Sunday 14 January 2018

Imam Yang Dirindukan


Imam Salat
Bagi kebanyakan anak kecil, imam salat yang disenangi adalah imam yang bacaannya tidak panjang, cepat selesai. Berbeda lagi bagi orang dewasa yang sudah paham terkait bagusnya bacaan dan arti surat yang dibaca, imam yang disukai adalah imam dengan suara dan kualitas bacaan Alquran yang baik. Panjang pendek surat yang dibaca sudah tidak menjadi hal yang terlalu penting. Ada pula yang menyukai imam dengan bacaan surat yang panjang, bisa menambah kekhusukan. Dan kriteria untuk menentukan suka atau tidak berdasarkan hal tersebut sah-sah saja, dibolehkan. Namun  tentu tidak menjadikan kita bersikap dengan berlebihan, mencela yang bacaannya pendek, menghindari yang bacaannya panjang.
Dan alangkah baiknya jika kita mengembalikan sifat-sifat imam salat yang memang sudah diteladankan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam. Orang yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling menguasai dan paling banyak hafalan Alquran, orang yang paling alim dan paling fakih, yang paling tua umurnya. Dan imam yang disukai oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam adalah imam yang melaksanakan salat secara ringan, tidak memanjangkan bacaannya karena yang menjadi makmum bisa jadi orang yang lemah, orang sakit atau orang yang memiliki keperluan yang tergesa-gesa.

Imam Keluarga
Imam dalam sebuah rumah tangga adalah suami, bisa jadi ada banyak hal yang dijadikan pertimbangan  sebelum memutuskan untuk memilih suami. Ada yang memilih karena hartanya, fisiknya, keturunannya dan agamanya. Maka wajar jika ada wanita yang lebih menyukai laki-laki kaya, namun ada juga yang lebih suka pada laki-laki sederhana. Ada yang memilih laki-laki tampan nan rupawan namun ada juga yang tidak mempedulikan fisik seorang laki-laki. Ada wanita yang sangat peduli dengan silsilah calon suami ada yang tidak peduli. Ada wanita yang menjadikan agama sebagai kriteria utama ada yang tidak mempermasalahkannya. Dan itu semua sah-sah saja, selama tidak ada sikap berlebihan menghina laki-laki yang tidak kaya, tidak tampan, keturunan tidak jelas, atau merendahkan laki-laki yang belum paham agama. Ketika memang sudah jodoh, pasti ada hikmahnya, meski tidak seideal dengan harapan bisa jadi menjadi ladang pahala, bersama mengarungi bahtera rumah tangga dengan berlomba untuk terus memperbaiki diri dan pasangan.
Sebagai seorang muslim, dengan keyakinan bahwa Islam adalah agama sempurna, juga mengatur masalah rumah tangga, maka tidak sulit menentukan pemimpin keluarga yang hendak dipilih. Suami adalah pemimpin, bertanggungjawab memelihara kepentingan seluruh anggota keluarganya. Suami mempunyai kewajiban memastikan anggota keluarganya selamat dalam kehidupan di dunia dan juga akhirat. Dengan demikian seorang suami tentu tidak akan membiarkan anggota keluarganya lalai dalam kehidupan, mengabaikan perintah dan larangan Allah subhanahu wata’ala. Seorang suami akan sangat melindungi keluarganya dari api neraka. Dengan demikian memilih pemimpin rumah tangga karena kebaikan agama, mempunyai komitmen untuk mengamalkan Islam kaffah, menjadikan Islam sebagai ideologi atau jalan kehidupan tentu menjadi pertimbangan yang utama, bukan semata karena hartanya, ketampanannya atau keturunannya. Namun jika kenyataan tidak sesuai harapan, berpikir positif, husnudzan dengan ketetapan Allah subhanahu wata’ala, ikhlas, tetap berpegang teguh pada Islam, sabar menghadapi ujiaan juga bukanlah hal yang sia-sia. Pasti ada balasan dari Allah subhanahu wata’ala atas amal yang dilakukan seorang hamba.

Imam Negara
Umat Islam di Indonesia akhir-akhir ini sedang mendapat ujian terkait pemimpin. Perseteruan antar pendukung calon pemimpin yang bersaing dalam pemilihan kepala Negara maupun kepala daerah sering muncul di permukaan. Masing-masing mempertahankan argumet untuk mati-matian membela sosok yang diidolakan, saling mengejek terutama di dunia maya sudah menjadi hal yang biasa. Ada banyak hal yang membuat seseorang menentukan pilihan pemimpin. Ada yang sebatas penampilan fisiknya, memilih yang tampil berwibawa berdasarkan foto yang terpampang di pinggir jalan, memilih yang tampan, yang sedap dipandang mata, memilih karena janji-janji kampanyenya, memilih karena kharismanya, memilih karena keturunannya dan masih ada juga yang memilih karena harta ( uang, benda, dan sembako) yang dibagikan sang calon sebelum pemilu atau yang dibagikan tim sukses saat kampanye. Begitulah potret umat Islam, dengan bekal agama yang pas-pasan menentukan kriteria pemimpin hanya berdasarkan apa yang tampak di permukaan, yang seringkali bisa dipoles dan dicitrakan dalam waktu sekejap.
Memang fenomena yang memprihatinkan, sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, apa yang sudah disyariatkan terkadang tidak dipedulikan. Kriteria duniawi seringkali dikedepankan. Padahal Islam memiliki ketentuan baku kriteria seorang pemimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di antara kriterianya adalah : muslim karena haram menyerahkan urusan umat kepada orang kafir, laki-laki karena tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinan Negara kepada seorang wanita, berakal dan dewasa  karena diangkat pena (tidak dibebankan taklif hukum) atas orang gila dan anak-anak, merdeka karena tidak layak kepemimpinan diberikan kepada budak atau orang-orang yang hanya menjadi boneka semata, adil yaitu muslim yang bertakwa yang mempunyai visi menerapkan Islam secara sempurna dalam kehidupan bukan pemimpin dzalim yang mengabaikan syariatNya, dan yang terakhir adalah mampu menjadi pemimpin bukan pemimpin karbitan yang tiba-tiba dibuat terkenal hanya bermodal pencitraan.
Demikianlah selayaknya sikap seorang muslim ketika menentukan pemimpin atau imam dalam semua lini kehidupan, menjadikan kriteria yang sudah ditentukan Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya sebagai pertimbangan utama, tidak menjadikan kepentingan dunia yang murahan sebagai penentu pilihan. Memang menjadi tugas seluruh umat Islam untuk terus mengingatkan agar selalu berpegang teguh pada tali Allah subhanahu wata’ala, terus berpegang teguh pada syariatNya. Tidak menyepelekan masalah kepemimpinan ini dengan anggapan ini hanya masalah dunia saja tidak ada hubungannya dengan akhirat, tidak dimintai pertanggungjawaban. Karena sekecil apapun yang kita lakukan pasti ada balasannya. Yang taat syariat pasti beruntung yang abai syariat pasti merugi. Wallahu a’lam bishawab.

No comments:

Post a Comment