apa yang dilakukan kaum homoseksual adalah pelanggaran terhadap fitrah manusia, perilaku menyimpang yang melanggar ketentuan Allah. Eksisnya mereka karena dukungan sistem yang diterapkan di negeri ini, sistem kapitalisme sekular yang menjadikan materi dan kepuasan sebagai standar perbuatan.  HAM, kebebasan berekspresi dan kebebasan berbuat menjadi pelindung yang menyuburkan perilaku menyimpang kaum homoseksual. Ironinya Indonesia sebagai negeri mayoritas muslim melahapnya begitu saja, dan memang inilah jahatnya kapitalisme, tak hanya menancapkan hegemoninya namun juga merusak umat Islam, tujuan jangka panjangnya adalah menghambat kebangkitan Islam.

Oleh karena itu harus ada upaya serius untuk menghentikan penyebaran virus hina kaum homoseksual. Penguatan akidah, menjadikan Islam sebagai standar pemikiran dan perbuatan, ketegasan masyarakat menolak dan sanksi berat bagi pelaku homoseksual. Itu semua bisa dilakukan selama individu, masyarakat dan pemerintah mempunyai satu pandangan yang sama tentang haram dan bahayanya perilaku homoseksual. Jangan memberi ruang bagi perilaku menyimpang, cegah dengan berbagai cara agar mereka tak berkembang.  Memang tidak akan semudah membalikkan tangan, karena ada banyak motif di balik maraknya perilaku dan korban homoseksual. Motif ekonomi, motif sosial kemasyarakatan, hingga motif ideologis. Butuh diselesaikan semua secara tuntas, jika benar-benar menginginkan ada pencegahan maksimal, tak bisa dipungkiri, harus ada perubahan sistemik, karena negeri ini sudah rusak dari pondasinya. Rusaknya pondasi tentu akan berimbas pada seluruh aspek yang kehidupan, kasus kejahatan homoseksual hanya salah satu contoh saja. Dengan demikian juga diperlukan solusi jangka panjang, yaitu penerapan sistem Islam, melanjutkan kehidupan Islam dengan tegaknya khilafah.

Bersambung

Alternatif tulisan lanjutan, silakan jika ada yang melanjutkan
2. Jangan Tertipu Kebaikan Kaum Homoseksual (Katanya mereka dalam kesehariannya sangat baik sekali, murah hati dan dermawan)

3. Kamuflase Komunitas Homoseksual, Bersembunyi Di Balik Seni (Mereka sejatinya kaum hipokrit yang hanya bisa eksis di balik topeng acara budaya dan seni, studi kasus eksisnya komunitas homoseksual di Jember paska launcing perdana JFC)

4. Waspadai Komunitas Kaum Menyimpang (Sejatinya jiwa mereka pengecut, beraninya rame-rame dan mewarisi sifat iblis, tak mau masuk neraka sendiri)

5. Homoseksual Itu Pilihan Bukan Paksaan Apalagi Anugrah Terindah Dari Tuhan (Omong kosong jika ini adalah takdir Tuhan, mereka hanya menjalani garis kehidupan, dimana iman kepada qadla dan qadar)

6. Sadarlah, Mereka Itu Jahat Sekali, Tak Ada Kebaikan Tulus (kebaikan mereka selalu berbalut akal bulus, terus mencari korban dan kemarahan mereka begitu kejamnya, melebihi binatang, studi kasus mutilasi dan pembunuhan kaum homo)

7. Homoseksual Semakin Eksis dalam sistem kapitalis (sudah jadi bawaan sistem ini, merusak umat manusia dari seluruh sisi kehidupan)

8. Hanya Hukuman Mati Yang Bisa Menghentikan (hanya mungkin terjadi dalam sistem khilafah)

Wednesday 22 January 2020

Mencegah Perundungan Di Sekolah Dengan Penguatan Akidah

sumber gambar : tribunnews.com

Dunia pendidikan kembali berduka,seorang siswa SMP di Jakarta melompat dari lantai empat di sekolahnya. Setelah dirawat nyawa siswa tersebut akhirnya tidak terselamatkan. Dugaan awal, siswa melompat dalam rangka bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungan yang dialami. Ironi, sekolah yang seharusnya menjadikan siswa mendapat bekal kehidupan malah menjadi tempat yang mencelakakan. Ini bukan hal yang mengherankan. Dengan kondisi negeri yang semakin liberal, dimana kebebasan begitu mudahnya dijumpai, maka sekolah pun akhirnya menjadi tempat pelampiasan perilaku kebebasan, bahkan tidak memungkinkan menjadi tempat bertemunya berbagai karakter anak yang terasah dengan pola pengasuhan yang serba bebas. Kehidupan yang liberal yang dijalani anak di lingkungannya akan mudah diekspresikan di sekolah, apalagi saat ini teman di sekolah adalah orang yang paling berpengaruh bagi anak. Baik buruknya anak bisa dikatakan sangat tergantung pada komunitas temannya, salah satunya teman sekolah. Oleh karena itu perlu adanya pencegahan sejak dini perilaku perundungan di sekolah dan penguatan mental anak agar tidak mudah menyerah saat mengalami masalah.
Mengatasi kasus perundungan di sekolah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan pembentukan sistem pengaduan  korban dan saksi perundungan. Memang usul yang patut dipertimbangkan, namun ini sebatas upaya kuratif. Yang tak kalah pentingnya adalah langkah preventif. Jika tidak ada perundungan maka sistem perlindungan korban dan saksi perundungan tidak diperlukan. Yaitu mencegah anak dari perilaku yang tidak layak semisal melakukan perundungan. Upaya preventif ini memang membutuhkan peran serta banyak pihak, karena tidak dipungkiri perilaku perundungan lahir dari lingkungan anak dibesarkan. Untuk itu pihak yang harus bekerjasama untuk mencegah perundungan adalah orang tua dan keluarga, masyarakat serta sekolah, dan yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah. Pihak-pihak tersebut memang mempunyai peran masing-masing, akan tetapi dibutuhkan kerjasama dan mempunyai satu visi, yakni menguatkan akidah anak, agar anak siap menjalani kehidupan, mengetahui tujuan hidup, dan tidak putus asa ketika masalah menyapa.
Pertama, orang tua dan keluarga, adalah tempat pertama bagi anak mengenal kehidupan. Maka bekal pertama yang perlu diberikan adalah penguatan akidah dasar. Diantaranya adalah pengenalan kepada Allah SWT, cara mendekat kepada Allah, agar anak mengetahui mengapa dia diciptakan dan sadar harus menjalani kehidupan dengan aturan yang telah ditetapkan Sang Pencipta, ini berfungsi untuk mencegah agar anak tidak dengan mudah berbuat sesuka hati apalagi ringan melakukan pelanggaran dan membuat masalah bagi dirinya serta orang lain. Dengan teladan orang tua dan keluarga yang selalu mempertimbangkan akidah, yaitu pertimbangan akhirat, kemungkinan anak tak terkendali akan bisa diminimalisir. Semua anggota keluarga akan mempertimbangkan dosa dan pahala bukan sekadar menuruti hawa nafsu belaka. Kedua, sekolah dan masyarakat, di era kapitalisme seperti saat ini, orang tua tak jarang lebih memberikan curahan perhatian berupa pemenuhan materi dan tak punya waktu yang proporsional menemani anak karena lebih banyak kesibukan mencari penghidupan di luar rumah, di sinilah waktu anak lebih banyak dihabiskan di lingkungan, baik di sekolah maupun di masyarakat. Maka sekolah dan lingkungan juga perlu dipastikan menjadi tempat penguatan akidah bagi anak. Penguatan akidah di sekolah menjadi bekal anak agar menjalani hidup dengan iman dan takwa, menuntut ilmu dengan dorongan yang benar, yaitu untuk meninggikan derajat sebagai manusia, bukan demi kepentingan dunia semata. Maka selain fungsi sekolah sebagai tempat transfer ilmu, sekolah juga menjadi tempat pembentukan kepribadian siswa, dan modal utama pembentukan kepribadian adalah kekuatan akidah, keyakinan bahwa manusia mempunyai kewajiban untuk terikat syariat dan kesadaran pertanggungjawaban di akhirat. Untuk itu, pemikiran sekular yang menjauhkan siswa dari suasanan keimanan harus dibuang jauh-jauh, akidah harus menjadi standar perbuatan.
Yang terakhir adalah pentingnya peran pemerintah, pemerintah adalah pihak yang bertanggungjawab atas semua yang terjadi pada warga negaranya. Kebijakannya akan menentukan masa depan bangsa. Kebebasan arus informasi harus dihentikan, pemerintah harus tegas dengan berbagai kontain media online yang begitu mudahnya merusak pemikiran anak. Pemerintah juga harus memastikan bahwa sekolah adalah tempat yang aman dan nyaman bagi siswa, memberikan fasilitas terbaik agar siswa mendapat bekal utuh, ilmu, iman dan takwa. Oleh karena itu, semua kegiatan dan hal yang membuat siswa jauh dari ilmu, iman dan takwa tidak perlu ada di sekolah. Sebaliknya, pemerintah memberikan fasilitas penuh agar siswa menikmati proses transfer ilmu serta mendapat bekal iman dan takwa. Maka perlu menjadi pertimbangan bagi Kemenag dan Kemendikbud, sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan untuk fokus pada pemastian bahwa siswa di sekolah benar-benar mendapat ilmu dan menjadi manusia yang berakhlak mulia, bukan malah menjauhkan sekolah dari suasana keimanan atas nama pencegahan radikalisme dan tindakan terorisme dengan membatasi kegiatan kegamaan yang bertujuan memperkuat akidah siswa. Mencegah perundungan di sekolah karena pengaruh liberalisme yang menguat dalam sistem kapitalisme lebih penting daripada sebatas jualan radikalisme yang begitu absurd. Masa depan anak bangsa harus menjadi pertimbangan utama, bukan malah sibuk dengan agenda pesanan asing semisal radikalisme. Dengan demikian, perlu gerak cepat dari keluarga, sekolah dan masyarakat serta negara, menguatkan akidah seluruh warga, memperbaiki sistem yang karut marut, dan melakukan perubahan sistemik demi keselamatan dan keberkahan seluruh bangsa Indonesia.

Nur Aini, Guru
Pare Kediri Jawa Timur


Thursday 9 January 2020

Resolusi 2020 : Mulia, Jaya dan Sejahtera Dengan Khilafah


Tahun baru 2020, saatnya menetapkan resolusi baru. Bukan sembarang resolusi, bukan resolusi recehan, namun resolusi yang akan membuat umat mulia, jaya dan sejahtera. Resolusi di tahun baru ini sangat penting mengingat tahun sebelumnya umat ini selalu didera persoalan. Tahun baru disambut dengan naiknya berbagai tarif dan harga , rakyat dikejutkan dengan skandal Jiwasraya, dan dibuka dengan bencana. Jelas ini akibat ulah manusia, telah abai dengan aturan Sang Pencipta, maka satu-satunya solusi adalah kembali pada ketentuanNya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Ar Ruum ayat 41 yang artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Bangsa ini harus bersegera menyelesaikan persoalan dengan Islam.
Penyelesaian dengan solusi Islam tentu bukan hanya berharap aspek maslahat dan diiambil secara parsial di satu aspek. Misal, di bidang ekonomi dengan meninggalkan praktik bancassurance agar tidak terulang kasus Jiwasraya, atau melakukan dedolarirasi dan menggunakan dinar agar nilai tukar uang kita stabil dan sebagainya. Solusi Islam harus diambil total mulai akar hingga daun, dari asas dan seluruh sistemnya, yang hanya akan  terwujud dengan adopsi sistem politik Islam yaitu khilafah. Mengapa harus khilafah, setidaknya karena dua alasan. Pertama, secara iman dan keyakinan tegaknya seluruh syariat Allah akan mendatangkan kemaslahatan, tidak ada keraguan sedikitpun. Kedua, secara empiris maupun historis, khilafah adalah sistem politik yang  terbukti mengatasi beragam krisis yang hari ini tidak mampu diatasi. Hasil pemberlakuan khilafah adalah kehidupan sejahtera, mulia dan membuat umat meraih kejayaan.
Kemuliaan dalam naungan khilafah adalah hal yang pasti. Mulia karena taat pada hukum Allah dan RasulNya, serta mulia karena dengan penerapan hukum Allah semua kebaikan di dunia akan terwujud. Sebagaimana kemuliaan dan kejayaan yang telah dibuktikan Rasulullah yang mengeluarkan masyarakat Arab dari kejahiliyahan, juga dibuktikan oleh khalifah pengganti Rasululllah mulai dari khulafa’ ar rasyidin, khilafah Bani Umayah, Abasiyah hingga Utsmaniah. Sedangkan fitnah terhadap khilafah sebagai biang kekacauan cukuplah dianggap sebagai pernik-pernik kebodohan orang munafik dan orang kafir.
Resolusi 2020 menuju tegaknya khilafah harus terus digaungkan hingga umat semakin rindu berada dalam naungan khilafah. Dimulai dengan menyampaikan berbagai solusi Islam dalam semua permasalahan, membekali diri dengan ilmu dan tsaqafah Islam, mengajak umat bersama mengkaji Islam kaffah dan terus maju melangkah meski khilafah dikriminalkan. Yakin akan pertolongan Allah dengan terus berusaha dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, terus berjuang karena kemenangan ini pasti, dan perjuangan di jalan Allah adalah amal yang tak pernah sia-sia, kapanpun kemenangan itu diberikan balasan bagi setiap mukmin yang menolong agama Allah telah disiapkan, kemuliaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Wallahu a’lam.



Menyiapkan Putri Kita Menuju Masa Baligh : Siaga Haid Datang Kapan Saja.


Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, Allah adalah Dzat Yang Maha Pencipta. Tidak hanya sekadar menciptakan Allah juga mendesain makhluknya dengan bentuk terbaik dan memberinya aturan-aturan yang tidak akan bisa dibuat manusia. Begitu juga dengan tubuh manusia, termasuk mengatur siklus haid pada wanita.

Haid bukanlah peristiwa yang tiba-tiba, namun ada rangkaian peristiwa lain yang menyertai, oleh karena itu dalam keadaan normal datangnya haid bisa diantisipasi. Tetapi terkadang banyak yang kurang peduli akhirnya tidak siap ketika haid datang. Untuk itu, salah satu upaya untuk mengantisipasi ketika haid datang terasa tiba-tiba adalah dengan menyiapkan beberapa perlengkapan. Terutama untuk anak remaja putri yang masih belum terbiasa dengan kondisi pra menstruasi. Perlengkapan standar yang selalu ada dalam tas agar tidak bingung setiap saat dibutuhkan.

Salah satu perlengkapan yang selalu ada di tas :.
1. Pouch , dompet kecil, pilih yang unyu-unyu biar ga malu bawanya
2. Pembalut biasa
3. Fresh liner
4. Tisu
5. Sabun cair
6. Minyak angin
7. Celana dalam
8. Plastik

Pembalut regular dan fresh liner untuk persiapan ketika haid awal sedang tidak berada di rumah, namun ini bagi yang haid awal hanya keluar darah sedikit atau sekadar noda, jika awal haid sudah banyak mengeluarkan darah maka yang disiapkan adalah pembalut ekstra large.

Sabun cair untuk menghilangkan bau amis darah baik di tangan maupun dalam kamar mandi, plastic untuk mengamankan celana dalam yang terkena noda maupun pembalut habis pakai, biasakan anak menjaga kesucian dari barang najis, membiasakan untuk menjaga kebersiahan.

Minyak angin untuk mengantisipasi perut yang tidak nyaman di awal haid.

Itulah beberapa perlengkapan yang sebaiknya ada di dalam tas, siap dibawa kemana saja. Jika tidak dibutuhkan sendiri bisa juga diberikan orang lain yang sedang membutuhkan.


Monday 6 January 2020

Jika bisa dibuat ribet kenapa dibikin mudah?

Jika bisa dibuat ribet kenapa dibikin mudah?
(Moto pelayanan jaman now)


Di tempat fotokopi, bersamaan dengan banyak siswa SMA. Fotokopi rapor jaman now yang berlembar-lembar. Ada yang mau dipakai daftar ke PTN, ada yg dipakai untuk arsip.

Di sinilah saya terkadang ikut bingung.

Rapor berlembar-lembar gitu pas dipakai daftar ke PTN benarkah terverifikasi semua isinya? Membayangkan verifikatornya puyeng lihat nilai dan deskripsi berlembar-lembar. Belum lagi yang harus dicek dari ribuan pendaftar.

Era digital R.I 4.0 hal-hal teknis yang bisa dibuat sederhana dan cepat, masih saja manual tapi ribet. Dan yang pontang-panting tetap saja rakyat kecil. Tidak bisa cepat paham dengan perkembangan karena terbatasnya kesempatan akses informasi ditambah sudah pusing memikirkan kebutuhan hidup.

Sudahlah kurikulum sering ganti, tapi tak diiringi bimtek dan pendanaan yang maksimal. Jadilah kita yang di bawah seperti kelinci percobaan.

Rapor digital belum diiringi sarpras yang memadai, belum disertai dengan bimtek yang mudah dipahami guru, siswa dan orang tua. Apalagi rapor online, peluang suksesnya di negeri dengan penguasa oligarkis itu sangat kecil. Ga bakalan peduli dengan pelayanan yang mudah, cepat dan terintegrasi.

Ditambah dengan pejabat yang individualis, tidak punya wawasan pelayanan, pengayoman dan ilmu teknis yang dibutuhkan, dipastikan karut-marut ini akan semakin akut. Lihat saja mendikbud dan menag yang di awal sudah koar-koar radikalisme dan gaya kebijakan liberal, mana bisa diandalkan. Cuma bisa bikin kehebohan. Landasan berpikir pejabat dalam sistem kapitalisme itu rusak, batil, sekular, tidak mungkin membawa kebaikan. Beda jauh dengan sistem khilafah.

Dalam khilafah, kekuasaan itu untuk menjalankan hukum syara', memastikan rakyat dilayani sesuai syariat. Negara sebagai ra'in (pengurus urusan rakyat) juga sebagai junnah (pelindung, pengayom), negara sebagai penyelesai masalah, bukan malah kasih masalah ke rakyat.

Jadi, jika mau negeri ini lebih baik, hanya dengan khilafah.

Bagaimana caranya? Yuuk baca artikel-artiket seputar islam dan cara khilafah mengatasi berbagai masalah di web muslimahnews.com. 

Lebih praktis lagi, yuuk mengkaji islam kaffah.

Minimal biar tidak menelan mentah-mentah fitnah terhadap khilafah, yang jelas ajaran islam dan warisan Rasulullah saw.

Btw, selalu saja terbengong-bengong di depan laptop saat mau input nilai, saat mencoba menggunakan rapor digital offline yang rencananya bisa diakses online. Aplikasi yang layout nya bikin mata berkunang-kunang, tidak support untuk semua piranti dan software pendukungnya. Menduga, yang buat aplikasi kurang bisa mengaitkan dengan realitas pendidikan dan penilaiannya di lapangan.
Dan meskipun terbengong-bengong, tetap mantap dengan perjuangan dakwah khilafah.

Pare, 3 Januari 2020

Mengejar Gelar Toleran Namun Menggadaikan Akidah


Setiap akhir Desember menjelang dan sesudah natal masih saja terjadi pro-kontra seputar ucapan natal seorang muslim kepada orang kristiani. Sebenarnya ini adalah permasalahan mudah yang cukup diselesaikan dengan kembali berpedoman kepada keyakinan agama masing-masing, cukup sebatas menghormati dalam hal akidah. Tak perlu menuntut lebih tak perlu meminta yang melanggar aturan agama.  Namun tetap saja permasalahan ucapan natal ini seringkali menimbulkan kegaduhan, terutama dengan masifnya orang-orang liberal dan moderat yang meminta umat Islam untuk toleran hingga memasuki ranah keyakinan. ini bukanlah hal yang tanpa sengaja, kegaduhan diciptakan untuk mengejar suatu tujuan, semisal membuat umat Islam menggadaikan akidahnya demi menghindar dari cap intoleran, di sisi lain kegaduhan sengaja dibuat agar umat terpalingkan dari permasalahan utama di negeri ini, karut-marut berbagai bidang dan semakin mengenaskannya kasus tindak korupsi yang melibatatkan orang di seputar kekuasaan.

Kembali pada sikap toleran yang diidentikkan dengan kesediaan mengucap natal, menjaga gereja, bahkan hingga bersama merayakannya, ini adalah perbuatan yang sama sekali tidak dicontohkan Nabi Muhammad saw. Memang benar, Nabi adalah orang yang penuh kasih sayang, namun bukan berarti Nabi bersikap lunak dalam hal akidah, bahkan dalam hal akidah ini Nabi sangat tegas, tidak boleh mencampuradukkan keyakinan. Tidak hanya itu, di dalam Alquran di Surah Al Maidah ayat 72-77 ada peringatan keras terutama terkait agama Kristen, haram mengakui Nabi Isa as sebagai Tuhan, haram mengatakan Tuhan itu tiga, maka haram pula mengakui akidah yang mengambilnya. Maka sebagai umat Islam, cukup menghormati akidah Kristen tidak mengganggu ibadahnya. Dan selebihnya tetap bersikap sewajarnya, tidak ada permusuhan karena perbedaan agama, tidak pelu saling mencaci dalam hal akidah. Umat Islam juga tak perlu berlebihan meramaikan natal dengan salawatan, mengiringi perayaan dengan rebana dan lain sebagainya, tak perlu mencampuradukkan yang benar dengan yang salah.

Umat Islam jangan sampai menggadaikan akidahnya demi mengejar gelar toleran, toleran tetap ada batasnya. Jangan terjebak dengan para pemikir liberal yang hendak mengaburkan ajaran dan ketegasan Islam dalam hal akidah. Begitu pula dengan nonmuslim, mari tetap menjaga kedamaian bekerjasama dalam hal yang memang tak melanggar syariat. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bersama memberikan kesempatan pada penerapan Islam kaffah agar Indonesia menjadi berkah, karena Islam adalah rammat untuk sleuruh alam. Ketika Islam diterapkan secara sempurna semua akan bahagia.