Kembali nama Kampung Inggris
tercoreng, Polres menangkap seorang mucikari dan pelacur online yang
kesehariannya beroperasi di Pare, sedangkan kejadian tertangkapnya di Katang,
masih di Kabupaten Kediri namun berjarak sekitar 20 km dari kota Pare. Artinya
jangkauan operasional si pelacur sudah lumayan luas. Beberapa hari kemudian muncul peristiwa lain,
tawuran pendatang dengan warga kampung terjadi.
Penangkapan pelacur online memang
tidak terlalu mengherankan, memang wajar jika di era digital kemaksiatan pun
memanfaatkan teknologi. Jauh hari, sudah pernah mendengar cerita tentang
pelacuran di Pare yang dilakukan oleh pendatang yang entah sengaja atau sekadar
memanfaatkan waktu luang sambil kursus bahasa di Pare. Sudah pernah mendengar
tentang tukang becak yang punya langganan anak kos, mengantarkan ke hotel dan
tempat penginapan. Juga pernah mendengar seseorang yang memeriksakan diri ke
dokter karena mengidap penyakit menular seksual, padahal mainnya sama
cewek-cewek bersih dari Kampung Inggris. Sudah mendengar pula desas-desus
beberapa tempat terutama kafe menjadi pilihan bertemunya para pelaku
kemaksiatan baik berupa pelacuran atau transaksi narkoba. Memang tidak pernah
secara langsung menjumpai, namun untuk kemaksiatan yang lain semisal zina,
miras sudah pernah menjumpai akibatnya. Tiba-tiba ada yang hamil atau bahkan
melahirkan padahal jelas belum menikah, pagi-pagi berpapasan dengan orang-orang
sempoyangan bermata merah menerawang.
Sedangkan tawuran, juga bukan
yang pertama terjadi, beberapa kali mendengar gesekan antar para pendatang,
atau juga dengan warga sekitar. Memang bisa dibilang Pare tidak baik-baik saja.
Mengungkap hal seperti tidakkah
akan semakin mencoreng nama Pare? Atau tidakkah berpikir pada sepinya banyak
kursusan yang berimbas pada roda perekonomian? Bisa jadi iya, namun jika tidak
diungkap bisa jadi ke depan akan semakin memprihatinkan.
Apa yang terjadi di Pare
sebenarnya bukan hal yang mengherankan, wajar terjadi dalam sistem kehidupan
masyarakat di negeri ini yang semakin bebas membiarkan kemaksiatan. Kerusakan
yang menimpa Pare bisa terjadi di tempat lain. Namun bisa jadi cepatnya
kerusakan akan menimpa Pare, mengingat Pare adalah tempat yang dikunjungi oleh
orang dari seluruh penjuru nusantara bahkan beberapa dari luar negeri. Mereka
datang ke Pare dengan latar belakang yang beragam. Ada yang sungguh-sungguh
menuntut ilmu, sungguh-sungguh mencari rezeki ada pula yang bersungguh-sungguh
bermaksiat di Pare. Namun satu kesamaan yang akan sangat membahayakan,
sama-sama membawa pemikiran yang rusak. Pemikiran yang lahir dari sistem kufur,
semisal kebebasan, gaya hidup hedonis, abai terhadap norma agama,
individualistis, materialistis, dan secular. Yang inti dari semuanya itu adalah
keengganan untuk terikat total pada aturan Allah SWT. Cinta dunia menjadi
orientasi kehidupan. Sesuka hati menjalani kehidupan.
Apa yang harus dilakukan?
Setiap tempat yang kita tinggali
maka akan menjadi tanggungjawab kita, bersama dengan yang lain mencegah
kemungkinan keadaan yang semakin memburuk, memperbaiki apa yang sudah terlanjur
buruk.semuanya harus peduli, tidak menjadikan kepentingan personal sebagai
acuan, namun demi kebaikan bersama harus ada perubahan.
Mulai dari komitmen personal,
baik warga asli, pendatang, pemilik kursusan dan semuanya, sadar bahwa hidup di
dunia hanyalah sementara, ada akhirat yang menunggu, ada hari penghisaban.
Sadar akan pentingnya menjadi individu yang bertaqwa, menjalankan semua
perintah Allah dan menjauhi semua laranganNya, taat syariat tanpa syarat,
sepenuhnya tunduk pada aturanNya. Warga asli yang bertaqwa, pendatang yang
saleh, pemilik kursusan yang bertaqwa akan memudahkan pencegahan kerusakan.
Para pengelola kursusan
memperhatikan pergaulan anak kursusannya, para pemilik kos merasa
bertanggungjawab atas semua anak kos yang tinggal, mengontrol benarkah semata
tinggal atau dalam rangka menuntut ilmu, para penjual mengingatkan ketika ada
yang melanggar aturan, warga bertanggungjawab atas tamu yang dating, pendatang
meluruskan niat menuntut ilmu di Pare. Dan sebagainya, semua melakukan yang
terbaik sesuai norma agama, dan semua saling menasehati dalam kebaikan,
berusaha semaksimal mungkin mencegah kemungkaran. Menjalankan interaksi
kehidupan semata dalam rangka ibadah kepada Allah, bukan semata relasi bisnis, bukan
tegak prinsip semua senang asal ada uang.
Cukupkah pada komitmen personal?
Tidak. Fakta sebuah tempat dihuni oleh masyarakat juga penting untuk
diperhatikan. Masyarakat tidak sekadar sebagai kumpulan individu, namun
masyarakat adalah sekumpulan individu yang berinteraksi dengan aturan, perasaan
dan pemikiran yang sama. Jika saat ini ada kerusakan di Pare maka yang perlu
dievaluasi adalah sikap individunya, aturan yang diterapkan, perasaan
masyarakat dan pemikirannya. Harus
diakui, masyarakat Pare sudah bergeser menjadi individualis, aturannya pun
tidak tegas, sangat longgar, bahkan banyak membiarkan kebebasan berperilaku.
Sedangkan pemikirannya sangat beragam, yang tidak semuanya menjadikan syariat
sebagai timbangan. Bahkan perilaku arogan, merasa benar sendiri, merasa sah
menghentikan kebaikan yang yang tidak disukai sudah terjadi. Pembubaran kajian,
ancaman kepada pemilik tempat agar tidak meminjamkan tempat untuk kajian
keislaman sudah nyata terjadi. Lagi-lagi alasannya sangat absurd, merusak
kebhinekaan, berpotensi menimbulkan kerusuhan, ditolak warga, disusupi ormas
terlarang, membawa ajaran sesat dan alasan murahan lainnya, yang semuanya masih
asumsi belaka, sama sekali tidak ada faktanya. Padahal nyata yang merusak Pare
adalah gaya hidup rusak yang diadopsi dari Barat. Bukan yang berasal dari
Islam. Dari sini semakin terang, rusaknya Pare adalah sebagai imbas dari
perilaku orang-orang fasik, munafik atau bahkan orang-orang kafir yang tak
peduli halal haram, materi yang dikejar tanpa peduli dampak negatifnya.
Maka tak cukup berhenti pada
kesadaran personal dan kemauan masyarakat, aparat dan jajaran pimpinan daerah
harus peduli, tidak boleh dzalim, harus adil, adil bermakna taat pada aturan
Allah dan RasulNya, adil yang mengantarkan pada ketaqwaan. Semua harus bergerak untuk melakukan
perubahan.
Darimana memulai?
Kerusakan yang terjadi akibat
diabaikannya hukum Allah tidak hanya terjadi saat ini saja, pada masa
Rasulullah ada jaman jahiliyah, mereka mengetahui Allah sebagai AlKhaliq namun
menyekutukanNya dan bahkan mencampakkan aturanNya. Namun pada akhirnya
Rasulullah berhasil membalik jaman kegelapan tersebut menjadi jaman yang terang
benderang, hanya dengan Islam. Bukan dengan demokrasi, bukan dengan
kapitalisme, juga bukan dengan social-komunisme. Juga bukan dengan semangat
gembar-gembor fanatisme nasionalisme dengan berbagai perangkatnya yang sering
dikukuhkan sebagai harga mati.
Di tahapan pertama Rasulullah
membina para sahabat dan orang-orang yang awal masuk Islam dengan akidah Islam,
membekali dengan Alquran, mengajarkan hukum Islam. Menyiapkan mereka untuk
menjadi manusia tangguh yang siap berinteraksi dengan masyarakat jahiliyah.
Rasulullah berdakwah secara pemikiran, perang opini dan mengkritik kebiasaan
dan aturan masyarakat Mekkah, sedikitpun tidak ada upaya mengorganisir para
sahabat untuk melakukan perlawanan fisik, jika ada perlawanan fisik sifatnya
personal saja. Maka saat ini sah-sah saja jika ada personal yang mempunyai
kekuatan dan kekuasaan serta keberanian untuk mengerahkan upaya fisik, namun
harus diingat, personal mempunyai keterbatasan, juga harus dipertimbangkan
dampak jangka panjangnya. Sedangkan sebuah jamaah dakwah tidak diperkenankan
dakwah secara fisik, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saat berjamaah
dengan para sahabat, berdakwah di Mekkah tanpa ada perintah berjamaah melakukan
perlawanan fisik. Begitulah, selama fase Mekkah dimana umat islam belum
mempunyai kekuatan sebuah Negara dakwah pemikiran dan politik saja yang
dilakukan. Baru setelah fase Madinah aktivitas fisik semisal ekspedisi dan
perang dilakukan.
Begitu pula saat ini yang bisa
dilakukan, di saat umat Islam belum mempunyai Negara berdaulat yang diatur
semata dengan hukum Islam maka sekaliber jamaah dakwah dengan anggota yang
banyak pun tidak dibenarkan melakukan aktivitas fisik.
Dakwah pemikiran dan politik
adalah sebuah proses menuju perubahan, dijalani dengan penuh kesabaran.
Mengubah pemikiran masyarakat agar mau diatur dengan hukum Allah, mengubah
perasaan umat agar merindukan khilafah sebagai warisan Rasulullah, dan
mengenalkan syariat Islam sebagai aturan kehidupan adalah dakwah yang telah
dicontohkan Rasulullah. Rasulullah telah berhasil, maka dengan keyakinan bahwa
Rasulullah teladan terbaik insya Allah dakwah ini juga akan berhasil. Dakwah
pemikiran dan politik menyampaikan kewajiban penerapan syariah secara kaffah
dalam naungan khilafah. Namun harus dipahami, dakwah politik adalah dakwah yang
beresiko berhadapan dengan penguasa dzalim, itu pasti. Jadi, jika saat ini
dakwah terasa berjalan di atas duri, itu sebuah hal yang sangat mungkin
terjadi, akan tetapi ketika keyakinan akan kemenangan Islam dan balasan bagi
orang yang ikhlas menolong agama Allah menghujam ke relung hati, sakit yang
terperi akan menjadi kondisi yang bisa dinikmati.
Dan ketika khilafah tegak, akan
ada upaya sungguh-sungguh untuk melindungi semua warga negara dari potensi
kerusakan dan merusak. Akan ada upaya tegas memberi sanksi setiap pelanggaran
hukum. Tanpa pandang bulu mengakkan keadilan. Dengan begitu, tidak hanya Pare
yang terselamatkan namun seluruh umat manusia. Oleh karena itu, mari bertindak
local dengan visi global. Dimanapun tinggal teruslah mendakwahkan khilafah, dan jangan betada pada posisi menghalangi tegaknya khilafah, pasti gagal.
Pare, 2 Desember 2019