Thursday 18 January 2018

Matematika Tak Serumit Hidup, Jangan Bayangkan, Kerjakan!



Finaly, it's done
Setelah lebih dari satu jam mengerjakan 5 soal, selesai

Cara mengajar tiap guru bisa jadi tidak sama, ada banyak tipe, menyesuaikan materi pelajaran dan kemampuan siswa. Begitu juga menurut pandangan saya, selama tidak jatuh pada keharaman terserah mau pakai gaya mengajar bagaimana.

Khusus pembelajaran matematika saya melarang keras siswa untuk hanya sekadar membayangkan cara penyelesaian, wajib memegang alat tulis dan kertas hitungan, dan terkadang kertas hitungan saya minta untuk dikumpulkan dan bisa menambah poin nilai. Karena untuk pembelajaran matematika itu tak akan selesai hanya dengan membayangkan saja, apalagi jika sudah negative  thinking bahwa matematika itu sulit, matematika itu rumit, pasti dapat soal hanya ditinggal bengong saja.

Berbeda halnya ketika materi sudah selesai, tinggal ujian akhir atau persiapan olimpiade. Maka akan ada tambahan cara cepat mengerjakan soal atau bahkan cara kilat menjawab soal, hanya dengan melihat soal saja sudah tahu jawabannya. Sekali lagi ini hanya pada kondisi semua materi sudah diberikan, siswa sudah mempunyai modal, jadi cara cepat dan kilat atau hanya dalam bayangan saja sudah bisa menjawab soal bisa diterapkan. Namun tidak semua boleh memakai cara  membayangkan. Hanya untuk siswa yang mempunyai kemampuan. Dalam hal ini saya membagi siswa hanya berdasarkan dua kemampuan saja, kemampuan akademik sangat bagus dan selainnya tidak. Yang tidak ini termasuk siswa dengan kemampuan sedang, lambat atau bahkan rendah. Untuk kelompok “TIDAK” harus mengerjakan sesuai prosedur normal. Sedangkan kelompok sangat bagus sebaliknya, menggunakan cara cepat hingga hanya dengan melihat secara kilat, baru jika masih ada waktu mengecek dengan cara normal.

Begitulah, matematika. Dengan jalan normal, mengikuti prosedur pengerjaan yang berurutan insya Allah  jaminan selamat lebih besar. Jadi ketika ada siswa yang protes dengan prosedur normal, minta cara singkat saya hanya tersenyum saja. Biarlah tipe guru kuno, yang penting siswa selamat menjalani proses pengerjaan soal, mempunyai bekal konsep. Termasuk dalam soal cerita, saya masih suka tipe bertele-tele : diketahui, ditanya, jawab, jadi. Karena bisa jadi kita memang harus melalui itu semua, melatih kesabaran, memantabkan ilmu, bukan sekadar mendapatkan hasil akhir semata.

Bagaimana dengan kehidupan? Jelas lebih rumit daripada matematika. Bagaimana dengan setelah kehidupan? Lebih sederhana, hanya ada surga dan neraka saja, tidak ada yang lainnya.

Namun hidup juga bisa dibuat sederhana, cukup jalani sesuai dengan prosedur dari Allah subhanahu wata’ala. Berhasil, gagal, sukses, suka, duka,ujian, musibah semua diajalani dengan sabar dan ikhlas, memang mudah berteori namun bukan berarti sulit untuk dijalani. Bagaimana dengan kiamat yang merupakan awal dari kehidupan abadi? Maka cukup mengetahui cara mempersiapkan menghadapinya saja, tak perlu hanya sibuk dengan perkiraan kapan kiamat datang.
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullahsaw. Tentang kiamat. Ia berkata, “Kapan terjadinya kiamat ya Rasulullah?” Rasul berkata, “Apa yang telah engkau siapkan untuknya?” Laki-laki itu berkata, “Aku tidak menyiapkan apa pun kecuali sesungguhnya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Rasul saw. berkata, “Engkau bersama apa yang engkau cintai.” Anas berkata; Kami tidak pernah merasa bahagia dengan sesuatu pun yang membahagiakan kami seperti bahagianya kami dengan perkataan Nabi, “Engkau bersama apa  yang engkau  cinta”,  Anas  kemudian  berkata, “Maka aku mencintai Nabi, AbĂ» Bakar, dan Umar. Dan aku berharap akan bersama  dengan  mereka  karena  kecintaanku  kepada  mereka meskipun  aku  belum  bisa beramal seperti  mereka.”  (Mutafaq‘alaih).


Rasulullah ketika ditanya tentang kapan terjadinya kiamat tidak memberitahu malah menanyakan bekal untuk menyambut kiamat. Karena memang datangnya kiamat adalah keyakinan, pasti datang, sedangkan upaya persiapan menyambutnya adalah pilihan, membutuhkan usaha.

Dan pernah dalam satu hari dalam forum berbeda dan dengan orang berbeda mendapat pertanyaan dan pernyataan tentang akhir zaman, tentang huru-hara menjelang kiamat, tentang Imam Mahdi, tentang Dajjal dan hampir semuanya membayangkan bahwa jaman itu begitu mengerikan, begitu menakutkan. Dan jawaban saya sederhana, sudah tak perlu dibayangkan, siapkan bekal untuk menghadapinya, ilmu dan amal. Dan ketika masih saja bingung dalam membayangkan akhir jaman dan bertanya bagaimana keadaannya nanti, saya hanya bisa menjawab wallahu a’lam. Jika masih belum puas, to the point saja, saya ajak belajar bersama, cari bekal. Jika masih ngeyel atau nolak diajak ngaji, kasih senyum saja.


Ada banyak hal yang tidak cukup dengan hanya membayangkan saja, atau bahkan tak perlu membayangkan. Cukup jalani dengan ketentuan yang ada, berusaha memperbaiki ketika apa yang dijalani belum menghasilkan yang terbaik.

Kehidupan memang penuh liku, jalani dan terus memohon untuk selalu diberi petunjuk menuju jalan yang lurus.

Pare, 18 Januari 2018



No comments:

Post a Comment