Saturday 31 December 2016

Catatan akhir tahun : Belajar Ikhlas, Merencanakan Apa Yang Akan Dilakukan


Keterangan Gambar : 4 orang tim biru yang dari awal hingga akhir acara hanya duduk di depan, tidak pergi kemana pun. Seolah diam namun melalui perjuangan merekalah opini sampai kepada peserta dan selain peserta yang memantau lewat media. Apalagi tim biru lainnya malah "bersembunyi di ruang sunyi" . Senjata mereka pena, kamera, laptop dan smartphone tp yang pegang tentunya lebih smart. Diam bukan berarti tak bekerja, tak terlihat bukan berarti tak berbuat. Ikhlas lah, malaikat yang akan mencatat (Kongres Ibu Nusantara 4 Kediri).


Dua cuplikan yang diambil dari kitab Daulah Islamiyah

Daulah Islam berdiri dengan kuat karena kekuatan Islam. Daulah Islam berhasil membebaskan negeri-negeri di dunia yang sangat luas hanya dalam kurun waktu kurang dari satu abad. Padahal, sarana yang digunakan hanya kuda dan unta. Semua bangsa dan umat yang dibebaskan tunduk kepada Islam dalam  waktu yang sangat singkat. Padahal alat-alat dan sarana penyebarannya sangat terbatas, yakni hanya lidah dan pena. Harus diingat bahwa yang merealisir hal itu semua dengan sangat cepat adalah Islam yang telah menjadikan negara memiliki kekuatan tersebut. (Kelemahan Daulah Islam, Daulah Islam)

Pada tahun 1834 M, delegasi-delegasi misionaris sudah tersebar luas di seluruh Syam. Di Desa ‘Antsurah, Libanon, dibuka satu fakultas. Kemudian dari Malta dikirimkan delegasi-delegasi Amerika ke Beirut untuk mencetak buku-buku sekaligus menyebarkannya. Seorang misionaris Amerika yang sangat terkenal, Willie Smith, menggerakkan misi ini dengan fenomenal. Di Malta, aktivitas misionarisnya mendapat sambutan. Dia menguasai aspek penerbitan buletin-buletin. ( Serangan Misionaris, Daulah Islam)

Dahulu sarana dakwah Rasulullah dan para sahabat begitu sederhana. Berbekal kuda dan unta, bermodal lidah dan pena, Islam menyebar ke seluruh dunia, itu semua karena kekuatan Islam . dengan Islam semua menyebar dengan cepat. Tidak peduli keterbatasan yang ada, kekuatan pemikiran Islam menjadi pendorong untuk menjadikan Islam tersebar ke berbagai penjuru dunia.

Dan musuh Islam pun juga menyadarinya. Dengan menguasai aspek penerbitan, menguasai opini, musuh Islam menyerang pemikiran umat Islam, umat Islam yang saat itu mengalami kemunduran berpikir mendapat serangan telak, serangan pemikiran dan politik yang akhirnya meluluhlantakkan khilafah terakhir.

Dan sekarang, memperjuangkan kembali kehidupan Islam, penerapan Islam kaffah dalam bingkai khilafah menjadi tugas seluruh umat Islam. Memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk menyebarkan Islam. Melalui dakwah lisan maupun tulisan, menginteraksikan ide-ide secara langsung ke tengah umat. Hingga umat mempunyai kesadaran Islan, hingga Islam menjadi opini di tengah manusia. Saat itulah umat akan meminta Islam diterapkan secara sempurna dengan sukarela. Dengan dakwah dan kontak terus menerus di tengah umat, menguasai opini, menyampaikan Islam dengan uslub-uslub terbaik. Merencanakan langkah, mengevaluasi apa yang telah dilakukan, memperbaiki kekukarangan, merealisasikan rencana dan hasil perbaikan. Bukan sekadar berbekal semangat, juga perlu kebulatan tekad, kesungguhan dalam mencurahkan tenaga,pikiran, berkorban harta, bahkan mempertaruhnkan nyawa.

Namun memperjuangkan Islam akan lebih mudah dan ringan ketika kita ada dalam jamaah. Bekerja dengan potensi masing-masing, ikhlas dengan amanah, optimal menjalankan amanah, memberikan yang terbaik, saling memudahkan, saling meringankan. Menyadari itu bukan demi orang lain, namun semata demi ridha Allah, demi memperberat timbangan amal saleh di  akhirat kelak. Demi menyelamatkan diri sendiri di akhirat kelak, demi naungan yang hanya diberikan Allah untuk orang-orang yang taat tanpa syarat.

Muhasabah akhir tahun, mengevaluasi apa saja yang sudah dilalui, merencakana apa yang akan dilakukan. Tidak menjalani hidup apa adanya, mengalir begitu saja. Namun berupaya merencakan sebaik mungkin, karena usaha untuk memberikan yang terbaik itulah yang kelak dimintai pertanggungjawaban.



Pare, 31 Desember 2016

Friday 30 December 2016

Pantang Menyerah Meski Semua Berubah

Tulisan tersimpan 9 Sep 2012, lima tahun yang lalu. Semoga tetap ingat

Kampus Perjuangan
Kampus, sebuah tempat yang tidak boleh diremehkan perannya dalam melahirkan agen perubah. Karena kampus adalah tempat penggemblengan para pemuda untuk menjadi kaum intelektual. Dan di kampus pula lahirlah aktivis dakwah. Bukan aktivis yang asal bergerak, namun para aktivis yang terbentuk di kampus adalah aktivis yang hampir semuanya mempunyai idealisme luar biasa. Tak mau melewatkan kesempatan yang dimiliki begitu saja. Memanfaatkan tiap detik untuk menempa diri. Kegiatan berbau akademik terus dijalani. Kuliah, praktikum, belajar, asistensi, ikut seminar di sana-sini dan segudang agenda lain  terjadwal dengan rapi.  Tak ketinggalan aktivitas di luar kuliah. Nanti sore kasih les privat, nanti malam bahasa Arab, besok malam kajian tafsir, besoknya lagi kajian ulumul qur’an besok pagi-pagi brieving buletin, besok lagi ngaji, besok lagi kontak ke teman, besok lagi kontak ke dosen, besok lagi main ke toko buku, begitulah seterusnya. Menjalani hari demi hari dengan penuh semangat.

Tak hanya itu, di kampus suasana pun begitu kondusif. Teman seperjuangan yang banyak, bekerjasama untuk menyukseskan agenda demi agenda, saling mengunjungi untuk sekedar silah ukhuwah, berdiskusi, meminjam buku, saling memotivasi hingga sharing masalah pribadi. Tak ada teman di kosan bisa main ke tempat kos lain, tak kuat sendiri bisa memilih rumah pembinaan. Ah ... emang enak kalo rame-rame... . Begitu juga dengan interaksi dan kontak dakwah. Kantin, masjid, lobi perpustakaan, taman, ruang kuliah, ruang dosen  adalah tempat-tempat nyaman untuk menyampaikan ide. Masalah fasilitas tak perlu dipusingkan,  bisa dipastikan di kampus fasilitas dan sarana bisa diandalkan. Gedung dengan teknologi super tinggi dan sarana transportasi yang mudah, mendukung gerak dakwah. Mempercepat arus informasi. Up date info cepat sekali, mau beli buku tinggal melangkahkan kaki. Buku, majalah, tabloid, buletin datang tepat waktu. Mau ke mana pun juga ada angkot yang memfasilitasi, mau keluar pagi, sore atau malam tak perlu khawatir tidak bisa pulang.

Begitulah suasana kampus yang pernah kujalani, perjuangan berat melawan ide kufur bisa dinikmati. Semangat perjuangan dalam dakwah senantiasa bergelora di hati. Namun, tak dapat dipungkiri terkadang onak dan duri pun menyapa, tapi itu semua bisa cepat teratasi. Karena teman seperjuangan yang selalu ada di samping untuk menyemangati di kala hati sedang gundah dan di saat idealisme sedikit goyah.

Kampung yang tak seindah kampus
Menjadi mahasiswa abadi tentu bukan menjadi cita-cita seorang mahasiswa. Lulus tepat waktu dengan nilai membanggakan adalah harapan setiap mahasiswa. Kalau pun molor tidak sampai DO. Dan adakalanya ketika ijazah sudah di tangan, kita memilih untuk kembali ke kampung halaman. Dengan berbagai alasan tentunya.
Sengaja pulang kampung dengan kesadaran sendiri, menemani orang tua yang renta atau sakit-sakitan, menikah, memutuskan bekerja di kampung, atau bahkan sudah bosan di kampus. Sepertinya kemungkinan yang terakhir jarang banget dech...

Pulang kampung, itulah yang menjadi keputusan diri ini beberapa tahun yang lalu. Insya Allah dengan alasan yang syar’i. Sebelum mengambil keputusan, ngobrol dengan senior, sharing kelebihan dan kekurangan pindah tempat tinggal yang secara otomatis pindah lahan dakwah. Akhirnya tanpa keraguan sedikit pun, menargetkan untuk pulang kampung. Mulai mengumpulkan informasi tentang kampung halaman. Meski kampung sendiri, bukan tak mungkin kita sudah tak mengenali. Karena sebelum kuliah, ketika belum mengenal dunia dakwah hampir tak pernah peduli dengan realitas kampung halaman. Cuek dan begitu egois, yang penting menjalani hidup, masalah masyarakat emang gue pikiran. Perubahan fasilitas, kebijakan pemerintah daerah, perubahan masyarakat adalah sebagaian informasi yang harus ada di tangan. Tak hanya itu, informasi seputar agenda dakwah pun harus tahu. Mengontak teman seperjuangan yang sudah terlebih dahulu bergerak di daerah. Bagaimana kajian rutinnya, dimana saja biasa mengadakan agenda publik, bagaimana kontak tokohnya, bagaimana tanggapan masyarakat terhadap dakwah khilafah, tokoh mana saja yang sudah merespon, bagaimana responnya, bagaimana kuantitas SDM pengemban dakwah, bagaimana penyebaran tempat tinggal mereka. Itu semua dilakukan ketika belum pindah. Sedia payung sebelum hujan. Mengenal lahan dakwah sebelum terjun itulah yang menjadi tujuan. Jika suasana kampung halaman tak jauh berbeda dengan kampus mungkin tak menjadi masalah, namun jika kampung halaman hanyalah daerah kecil minim fasilitas, apalagi terpencil sungguh itu akan menjadi masalah.

Menyiapkan tempat tinggal yang kondusif. Juga tak boleh diabaikan. Memang kembali tinggal dengan keluarga, namun sekali lagi bisa jadi kita adalah sosok yang berbeda antara dulu ketika meninggalkan rumah dan sekarang ketika kembali ke rumah. Pemikiran berbeda, sikap berbeda, penampilan fisik yang berubah dan tentu saja aktivitas yang tak sama.

Memanfaatkan saat-saat pulang ke rumah untuk ngobrol dengan orang tua dan keluarga besar. Menginteraksikan ide, memahamkan keluarga dan meminta dukungan mereka, karena bagaimana pun juga mereka adalah orang-orang terdekat yang seharusnya tak menghambat aktivitas. Mencari info pekerjaan karena dengan status sarjana tak mungkin berharap banyak masih diberi uang oleh orang tua. Mencoba mandiri meski belum bisa mengandalkan diri sendiri, namun yang pasti ada Allah Yang Maha Kaya, jadilah pekerjaan bukan masalah yang perlu dipusingkan.

Rajin mengumpulkan makalah, contoh undangan mulai dari yang gaul hingga undangan resmi, mengumpulkan proposal berbagai agenda, mengumpulkan banyak bukti fisik. Mungkin kelak bisa dimanfaatkan.Barangkali di kampung semua itu tak ada. Jika di kampus, mungkin tinggal pinjam, tinggl ngopi, tinggal minta tolong ke anggota tim. Mudah dech....
Akhirnya, hari itu pun tiba. Kembali pulang setelah sekian lama meninggalkan kampung halaman. Awalnya kangen dengan teman-teman kuliah yang masih bertahan di kampus, kangen dengan teman seperjuang, rindu dengan para senior yang sabar membimbing dalam dakwah, rindu mengikuti agenda-agenda dakwah di kampus. Ingin ikut masirah, ingin ikut mabit, ingin ngisi kajian remaja yang dulu dihandle.

Kembali ke kampung halaman yang meski termasuk kota kecamatan namun dakwah belum tergarap dengan optimal, daerah dengan SDM pengemban dakwah yang masih sedikit. Sempat kaget  ketika pertama kali ngaji di tempat yang jauh ke pelosok. Dulu jarang sekali pergi jauh dari rumah. Jarang naik naik angkutan, dan tak punya motor.  Pertama kali mengunjungi sebuah daerah, masih satu kabupaten namun belum pernah mengunjunginya. Sebuah desa yang jaraknya sekitar 15 km dari Pare. Naik angkutan oper dua kali. Di saat naik angkot pertama hati sudah was-was, lamaaaa sekali angkot tidak muncul, dan pelaaan banget jalannya. Sudah gitu tidak tahu lagi mana itu Bogo. Dan lebih takut lagi angkotnya sepi penumpang dan jalurnya kanan-kiri adalah persawahan orang Jawa bilang bulak. Alhamdulillah sampai juga di Bogo, menunggu di perempatan Bogo, sambil nunggu angkutan kedua yang juga lamaaa tak muncul-muncul. Mengamati seorang remaja berseragam SMP, dia duduk di hadapan penjual VCD sambil tangannya memilih-milih. Ikut penasaran, sedikit-demi sedikit melangkah mendekat. Ooo...ternyata CD film dan lagu. Dari covernya sudah kelihatan mengerikan “ wanita mengumbar aurat”, hampir semuanya begitu.  Padahal bisa dibilang saat itu Bogo adalah daerah yang belum ramai, ironis penyebaran VCD perusak generasi ternyata sudah menjangkau pelosok daerah. Belum sepenuhnya bisa optimal dalam gerak dakwah eee...tantangan sudah di depan mata. Bagaimana pun juga ini adalah sebuah pilihan yang telah diambil. Namun terkadang masih saja keputusan pindah dari kampus ke kampung  menjadi pemicu lemahnya gerak dakwah.

Di kampung, suasana dakwah tak begitu ramai, teman seperjuangan tak banyak, tempat tinggal pun cenderung menyebar. Jadilah seolah berjuang sendiri tanpa teman di sisi. Bergabung dengan saudara seperjuangan yang mempunyai kebiasaan dan uslub berbeda. Ditambah lagi ketika pulang kampung dengan status single dan belum mempunyai penghasilan sendiri padahal orang tua sudah tak membiayai. Kelimpungan mencari kerja. Sebelumnya ketika meninggalkan kampung untuk kuliah atau bekerja di kota belum mengenal dakwah memperjuangkan khilafah. Sebelumnya hanya menjadi manusia biasa yang tak peduli masalah umat, cuek dengan realitas di sekitar, menjadi anak manja yang kemana-mana selalu diantar. Merasa asing di kampung halaman. Tidak hanya itu, keluarga yang belum terkontak dan belum paham dengan dakwah tak jarang menjadi kendala dalam dakwah. Dilarang sering keluar rumah, tidak diberi fasilitas, hingga ancaman pengusiran ketika masih bersikukuh dalam dakwah.

Di pelosok, fasilitas sangat minim. Kajian keislaman sangat jarang. Toko buku nan jauh di mata, buletin dan majalah sering datang terlambat. Informasi begitu lambat. Tempat kajian sangat jauh membutuhkan pengorbanan waktu, biaya, dan tenaga.  Masyarakat belum terbiasa menerima hal-hal baru. Masyarakat masih menganggap asing dakwah khilafah. Belum lagi harus berhadapan dengan sebagian masyarakat yang berpemahaman salah. Jadilah pengemban dakwah merasa tak bisa mengembangkan diri dan tak berkutik ketika berinteraksi dengan orang-orang yang cenderung tak peduli dengan orang baru. Akhirnya bingung harus berbuat apalagi. Dan idelisme pun mulai tergerus. Ya sudahlah...mungkin harus ikut arus. Bukannya menjadi sosok yang mendobrak semangat tetapi malah menjadi beban. Astaghfirullah...semoga tak terbersit lagi dalam hati.

 Ketika ketidaknyamanan akibat tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan baru terus berlanjut tidak menutup kemungkinan semangat dakwah akan semakin tergerus. Tak hanya karena permasalahan yang berkaitan dengan faktor lingkungan namun bisa juga karena permasalahan pribadi yang semakin membelit. Sungguh merasa prihatin dan dada terasa sesak ketika mendapat berita seseorang yang baru pindah tak mau ngaji lagi. Alasannya beragam, tidak dihubungi berbulan-bulan, terlanjur sibuk dengan kegiatan lain, dilarang keluarga, tidak mempunyai sarana sehingga terisolasi. Tidak siap dengan tantangan baru, tidak kuat dalam memberikan pengorbanan. Tidak siap dengan suasana baru. Hanya menangis sendiri menyesali diri. Dan penyesalan pun menyusup ke dalam relung hati, bertanya lagi tepatkah keputusan ini ?


Anugerah terindah
“Dek di mana pun kita berada, insya Allah itu adalah tempat terbaik yang diberikan Allah ke kita “ Satu pesan yang tak pernah terlupakan. Berusaha bangkit di saat diri ini terpuruk. Tak boleh menyerah. Go..go..semangat !!! Han Ji En dalam K-Drama Full House yang kafir saja bisa semangat menjalani hidup masak pengemban dakwah mlempem ketika disapa ujian... bukannya menjadikannya sebagai teladan hanya berusaha menyemangati diri ... sekali lagi go..go semangat !!!

Meski banyak yang berubah harus tetap isriqomah. Merintis kajian remaja, mengajukan proposal ke sekolah. Memanfaatkan link yang sudah ada. Alhamdulillah...tak terlalu mendapat masalah. Salah satu kelebihan berdakwah di kampung adalah rasa persaudaraan yang masih erat. Jika di kampus tetangga radius 500 m saja bisa jadi tak kenal, tapi di kampung radius 10 km insya Allah masih kenal. Jadilah SKSD alias sok kenal sok dekat jadi jurus andalan dalam berinteraksi, meski belum tahu nama tapi tahu rumahnya. Ngobrol dengan gayeng, memanfaatkan momen pertemuan untuk menyampaikan ide. Naik angkot dengan durasi yang lama digunakan untuk ngorol dengan penumpang, nunggu angkot yang super lama juga dimanfaatkan. Meminjam masjid juga lebih mudah karena memang sudah kenal. Tentu saja itu tak bisa dilakukan dalam sekejap mata, terus menerus berinterakasi dan kontak.

Tak berpuas diri, mulai latihan bergerak di kampung dengan obyek dakwah yang heterogen. Dengan keterbatasan SDM jadilah tim serba bisa. Bisa ngisi kajian remaja, bisa ngisi kajian ibu-ibu yang jenis kajiannya beragam. Sekedar majelis ta’lim, yasinan, bahkan seminar. Meski sudah dibentuk tim khusus masih saja semua harus terjun bersama. Yang menggarap  sekolah ya harus kontak ke masyarakat, yang kontak ke birokrat juga harus kontak ke kalangan ustadzah. Mau menolak ? Bisa- bisa dakwah berhenti sama sekali. Beda dengan di kampus dulu,  lebih banyak menjumpai obyek dakwah yang homogen. Dengan tim spesialis.  Obyek dakwah heterogen, masalah yang di hadapi pun juga heterogen. Mengisi kajian ibu-ibu juga sekaligus menghadapi masalah yang dihadapi para ibu. Demikianlah, menjalani hari demi hari di tempat baru dengan sabar.

Selalu mengingat tujuan setiap aktivitas, yaitu meraih ridha Allah. Menjadikannya bekal dalam menjalani kehidupan. Menjadikan motivasi ruhiyah sebagai satu-satunya penyemangat. Karena sekecil apa pun yang dilakukan tak kan pernah sia-sia di hadapan Allah. Dan seberat apa pun masalah masih ada Allah Yang Maha Besar yang akan menolong orang-orang yang berjuang menegakkan hukum Islam. Meski tak sedikit yang berguguran di jalan dakwah, sedikit pun tak ada niat untuk mengendurkan langkah atau bahkan menghentikan langkah. Ketika kegagalan mendera, ketika rasa lelah menyapa, ketika hambatan di depan mata jangan menyerah begitu saja, jangan merasa menjadi orang yang paling menderita di seluruh dunia. Mengingat perjuangan Rasulullah manusia mulia, mengingat penderitaan kaum muslimin dan mengingat bagaimana para pengemban dakwah yang tak lepas dari ujian. Mulai dari siksaan fisik hingga penghilangan nyawa. Sudahkah itu semua dirasakan ?

Dan yang tak boleh diabaikan. Selalu menjalani kehidupan dengan melaksanakan kaidah sababiyah. Termasuk ketika menjalani aktivitas dakwah di tempat baru. Karena perpindahan tempat dakwah bisa jadi tak bisa dihindari. Entah itu karena sudah terencana maupun pindah secara mendadak. Maka menyiapkan segala sesuatu jauh-jauh hari mutlak diperlukan. Jangan hanya bermodal semangat saja. Membekali diri dan menguatkan motivasi diri. Tetap tsiqah dalam tahapan dakwah, menjalani dengan penuh kesabaran. Selalu mengevaluasi diri dan tak lupa mengembangkan kemampuan secara mandiri, dan yang tak kalah pentingnya adalah menjalani itu semua dengan kontinyu dan disiplin.

Tak lupa selalu menjaga kerja sama dengan saudara seperjuangan, saling membantu, saling memotivasi, perjuangan akan terasa indah ketika ada ukhuwah. Subhanallah semuanya bisa dilaksanakan bersama jamaah dakwah. Karena di mana pun pengemban dakwah berada, itulah tempat terbaik yang dianugrahkan Allah SWT, sebuah nikmat yang harus disyukuri dengan mengoptimalkan potensi diri. Tak peduli di kampus atau di kampung, di kota atau di desa, di pusat kota atau pelosok, dakwah menyadarkan umat tentang penerapan syariah di bawah naungan khilafah harus terus dilakukan. Meski tak tersorot media namun tetap saja itu semua sangat berarti dalam menyiapkan umat.
Masalah pekerjaan ? Tak perlu khawatir, sekali lagi Allah Maha Kaya, binatang melata saja diberi rezeki apalagi manusia yang dikaruniai akal. Memang tak semudah di kampus atau di kota. Tak pernah lelah mencoba, melamar pekerjaan hingga berusaha berwiraswasta. Gagal coba lagi, gagal lagi mencoba lagi begitu seterusnya.
Begitulah, tak ada kata menyerah bagi pengemban dakwah. Selama hayat masih di kandung badan terus menjadikan dakwah sebagai poros. Terus menginteraksikan ide Islam ke seluruh penjuru dunia. Hingga Allah meminta kembali nyawa kita, hingga maut menjemput. 

Sunday 18 December 2016

Tujuh Pelajaran-Hikmah Kisah Para Nabi dan Rasul Untuk Pengemban Dakwah



Sejumlah pelajaran dan hikmah yang bisa dijadikan dasar penelitian dan pijakan lebih lanjut oleh para pengemban dakwah dalam melakukan pengkajian dan penyelidikan kisah-kisah para Nabi dan para Rasul :

Pertama, di antara yang paling penting diperlukan oleh seorang pengemban dakwah adalah keteguhan dalam dakwah. Hal itu karena banyaknya rintangan dan kesulitan yang bakal dihadapinya; banyaknya siksaan dan tekanan yang bakal dialaminya; dan banyaknya godaan atau hasutan yang bakal ditawarkan kepada dirinya.

Kedua, di antara yang paling penting yang dibutuhkan seorang pengemban dakwah adalah sikap sabar atas berbagai pendustaan dan penyiksaan manusia yang ditimpakan kepada dirinya. Sikap sabar yang menghiasi dirinya secara terus-menerus akan mendatangkan pertolongan Allah. Tanpa sikap sabar, Allah tidak akan menolongnya, dan tidak akan pernah memuliakanya.

Ketiga, seorang pengemban dakwah wajib untuk beramal semata-mata ikhlas karena Allah; tidak mencari imbalan atau balasan berupa harta, pangkat, maupun tujuan-tujuan duniawi lainnya. Sebab, ketika ia beramal dengan amal para Nabi, yakni mengemban dakwah, sudah seharusnya ia pun meneladani keteladanan yang mereka tunjukkan.

Keempat, di antara kewajiban terbesar bagi setiap pengemban dakwah adalah menjauhi sikap memperturutkan hawa nafsu serta memenuhi berbagai keinginan dan syahwat di atas keteguhannya dalam memegang dan terikat dengan kebenaran. Sebab, semua itu merupakan kesesatan yang sangat nyata. Setiap pengemban dakwah juga tidak boleh menjadi sesat dan menyesatkan.

Kelima, setiap pengemban dakwah wajib meyakini janji Allah berupa pertolongan, meyakini akan berpindahnya kepemimpinan di muka bumi kepada mereka, serta meyakini bahwa mereka akan mampu mengalahkan orang-orang yang durhaka, takabur, zalim, dan sekular. Semua itu harus diyakini sebagai suatu hakikat yang nyata, yang mesti tertanam secara mendalam dalam dirinya, serta sebagai sesuatu yang niscaya, meskipun dia sendiri mungkin tidak akan merasakan atau bahkan menyaksikannya. Bagi seorang pengemban dakwah, sudah cukup jika ia meyakini janji Allah Swt, berupa pertolongan-Nya dengan memandang bahwa pertolongan tersebut sebagai suatu hakikat yang nyata dan pasti terjadi.

Keenam, wajib untuk berhukum hanya kepada syariat Allah, baik dalam perundang-undangan maupun dalam persiapan menghadapi peperangan; tidak tunduk pada akal-akal mereka yang terbatas dalam membuat perundang-undangan dan tidak melakukan berbagai persiapan dalam menghadapi peperangan dengan mengabaikan aspek ruhiah dan petunjuk Allah.

Ketujuh, sesungguhnya seorang pengemban dakwah wajib untuk mengemban dakwah dengan penuh kekuatan, teguh, dan bersifat menantang, tanpa mempedulikan lagi berbagai akibat dan bahaya yang bakal menimpa dirinya. Ia semata-mata menjadikan dakwah dan kemaslahatannya sebagai target dan tujuan hidupnya. Ia pun menyadari bahwa rasa takut kepada manusia, bersikap lemah, dan mencari selamat, justru akan menjauhkannya dari berbagai kesuksesannya dalam dakwah serta menjauhkannya dari keridhaan dan pertolongan Allah.

Pengemban Dakwah, Kewajiban dan Sifat-sifatnya
Kisah Para Nabi dan Rasul
(Mahmud Abdul Latif Uwaidah) 

Thursday 15 December 2016

Lawan Penjajahan Kapitalisme Timur!

Tulisan Oktober 2016 di visimuslim.net

Oleh : Nur Aini
Aktivis Forum Guru Ideologis
(Kampung Inggris Pare-Kediri)

Presiden Joko Widodo mengundang 20 ekonom untuk datang ke Istana Merdeka, Kamis (22/9). Presiden mengundang mereka untuk berdiskusi mengenai perkembangan perekonomian dunia. Terkait kondisi ekonomi di dalam negeri, Jokowi mengakui bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia masih banyak yang bergantung pada APBN. Namun begitu, menurut dia, jika ingin menstimulasi pertumbuhan ekonomi yang lebih besar, pemerintah harus mampu menarik investasi sebanyak-banyaknya (Republika.co.id, 22/09/16). 

Dengan kata lain Jokowi mengatakan bahwa investasi asing harus dikejar agar kegiatan ekonomi tidak bergantung pada APBN. Ini artinya Negara akan menyerahkan pembiayaan kegiatan ekonomi dan pembangunan kepada swasta dan asing, jadi Negara akan berlepas tangan. Arah kebijakan ekonomi ala kapitalis semakin terlihat jelas. Pembangunan berbasis utang luar negeri berkedok investasi.  Tentu ini akan semakin membuat Indonesia tercengkeram dengan penjajahan asing atas nama investasi. Dan sudah menjadi rahasia umum, yang akan semakin untung dengan investasi di Indonesia adalah China. 

Catatan 
Indonesia perlu mewaspadai misi terselubung dibalik dominasinya atas sejumlah proyek infrastruktur. Namun sayangnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memahami misi terselubung China (Tiongkok). Yang mengherankan, Jokowi begitu mudahnya memberikan proyek infrastruktur tanpa memiliki pemahaman geopolitik. Salah satu bentuk intervensi yang paling strategis yang dilakukan oleh institusi asing untuk menanamkan kepentingannya dalam suatu negara adalah mendesain sistem, kelembagaan dan regulasi serta mencetak sumberdaya manusia yang mampu menjaga dan menjalankannya.
Campur tangan ekonomi China ini merupakan bagian dari kerjasama Indonesia-China yang ditandatangani tahun lalu. Melalui China Development Bank (CDB) dan Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), Pemerintah China berkomitmen memberikan utang US$ 50 miliar atau setara Rp 700 triliun (US$ 1= Rp 14 ribu). Utang itu untuk pembangunan infrastruktur nasional seperti pembangkit listrik, bandara, pelabuhan, kereta cepat dan kereta api ringan (LRT-Light Rail Transit).
Bisa dipastikan investasi China di Indonesia akan semakin melambung. Komitmen investasi China di Indonesia tercatat terjadi pada tahun 2015 lalu, yakni senilai 22,678 miliar dollar AS. Sementara itu, pada periodeJanuarihinggaFebruari 2016, komitmeninvestasi China di Indonesia mencapai 3,202 miliar dollar AS (Kompas.com, 21/03/16). Dan realisasinyapada semester pertamatahun 2016 sudahmenembuspadaangka 8 miliar dollar AS (bisnis.com, 08/09/16). 

Melambungnya investasi China di Indonesia bukanlah kabar gembira. Investasi hanyalah kedok belaka. Investasi sebenarnya adalah penjajahan nyata di negeri ini. Apa yang dipinjamkan China ke Indonesia akan dibayar mahal rakyat Indonesia. China akan benar-benar menguasai pembangunan megaproyek di Indonesia, yang konsekuensinya adalah dominannya perusahaan-perusahaan China dari mulai perencanaan, pengadaan barang dan jasa, hingga konstruksi. Barang-barang yang terkait dengan konstruksi infrastruktur seperti mesin-mesin dan baja serta pekerja ahli hingga pekerja kasar akan membanjiri Indonesia, sebagai konsekuensi dari pemberian utang. Padahal sebagian besar barang tersebut sebenarnya amat melimpah di Indonesia. Pada akhirnya, rakyat hanya bisa menonton saja atau bahkan hanya bias menjadi konsumen yang terus diperas. 

Menurut Sri Bintang, Cina mendapat angin segar dengan kepemimpinan Jokowi yang mendapat dukungan pengusaha Cina maupun keturunannya yang ada di Indonesia. Kata Sri Bintang, para pengusaha Cina sudah menyiapkan warganya dengan membuat apartemen, perumahan dan menyiapkan tenaga kerja. “Karena itu, orang-orang Cina di Indonesia bisa menjadi penduduk nomor dua sesudah suku Jawa. Tentulah ini akan menjadi migrasi besar dunia setelah bule-bule Eropa Barat berimigrasi ke Amerika Serikat dan Australia pada sekian abad lalu,” ungkap Sri Bintang. (https://www.intelijen.co.id/ini-dia-skenario-penjajahan-cina-di-nkri-era-rezim-jokowi/)

Penjajahan China sebagai Kapitalisme Timur itu mendapat jalan lebar karena strategi pembangunan yang ditempuh rezim saat ini secara hakiki tidak berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya. Berkedok investasi, Pemerintah terus menumpuk utang yang bisa menenggelamkan negeri ini.Kemandirian negeri ini tergadai karena komitmen utang mensyaratkan berbagai hal yang menguntungkan pemberi utang, namun merugikan negara pengutang dan rakyatnya. Apalagi semua utang itu disertai riba yang jelas diharamkan oleh syariah. Penjajahan oleh Kapitalisme Timur dilakukan atas sektor-sektor yang selama ini belum disentuh oleh Kapitalisme Barat. Alhasil, lengkaplah penjajahan atas negeri ini. Hampir tidak ada sektor yang luput dari penjajahan Kapitalisme Barat dan Timur. [VM]

Monday 5 December 2016

Mana Hapus Saya ?


Sebelumnya heboh dengan penggunaan kata “pakai” dan  “tidak pakai”, muncullah pro kontra, muncul analisis dari berbagai pihak. Tidak ketinggalan ahli bahasa pun banyak yang berkomentar. Namun sekarang sudah mereda, bungkam dengan aksi jutaan umat Islam membela Islam, semuanya kompak menuntut ditangkapnya penista agama.

Sebenarnya tidak harus menjadi ahli bahasa, cukup dengan pengamatan fakta kekinian (penolakan pemimpin kafir, penolakan pemimpin arogan), rekam perilaku orang yang mengucapkan yang memang sudah biasa ngomong asal ceplos, kasar dan terkesan tanpa pikir panjang,orang sudah tahu maksud ucapan yang mencantut surah Almaidah ayat 51.

Lain bahasan namun masih sedikit berhubungan. Terkait dengan kemampuan berbahasa saat ini.
Minat Baca Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara ( Minat Baca Indonesia  )
Kemampuan berbahasa lisan dan tulisan, membaca, menulis di negeri ini memprihantinkan, orang lebih suka bertanya jawaban secara langsung, to the point ga pake bertele-tele minta jawaban singkat. Ibarat orang minta fatwa langsung, tidak mau tau dalil-dalilnya. Bahasa lisan pun terucap tanpa pikir panjang.

Contohnya tidak perlu jauh-jauh. Di sekolah seringkali siswa meminta ditunjukkan secara instan jawaban sebuah soal pertanyaaan : " Bu, ini jawabannya ada di halaman berapa?". Bukannya berusaha mencari sendiri dulu.Contoh lain terkait penggunaan kata, entah dari mana asalnya, siapa yang memberi contoh. Ada kebiasaan pada murid-murid saya di sekolah, dengan ringannya mengucap : “ Mana hapus saya?”. Mungkin sebenarnya yang dimaksud adalah : “ Mana penghapus saya ?”

Penggunaan sebuah kata baik secara pilihan kata maupun pengucapan akan sangat berpengaruh pada arti kata, terutama untuk bahasa-bahasa yang memang mempunyai khasanah bahasa yang luar biasa melimpah. Di antaranya adalah bahasa Jawa dan bahasa Arab.Untuk bahasa Indonesia memang khasanah bahasanya tidak terlalu banyak, namun tetap ada kaidah yang harus diperhatikan'

Kembalii pada masalah " Mana hapus saya?", sepele namun fatal jika ditinjau dari segi arti. Hapus bentuk dasar, bisa menjadi kata kerja perintah. Yang pasti bukan kata benda, baru menjadi kata benda ketika mendapat imbuhan pe-. 

Dalam tata bahasa Arab, kata dibagi menjadi fiil, isim dan huruf. Secara mudahnya fiil = kata kerja, isim = kata benda, huruf = kata sambung (definisi sederhana). Jika diurai lebih mendetail dalam sharaf, bentuk  kata bisa berubah, perubahannya berupa tashrif lughawi (berdasarkan pelaku) dan tashrif istilahi(makna kata). Jelas ada perbedaan tulisan/harakat dan maknanya. Tasrif Lughawi dan Istilahi


Dengan memperhatikan tata bahasa akan jelas jenis katanya, kedudukan, makna, dan maksudnya.
Jadi, mari belajar bahasa, terutama bahasa Arab.


Pare, 5 Desember 2016

Wednesday 30 November 2016

Catatan Hari Guru : Akan Kutemani Hingga ke Langit

Foto tahun 2012 : Juara 1 pidato Bahasa Arab- Bahasa Inggris Kec Pare
(Murid terus menuju langit, guru tetap ada di bumi, masih menjadi guru, ada yang sudah almarhum)

Tulisan dikirim ke Lomba Menulis untuk Guru : Guru Bermutu Menginspirasi Sepanjang Waktu ( Indonesia Bermutu, 2015)

Dahulu ketika masih kecil, ketika ditanya apa cita-cita kita mungkin tidak semuanya menjawab menjadi guru. Namun apapun jawaban kita dahulu, faktanya saat ini kita adalah seorang guru. Mengajar dan mendidik siswa menjadi kegiatan utama kita. Dengan penuh keyakinan mengabdikan diri untuk masa depan cerah negeri ini. Mendedikasikan seluruh tenaga, waktu, kemampuan dan seluruh ilmu untuk mencerdaskan anak bangsa.
Akan tetapi, apapun cita-cita masa kecil dahulu tidak akan menghentikan langkah kaki untuk terus menjadi yang terbaik. Dan menemani siswa menjadi generasi terbaik pula.

Raihlah Cita-cita Setinggi Langit !
                Raihlah cita-citamu setinggi langit ! Sepenggal kata mutiara untuk terus memotivasi setiap insan, terus berusaha mengejar cita-cita yang diinginkan. Cita-cita meski setinggi langit, selama ada kemauan dan usaha akan sangat berpeluang terwujud.
                Sungguh suasana yang mengharukan ketika siswa kita menyampaikan cita-cita mereka. Ada yang menjawab ingin menjadi guru, menjadi dokter, menjadi tentara, menjadi arsitek, menjadi pasukan pemadam kebakaran dan lain sebagainya. Semuanya menyampaikan cita-cita mulianya, tidak ada satupun yang menginginkan menjadi orang yang tak berguna. Tidak ada yang bercita-cita menjadi pencuri, perampok, pembunuh bayaran, koruptor dan pekerjaan hina lainnya. Ya, semuanya ingin menjadi yang terbaik meski faktanya saat mereka menuntut ilmu mereka menjadi anak istimewa yang terkadang malas mengerjakan tugas dan tak jarang membolos tanpa alasan yang jelas. Tetap saja, mereka ingin menjadi yang terbaik.
                Akan tetapi meraih cita-cita tentu tak semudah membalikkan telapak tangan. Membutuhkan keseriusan dan kejelasan jalan yang akan ditapaki. Mewujudkan cita-cita tak selamanya berjalan tanpa hambatan. Membutuhkan keseriusan dan bimbingan.
                Dan sebagai guru, tak pernah sedikitpun ada keinginginan untuk membendung cita-cita siswanya. Guru pasti akan mendukung cita-cita mulia setiap muridnya. Bukan sebagai pelampiasan karena dahulu tidak berhasilkan merealisasikan cita-cita, tetapi sebagi kewajiban memberikan arahan terbaik untuk siswa. Guru akan terus memotivasi siswanya untuk mengejar cita-cita mereka meski setinggi langit pun.



Jalan Menanjak Menapaki Tangga Menuju Cita-cita
                Mencerdaskan siswa, menjadikan siswa sebagai generasi terbaik yang berguna bagi agama, bangsa dan Negara adalah sebagian dari idealisme seorang guru. Sebuah idealisme yang tak mudah diwujudkan. Terutama de tengah tantangan jaman dan keterbatasan fasilitas pendidikan. Tak bisa dipungkiri, masih saja ada sekolah yang menghadapi berbagai kendala. Guru berjuang dengan keterbatasan dimana-mana.
                Ada sekolah yang inputnya siswa berkemampuan seadanya, bahkan “buangan” dari sekolah-sekolah favorit. Di sekolah seperti ini perjuangan guru akan lebih berat jika dibandingkan dengan sekolah yang siswanya adalah pilihan, masuk dengan saringan tingkat kemampuan tertentu. Mengantarkan siswa dengan kemampuan rendah menggapai cita-cita mereka tentu tidak mudah. Namun, sebagai guru harus tetap mempunyai keyakinan, tetap optimis, tanpa putus asa mendidik siswa. Selama mereka adalah manusia dengan kemampuan normal, bukan anak berkebutuhan khusus, pasti ada jalan untuk membuat mereka menjadi yang terbaik. Di sinilah perjuangan dan pengorbanan guru dibutuhkan, mengubah stigma “garbage in garbage out”. Bagaimana pun latar belakang input siswa, selama mereka manusia yang berakal pasti ada peluang membuat mereka paham dan bisa menyerap materi pelajaran. Memang membutuhkan energi lebih jika dibandingkan dengan mengajar siswa pintar. Jadi ketika ada guru yang berhasil mengantarkan anak didiknya meraih hasil yang terbaik padahal “modal” inputnya hanya pas-pasan, sungguh perjuangan yang luar biasa. Setidaknya satu tangga menuju cita-cita telah terlewati.
                Adakalanya, guru mengajar di sekolah dengan fasilitas dan sarana terbatas. Sudahlah bantuan negara tidak optimal diberikan, orang tua pun kadang tak peduli dengan pendidikan. Jadilah guru harus berjuang ekstra. Dengan capaian kurikulum yang sama namun fasilitas tak sama kadang akan berpengaruh pada proses belajar mengajar. Sekolah dengan fasilitas lengkap, bersih dan aman adalah harapan setiap siswa dan guru. Dengan begitu proses belajar mengajar tidak akan banyak menghadapi kendala. Namun sebaliknya, sekolah dengan fasilitas serba kurang, gedung yang tak layak bukanlah kondisi yang diharapkan. Akan tetapi ketika memang kondisi itu terjadi, tetap saja seorang guru tidak akan berputus asa. Berusaha melakukan perbaikan dengan berkomunikasi dengan pejabat setempat, juga terus semangat mengajar. Tak sedikit pun terbersit tak memberi ilmu meski sarana tak mendukung. Dari sinilah akan lahir guru-guru tangguh, kreatif dan mempunyai daya juang tinggi. Keadaan menempa guru untuk tetap memberikan yang terbaik bagi siswanya. Dan guru-guru yang berjuang dengan keterbatas fasilitas adalah guru yang luar biasa, tidak menyerah meski banyak aral menghadang langkah.
                Dan masih banyak lagi hambatan dan ujian dalam rangka mendampingi siswa menapaki tangga cita-cita setinggi langit, apapun kendalanya perjuangan dan pengorbanan guru mutlak diperlukan.

Ketika Mereka Sukses Meraih Cita-cita
                Dan ada saatnya nanti siswa akan sukses mewujudkan cita-cita. Lulus SD, SMP, SMA dan terus menuntut ilmu, terus belajar menempa diri dalam kehidupan. Terus berusaha meraih asa. Tak sedikit yang mempunyai prestasi yang luar biasa, tak sedikit yang menjadi orang hebat. Dan guru masih menjadi guru. Masih tetap setia dengan amanah di pundak. Siap mengantarkan siswa berikutnya untuk menyongsong cita-cita mereka. Kembali mengulang langkah perjuangan. Mengambil hikmah ketika kegagalan menyapa, tak berjumawa ketika kesuksesan di depan mata.
                Ketika siswa sukses meraih cita-cita, tak ada sedikitpun pikiran untuk meminta mereka mengingat jasa guru. Tak ada niatan untuk meminta balasan. Tetap mendoakan agar mereka menjadi lebih baik lagi, tetap menyimpan rasa bangga. Juga tidak ada rasa dengki mengapa mereka bisa mengejar cita-cita sampai ke langit akan tetapi guru masih tetap menginjakkan kaki di bumi.
                Dan guru tidak berhenti mengantarkan satu, dua, tiga siswa saja. Puluhan, ratusan bahkan ribuan siswa lain untuk meraih cita-cita mereka. Dan ketika lagi-lagi siswa meraih kesuksesan, guru kembali bersyukur. Bukan materi yang diminta, tetapi tetap ikhlas menunggu balasan pahala yang mengalir dari amalan ilmu yang bermanfaat. Tidak menyesal dengan seluruh pengorbanan karena kelak Allah SWT akan membalas sekecil apapun amal yang telah dilakukan.

Guru, Tetap Bertahan Meski Ujian Menerpa
                Terkadang tak semua berjalan sesuai keinginan. Bagaimana pun guru juga manusia biasa tempat salah dan khilaf. Kecewa ketika kenyataan tak sesuai harapan, sedih ketika ujian mendera. Tak semua siswa rajin belajar, tak semua siswa sukses, dan ada saja yang memilih jalan yang jauh dari kebaikan. Tidak hanya itu, terkadang kesolidan tim guru diuji. Keberhasilan siswa bukanlah keberhasilan satu guru saja, namun keberhasilan semua guru yang terlibat dalam pembelajaran. Mulai dari jenjang yang paling rendah hingga jenjang tertinggi, juga guru untuk setiap pelajaran. Semua bahu-membahu mengantarkan seluruh siswa menuju hasil yang terbaik.
                Oleh karena, guru harus terus mengingat tugas mulianya, pantang menyerah dengan semua hambatan yang mendera. Meluruskan niat dan meningkatkan kemampuan, agar guru bias mencetak generasi mulia berprestasi dan juga guru bisa menjadi sosok  yang layak diteladani. Memang bukan perjuangan yang mudah, namun akan selalu ada jalan bagi orang-orang yang optimis dan selalu ada jalan bagi orang-orang yang serius mewujudkan keinginan mulia. Insya Allah pada saatnya nanti perjuangan, pengorbanan dan kesungguhan akan berbuah manis.

Matematika Menjadi Biasa
                Secercah harapan pasti ada meski di tengah gelap gulita. Seperti itulah awal mengajar matematika. Pelajaran yang menjadi momok bagi siswa, menganggap matematika pelajaran yang sulit dan membingungkan, terutama bagi siswa dengan kemampuan yang pas-pasan. Maka wajar jika jarang mendapat perhatian. Tak dilirik ketika disandingkan dengan pelajaran menggambar bebas atau pelajaran olahraga yang begitu menyenangkan. Dan tak mengherankan prestasi akademik di bidang matematika pun tak pernah ditorehkan.
                Sekali, dua kali mengirim siswa dalam olimpiade matematika hampir tak  ada hasil. Selalu kandas di babak penyisihan. Namun, sudah seharusnya kegagalan menjadi pelajaran, tidak berhenti untuk mencari pengalaman. Kembali mengevaluasi cara membimbing siswa, memperbaiki kualitas mengajar. Agar siswa paham dan menjadikan matematika sebagai pelajaran yang mudah dan menyenangkan.
                Guru tidak malu untuk terus berguru dan bertanya kepada guru lain yang telah berpengalaman. Sabar menjalani proses pembelajaran meski membutuhkan waktu yang tidak sebentar, meski hasil terkadang jauh di mata. Alhamdulillah, dengan pengalaman yang ada disertai dengan usaha seberkas sinar terang mulai nampak. Siswa mulai tertarik dan menyukai matematika. Kompetisi di bidang matematika sudah menjadi hal biasa, soal sederhana hingga soal sulit menjadi makanan sehari-hari. Dan akhirnya prestasi itu di genggaman tangan.
                Tahun 2015, setelah sepuluh tahun mengajarkan matematika akhirnya bisa menuju ibu kota Indonesia. Bukan semata untuk berjalan-jalan saja, namun mengikuti kompetisi di bidang matematika dan studi Islam.
                Mengunjungi ibu kota bagi siswa di desa adalah pengalaman yang istimewa. Mengunjungi kota besar setelah sekian lama hanya menikmati suasana kampung. Terpana dengan gedung yang menjulang, fasilitas yang lengkap dan canggih. Terheran-heran melihat mesin otomatis yang mengeluarkan botol minuman di stasiun kereta api, terheran-heran dengan stasiun besar yang selalu ramai dengan penumpang. Dan sungguh pengalaman yang luar biasa ketika bersama para finalis pilihan dari seluruh penjuru nusantara. Ya, begitu bersyukur dan bangga menjadi peserta dari daerah yang berhasil berjuang menuju final di ibu kota. Apalagi untuk mengikuti kompetisi matematika yang sebelumnya menjadi pelajaran yang begitu mengerikan untuk siswa di sekolah biasa. Alhamdulillah.

Tak Berhenti di Prestasi Akademik
                Semua siswa istimewa, sebuah keyakinan yang akan memotivasi untuk tetap percaya dengan kemampuan yang dimiliki setiap siswa. Memang tak semua siswa berprestasi di bidang akademik, maka di sinilah diperlukan kejelian seorang guru, mendampingi siswa meraih prestasi di bidang yang diminati. Tetap sabar menemukaan kelebihan seorang siswa agar bisa mengasahnya, menyemangati siswa bahwa mereka bisa memberikan hasil yang terbaik.
                Memanfaatkan ekstrakurikuler sebagai ajang mengasah prestasi. Menekuni bidang yang diminati dan disukai. Terus berlatih dan tak lelah mengikuti kompetisi untuk menguji kemampaun dan menambah pengalaman. Ada banyak ekstrakurikuler yang bisa dijadikan pilihan. Akan lebih baik lagi jika fokus dalam satu atau dua bidang saja. Menjadikan sekolah mempunyai ikon yang khas. Sekolah yang selalu juara lomba UKS, sekolah yang selalu juara dalam setiap Jambore Pramuka, sekolah yang selalu juara pidato, sekolah yang selalu juara menyanyi, sekolah yang kreatif mendaur ulang, dan lain sebagainya. Karena memang tak semua semua mempunyai kelebihan di bidang akademik, akan tetapi dengan kesabaran menekuni dan membiasakan dengan sebuah keterampilan tak mustahil prestasi akan bisa ditorehkan.
                Demikianlah, guru akan selalu menemani siswanya mewujudkan cita-citanya, meski ke langit tertinggi pun. Guru akan terus berusaha mendampingi siswanya menapaki tangga, dengan harapan, mereka menjadi manusia yang berguna bagi agama, bangsa dan negara. Demi masa depan cerah di dunia dan akhirat.

                

Thursday 17 November 2016

Move on, Akhirat Menanti

dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir (QS Yusuf 87)

Tulisan tersimpan di folder my plan :

Sebelum menghapus sms di HP ada beberapa sms yang menarik
Sms masuk malam-malam :
“ Bu saya mau tanya…, sy ini baru ptus bu sama pacar sya, dan sya ga bisa nglupain dia. Tp dlm hati sya, sya ingin meneruskan cita2 sya. Bgaimana cranya agar sya smangat dan tdk trus mnerus ingat sma mantan sya?”

Sms lain :
“ Bu saya itu suka sama seseorang, sbelum nya saya itu gk pernah suka sama dia. Namun ketika saya mulai punya perasaan ke dia lalu kt jadian. Setelah satu bulan hub saya mulai pudar sering berantem, namun ketika sy tanya status kt dia malah jwb bahwa kita itu gk pernah pacaran n hanya sbatas teman. Saya merasa ditipu dan di php in bu. Tlg saya bu :’(“
“Dia tetanggaan sama sy bu, sulit melupakan. Tiap hari ketemu. Apa nomor hp nya saya buang saja ya?”
Bla…bla..bla…

Me ( to de poin saja) : Ya lupakan, buang aja ke laut J


Kl ingat sms curhatan remaja alay ababil gitu sering senyum-senyum sendiri. Anak sekarang ga pusing mikirin pelajaran malah lebay mslh pacar.

Kl jawab sms lebay itu kadang-kadang sambil mengernyitkan dahi, puas ga ya dengan jwb saya, secara tidak pernah mengalami patah hati. Jawabnya juga ga pake ngalor ngidul. Udah putusin aja, udah focus belajar,udah ketemuan yuk kopdar sm saya. Yuk ngaji saja. Jawabnya ga pernah neko-neko.

Tapi dugaan saya, mereka puas dengan jawaban saya. Buktinya kl ada masalah lain masih tanya, bahkan ada yang merekomkan ke teman lain.

Pernah ada sms lain :
“ Benar ini dengan Bu Nur ? Kata temen saya Bu Nur bisa dicurhati ya?”
Ha..ha.. bisa saja

Terkadang prihatin juga, hampir semua sms konsultasi remaja/pelajar  yang masuk itu masalah pacaran. Minta tips biar bisa move on.
Yang mikirin si dia terus, ga konsen pelajaran, malas sekolah, malas ini itu dsb. Walah…walah ga kasihan sama gurunya apa? Gurunya cemut-cemut mikir murid biar paham pelajaran, eee muridnya malah mikirin pacar.
Anak sekarang ada masalah dengan pacar saja merasa seolah dunia berakhir, tanpa pikir panjang larut dalam permasalahan. Padahal hidup itu pasti ada ujian, hidup itu pasti ada masalah, tinggal berusaha untuk menghadapi dan mencari solusi, selebihnya pasrahkan kepada Dzat Yang Maha Segalanya. Hasbunallah  wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir

Hidup di dunia itu hanya sekali
Harusnya dimanfaatkan agar  tak disesali
Menyesal di dunia mungkin masih bisa diperbaiki
Namun sesal di akhirat tak bisa kembali

Kembali mengingat kita berasal dari mana
Kembali mengingat untuk apa  kita hidup di dunia
Kembali mengingat ke mana setelah kematian menyapa

Kita berasal dari Allah maka hidup hanya untuk beribadah kepadaNya
Kita di akhirat kan dihisab dengan balasan surga atau neraka

Maka pastikan hidup kita nafas kita hanya untuk Allah semata
Kegagalan, kesulitan, musibah dan ujian jadikan penguat iman sebelum tutup usia
Jangan pernah putus asa pada rahmat Allah ketika gagal mendera
Selalu mengingat di akhirat ada kebahagiaan tiada tara
Juga ada siksa abadi yang tiada akhirnya



Utang Luar Negeri, Siapa Yang Menikmati?

Sumber gambar : www.jatimtech.com

Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Agustus 2016 tercatat sebesar 323,0 miliar dolar AS (Republika.co.id, 18/10/16). Jika 1 dolar AS senilai dengan Rp 13.000,00  maka hutang luar negeri Indonesia sekitar Rp 4.000 T.  Sungguh utang yang jumlahnya sangat banyak. dan tidak semua rakyat mengetahui untuk siapa utang sebanyak itu, siapa yang menikmati. Karena faktanya kondisi negeri ini tidak semakin baik. Kemiskinan masih menghiasi, rakyat kecil harus berjuang sekuat tenaga untuk bisa bertahan hidup di negeri sendiri, sedangkan para pemilik modal semakin menumpuk harta kekayaan. Lagi-lagi rakyat kecil hanya bisa gigit jari, bahkan lebih parahnya lagi harus ikut menanggung menopang APBN dengan kebijakan pajak yang tak ubahnya sebagai pungutan dari tukang palak.
Tidak hanya berhenti pada pertanyaan siapa yang menikmati utang luar negeri, tingginya luar negeri seharusnya diwaspadai . Pertama, semakin banyak utang Indonesia maka semakin tinggi pula bunga utang yang menjadi tanggungan. Maka negeri ini akan semakin terbelit dengan utang. Membayar bunganya saja selalu membuat kalang kabut, apalagi utang pokoknya yang juga terus bertambah. Sudah susah mendapat dosa lagi, karena jelas bunga utang adalah masuk riba yang diharamkan Allah SWT.  Kedua, pembangunan Indonesia semakin bergantung pada luar negeri, hal ini akan berpengaruh pada mental rakyat yang akan terbiasa menjadi bermental penghutang. Ketiga, negeri ini akan semakin dikendalikan  oleh lembaga keuangan yang memberi pinjaman atau dikendalikan oleh negara   yang memberikan kontribusi paling besar dalam memberi pinjaman. Maka wajarlah jika beberapa subsidi dicabut karena dianggap membebani anggaran dan tidak membentuk kemandirian rakyat. Ini merupakan konsekuensi yang akan selalu mengiringi karena begitulah pandangan dalam kapitalisme. Negara cukup sebagai regulator saja, tidak boleh ikut campur tangan.

Negeri ini harus segera menghentikan utang ribawi. Penguasa perlu mengevaluasi pengeluaran yang tidak untuk kepentingan rakyat banyak, kegiatan ekonomi makro dikaji ulang, karena tidak menyentuh ekonomi rakyat sama sekali. Negara harus menempatkan pengelolaan kekayaan alam sesuai dengan syariat. Tidak boleh ada privatisasi kepemilikan umum, tidak menyerahkan pengelolaan SDA kepada swasta dan asing. Pembangunan dan dana difokuskan pada sektor riil yang memang menjadi aktivitas nyata seluruh rakyat. Dan yang paling penting adalah mengubah sistem perekonomian neoliberal yang saat ini menjadi acuan kebijakan, menjadi sstem perekonomian yang didasarkan pada akidah Islam, semata menjadikan hukum Allah sebagai standar. Sistem yang memandang manusia mempunyai fitrah mulia, bukan sistem yang  menjadikan manusia hidup untuk saling bersaing mendapatkan materi sebanyaknya. Dengan syariat Islam, janji Allah yang menjadikan Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam akan terwujud.

Wednesday 16 November 2016

Semangat Membela Islam, Jangan Pernah Padam



Berawal dari aksi menolak Ahok, opini pun semakin bergulir menjadi menolak pemimpin kafir. Karena memang begitulah seharusnya. Bukan hanya sekadar kesadaran menolak Ahok, umat Islam juga mempunyai kesadaran bahwa orang kafir tidak layak dijadikan pemimpin, orang kafir haram diangkat sebagai pemimpin dalam urusan pemerintahan. Terlepas dari pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan untuk semakin menenggelamkan rival politiknya, penolakan pemimpin kafir semakin menggema. Maka wajarlah jika orang yang merasa dipojokkan menjadi panas. Upaya defensif pun dilakukan. Mengecam mahasiswa yang turut mengkampanyekan pemimpin kafir, menuduh masyarakat mulai terpengaruh isu SARA, hingga tanpa pikir panjang dan memang sudah menjadi kebiasaan berucap tanpa rasa sopan mencemooh orang-orang yang menggunakan ayat Alquran sebagai landasan. Dan akhirnya muncullah gelombang protes agar Ahok ditangkap, dan lagi-lagi tidak berhenti pada tuntutan tangkap Ahok, opini pun bergulir pada tuntutan penista Alquran. Karena memang itulah yang seharusnya dilakukan, bukan demi menjegal Ahok menjadi gubernur, tetapi demi membela kehormatan Alquran yang merupakan kalamullah. Aksi besar-besaran yang melibatkan jutaan umat Islam tidak bisa dibendung, semua menuntut ditangkapnya orang yang menistakan Alquran.
Namun musuh Islam tidak membiarkan. Upaya untuk membalikkan opini pun terus mereka lakukan. Media sekular bungkam ketika aksi benar-benar dilaksanakan secara damai, tetapi langsung semangat memberitakan ketika terjadi kericuhan, aparat pun tak segan bertidak tanpa rasa hormat sedikit pun kepada para ulama yang juga mengikuti aksi. Tindakan keji membubarkan peserta aksi dengan ringan dilakukan, rakyat menjadi sasaran kebrutalan aparat. Akhirnya korban pun berjatuhan. Sungguh rendahan apa yang dilakukan orang-orang yang buta dengan dunia, kebenaran sama sekali tak dihiraukan. Penguasa pun seolah hilang  ingatan dengan apa yang dulu pernah dilakukan demi mengemis jabatan. Dahulu ketika kampanye, ulama didatangi demi mendapatkan dukungan, rakyat diberi janji manis, akan tetapi ketika kekuasaan dalam genggaman dunia begitu membutakan, ulama dan rakyat yang hendak menyampaikan tuntutan sama sekali tidak dihargai. Dengan berbagai alasan peserta aksi tak ditemui.
Tidak hanya berhenti di sini, upaya untuk mengalihkan permasalahan, memutarbalikkan fakta terus dilakukan. Mencitrakan diri sebagai pihak yang difitnah dan didzalimi, mencari celah dengan polemik permainan kata, serta melaporkan balik beberapa peserta aksi yang dianggap melakukan provokasi. Media sosial mulai diserang oleh akun abal-abal, pemikiran umat mulai digoyahkan. Tidak ada fakta penistaan agama, aksi damai direncanakan oleh aktor politik, seruan membela Islam dan tuntutan penangkapan penista Alquran disebut sebagai ujaran kebencian. Kasus  penistaan agama dialihkan dengan opini penyelidikan aliran dana aksi, penangkapan aktivis HMI, hingga tuntutan balik kepada Buni Yani, itu semua dilakukan agar fokus umat beralih. Dan bisa jadi pada akhirnya nanti tidak ada vonis bersalah pada penista Alquran. Media sekular pun sangat bernafsu untuk memecah belah umat dan mengalihkan perhatian masyarakat. Media hanya mengangkat sisi buruk aksi damai yang sulit ditemukan. Pengkaitan aksi dengan penjarahan bisa dipatahkan, akhirnya berita murahan yang mereka suguhkan, salah satunya adalah menjadikan jaket sang presiden sebagai pusat perhatian. Akhirnya, tanpa disadari, tindakan hukum terhadap  penista Alquran tidak segera dilakukan, malah sebaliknya semakin diulur.
Bukan hanya mengulur, keengganan untuk secepatnya memproses tuntutan tangkap penista Alquran semakin nampak. Hal ini sangat wajar, karena sulit bagi para pemuja kebebasan, pengagung demokrasi dan pengusung pemikiran liberal untuk mengakui bahwa apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah penistaan terhadap Alquran. Bagi mereka apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah bentuk kebebasan berpendapat. Bukan sebuah pelanggaran yang layak diberi sanksi, bahkan malah diberi tempat atas nama kebebasan. Lagi-lagi ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, malah seharusnya semakin membuka mata umat Islam. Untuk menuntut keadilan atas penista Alquran sangat sedikit peluangnya akan terlaksana dalam Negara yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis. Menista satu ayat saja tak akan berarti, karena dalam sistem demokrasi, Alquran yang merupakan sumber hukum bagi seorang muslim saja dicampakkan, jadi mencampakkan satu ayat saja bukan hal yang asing.

                Negeri ini sudah semakin jauh dari hukum Allah SWT, kebijakan penguasa semakin mengokohkan ideologi kapitalisme. Penistaan terhadap Alquran hanyalah satu dari seribu masalah yang akan terus bermunculan ketika negeri ini masih menerapkan ideolagi kapitalisme. Ideologi yang tegak atas pemisahan agama dari kehidupan, ideologi yang mengagungkan kebebasan dan mencampakkan aturan Tuhan. Kesempitan dalam hidup akan terus mengiringi selama peringatan Allah tidak dipedulikan. Surah Al Maidah ayat 51 adalah salah satu ayat yang dinistakan, masih ada ribuan ayat lain yang akan terus dinistakan selama sistem kufur yang menjadi naungan. Oleh karena itu, perjuangan membela Islam tidak boleh padam. Tidak hanya membela penistaan terhadap satu ayat saja, umat harus membela seluruh isi Alquran dengan menuntutnya untuk diterapkan dalam kehidupan. Bukan demi sentimental keagamaan, namun demi sebuah keyakinan pada pesan terakhir Rasulullah saw, agar umat Islam berpegang teguh pada Alquran dan Hadits demi keselamatan di dunia dan akhirat. Juga untuk merealisasikan janji Allah SWT bahwa Islam bisa menjadi rahmat untuk seluruh alam, yaitu ketika seluruh aspek kehidupan diatur berdasarkan syariat Islam. Umat seharusnya semakin sadar, Islam akan terus dilecehkan dan direndahkan selama demokrasi dijadikan tumpuan harapan dalam melakukan perubahan, dan hal ini hanya bisa diakhiri ketika sistem Islam yang diterapkan. Islam hanya bisa diterapkan secara kaffah ketika sistem khilafah yang menaungi. Sehingga pembelaan terhadap Islam juga harus diiringi dengan upaya mengembalikan kehidupan Islam yang hanya akan terwujud jika khilafah tegak. Oleh karena itu, sembari membela satu ayat yang dinistakan, perjuangan untuk menerapkan ribuan ayat Alquran dalam kehidupan tidak boleh dihentikan, hingga janji Allah SWT untuk memenangkan Islam terwujud, hingga kematian menjemput, hingga kelak di akhirat tak ada rasa takut, dan surga pun siap menyambut. Wallahu a’lam

Tulisan paska 411 yang tak termuat di media lain, ya sudah di sini saja.


Pare, 16 November 2016

Tuesday 15 November 2016

Khadijah ra, Wanita Salihat Layak Diingat Hingga Akhir Hayat



Buku Sistem Pergaulan Dalam Islam Bab Pernikahan Nabi Muhammad saw :
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Dengan merujuk pada kenyataan sejarah, kita akan menemukan bahwa, Nabi SAW mengawini Khadîjah RA pada saat beliau berusia 23 tahun. Khadîjah RA tetap menjadi satu-satunya isteri beliau selama 28 tahun. Khadîjah wafat pada tahun kesebelas setelah kenabian, atau dua  tahun  sebelum  hijrah,  beberapa  bulan  setelah  pembatalan pemboikotan (embargo), dan menjelang Nabi SAW pergi ke Thaif, yaitu pada tahun 620 M. Pada saat Khadîjah wafat, usia Nabi SAW sudah mencapai lima puluh tahun. Sejak menikah dengan Khadîjah RA sampai Khadîjah wafat, beliau tidak pernah berpikir untuk menikah lebih dari satu (berpoligami). Padahal, saat itu poligami sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Arab. Beliau telah hidup bersama Khadîjah RA selama  tujuh  belas  tahun sebelum diangkat sebagai Rasul dengan kehidupan  yang penuh  kebahagiaan  dan  sukacita.  Setelah beliau diangkat menjadi rasul,  Rasul  SAW tetap hidup  bersama Khadîjah selama  kurang  lebih  sebelas tahun dalam  kehidupan dakwah  dan perjuangan melawan pemikiran-pemikiran kufur. Meski dalam kondisi demikian, beliau tidak berpikir untuk menikah lagi.

Sebelum dan setelah pernikahannya dengan Khadîjah, Rasul SAW tidak pernah dikenal sebagai lelaki yang tergoda oleh perempuan. Padahal, saat itu dandanan dan tingkah laku jahiliyah (dari para wanita) merupakan godaan bagi para lelaki. Karena itu, sangat aneh kalau kita sampai menemukan  bahwa, setelah berusia 50 tahun,  Nabi  SAW berubah dengan tiba-tiba, yaitu dengan tidak mencukupkan diri dengan menikahi satu orang isteri saja, melainkan menikah lagi dan menikah lagi sampai memiliki sebelas orang isteri. Di mana selama lima tahun dari dasawarsa keenam usianya, beliau menghimpun lebih dari tujuh orang isteri, dan selama tujuh  tahun akhir hayat beliau yaitu akhir dasawarsa keenam dan awal dasawarasa ketujuh dari usianya, beliau menghimpun sembilan orang isteri. Dalam usia ke sekian itu, apakah mungkin perkawinan beliau itu muncul karena dorongan keinginan terhadap  wanita  dan  dorongan pemenuhan  naluri seksual dalam manifestasi yang bersifat seksual? Ataukah justru karena motif-motif lain yang dituntut  oleh realitas kehidupan yang beliau jalani, yaitu kehidupan  yang  terkait  dengan  risalah  Islam  yang  mesti  beliau sampaikan kepada seluruh manusia? Untuk memahami hal itu, kami paparkan berbagai peristiwa pernikahan Nabi SAW.

Pada  tahun  kesebelas  setelah  kenabian  atau  pada  tahun Khadîjah RA wafat, Rasulullah SAW berpikir untuk menikah, sementara saat itu beliau berusia 50 tahun. Lalu beliau meminang ‘Aisyah binti Abû Bakar, putri sahabatnya yaitu Abû Bakar, salah seorang dari lakilaki yang pertama-tama beriman kepada beliau. Karena ‘Aisyah RA saat itu masih berusia enam tahun dan beliau telah menikahinya, tetapi beliau belum tinggal serumah dengan ‘Aisyah kecuali tiga tahun setelah itu, yaitu setelah beliau berhijrah dan ‘Aisyah telah berusia Sembilan tahun. Akan tetapi, pada tahun beliau menikahi ‘Aisyah, beliau juga menikah dengan Sawdah binti Zam‘ah, janda mendiang Sukran ibn ‘Amr ibn ‘Abdi Syams, salah seorang Muslim yang turut berhijrah ke Habsyah kemudian kembali ke Makkah dan wafat di sana. Sawdah telah masuk Islam bersama suaminya dan berhijrah ke Habsyah. Ia turut menderita berbagai penderitaan yang juga dialami oleh suaminya, dan menemui berbagai cobaan sebagaimana juga dialami suaminya.Setelah suaminya wafat,  Rasul  SAW menikahinya.  Dan  tidak  ada riwayat  yang  menyatakan  bahwa  Sawdah  termasuk  wanita  yang memiliki kecantikan, kekayaan, maupun kedudukan yang bisa membuat ambisi-ambisi  dunia turut berpengaruh (menjadi motif) pernikahan Rasulullah dengannya. Artinya, jika Rasulullah SAW menikahi Sawdah setelah  suaminya  meninggal,  maka  dapat  dipahami  bahwa  beliau menikahinya dalam rangka untuk menanggungnya dan mengangkat martabatnya menjadi Ummul Mukminin. Kemudian setelah Rasulullah SAW hijrah, beliau kemudian membangun tempat tinggal bagi Sawdah di sisi masjid. Itu merupakan rumah pertama yang beliau bangun untuk isteri-isteri    beliau.
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Sebuah fakta Rasulullah baru berpoligami setelah meninggalnya Khadijah ra. Dari sisi kemanusiaan sangat wajar jika Rasulullah sama sekali tidak terpikir untuk berpoligami ketika Khadijah masih hidup. Ya, Khadijah ra, wanita mulia yang menemani masa sulit Rasulullah, wanita mulia yang menyerahkan seluruh hartanya untuk dakwah Rasulullah, wanita mulia yang menguatkan dakwah Rasulullah di saat manusia lain mencibir, membenci, memusuhi bahkan menjauhi. Satu-satunya wanita mulia yang melahirkan putra-putri Rasulullah (Mariyah al kibtiyah juga melahirkan, namun meninggal saat anak-anak). Memang, Khadijah ra wanita salihat yang layak diingat hingga akhir hayat.

Setelah Khadijah meninggal barulah Rasulullah menikah lagi dan berpoligami, dan itu pun semata demi meraih ridla ilahi, bukan untuk mengikuti hawa nafsu belaka. Setiap pernikahan Rasulullah ada hikmah dan latar belakang yang sangat mulia. Bukan sekadar demi kebanggaan, namun dilakukan demi tujuan di dunia yang berlanjut pada tujuan akhirat.

Pernikahan Rasulullah setelah kematian Khadijah ra tidak bisa dikatakan sebagai “pengkhianatan” Rasulullah kepada Khadijah ra, bagaimana pun juga Khadijah adalah satu-satunya istri Rasulullah yang istimewa, bahkan masih dicemburui oleh istri Rasulullah yang lain padahal beliau sudah meninggal dunia. Lagi-lagi ini adalah hal yang wajar, Khadijah ra wanita mulia yang tak layak dilupakan. Apa yang beliau lakukan akan senantiasa ada dalam ingatan, akan selalu menjadi motivasi untuk menyamai dan melebihi apa yang telah beliau korbankan demi dakwah Rasulullah, demi agama Allah, demi kemuliaan Islam.


Pare, 15 November 2016

Saturday 12 November 2016

Bela Alquran, Bukan Aksi Menggiring Bebek

Sumber : islampos.com

ENTAH apa yang sebenarnya ada pada benak para pendengki, para pembenci Islam , dan orang-orang munafik. Mereka terus saja melontarkan ejekan kepada umat Islam yang siap pasang badan demi membela Alquran. Aksi bela Islam dicemooh sebagai aksi para pembebek, aksi demi sebungkus nasi.
Muncul juga plesetan aksi bela Islam menjadi bela istri, aksi menggiring bebek. Tidak hanya olokan murahan, upaya menggembosi dan fitnah pun dimunculkan. Aksi bela Islam tidak perlu dilakukan karena akan ada tindak lanjut menangani masalah penistaan surah Almaidah. Aksi bela Islam dianggap sebagai aksi yang sia-sia belaka. Tak hanya berhenti di sini, tuduhan tanpa bukti mulai digulirkan. Fitnah bahwa para pendukung aksi hanya dimanfaatkan oleh rival Ahok , fitnah bahwa massa yang turun adalah masa bayaran, fitnah bahwa aksi bela Islam hanya ingin memecah belah persatuan bangsa Indonesia, hingga fitnah tanpa bukti bahwa aksi ini ditunggangi oleh teroris. Sungguh fitnah murahan namun begitu keji terdengar di telinga. Dengan ringannya dilontarkan tanpa satu pun bukti.
Bukan hal yang terlalu aneh, bisa jadi yang mengatakan bahwa aksi ini hanya demi sebungkus nasi dan demi bayaran, memang sudah biasa melakukan aksi dengan imbalan materi, atau malah menjadi pihak yang memnggerakkan massa dengan iming-iming materi. Sehingga wajar saja jika mereka berpikir dengan sudut pandang mereka. Bisa jadi orang-orang yang meremehkan aksi bela Islam adalah orang-orang yang ringan melecehkan Islam, orang-orang yang tidak mencintai Islam atau bahkan orang yang memusuhi Islam.
Maka wajar saja jika hanya cemoohan saja yang keluar dari mulut mereka. Tuduhan bahwa aksi ini ditunggangi teroris sehingga harus diwaspadai bisa jadi muncul dari pihak-pihak yang sengaja memperkeruh suasana, ingin menakut-nakuti masyarakat, dan ingin kembali memunculkan isu terorisme setelah lama para pemburu teroris tidak punya sasaran tembak. Ya, akan ada banyak kemungkinan mengapa upaya menghalangi, menghentikan atau bahkan menunggangi aksi bela Islam terus dilakukan. Namun, apapun yang menjadi latar belakangnya umat Islam tidak boleh menyurutkan langkah untuk membela Islam, membela Alquran, kalamullah yang tidak ada sedikit pun keraguan di dalamnya.
Semangat dan gelora umat untuk membela Islam harus terus dijaga. Menyikapi tuduhan dan fitnahan dengan kepala dingin, tidak tersulut emosi, tetap mengingat bahwa apa yang dilakukan semata dalam rangka meraih ridha Allah SWT, bukan yang lain. Umat Islam juga perlu disadarkan bahwa penista Alquran tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa diberi sanksi yang membuat jera.
Dengan begitu, orang tidak akan ringan mengoceh sesuka hati melecehkan serta menghina Alquran dan Islam. Dan yang tak kalah pentingnya adalah terus menyampaikan kepada umat bahwa sistem demokrasi kapitalis lah yang berperan besar pada terjadinya penistaan Islam, karena dalam sistem ini syariat Islam memang tidak mendapatkan ruang, dan sebagai gantinya kebebasan diagungkan. Termasuk kebebasan berpendapat, tak peduli apakah sesuai atau tidak dengan syariat Allah SWT.
Menuju aksi bela Islam, umat harus tetap tenang menapaki langkah amar maruf nahi munkar. Tetap menggalang kekuatan serta kesolidan umat untuk membela Islam, sehingga para musuh dan pendengki akan berpikir seribu kali memanfaatkan keadaan untuk memecah belah umat. Apapun yang dilakukan orang-orang munafik tidak akan bisa menyelamatkan mereka di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Annisa ayat 145, Sesungguhnya orang-orang munafik itu pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
Terakhir, apapun hambatannya dan apapun hasilnya, mari tetap luruskan niat dan ikhlaskan apapun hasilnya, sembari terus berikhtiar agar para penista agama tidak semakin semena-mena dan Islam mendapatkan kemuliaan dengan diterapkan dalam serluruh aspek kehidupan. Hingga kelak semua umat manusia manusia akan berbondong-bondong masuk Islam dan merasakan Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Hingga kelak di akhirat Alquran yang akan menjadi saksi pembelaan kita terhadap Alquran dan Islam. Wallahu a’lam []Bela Alquran, Bukan Aksi Menggiring Bebek

Melawan Lewat Tulisan

Sumber : visimuslim.net

Penolakan umat terhadap pemimpin kafir, tuntutan umat agar tangkap Ahok, penista  Al Quran semakin menyebar di berbagai tempat, tidak hanya di Jakarta. Namun berita aksi umat menyampaikan penolakan dan tuntutan tak satupun menghiasi media massa besar di Indonesia, terutama media massa sekular.  Malah sebaliknya, media sekular  terus mengumbar perilaku oknum muslim untuk semakin menjatuhkan Islam. Fakta penolakan pemimpin kafir dialihkan dengan tipuan perusakan taman. Aksi ribuan manusia sama sekali tak mendapat tempat, namun tindakan kriminal seorang muslim selalu diumbar, ledakan petasan diberitakan sebagai aksi terorisme yang dilekatkan dengan gerakan Islam. 

Maka penulis katakan bahwa media terhadap sikap gerakan-gerakan Islam memiliki dua sikap: Pertama, memuji dan terus-terus menyorotinya. Kedua, melakukan perang pemikiran dan membuat berbagai tuduhan melalui media, sementara pada saat yang sama melakukan pemboikotan media dan tidak menyorotinya. Sementara fakta yang sesungguhnya bahwa sikap media-baik internasional maupun regional-terhadap gerakan Islam yang kritis adalah mencela dan membuat berbagai tuduhan, sementara pada saat yang sama tidak menyorotinya, bahkan lebih dari itu media justru melakukan pemutarbalikan fakta dan pendistorsian.

Jika kita tahu bahwa media-media, baik yang lahir di Barat maupun di negeri-negeri kaum Muslim memiliki tujuan yang sama, yaitu memoles citra pemikiran kapitalis, memperkokoh pilar-pilar negara-negara boneka Barat yang ada di dunia Islam ini, serta menyerukan agar ikut berpartisipasi bersama rezim-rezim boneka yang ada di negeri-negeri kaum Muslim, maka di sinilah penulis membuat gambaran tentang kebijakan media ini dan sikapnya terhadap partai idelogis yang berlawanan arus dengan pemikiran Barat, dan berusaha menggulingkan para anteknya di negeri-negeri kaum Muslim, serta berusaha mendirikan pemerintahan Islam, yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Barat atau pemikirannya.
Tidak hanya fakta yang disembunyikan, pemikiran Islam pun tidak diberikan tempat. Seruan agar Islam diterapkan dicap sebagai ujaran kebencian, penggunaan istilah dalam Islam dianggap sebagai pelanggaran SARA. Memang itulah komitmen musuh-musuh Islam. Membungkam opini Islam, menyerang Islam, merusak pemikiran umat, menjauhkan umat dari kesadaran Islam dan menghalangi kembalinya khilafah Islam. Berbagai upaya dan makar akan terus dilakukan, namun keyakinan bahwa Allah sajalah sebaik-baik pembuat makar akan terus menancap kuat. Akan tetapi keyakinan saja tidak cukup. Harus ada langkah nyata untuk melawan media sekular. Dan salah satu langkah tersebut adalah dengan semakin menggencarkan penyebaran opini dan pemikiran Islam ke tengah umat melalui tulisan.

Melawan melalui tulisan adalah sebuah kesempatan  yang sayang untuk dilewatkan. Tren masyarakat saat ini yang mulai gandrung dan senantiasa memantau informasi melalui media online juga media sosial adalah sebuah peluang. Peluang ini bisa dimanfaatkan, tentu dengan tulisan yang menyampaikan informasi yang layak untuk dipertanggungjawabkan. Tulisan yang membuat masyarakat semakin merindukan kehidupan yang diatur oleh Islam, tulisan yang semakin mendekatkan manusia pada tujuan penciptaan manusia, semata untuk beribadah kepada Allah SWT. Juga tulisan yang semakin menyadarkan bahwa kondisi saat ini harus diubah, aturan dan sistem yang saat ini menaungi manusia tak layak dipertahankan. 

Bukan tidak mungkin dengan tulisan opini Islam dan kesadaran Islam akan semakin menguat dan menjadi nyata di tengah umat. Agar opini dan kesadaran Islam menjadi kekuatan nyata, maka tulisan yang disampaikan ke tengah umat adalah tulisan yang menyampaikan Islam sebagai ideologi, tulisan yang mengajak umat untuk senantiasa mengikuti dan menganalisa peristiwa politik sehingga membuat umat terbiasa berpikir politis. Dengan demikian, umat akan bisa menghadapi serangan media sekular yang  tidak semata menjegal opini dan perjuangan Islam, namun juga terus menyerang umat melalui tulisan dalam rangka mengokohkan ideolagi kapitalisme dalam benak umat. Topeng pujian dan sanjungan keberhasilan kapitalisme memperbaiki negeri ini harus disingkap. Kelemahan dan batilnya kapitalisme harus ditunjukkan. Demokrasi yang diagungkan, liberalisme yang didewakan dan kebijakan neoliberal yang menjadi pijakan harus dibongkar kebusukannya. Serangan media sekular terhadap akidah dan syariat Islam serta khilafah harus diluruskan dengan memberikan pandangan yang benar menurut Islam. Ketika di satu sisi pemikiran Islam ideologis terus disampaikan dan serangan terhadap Islam dihadapi dengan benar, maka ini adalah dua hal beriringan yang bisa membuat opini dan kesadaran umat akan pentingnya penerapan Islam yang membutuhkan perjuangan juga akan semakin menguat. 

Terakhir, menulis adalah salah satu aktivitas dari banyak aktivitas yang dilakukan dalam rangka mendakwahkan dan membumikan syariat Islam. Menulis tidak mengeleminasi kewajiban lain dalam dakwah, namun menjadi pendamping  serta pelengkap dalam dakwah menyebarkan opini Islam. Menulis juga sebuah aktivitas yang akan dimintai pertanggungjawaban. Sebagaimana perkataan yang diucapkan, tulisan yang tertoreh juga akan menjadi ancaman bagi pelakunya ketika tidak mengamalkan, Allah mengingatkan :  Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. Ash Shaff [61] : 2-3). Semangat melawan lewat tulisan juga diimbangi dengan dakwah secara lisan, kontak langsung dengan umat melalui perkataan, serta senantiasa mengingat untuk menyelaraskan antara tulisan, ucapan dan perbuatan. Dengan begitu, tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh oleh para pembenci Islam untuk menjatuhkan, menghancurkan bahkan menghalangi tegaknya Islam di muka bumi. Dengan pertolongan Allah, perjuangan mengopinikan Islam akan membuahkan hasil dengan diterapkannya Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah. Melawan Lewat Tulisan