Thursday 11 January 2018

As’ad, Usaid dan Sa’ad, Jauh Lebih Hebat daripada The Three Musketeers

Penunggang Kuda Pembawa Ar Rayah 
( Muktamar Khilafah 2013 Gelora 10 Nopember Surabaya)


As’ad bin Zurarah, Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Muadz. Itulah nama lengkap ketiga orang tersebut, tiga orang pembesar kaumnya di Madinah. Mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang  tak perlu diragukan. Mempunyai ketegasan yang luar biasa, sempat berbangga dengan apa yang sebelumnya menjadi keyakinan, namun dengan rendah hati menjemput hidayah dari Allah. Dan selanjutnya  selalu berada di barisan terdepan dalam membela agama Allah.

As’ad bin Zurarah salah satu bangsawan suku Khazraj dan rumahnya di Madinah merupakan markas dakwah. Beliau adalah tokoh yang mendampingi dakwah Mush’ab bin Umair di Madinah, memberikan fasilitas dan informasi untuk langkah dakwah.

Usaid bin Hudhair, putra pembesar suku Aus. Menggantikan ayahnya sebagai pemimpin kabilah, terkenal cerdas dan memiliki ide yang cemerlang di kalangan kaumnya. Merupakan sahabat dekat Sa’ad bin Muadz dan Usaid adalah orang yang sangat berpengaruh pada masuk Islamnya Sa’ad, mempunyai trik khusus untuk membuat Sa’ad juga kenal terlebih dahulu dengan Islam yang targetnya adalah agar Sa'ad juga masuk Islam.

Sa’ad bin Muadz pembesar di kaumnya, mempunyai pengaruh yang luar biasa, dan menjadi pintu masuk Islamnya penduduk Madinah. Sa’ad bin Muadz adalah sepupu As’ad bin Zurarah. Tulisan singkat tentang Sa’ad bin Muadz bisa dibaca di Merindukan Saad bin Muadz

Kemuliaan As’ad, Usaid dan Sa’ad sangat luar biasa, sosok pembela Islam, mendedikasikan hidupnya hanya untuk Allah dan Rasulullah. Sangat jauh berbeda dengan The Three Musketeer, tiga ksatria yang digadang-gadang di Eropa pada masanya. As’ad, Usaid dan Sa’ad adalah khairul bariyyah, sebaik-baik makhluk karena keimanannya, sedangkan The Three Musketeers (jika memang benar ada, bukan sekadar dongeng belaka) mereka hanyalah syarrul bariyyah, seburuk-buruk makhluk karena kekafirannya.

Tentang masuk Islamnya Usaid dan Sa’ad diantaranya bisa dibaca dalam buku Daulah Islam Bab Dakwah di Madinah juga kitab sirah lainnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada suatu hari, As’ad bin Zurarah keluar bersama Mush’ab bin ‘Umair ke pemukiman Bani ‘Abdul Asyhal dan pemukiman Bani Zhafar (Sa’ad bin Mu’adz adalah anak bibi As’ad bin Zurarah). Keduanya masuk ke sebuah kebun di antara kebun-kebun Bani Zhafar dan berada di dekat sumur  yang  bernama sumur  Muraq. Keduanya duduk  di  kebun  itu sementara kaum Muslim datang dan berkumpul dengan mereka. Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair ketika itu menjadipemuka dari Bani Abdul Asyhal. Keduanya adalah orang musyrik pemeluk agama kaumnya. Tatkala keduanya mendengarkan ucapan Mush’ab, Sa’ad bin Mu’adz berkata kepada Usaid bin Hudhair: “Saya tidak benci padamu. Temuilah dua orang itu yang datang ke tempat kita hanya untuk membodohi orangorang lemah  di  antara kita.  Usirlah  dan  cegahlah  keduanya karena keduanya hendak datang ke tempat kita. Seandainya As’ad bin Zurarah tidak berasal dari kaum saya sebagaimana yang telahkamu ketahui, tentu saya sendiri yang akan melakukannya. Dia adalah anak bibi saya, dan saya tidak menemukan alasan untuk mencegahnya.”Usaid bin Hudhair mengambil tombak pendeknya, kemudian berangkat menemui keduanya.

Ketika As’ad bin Zurarah melihatnya, maka dia berkata kepada Mush’ab bahwa orang  itu  adalah  pemuka  kaumnya  yang  datang  kepadamu, mudah-mudahan dia membenarkan Allah. Mush’ab menjawab, jika dia bersedia duduk, aku akan berbicara padanya. Usaid bin Hudhair akhirnya duduk di depan keduanya dengan wajah cemberut sambil menggerutu, lalu berkata, “Apa yang kalian bawa kepada kami? Kalian hanya akan membodohi orang-orang lemah kami! Menyingkirlah kalian dari kami, jika memang kalian  memiliki kepentingan yang berhubungan dengan diri kalian sendiri!” Mush’ab berkata: “Atau sebaiknya  engkau  duduk  dan  mendengarkan  dulu?  Jika  engkau menyukainya  maka  engkau  bisa  menerimanya.  Dan  jika  engkau membencinya, maka cukuplah bagimu apa yang engkau benci,”  Usaid menjawab:  “Boleh juga.” Kemudian dia menancapkan tombak pendeknya dan duduk di hadapan keduanya. Lalu Mush’ab menjelaskan Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya (Mush’ab dan As’ad binZurarah) berkata –berkenaan dengan yang dibicarakan tentang keduanya–:“Demi Allah, sungguh kami telah  mengetahui Islam  ada  di wajahnya,  sebelum  dia berkata untuk menerimanya dengan suka cita”.  Tidak berapa lama Usaid berkata,  “Alangkah bagus dan indahnya kalimat ini! Apa yang  kalian lakukan  ketika  akan  memeluk  agama  ini?”  Keduanya  menjelaskan kepadanya:  “Mandi,  lalu  sucikan dirimu dan  pakaianmu,  kemudian ucapkanlah syahadat, setelah itu shalatlah dua rakaat”. Usaid berdiri, lalu  mandi  dan  menyucikan  pakaiannya.  Dia  membaca  syahadat, kemudian  berdiri  menunaikan  shalat  dua  rakaat.  Usaid  berkata,“Bersamaku ada seorang laki-laki. Jika dia mengikuti kalian, maka tidak seorang pun dari kaumnya yang akan menentangnya. Sekarang aku akan mengajak Sa’ad bin Mu’adz menemui kalian berdua.” Usaid mencabut tombak pendeknya dan segera pergi menemui Sa’ad serta kaumnya. Ketika itu mereka sedang duduk-duduk di tempat pertemuan,  maka  ketika  Sa’ad  bin  Mu’adz  melihatnya  segera menyambutnya dan berkata, “Aku bersumpah atas nama Allah. Sungguh Usaid bin Hudhair telah datang pada kalian bukan dengan wajah seperti ketika dia pergi dari kalian”. Ketika Usaid telah duduk di hadapan orang yang menyambutnya itu, Sa’ad bertanya kepadanya,  “Apa yang telah engkau lakukan?”Usaid menjawab, “Aku memang telah berbicara kepada dua orang laki-laki itu. Demi Allah, aku tidak melihat rencana jahat pada keduanya. Aku telah melarang keduanya, namun keduanya berkata, ‘Kami akan melakukan apa yang engkau kehendaki.’ Aku juga telah menceritakan bahwa Bani Haritsah keluar dari perkampungannya menemui As’ad  bin Zurarah untuk membunuhnya. Hal itu karena mereka mengetahui bahwa As’ad adalah putra bibimu. Tujuannya agar mereka bisa melindungimu.” Sa’ad spontan berdiri penuh amarah. Dia khawatir terhadap apa yang  dikabarkan  kepadanya tentang  Bani  Haritsah. Dia  mengambil tombak pendek yang berada di tangan Usaid, lalu berkata, “Demi Allah, aku melihatmu sama sekali tidak berguna!”. Kemudian dia segera keluar dan menemui mereka berdua. Tatkala Sa’ad melihat keduanya dalam keadaan tenang, dia menyadari bahwa Usaid hanya menginginkan dia mendengar perkataan dua orang yang ada di hadapannya. Dia berdiri tegak menghadap keduanya dengan wajah memendam kemarahan dan berkata, “Wahai Abu Umamah!,  seandainya antara aku dan engkau tidak ada  hubungan  kerabat,  tentu  tombak ini  sudah aku  hunjamkan  ke dadamu. Engkau datang ke tempat kami dengan membawa apa yang kami benci.”

As’ad menoleh kepada Mush’ab seraya berkata,  “Wahai Mush’ab, telah datang kepadamu seorang tokoh. Demi Allah, dibelakangnya ada kaumnya. Jika dia mengikutimu, maka tidak seorang pun dari mereka yang akan menentangmu.”

Mush’ab  berkata  kepadanya,  “Lebih  baik  anda  duduk  dan dengarkan.  Jika  anda  suka  dan  menginginkannya  maka  anda  bias menerimanya. Namun, jika anda membencinya, kami akan menjauhkan dari anda segala hal yang anda benci.” Sa’ad berkata, “Boleh juga, aku terima.”  Tombak pendek  di  tangannya ditancapkan di  tanah, lalu  ia duduk. Lalu Mush’ab menyampaikan Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya bergumam,  “Demi Allah, kami melihat Islam di wajahnya sebelum dia berbicara untuk menerimanya dengan suka cita.”

Sa’ad bertanya kepada keduanya,  “Apa yang kalian lakukan ketika kalian memeluk Islam dan masuk agama ini?” Keduanya menjawab,  “Mandi dan sucikan diri dan pakainmu, kemudian bacalah syahadat dan shalat dua rakaat” Sa’ad berdiri, lalu mandi dan menyucikan pakaiannya, kemudian membaca syahadat dan shalat dua rakaat. Setelah ituia mencabut tombak pendeknya, dan segera  menghampiri  kaumnya. Dia berjalan dengan tegap  disertai  oleh  saudara  sepupunya,  Usaid  bin  Hudhair.  Ketika kaumnya melihat dia, mereka berkata, “Kami bersumpah dengan nama Allah, sungguh Sa’ad telah kembali kepada kalian bukan dengan wajah seperti waktu dia pergi dari kalian!”

Tatkala Sa’ad berdiri menghadap kaumnya, dia berkata,  “Wahai Bani ‘Abdul Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di tengah-tengah kalian?”  Mereka  menjawab serentak,  “Engkau  adalah
pemimpin kami dan yang paling cerdas di antara kamiserta memiliki pribadi paling baik”.Sa’ad kembali berkata,  “Sesungguhnya ucapan kaum laki-laki dan wanita kalian kapadaku adalah haram,  hingga kalian semua beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Tidak berapa lama, keduanya (Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Muadz) berkata, “Demi Allah, tidak akan ada seorang laki-laki maupun wanita, saat sore hari di pemukiman Bani ‘Abdul Asyhal, kecuali dia akan
jadi muslim dan muslimah”.

Daulah Islam- Dakwah di Madinah
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dan sejak saat itu Islam menjadi agama yang mendamaikan penduduk Madinah yang didominasi suku Aus dan Khazraj, dua suku yang saling bermusuhan namun menjadi saudara dan berdamai karena datangnya Islam. Terbukti, Islam menyatukan bukan menimbulkan perpecahan, jika ada yang menuduh Islam membawa perpecahan sungguh fitnah yang sangat kejam bisa karena kebodohan atau kepicikan berpikir.

As’ad, Usaid dan Sa’ad, tiga tokoh besar yang berpegang teguh pada prinsip, namun tidak sombong, menerima Islam sebagai hidayah. Menyelamatkan kaumnya dari kesesatan, tidak berdiam diri membiarkan kaumnya terus hidup dalam kejahiliyahan.

Dan saat ini, tentu masih ada harapan akan ada para tokoh yang masih berpikir yang terbaik untuk umat, berjuang menyelamatkan umat, bukan para tokoh penjilat yang terlena dengan kemaksiatan. Bukan tokoh yang bangga dengan kemaksiatan dan kekufuruan, bukan tokoh yang menjadi kaki tangan musuh Islam, bukan tokoh yang bersikukuh dengan kesombongannya.

Insya Allah dengan kesabaran dalam dakwah, umat Islam akan kembali sadar akan kewajiban menjalankan Islam kaffah hanya dalam naungan khilafah. Wallahu a’lam


Pare, 11 Januari 2018


No comments:

Post a Comment