Penunggang Kuda Pembawa Ar Rayah
( Muktamar Khilafah 2013 Gelora 10 Nopember Surabaya)
As’ad bin Zurarah, Usaid bin Hudhair
dan Sa’ad bin Muadz. Itulah nama lengkap ketiga orang tersebut, tiga orang
pembesar kaumnya di Madinah. Mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang tak perlu diragukan. Mempunyai ketegasan yang
luar biasa, sempat berbangga dengan apa yang sebelumnya menjadi keyakinan,
namun dengan rendah hati menjemput hidayah dari Allah. Dan selanjutnya selalu berada di barisan terdepan dalam
membela agama Allah.
As’ad bin Zurarah salah satu
bangsawan suku Khazraj dan rumahnya di Madinah merupakan markas dakwah. Beliau
adalah tokoh yang mendampingi dakwah Mush’ab bin Umair di Madinah, memberikan
fasilitas dan informasi untuk langkah dakwah.
Usaid bin Hudhair, putra pembesar
suku Aus. Menggantikan ayahnya sebagai pemimpin kabilah, terkenal cerdas dan
memiliki ide yang cemerlang di kalangan kaumnya. Merupakan sahabat dekat Sa’ad
bin Muadz dan Usaid adalah orang yang sangat berpengaruh pada masuk Islamnya
Sa’ad, mempunyai trik khusus untuk membuat Sa’ad juga kenal terlebih dahulu
dengan Islam yang targetnya adalah agar Sa'ad juga masuk Islam.
Sa’ad bin Muadz pembesar di
kaumnya, mempunyai pengaruh yang luar biasa, dan menjadi pintu masuk Islamnya
penduduk Madinah. Sa’ad bin Muadz adalah sepupu As’ad bin Zurarah. Tulisan
singkat tentang Sa’ad bin Muadz bisa dibaca di Merindukan Saad bin Muadz
Kemuliaan As’ad, Usaid dan Sa’ad
sangat luar biasa, sosok pembela Islam, mendedikasikan hidupnya hanya untuk
Allah dan Rasulullah. Sangat jauh berbeda dengan The Three Musketeer, tiga
ksatria yang digadang-gadang di Eropa pada masanya. As’ad, Usaid dan Sa’ad
adalah khairul bariyyah, sebaik-baik makhluk karena keimanannya, sedangkan The
Three Musketeers (jika memang benar ada, bukan sekadar dongeng belaka) mereka
hanyalah syarrul bariyyah, seburuk-buruk makhluk karena kekafirannya.
Tentang masuk Islamnya Usaid dan
Sa’ad diantaranya bisa dibaca dalam buku Daulah Islam Bab Dakwah di Madinah
juga kitab sirah lainnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada suatu hari, As’ad bin
Zurarah keluar bersama Mush’ab bin ‘Umair ke pemukiman Bani ‘Abdul Asyhal dan
pemukiman Bani Zhafar (Sa’ad bin Mu’adz adalah anak bibi As’ad bin Zurarah).
Keduanya masuk ke sebuah kebun di antara kebun-kebun Bani Zhafar dan berada di
dekat sumur yang bernama sumur
Muraq. Keduanya duduk di kebun
itu sementara kaum Muslim datang dan berkumpul dengan mereka. Sa’ad bin
Mu’adz dan Usaid bin Hudhair ketika itu menjadipemuka dari Bani Abdul Asyhal. Keduanya
adalah orang musyrik pemeluk agama kaumnya. Tatkala keduanya mendengarkan
ucapan Mush’ab, Sa’ad bin Mu’adz berkata kepada Usaid bin Hudhair: “Saya tidak
benci padamu. Temuilah dua orang itu yang datang ke tempat kita hanya untuk
membodohi orangorang lemah di antara kita.
Usirlah dan cegahlah
keduanya karena keduanya hendak datang ke tempat kita. Seandainya As’ad
bin Zurarah tidak berasal dari kaum saya sebagaimana yang telahkamu ketahui,
tentu saya sendiri yang akan melakukannya. Dia adalah anak bibi saya, dan saya
tidak menemukan alasan untuk mencegahnya.”Usaid bin Hudhair mengambil tombak
pendeknya, kemudian berangkat menemui keduanya.
Ketika As’ad bin Zurarah melihatnya, maka dia berkata kepada Mush’ab bahwa orang itu adalah pemuka kaumnya yang datang kepadamu, mudah-mudahan dia membenarkan Allah. Mush’ab menjawab, jika dia bersedia duduk, aku akan berbicara padanya. Usaid bin Hudhair akhirnya duduk di depan keduanya dengan wajah cemberut sambil menggerutu, lalu berkata, “Apa yang kalian bawa kepada kami? Kalian hanya akan membodohi orang-orang lemah kami! Menyingkirlah kalian dari kami, jika memang kalian memiliki kepentingan yang berhubungan dengan diri kalian sendiri!” Mush’ab berkata: “Atau sebaiknya engkau duduk dan mendengarkan dulu? Jika engkau menyukainya maka engkau bisa menerimanya. Dan jika engkau membencinya, maka cukuplah bagimu apa yang engkau benci,” Usaid menjawab: “Boleh juga.” Kemudian dia menancapkan tombak pendeknya dan duduk di hadapan keduanya. Lalu Mush’ab menjelaskan Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya (Mush’ab dan As’ad binZurarah) berkata –berkenaan dengan yang dibicarakan tentang keduanya–:“Demi Allah, sungguh kami telah mengetahui Islam ada di wajahnya, sebelum dia berkata untuk menerimanya dengan suka cita”. Tidak berapa lama Usaid berkata, “Alangkah bagus dan indahnya kalimat ini! Apa yang kalian lakukan ketika akan memeluk agama ini?” Keduanya menjelaskan kepadanya: “Mandi, lalu sucikan dirimu dan pakaianmu, kemudian ucapkanlah syahadat, setelah itu shalatlah dua rakaat”. Usaid berdiri, lalu mandi dan menyucikan pakaiannya. Dia membaca syahadat, kemudian berdiri menunaikan shalat dua rakaat. Usaid berkata,“Bersamaku ada seorang laki-laki. Jika dia mengikuti kalian, maka tidak seorang pun dari kaumnya yang akan menentangnya. Sekarang aku akan mengajak Sa’ad bin Mu’adz menemui kalian berdua.” Usaid mencabut tombak pendeknya dan segera pergi menemui Sa’ad serta kaumnya. Ketika itu mereka sedang duduk-duduk di tempat pertemuan, maka ketika Sa’ad bin Mu’adz melihatnya segera menyambutnya dan berkata, “Aku bersumpah atas nama Allah. Sungguh Usaid bin Hudhair telah datang pada kalian bukan dengan wajah seperti ketika dia pergi dari kalian”. Ketika Usaid telah duduk di hadapan orang yang menyambutnya itu, Sa’ad bertanya kepadanya, “Apa yang telah engkau lakukan?”Usaid menjawab, “Aku memang telah berbicara kepada dua orang laki-laki itu. Demi Allah, aku tidak melihat rencana jahat pada keduanya. Aku telah melarang keduanya, namun keduanya berkata, ‘Kami akan melakukan apa yang engkau kehendaki.’ Aku juga telah menceritakan bahwa Bani Haritsah keluar dari perkampungannya menemui As’ad bin Zurarah untuk membunuhnya. Hal itu karena mereka mengetahui bahwa As’ad adalah putra bibimu. Tujuannya agar mereka bisa melindungimu.” Sa’ad spontan berdiri penuh amarah. Dia khawatir terhadap apa yang dikabarkan kepadanya tentang Bani Haritsah. Dia mengambil tombak pendek yang berada di tangan Usaid, lalu berkata, “Demi Allah, aku melihatmu sama sekali tidak berguna!”. Kemudian dia segera keluar dan menemui mereka berdua. Tatkala Sa’ad melihat keduanya dalam keadaan tenang, dia menyadari bahwa Usaid hanya menginginkan dia mendengar perkataan dua orang yang ada di hadapannya. Dia berdiri tegak menghadap keduanya dengan wajah memendam kemarahan dan berkata, “Wahai Abu Umamah!, seandainya antara aku dan engkau tidak ada hubungan kerabat, tentu tombak ini sudah aku hunjamkan ke dadamu. Engkau datang ke tempat kami dengan membawa apa yang kami benci.”
Ketika As’ad bin Zurarah melihatnya, maka dia berkata kepada Mush’ab bahwa orang itu adalah pemuka kaumnya yang datang kepadamu, mudah-mudahan dia membenarkan Allah. Mush’ab menjawab, jika dia bersedia duduk, aku akan berbicara padanya. Usaid bin Hudhair akhirnya duduk di depan keduanya dengan wajah cemberut sambil menggerutu, lalu berkata, “Apa yang kalian bawa kepada kami? Kalian hanya akan membodohi orang-orang lemah kami! Menyingkirlah kalian dari kami, jika memang kalian memiliki kepentingan yang berhubungan dengan diri kalian sendiri!” Mush’ab berkata: “Atau sebaiknya engkau duduk dan mendengarkan dulu? Jika engkau menyukainya maka engkau bisa menerimanya. Dan jika engkau membencinya, maka cukuplah bagimu apa yang engkau benci,” Usaid menjawab: “Boleh juga.” Kemudian dia menancapkan tombak pendeknya dan duduk di hadapan keduanya. Lalu Mush’ab menjelaskan Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya (Mush’ab dan As’ad binZurarah) berkata –berkenaan dengan yang dibicarakan tentang keduanya–:“Demi Allah, sungguh kami telah mengetahui Islam ada di wajahnya, sebelum dia berkata untuk menerimanya dengan suka cita”. Tidak berapa lama Usaid berkata, “Alangkah bagus dan indahnya kalimat ini! Apa yang kalian lakukan ketika akan memeluk agama ini?” Keduanya menjelaskan kepadanya: “Mandi, lalu sucikan dirimu dan pakaianmu, kemudian ucapkanlah syahadat, setelah itu shalatlah dua rakaat”. Usaid berdiri, lalu mandi dan menyucikan pakaiannya. Dia membaca syahadat, kemudian berdiri menunaikan shalat dua rakaat. Usaid berkata,“Bersamaku ada seorang laki-laki. Jika dia mengikuti kalian, maka tidak seorang pun dari kaumnya yang akan menentangnya. Sekarang aku akan mengajak Sa’ad bin Mu’adz menemui kalian berdua.” Usaid mencabut tombak pendeknya dan segera pergi menemui Sa’ad serta kaumnya. Ketika itu mereka sedang duduk-duduk di tempat pertemuan, maka ketika Sa’ad bin Mu’adz melihatnya segera menyambutnya dan berkata, “Aku bersumpah atas nama Allah. Sungguh Usaid bin Hudhair telah datang pada kalian bukan dengan wajah seperti ketika dia pergi dari kalian”. Ketika Usaid telah duduk di hadapan orang yang menyambutnya itu, Sa’ad bertanya kepadanya, “Apa yang telah engkau lakukan?”Usaid menjawab, “Aku memang telah berbicara kepada dua orang laki-laki itu. Demi Allah, aku tidak melihat rencana jahat pada keduanya. Aku telah melarang keduanya, namun keduanya berkata, ‘Kami akan melakukan apa yang engkau kehendaki.’ Aku juga telah menceritakan bahwa Bani Haritsah keluar dari perkampungannya menemui As’ad bin Zurarah untuk membunuhnya. Hal itu karena mereka mengetahui bahwa As’ad adalah putra bibimu. Tujuannya agar mereka bisa melindungimu.” Sa’ad spontan berdiri penuh amarah. Dia khawatir terhadap apa yang dikabarkan kepadanya tentang Bani Haritsah. Dia mengambil tombak pendek yang berada di tangan Usaid, lalu berkata, “Demi Allah, aku melihatmu sama sekali tidak berguna!”. Kemudian dia segera keluar dan menemui mereka berdua. Tatkala Sa’ad melihat keduanya dalam keadaan tenang, dia menyadari bahwa Usaid hanya menginginkan dia mendengar perkataan dua orang yang ada di hadapannya. Dia berdiri tegak menghadap keduanya dengan wajah memendam kemarahan dan berkata, “Wahai Abu Umamah!, seandainya antara aku dan engkau tidak ada hubungan kerabat, tentu tombak ini sudah aku hunjamkan ke dadamu. Engkau datang ke tempat kami dengan membawa apa yang kami benci.”
As’ad menoleh kepada Mush’ab
seraya berkata, “Wahai Mush’ab, telah
datang kepadamu seorang tokoh. Demi Allah, dibelakangnya ada kaumnya. Jika dia
mengikutimu, maka tidak seorang pun dari mereka yang akan menentangmu.”
Mush’ab berkata
kepadanya, “Lebih baik
anda duduk dan dengarkan. Jika
anda suka dan
menginginkannya maka anda
bias menerimanya. Namun, jika anda membencinya, kami akan menjauhkan
dari anda segala hal yang anda benci.” Sa’ad berkata, “Boleh juga, aku
terima.” Tombak pendek di
tangannya ditancapkan di tanah,
lalu ia duduk. Lalu Mush’ab menyampaikan
Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya bergumam, “Demi Allah, kami melihat Islam di wajahnya
sebelum dia berbicara untuk menerimanya dengan suka cita.”
Sa’ad bertanya kepada
keduanya, “Apa yang kalian lakukan
ketika kalian memeluk Islam dan masuk agama ini?” Keduanya menjawab, “Mandi dan sucikan diri dan pakainmu, kemudian
bacalah syahadat dan shalat dua rakaat” Sa’ad berdiri, lalu mandi dan
menyucikan pakaiannya, kemudian membaca syahadat dan shalat dua rakaat. Setelah
ituia mencabut tombak pendeknya, dan segera
menghampiri kaumnya. Dia berjalan
dengan tegap disertai oleh
saudara sepupunya, Usaid
bin Hudhair. Ketika kaumnya melihat dia, mereka berkata,
“Kami bersumpah dengan nama Allah, sungguh Sa’ad telah kembali kepada kalian
bukan dengan wajah seperti waktu dia pergi dari kalian!”
Tatkala Sa’ad berdiri menghadap
kaumnya, dia berkata, “Wahai Bani ‘Abdul
Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di tengah-tengah
kalian?” Mereka menjawab serentak, “Engkau
adalah
pemimpin kami dan yang paling
cerdas di antara kamiserta memiliki pribadi paling baik”.Sa’ad kembali
berkata, “Sesungguhnya ucapan kaum
laki-laki dan wanita kalian kapadaku adalah haram, hingga kalian semua beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya.”
Tidak berapa lama, keduanya
(Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Muadz) berkata, “Demi Allah, tidak akan ada
seorang laki-laki maupun wanita, saat sore hari di pemukiman Bani ‘Abdul
Asyhal, kecuali dia akan
jadi muslim dan muslimah”.
Daulah
Islam- Dakwah di Madinah
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dan sejak saat itu Islam menjadi
agama yang mendamaikan penduduk Madinah yang didominasi suku Aus dan Khazraj,
dua suku yang saling bermusuhan namun menjadi saudara dan berdamai karena
datangnya Islam. Terbukti, Islam menyatukan bukan menimbulkan perpecahan, jika
ada yang menuduh Islam membawa perpecahan sungguh fitnah yang sangat kejam bisa
karena kebodohan atau kepicikan berpikir.
As’ad, Usaid dan Sa’ad, tiga
tokoh besar yang berpegang teguh pada prinsip, namun tidak sombong, menerima
Islam sebagai hidayah. Menyelamatkan kaumnya dari kesesatan, tidak berdiam diri
membiarkan kaumnya terus hidup dalam kejahiliyahan.
Dan saat ini, tentu masih ada
harapan akan ada para tokoh yang masih berpikir yang terbaik untuk umat,
berjuang menyelamatkan umat, bukan para tokoh penjilat yang terlena dengan
kemaksiatan. Bukan tokoh yang bangga dengan kemaksiatan dan kekufuruan, bukan
tokoh yang menjadi kaki tangan musuh Islam, bukan tokoh yang bersikukuh dengan
kesombongannya.
Insya Allah dengan kesabaran
dalam dakwah, umat Islam akan kembali sadar akan kewajiban menjalankan Islam
kaffah hanya dalam naungan khilafah. Wallahu a’lam
Pare, 11 Januari 2018
No comments:
Post a Comment