Friday 12 January 2018

Tidak Bisa Berkelakar Agama Di Hadapan Abu Bakar


Setelah membangun institusi  Negara Islam di Madinah, kehidupan di Madinah mulai menampakkan ketenangan dengan datangnya Islam. Kebahagiaan menerapkan syariat Islam menyelimuti masyarakat Madinah yang semakin banyak memeluk Islam. Namun di sisi yang lain, musuh-musuh Islam mulai menyadari adanya ancaman atas posisi mereka. Mereka mulai mencari cara untuk membuat situasi menjadi kacau.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Daulah Islam - Polemik dengan Yahudi dan Nasrani
...
Di lain pihak, musuh-musuh Islam justru memperlakukan kaum Muslim dengan buruk. Pengaruh-pengaruh ini tampak pada tetanggatetangga mereka yang Yahudi. Ketakutan mereka mulaitampak. Kaum kafir mulai memikirkan kedudukan mereka yang baru terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya  setelah melihat perkembangan kaum  Muslim di Madinah baik bangunan maupun kekuatannya. Jumlah manusia yang menerima Islam bertambah banyak, dan kemurkaan mereka juga semakin bertambah dengan adanya sebagian kaum Yahudi yang menerima Islam. Mereka khawatir Islam melebarkan sayapnya hingga menembus barisan mereka dan merusak sebagian besar mereka. Karena itu, mereka mulai menyerang Islam, akidah dan hukum-hukumnya. Sejak saat itu, mulai terjadi perang perdebatan antara kaum Muslim dengan Yahudi. Perang ini jauh lebih sengit dan tipu dayanya lebih besar daripada  polemik antara kaum Muslim dan kafir Quraisy Makkah.

Dalam perang pemikiran ini, berbagai isu, kemunafikan, dan pengetahuan tentang kisah-kisah orang-orangterdahulu, tentang para Nabi dan Rasul, menjadi senjata bagi kaum Yahudi untuk menyerang Muhammad saw, risalahnya dan para sahabatnya dari kaum Muhajirin dan Anshar. Para rahib mereka meniupkan isu di tengahtengah masyarakat dengan menampakkan keislaman, atau di tengah-tengah orang yang memungkinkannya dapat duduk di antara kaum Muslim seraya menampakkan ketakwaan. Kemudian setelah itu, merekamemunculkan kebingungan dan keragu-raguan serta melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada Muhammad saw yang —menurut mereka— bisa menggoncang akidah kaum Muslim dan risalah kebenaran yang diserukan oleh beliau.

Sekelompok orang dari Bani Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam  namun  bersikap  munafik  bergabung  dengan  Yahud i  untuk melontarkan  pertanyaan-pertanyaan  dan menimbulkan  kegusaran  di tengah-tengah kaum Muslim. Perdebatan antara kaum Y ahudi dan kaum Muslim telah melampaui batas, yang kadang-kadang mengantarkan pada adu fisik; padahal  di  antara  mereka  masih terikat  perjanjian.  Untuk menggambarkan rusaknya kaum Yahudi dan kerasnya sikap permusuhan mereka dalam bentuk  perdebatan, cukup dengan  melihat perbuatan mereka yang sempat mengusik kesabaran dan ketenangan Abu Bakar; padahal dia adalah sahabat Rasul yang dikenal berperangai halus, sangatsabar  dan  lemah  lembut.  Diriwayatkan  bahwa  Abu  Bakar  pernah berbicara  dengan  seorang  Yahudi  yang  dipanggil  Fanhash.  Beliau mengajaknya  masuk  Islam,  tetapi  Fanhash  menolaknya  dengan mengatakan, “Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami tidak fakir di sisi Allah, Dialah yang benar-benar fakir di sisi kami. Kami tidak tunduk kepadaNya sebagaimana Dia tunduk kepada kami. Sesungguhnya kami benarbenar  tidak  membutuhkan-Nya,  Dialah  yang  membutuhkan  kami. Seandainya Dia tidak membutuhkan kami, tentu Dia tidak akan meminjam harta kami sebagaimana yang diyakini oleh sahabatmu. Dia melarang kalian dari riba dan memberikannya kepada kami. Seandainya Dia tidak butuh kami, tentu Dia tidak memberikan riba kepada  kami.”Fanhash berkata seperti ini dengan merujuk firman-Nya:
 “Siapa saja yang memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik,  maka  Allah  akan  melipat  gandakannya  kepadanya dengan pelipatan yang sangat banyak.” (TQS. al-Baqarah[2]: 245)

Mendengar jawaban ini, Abu Bakar tidak dapat lagi menahan kesabaran. Dia marah dan memukul wajah Fanhash dengan keras dan berkata, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, seandainya tidak ada perjanjian antara kami dengan kalian, pasti aku akan penggal kepalamu, hai musuh Allah!” Seperti  itulah  hebatnya  perdebatan  antara kaum Muslim dengan Yahudi yang memakan waktu cukup panjang.
 ....
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kedengkian dan kebodohan orang-orang kafir membuat mereka melakukan segala cara untuk menjatuhkan agama Islam dan syariatnya. Menghembuskan berita bohong, fitnah hingga mengolok-olok ayat Allah. Tentu saja para sahabat tidak berdiam diri, salah satunya Abu Bakar Ash Shiddiq, sabahat yang dikenal dengan sifat lembut ini tidak bisa menahan kemarahannya ketika mendapati seorang Yahudi menghina Allah, seenaknya berkelakar dengan menyitir ayat Alquran. Yahudi ini mengolok-ngolok bahwa Allah lah yang butuh orang Yahudi bukan orang Yahudi yang membutuhkan Allah.  Tidak sekadar marah, Abu Bakar bahkan memukul Yahudi tersebut, jika tidak mengingat ada perjanjian damai di antara Yahudi dengan daulah Islam, Abu Bakar pasti sudah memenggal kalanya. Begitulah pembelaan dan kecintaan umat terdahulu kepada Allah, Rasulullah dan Islam. Tidak membiarkan sekecil apapun pelecehan terhadap Islam. Mengetahui kebebalan orang-orang kafir Rasulullah pun rela menantang mereka untuk mubahalah.

Namun sekarang, di saat Islam menjadi mayoritas di negeri ini, begitu ringannya orang-orang jahil, kafir dan munafik mempermainkan Islam. Kedangkalan dalam berpikir membuat mereka buta dengan kebenaran Islam. Dan parahnya lagi seolah mereka dilindungi, tidak ada sikap tegas dari penguasa yang juga mengaku sebagai muslim tetapi pembelaan terhadap Islam sangat minim. Ujaran kebencian hanya disandangkan pada orang-orang yang mengkritik penuasa, sedangkan para penghina agama hanya sekadar dianggap sebagai bagian dari kebebasan dan wajib ditolerir. Ironi lagi, atas nama kebebasan, sebagian kecil umat Islam malah membela perbuatan hina tersebut.

Sungguh dua keadaan yang sangat jauh berbeda, di saat suasana keimanan terbentukdalam system Islam penjagaan terhadap kehormatan Islam begitu terjaga. Sedangkan ketika Islm diabaikan, dan negeri ini lebih memilih kapitaslisme, sekularisme dan liberalism menjadi jalan hidup, Islam dipinggirkan dan seenaknya direndahkan. Kemarahan mayoritas umat Islam tidak dipedulikan, padahal selama ini penguasa selalu berlindung di balik demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi suara mayoritas. Semakin jelas terlihat, demokrasi hanyalah kedok belaka. Demokrasi tidak akan pernah memberi tempat pada syariat untuk mengatur urusan rakyat.

Memang, keadaan yang perlu diubah. Dibutuhkan individu yang berani menyuarakan Islam dengan lantang, apapun kedudukannya, individu muslim wajib menyampaikan kebenaran Islam. Dibutuhkan juga kepedulian masyarakat agar tidak terjadi pembiaran pada pelanggaran terhadap syariat. Dan yang tak kalah pentingnya adalah ketegasan penguasa sebagai imam, penanggungjawab urusan umat di dunia hingga ke akhirat.

Dan jika saat ini Islam masih dilecehkan dan dan dijadikan bahan kelakar, seharusnya semakin membuka mata kita, system yang diterapkan saat ini sudah tidak bisa diharapkan, saatnya menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah untuk memwujudkan rahmat bagi seluruh alam.


Pare, 12 Januari 2018




                                                                                             

No comments:

Post a Comment