Lapangan Bakalan Banyakan, 19 Desember 2017
Kompetisi Olahraga Guru MI Kab. Kediri
Catatan tersimpan 7 Desember 2017
Dalam 2 mingguan ini, latihan
tenis meja. Ada kompetisi guru, memilih tenis meja karena relative tidak terlalu banyak gerak lari kesana-kemari. Memakai
baju jilbab (jilbab artinya baju terusan, jilbab bukan kerudung, kalo kerung
khimar ) masih bisa bergerak bebas. Memanfaatkan waktu sela di sekolah, jadilah
bermain dan latihan sama murid. Dan sebagai pelatihnya adalah murid saya yang
sering tanding. Hasilnya, melawan
beberapa murid, tidak pernah menang.
“Mundur , Bu!”
“Smash, Bu!”
“ Spin, Bu!”
“ Angkat bolanya, Bu!”
Dan sebagainya.
Mau, ga mau ya nurut sama
pelatihnya. Ikut instruksi pelatih. Bagaimana pun mereka lebih ahli dalam hal
tenis meja. Tak mengapa, belajar dari murid. Memang belajar, selama bukan dalam
hal kemaksiatan bisa dari siapa saja. Tak perlu malu meski harus menimba ilmu
dari orang yang lebih yunior. Hasilnya, tenis meja beregu putri masuk 8 besar
saja, kalah. Tapi tak masalah.
Jadi ingat dengan peristiwa
kekinian, acara ILC yang salah duanya menghadirkan Ustadz Felix Siauw dan Abu Janda, terkait
pendapat Abu Janda tentang bendera Rasulullah yang dibantah oleh Ustadz Felix dengan telak, dibantah dengan dalil dan
fakta.
Ustadz Felix, bukan muslim sejak
kecil, masuk Islam baru belasan tahun namun tidak bisa dipungkiri tentang
tsaqafah beliau terutama terkait dengan sejarah Islam.
Namun, masih saja ada pihak yang
seringkali mengejek, mengolok bahkan menghina. Menganggap ustadz Felix tak
layak menyampaikan Islam. Padahal seringkali mereka menggunakan dalih jangan
melihat siapa yang berbicara namun lihatlah apa yang disampaikan.
Tidak masalah kepada siapapun
kita belajar. Selama itu dalam hal kebaikan, tak perlu menyepelekan. Mengakui keilmuan
orang yang lebih yunior bukanlah hal yang memalukan, namun juga sebagai bentuk
penghormatan kepada orang-orang yang berilmu. Belajar kepada siapapun, tanpa
membedakan senior dan yunior.
No comments:
Post a Comment