Setelah
membangun institusi Negara Islam di
Madinah, kehidupan di Madinah mulai menampakkan ketenangan dengan datangnya
Islam. Kebahagiaan menerapkan syariat Islam menyelimuti masyarakat Madinah yang
semakin banyak memeluk Islam. Namun di sisi yang lain, musuh-musuh Islam mulai
menyadari adanya ancaman atas posisi mereka. Mereka mulai mencari cara untuk
membuat situasi menjadi kacau.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Daulah Islam - Polemik dengan
Yahudi dan Nasrani
...
Di lain pihak, musuh-musuh Islam
justru memperlakukan kaum Muslim dengan buruk. Pengaruh-pengaruh ini tampak
pada tetanggatetangga mereka yang Yahudi. Ketakutan mereka mulaitampak. Kaum
kafir mulai memikirkan kedudukan mereka yang baru terhadap Muhammad dan
sahabat-sahabatnya setelah melihat
perkembangan kaum Muslim di Madinah baik
bangunan maupun kekuatannya. Jumlah manusia yang menerima Islam bertambah
banyak, dan kemurkaan mereka juga semakin bertambah dengan adanya sebagian kaum
Yahudi yang menerima Islam. Mereka khawatir Islam melebarkan sayapnya hingga
menembus barisan mereka dan merusak sebagian besar mereka. Karena itu, mereka
mulai menyerang Islam, akidah dan hukum-hukumnya. Sejak saat itu, mulai terjadi
perang perdebatan antara kaum Muslim dengan Yahudi. Perang ini jauh lebih
sengit dan tipu dayanya lebih besar daripada
polemik antara kaum Muslim dan kafir Quraisy Makkah.
Dalam perang pemikiran ini,
berbagai isu, kemunafikan, dan pengetahuan tentang kisah-kisah
orang-orangterdahulu, tentang para Nabi dan Rasul, menjadi senjata bagi kaum
Yahudi untuk menyerang Muhammad saw, risalahnya dan para sahabatnya dari kaum
Muhajirin dan Anshar. Para rahib mereka meniupkan isu di tengahtengah
masyarakat dengan menampakkan keislaman, atau di tengah-tengah orang yang
memungkinkannya dapat duduk di antara kaum Muslim seraya menampakkan ketakwaan.
Kemudian setelah itu, merekamemunculkan kebingungan dan keragu-raguan serta
melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada Muhammad saw yang —menurut mereka— bisa
menggoncang akidah kaum Muslim dan risalah kebenaran yang diserukan oleh
beliau.
Sekelompok orang dari Bani Aus
dan Khazraj yang telah masuk Islam
namun bersikap munafik
bergabung dengan Yahud i
untuk melontarkan
pertanyaan-pertanyaan dan
menimbulkan kegusaran di tengah-tengah kaum Muslim. Perdebatan
antara kaum Y ahudi dan kaum Muslim telah melampaui batas, yang kadang-kadang
mengantarkan pada adu fisik; padahal
di antara mereka
masih terikat perjanjian. Untuk menggambarkan rusaknya kaum Yahudi dan
kerasnya sikap permusuhan mereka dalam bentuk
perdebatan, cukup dengan melihat
perbuatan mereka yang sempat mengusik kesabaran dan ketenangan Abu Bakar;
padahal dia adalah sahabat Rasul yang dikenal berperangai halus,
sangatsabar dan lemah
lembut. Diriwayatkan bahwa Abu Bakar
pernah berbicara dengan seorang
Yahudi yang dipanggil
Fanhash. Beliau mengajaknya masuk
Islam, tetapi Fanhash
menolaknya dengan mengatakan,
“Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami tidak fakir di sisi Allah, Dialah yang
benar-benar fakir di sisi kami. Kami tidak tunduk kepadaNya sebagaimana Dia
tunduk kepada kami. Sesungguhnya kami benarbenar tidak
membutuhkan-Nya, Dialah yang
membutuhkan kami. Seandainya Dia
tidak membutuhkan kami, tentu Dia tidak akan meminjam harta kami sebagaimana
yang diyakini oleh sahabatmu. Dia melarang kalian dari riba dan memberikannya
kepada kami. Seandainya Dia tidak butuh kami, tentu Dia tidak memberikan riba
kepada kami.”Fanhash berkata seperti ini
dengan merujuk firman-Nya:
“Siapa saja yang memberi pinjaman kepada
Allah, pinjaman yang baik, maka Allah
akan melipat gandakannya
kepadanya dengan pelipatan yang sangat banyak.” (TQS. al-Baqarah[2]:
245)
Mendengar
jawaban ini, Abu Bakar tidak dapat lagi menahan kesabaran. Dia marah dan
memukul wajah Fanhash dengan keras dan berkata, “Demi jiwaku yang berada di
tangan-Nya, seandainya tidak ada perjanjian antara kami dengan kalian, pasti
aku akan penggal kepalamu, hai musuh Allah!” Seperti itulah
hebatnya perdebatan antara kaum Muslim dengan Yahudi yang memakan
waktu cukup panjang.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kedengkian dan kebodohan
orang-orang kafir membuat mereka melakukan segala cara untuk menjatuhkan agama
Islam dan syariatnya. Menghembuskan berita bohong, fitnah hingga mengolok-olok
ayat Allah. Tentu saja para sahabat tidak berdiam diri, salah satunya Abu Bakar
Ash Shiddiq, sabahat yang dikenal dengan sifat lembut ini tidak bisa menahan
kemarahannya ketika mendapati seorang Yahudi menghina Allah, seenaknya
berkelakar dengan menyitir ayat Alquran. Yahudi ini mengolok-ngolok bahwa Allah
lah yang butuh orang Yahudi bukan orang Yahudi yang membutuhkan Allah. Tidak sekadar marah, Abu Bakar bahkan memukul
Yahudi tersebut, jika tidak mengingat ada perjanjian damai di antara Yahudi
dengan daulah Islam, Abu Bakar pasti sudah memenggal kalanya. Begitulah
pembelaan dan kecintaan umat terdahulu kepada Allah, Rasulullah dan Islam.
Tidak membiarkan sekecil apapun pelecehan terhadap Islam. Mengetahui kebebalan
orang-orang kafir Rasulullah pun rela menantang mereka untuk mubahalah.
Namun sekarang, di saat Islam
menjadi mayoritas di negeri ini, begitu ringannya orang-orang jahil, kafir dan
munafik mempermainkan Islam. Kedangkalan dalam berpikir membuat mereka buta
dengan kebenaran Islam. Dan parahnya lagi seolah mereka dilindungi, tidak ada
sikap tegas dari penguasa yang juga mengaku sebagai muslim tetapi pembelaan
terhadap Islam sangat minim. Ujaran kebencian hanya disandangkan pada
orang-orang yang mengkritik penuasa, sedangkan para penghina agama hanya
sekadar dianggap sebagai bagian dari kebebasan dan wajib ditolerir. Ironi lagi,
atas nama kebebasan, sebagian kecil umat Islam malah membela perbuatan hina
tersebut.
Sungguh dua keadaan yang sangat
jauh berbeda, di saat suasana keimanan terbentukdalam system Islam penjagaan
terhadap kehormatan Islam begitu terjaga. Sedangkan ketika Islm diabaikan, dan
negeri ini lebih memilih kapitaslisme, sekularisme dan liberalism menjadi jalan
hidup, Islam dipinggirkan dan seenaknya direndahkan. Kemarahan mayoritas umat
Islam tidak dipedulikan, padahal selama ini penguasa selalu berlindung di balik
demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi suara mayoritas. Semakin jelas
terlihat, demokrasi hanyalah kedok belaka. Demokrasi tidak akan pernah memberi
tempat pada syariat untuk mengatur urusan rakyat.
Memang, keadaan yang perlu diubah.
Dibutuhkan individu yang berani menyuarakan Islam dengan lantang, apapun
kedudukannya, individu muslim wajib menyampaikan kebenaran Islam. Dibutuhkan
juga kepedulian masyarakat agar tidak terjadi pembiaran pada pelanggaran
terhadap syariat. Dan yang tak kalah pentingnya adalah ketegasan penguasa
sebagai imam, penanggungjawab urusan umat di dunia hingga ke akhirat.
Dan jika saat ini Islam masih
dilecehkan dan dan dijadikan bahan kelakar, seharusnya semakin membuka mata
kita, system yang diterapkan saat ini sudah tidak bisa diharapkan, saatnya
menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah untuk memwujudkan rahmat bagi
seluruh alam.
Pare, 12 Januari 2018
No comments:
Post a Comment