Wednesday 10 January 2018

Nu’aim bin Mas’ud Pemecah Pasukan Ahzab




Ya Allah, limpahkanlah sholawat kepada junjungan kami Nabi Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zhalim agar mendapat kejahatan dari orang zhalim lainnya, selamatkanlah kami dari kejahatan mereka. Dan berikanlah sholawat kepada seluruh keluarga Nabi serta para sahabat beliau.

Seputar perang Ahzab atau juga dikenal dengan Perang Khandaq ada di tulisan Perang Ahzab aka Perang Khandaq

Satu hal lagi yang menarik dalam perang ini adalah munculnya Nu’aim bin Mas’ud sebagai sosok yang berhasil memecah belah pasukan Ahzab.

Pada awalnya pasukan Ahzab kaget dengan strategi pasukan Islam yang menggunakan parit sebagai benteng Madinah, pasukan Ahzab sempat kebingungan dan hanya berdiam di luar madinah dengan mendirikan kemah. Padahal saat itu bertepatan dengan musim dingin, udara membeku, angina bertiup kencang, hingga keputusasaan merayap di hati pasukan Ahzab, terbersit dalam pikiran untuk kembali ke tempat masing-masing, mundur dari medan perang.

Mengetahui hal ini, Huyay bin Akhtab, dari Yahudi Bani Nadlir  pengkhianat perjanjian damai dengan Rasulullah yang juga provokator utama penghimpun pasukan Ahzab mulai mengambil langkah baru. Dengan  gigih mempengaruhi Bani Quraidzah, satu-satunya Kabilah Yahudi yang masih mendapat perlindungan Nabi di Madinah, meski awalnya ragu akhirnya Bani Quraidzah bersedia bergabung dengan pasukan Ahzab (bisa buat tulisan sendiri, bagaimana kegigihan Huyay mencari dukungan, salah saja semangat apalagi yang membela kebenaran harusnya tambah gigih). Dengan bergabungnya Bani Quraidzah, pasukan Ahzab mendapat celah untuk menyerang pasukan Islam dari dalam kota Madinah. Meski pengkhianatan ini dilakukan secara diam-diam, berita ini tetap sampai kepada Rasulullah, untuk menjaga mental umat Islam, Rasulullah mengutus utusan untuk menyelidiki dan mengkonfirmasi kabar ini ( juga bisa dibuat tulisan sendiri, Rasulullah tetap  tabayun, mengingatkan dan menjaga mental umat Islam). Dan seperti  kabilah Yahudi yang lain, Bani Quraidzah malah menghina Rasulullah. Misi utusan untuk mengingatkan Bani Quraidzah tidak berhasil. Dan tentu ini membuat kecemasan di pihak umat Islam. Di luar Madinah pasukan Ahzab mengepung di dalam Madinah Bani Quraidzah berkhianat.

Dan di saat inilah muncul Nu’aim, orang yang masuk Islam tanpa diketahui kaumnya dan mempunyai hubungan sangat dekat dengan bani Quraidzah.

******************************************
Kitab Daulah Islam Bab Perang Ahzab

Nu’aim mengingatkan mereka tentang hubungan kasih sayang  yang  sudah  lama  terjalin di  antara  dirinya  dengan  mereka. Kemudian dia juga mengingatkan mereka, mengapa harus membantu kafir  Quraisy  dan  Ghathfan  untuk  menyerang  Muhammad.  Sangat mungkin  sekali  Quraisy  dan  Ghathfan  tidak akan  lama menduduki posisinya dan mereka akan segera pergi pulang. Mereka hanya membuat mimpi  tentang  bencana  yang  akan  menimpa  Muhammad.  Padahal mereka justru mengkhayalkan  bencana yang  akan menimpa mereka sendiri.  Nu’aim  juga  menasihati agar  mereka  tidak  ikut  memerangi Muhammad bersama kaum Quraisy. Mereka telah memperoleh jaminan dengan apa saja yang dimiliki mereka dan tidak membantu kaum Quraisy dan Ghathfan. Bani Quraizhah akhirnya puas dan merasa yakin dengan apa yang dikatakan oleh Nu’aim.

Setelah  itu  Nu’aim  pergi  kepada  kaum  Quraisy.  Dia memberitahukan kepada mereka secara rahasia bahwa Bani Quraizhah menyesali perbuatan mereka yang telah melanggar perjanjiannya dengan Muhammad.  Mereka  akan  melakukan  apapun  demi  keridlaan Muhammad  dan  memperoleh  kasih  sayangnya  dengan  cara lebih mengutamakan  beliau  daripada  tokoh-tokoh  Quraisy  yang  akan memenggal leher mereka. Karena itu, dia menasihati  mereka  bahwa orang-orang  Yahudi  telah  mengutusnya  kepada  mereka  untuk memperoleh jaminan dari pemuka Quraisy supaya tidakmengirimkan utusan seorangpun. Hal yang sama Nu’aim lakukan terhadap Ghathfan, sebagaimana yang telah dilakukannya kepada kaum Quraisy. Keraguan merayap dalam jiwa orang-orang Arab dari kalangan Yahudi. Akhirnya Abu Sufyan mengirimkan surat kepada Ka’ab dan mengabarkan:  “Sudah lama kami melakukan pendudukan dan pengepungan kepada laki-laki ini (Muhammad).  Aku melihat kalian bersandar kepadanya di waktu besok, sementara kami berada di belakang kalian.”Ka’ab menjawab, “Besok hari Sabtu dan kami tidak dapat berperang maupun melakukan pekerjaan di hari Sabtu.” Abu Sufyan marah dan membenarkan cerita Nu’aim. Kemudian dia  meminta  kembali  utusan  itu  untuk  menemui  Quraizhah  dan mengatakan kepada mereka, “Jadikanlah oleh kalian suatu hari Sabtu lain  untuk  menggantikan  hari  Sabtu  ini,  karena Sabtu  besok  harus memerangi Muhammad. Jika kami keluar untuk  memeranginya dan kalian tidak bersama kami, maka kami melepaskan diri dari persekutuan kalian. Dan kami akan memerangi kalian dahulu sebelum Muhammad.”

Mendengar ucapan Abu Sufyan semacam ini, Quraizhah kembali menegaskan tekadnya bahwa mereka tidak bisa melanggar hari Sabtu. Kemudian mereka memberi isyarat adanya jaminan, sehingga merasa tenang dengan kepastian tempat kembali mereka. Mendengar jawaban demikian,  Abu  Sufyan  tidak  ragu-ragu  lagi  dengan  cerita  Nu’aim.Malamnya dia berpikir apa yang harus dilakukan. Abu Sufyan akhirnya memutuskan harus berbicara pada Ghathfan. Namun, dia mendapati bahwa Ghathfan juga ragu-ragu untuk maju memerangi  Muhammad. Pada tengah malamnya, tiba-tiba  Allah mengirimkan kepada mereka angin topan bercampur petir disertai hujan yang sangat lebat. Kemahkemah  mereka porak  poranda. Periuk  dan perkakas  dapur terbalik tumpang tindih. Ketakutan merasuki jiwa mereka. Dalam pikiran mereka terbayang bahwa kaum Muslim pasti segera mengambil kesempatan ini untuk menyeberangi parit lalu menyerang mereka. Thalihah berdiri dan berteriak lantang,  “Muhammad telah memulai menyerang kalian dengan keras! Karena itu, selamatkanlah diri kalian!”Abu Sufyan pun tidak mau diam. Dia segera  memberi  komando pasukannya,  “Hai orang-orang Quraisy, kembalilah! Sesungguhnya  aku juga segera kembali.”Kaum Quraisy segera  pergi  dengan  rasa  ringan.  Kemudian Ghathfan dan pasukan Ahzab menyusul pulang. Pagi harinya tidak satupun dari mereka yang tersisa. Ketika Rasul saw melihat keadaan  ini,beliau dan kaum Muslim segera kembali ke kota Madinah. Allah telah  memenuhi janjiNya  kepada  orang-orang  yang  beriman  untuk  memenangkan peperangan.
******************************************

Demikianlah, Nu’aim berhasil meyakinkan bani Quradzah tidak layak memberi dukungan kepada Pasukan Ahzab. Quraisy dan Ghathfan  memang saat itu mempunyai kedudukan namun kedudukan mereka hanyalah sementara, kekuasaan mereka pastilah berakhir, tidak abadi. Dan saat mereka jatuh pasti tidak akan peduli lagi dengan sekutu mereka.

Nu’aim juga berhasil membuat Quraisy dan Ghathfan  lain ragu dengan kesetiaan dan persatuan pasukan Ahzab, dan akhirnya satu-persatu mengambil langkah mundur.


Begitu pula saat ini, ada beberapa oknum umat Islam yang begitu bangganya mengemban pemikiran kufur, begitu bangganya mendukung rezim anti Islam. Saat ini mereka memang masih di atas angin, namun kelak ketika mereka jatuh sudah tidak berkuasa lagi para pendukungnya yang hanya penjilat akan dicampakkan begitu saja. Saat ini musuh-musuh Islam memang terlihat kompak dan bersatu menjatuhkan dan mencegah kebangkitan Islam, namun kelak mereka akan tercerai berai, kelak mereka akan disibukkan dengan urusan sesame orang dzalim, keraguan akan memenuhi benak mereka, permusuhan akan menghiasi hari-hari mereka. 


Dan kemenangan pasti untuk para pembela agama Islam. Tak ada keraguan sedikitpun. Dan saat itu orang-orang yang selama ini memusuhi Islam pasti akan menyesal. 


Pare, 10 Januari 2018

No comments:

Post a Comment