Wednesday, 24 January 2018

DAFTAR ISI BUKU KEPRIBADIAN ISLAM JILID II



DAFTAR ISI BUKU KEPRIBADIANISLAM  JILID II
Ayat Pembukaan
Daftar Isi
Mempelajari Fikih
Beberapa Contoh Fikih 
Khilafah
Batas Toleransi Waktu Penundaan Kaum Muslim untuk Mengangkat Khalifah
Keabsahan Kepemimpinan Khilafah (in’iqâd al-khilâfah)
Baiat 
Syarat-syarat Khalifah 
Meminta Jabatan Khilafah 
Kesatuan Khilafah 
Putra Mahkota 
Metode Pengangkatan Khalifah 
Syara’ Tidak Menetapkan Orang Tertentu untuk Memimpin Khilafah 
Tanggung Jawab Umum 
Negara Islam; Negara Manusiawi, Bukan Negara Teokrasi
Pemberhentian Khalifah 
Al-Imârah(Kepemimpinan) 
Ketaatan
Tabanni Khalifah terhadap Berbagai Hukum dan Uslub atau Penetapan Undang-undang 
Jihad 
Khalifah dan Jihad 
Makna Kepemimpinan Khalifahterhadap Militer 
Mati Syahid 
Ribâth 
Militer Islam 
Meminta Bantuan Kaum Kafir dalam Peperangan 
Mempersiapkan Tentara Islam.
Bendera dan Panji
Tawanan Perang 
Politik Peperangan 
Berbohong dalam Peperangan
Spionase (At-Tajassus) 
Gencatan Senjata
Persekutuan Balatentara 
Perjanjian yang Diperbolehkan .
Perjanjian-perjanjian Darurat 
Membatalkan Perjanjian 
Kafir Harbiy 
Al-Musta‘min 
Hukum Seputar Dzimmi 
Wajib Menerapkan Hukum Islam terhadap Orang Kafir 
Jizyah
Tanah ‘Usyur, Kharâj, dan Shulh.
Dârul Kufr danDârul Islâm
Loyalitas Orang-orang Mu‘min
terhadap Orang Kafir
Hijrah dari Dârul KufrMenuju Dârul Islâm 
Sikap Islam terhadap Budak dan Perbudakan
Mengatasi Persoalan Budak 
Solusi atas Masalah Perbudakan 
Muamalah Antar-Individu
Jual Beli (Al-Bay’)
Semua Barang yang Diharamkan Maka Haram Menjualnya
Tidak Boleh Menjual Barang yang Bukan Miliknya 
Jual Beli Pesanan (As-Salam) 
Jual Beli Buah yang Masih di Pohon
Jual Beli dengan SistemHutang dan Kredit 
Perdagangan dengan Perantara (As-Samsarah) 
Upah Mengupah (Al-Ijârah) 
Pekerja Upahan (Al-Ajîr) 
Upah (Al-Ujrah)
Penentuan Nilai Upah 
Ukuran Nilai Upah 
Penyerahan Upah
Macam-macam Pekerja Upahan
Dalam Islam Tidak Ada Problema Tenaga Kerja
Penyewaan Benda-benda 
Menyewa Rumah untuk Tempat Tinggal 
Semua Bentuk Suap Menyuap Haram 
Pegadaian (Ar-Rahn) 
Memanfaatkan Barang Gadaian 
Orang yang Bangkrut (Al-Muflis)
Pemi ndahan Hut ang (Al-Hawâlah)
Menggambar (At-Tashwîr)

File PDF, silakan yang butuh file buku ini  kirim alamat email atau no HP ke nurulshofwah@gmail.com. Karena beberapa link yang dahulu menyediakan file buku tersebut ada yang sudah ditutup atau ada yang masih tercantum tetapi ketika hendak download muncul peringatan Internet Positif , entahlah mungkin karena ketakutan rezim akan kebangkitan pemikiran umat Islam. 

Tuesday, 23 January 2018

Sejarah Kebudayaan Islam MI


Note 23 Januari 2016

Sejarah Kebudayaan Islam pelajaran yang di berikan di madrasah ibtidaiyah sejak kelas tiga
Materi kelas tiga mengenal lebih dekat Rasulullah sejak kecil dengan akhlak sempurna
Materi kelas empat meneladani dakwah Rasulullah yang dijalani dengan sabar meski ujian mendera
Pantang menyerah menapaki jalan dakwah berjamaah tanpa kekerasan di tahapan awal sebelum tegak negara
Didampingi para sahabat yang siap menderita
Materi kelas lima hijrah Rasulullah ke Madinah membentuk masyarakat Islam dalam wadah negara
Berdakwah kepada penguasa kabilah, negeri dan kerajaan tetangga
Mengirim surat menyampaikan Islam dan mengajak untuk tunduk kepada aturan Allah semata
Jika menolak masuk Islam tak mengapa asal tak menghalangi dakwah dengan senjata
Jika menolak masuk Islam namun mau tunduk maka semuanya akan dijamin harta bahkan nyawa
Jika menolak masuk Islam dengan sombong bahkan membunuh utusan  Rasulullah maka jihad menjadi alternatifnya
Beberapa perang Rasulullah juga menjadi materi di kelas lima
Bukan mendidik kekerasan namun mengenalkan bahwa Rasulullah juga seorang Panglima
Mengenal lebih dekat perjuangan para sahabat di medan perang yang gagah berani tiada duanya
Materi kelas enam tentang akhir hidup Rasulullah dengan wasiat terakhir agar berpegang teguh pada Alquran dan sunahnya
Tugas kenabian berakhir namun tugas kepemimpinan dilanjutkan khulafa'ur rasyidin yang mulia
Menjelaskan masa Abu Bakar ash Shidiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib beserta jasa mereka
Terakhir menjelaskan tentang masuknya agama Islam ke wilayah Nusantara
Sama sekali tidak ada ajaran yang menyimpang di dalamnya

Ah memang tidak bisa menulis dalam banyak kata
Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang luar biasa
Bukti nyata bahwa Islam juga mengatur negara
Bukti nyata bahwa khilafah itu ada sejarahnya
Bukti nyata bahwa khilafah menjangkau Indonesia

Sunday, 21 January 2018

Jofisa, Memperbaiki Diri dan Berdakwah



Q : “Bu, saya dikasih hadiah sama seseorang yang pernah suka sama saya. Bagaimana ?”
A : “ Dikembalikan saja, sarankan diberikan kepada yang lain, yang lebih membutuhkan?”
Q : “ Ga pa-pa ya? “
A : “ Ga pa-pa, bahaya kalo dianya modus. Lagian jangan jadi PHP buat dia.”
  “ Oya, kalo di sekolah berteman biasa-biasa saja ya, jangan TTM. Kalo ada yang nyindir-nyindir masih jomblo woles saja ga usah dimasukin ke hati.”

Obroan dengan jofisa

Meyakinkan mereka untuk tetap bertahan di tengah rayuan,
meyakinkan mereka untuk tetap semangat mengkaji Islam meski dianggap ketinggalan jaman.
Meyakinkan mereka menjadi jofisa adalah pilihan,
dan menjadi pelaku pacaran juga pilihan.
Dan semua pilihan akan dimintai pertanggungjawaban.
Teruntuk jofisa, jomblo fi sabilillah
Perbanyak ibadah
Ikuti kajian untuk menambah tsaqafah
Perbanyak diskusi membahas masalah umat
Perbanyak tadabbur alam karena syukur nikmat
Mengembangkan potensi diri
Mencarai bekal hidup agar mandiri
Berdakwah mengajak orang terdekat
Bersama mencari selamat di dunia dan akhirat

Tak lupa mengingat bagaimana Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam dahulu menggembleng para pemuda untuk menjadi pengemban dakwah, menjadi pembela Islam, siap mempersembahkan seluruh hidupnya di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.
Sebagian pemuda yang bergabung dalam barisan Rasulullah, tak peduli ujian yang menyapa tetap teguh bersama Rasulullah. Selain nama-nama ini juga ada dari kalangan wanita ( Buku Daulah Islam Bab Pembentukan Kutlah Sahabat) :
(1) ‘Ali bin Abi Thalib yang berusia 8 tahun,
(2) Zubair binal-Awwam 8 tahun,
(3) Thalhah bin ‘Ubaidillah seorang anak muda berumur 11 tahun,
(4) Arqam bin Abi al-Arqam anak muda berusia 12 tahun,
(5) ‘Abdullah bin Mas’ud berusia 14 tahun,
(6) Sa’id bin Zaid berumur kurang dari 20 tahun,
 (7) Sa’ad bin Abi Waqash 17 tahun,
(8) Mas’ud bin Rabi’ah 17 tahun,
(9) Ja’far bin Abi Thalib 18 tahun,
(10) Shuhaib ar-Rumi di bawah 20 tahun,
(11) Zaid bin Haritsah sekitar 20 tahun, 
(12) ‘Utsman bin ‘Affan sekitar 20 tahun,
 (13) Thulaib bin ‘Umair sekitar  20 tahun,
(14) Khabab bin al-‘Arat  sekitar 20 tahun,
(15) ‘Amir bin Fuhairah 23 tahun,
(16) Mush’ab bin ‘Umair 24 tahun,
(17) Miqdad bin al-Aswad 24 tahun,
(18) ‘Abdullah bin Jahsy 25 tahun,
(19) ‘Umar bin Khaththab 26 tahun,
(20) Abu ‘Ubaidah bin Jarrah 27 tahun,
(21) ‘Utbah bin Ghazwan 27 tahun,
(22) Abu Hudzaifah bin ‘Utbah sekitar 30 tahun,
(23) Bilal bin Rabah sekitar 30 tahun,
(24) ‘Ayasy bin Rabi’ah sekitar 30 tahun,
(25) ‘Amir bin Rabi’ah sekitar 30 tahun,
(26) Na’im bin ‘Abdillah sekitar 30 tahun,
(27)‘Utsman, (28) ‘Abdullah, (29) Qudamah, dan (30) as-Saib bin Mazhun
bin  Hubaib.  Umur Utsman   sekitar 30  tahun, Abdullah  17  tahun,
Qudamah 19  tahun dan as-Saib  sekitar 20 tahun
Dll  
Para sahabat bisa, begitu pun dengan remaja saat ini. Selama menapaki jalan Nabi semua pasti tak ada sia-sia.

Memang menjadikan remaja saat ini setaraf para sahabat membutuhkan perjuangan yang luar biasa. Salah satu permasalahan teen zaman now adalah pergaulan, terutama terkait pacaran. Jika tidak punya bekal iman dan ilmu, bisa-bisa terbawa arus. Di saat sistem yang mengagungkan kebebasan begitu menghujam di benak kaum muslimin, tak ketinggalan pada remaja, terikat pada hukum syariat itu dianggap kuno, tidak keren. Tidak enak ikut kajian, bikin tahu saja, kalo tahu pasti ujung-ujungnya ga boleh, mending ga ikut kajian saja. Sebaliknya, jika bisa hidup bebas mengikuti apa yang diinginkan adalah sesuatu banget. Sangat menyenangkan.
Maka untuk mengembalikan remaja saat ini jadi remaja yang saleh sejak dini memang butuh perjuangan ekstra, membuat mereka tertarik untuk mengkaji Islam dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup butuh usaha yang lebih keras lagi. Ini harus dilakukan, bagaimanapun juga mereka adalah anak-anak kita, ada amanah untuk menjaga mereka. Kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa saja yang sudah kita perbuat untuk mendidik generasi.
Kita jadikan remaja saat ini yang PeDe dengan Islam, pelajar-pelajar jofisa, jomblo fi sabilillah. Punya tsaqafah Islam, hafidz Quraan, peduli lingkungan, hobi mengajak dalam kebaikan, mengukir prestasi setinggi langit.


Pare, 21 Januari 2018

Saturday, 20 January 2018

Dakwah itu yang damai, jangan menimbulkan kebencian ?



Dan orang-orang  kafir berkata: Al Qur'an ini tidak lain hanyalah kebohongan yang diada-adakan oleh Muhammad dan dia dibantu oleh kaum yang lain. maka sesungguhnya mereka telah berbuat suatu kezaliman dan dusta yang besar. Dan mereka berkata: Dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan, maka dibacakanlah dongengan itu kepadanya setiap pagi dan petang. ( QS. Alfurqan [25] : 4-5 )

Menyikapi persekusi dan kriminalisasi terhadap ulama yang tegas dalam menyampaikan syariat dan memberi masukan pada penguasa, tak ada salahnya mendengar nasihat dari masyarakat banyak yang ilmunya luar biasa banyak , mereka adalah orang yang pandai dan selalu benar. Di media  social mereka memberi kritikan yang membangun, data yang dipakai adalah hoax yang membangun. Di antara nasehat mereka adalah :
Dakwah itu yang damai jangan mengusik kepentingan orang lain. Contohnya jangan menyampaikan bahwa riba itu haram, sampaikan bahwa riba itu boleh. Biarkan bank-bank ribawi beroperasi karena bank-bank tersebut menyelamatkan rakyat dari siksa neraka, mereka turut andil dalam memperbaiki perekonomian Negara, buktinya hampir dalam setiap krisis Negara memberi perhatian istimewa kepada para pemilik bank yang kolap. Kucuran dana triliunan diberikan kepada konglomerat putih yang baik hati membangun negeri.

Dakwah itu jangan suka menyebut kata kafir, sebarkan perdamaian. Sampaikan bahwa semua agama sama, semua agama itu baik, dan semua pasti masuk surga. Menyebut orang beragama lain kafir itu sesuatu yang sangat menyakitkan, jadi sampaikan saja bahwa tidak ada yang kafir semuanya beriman. Tidak perlu mengutip kitab suci apalagi perkataan nabi jika terkait kafir, itu kan ayat yang dahulu kala diturunkan sudah tidak relevan dengan negeri yang berbhineka ini, tidak layak dijadikan acuan.

Dakwah itu jangan suka kritik penguasa, dukung semua program penguasa. Tidak apa-apa BBM naik, subsidi listrik dan LPG dicabut, pajak naik, hutang luar negeri melambung, impor terbuka lebar, asing diijinkan menguasai SDA. Toh itu semua demi kebaikan seluruh rakyat Indonesia bukan demi segelintir konglomerat pemilik modal. Pembangunan infrasutruktur juga bias dinikmati seluruh rakyat. Buktinya tukang becak bisa santai lewat jalan tol, tarif tol untuk mobil juga sangat murah sekali. Jadi sampaikan kebaikan penguasa, karena penguasa saat ini sangat baik hati. Mereka adalah orang yang saleh, suka mengunjungi masjid, pesantren dan sering silaturahmi ke kyai setiap hari, tidak hanya menjelang pemilu saja. Jika kerjaannya kritik sana-sini, sudah pergi saja dari negeri ini , jangan tinggal di Indonesia.

Dakwah itu yang menjunjung tinggi HAM. Ada orang zina, mabuk, LGBT biarkan karena itu bagian dari kebebasan. Orang mau mengumbar aurat, mau berzina biarkan saja jangan dilarang, mereka suka dan tidak mengganggu kita kok, tidak merugikan kita. Jadi biarkan saja, toh itu tubuh mereka sendiri, jangan sok ikut campur. Jangan mengekang kebebasan orang lain, jangan sedikit-sedikt tidak boleh, sedikit-sedikit haram, sudah bolehkan saja semua, pasti semua jadi gembira. Moral akan semakin baik, generasi semakin terdidik,akhlak mereka semakin mulia.

Dakwah itu jangan seperti tukang ramal, menyampaikan akhirat, surga dan neraka padahal belum pernah ke sana. Dakwah itu yang realistis. Jangan mengkapling-kapling orang, mengatakan akan masuk neraka akan dijanjikan surga. Belum tentu juga surga dan neraka itu ada, jangan percaya pada ulama tukang ramal.

Dakwah itu jangan menyampaikan ide-ide impor semisal khilafah, khilafah itu istilah Arab,yang bangga dan cinta Indonesia jangan sebut-sebut khilafah. Sampaikan saja kebaikan-kebaikan demokrasi, kapitalisme, ide liberal, moderat, secular. Itu semua asli warisan nenek moyang kita.

Itulah beberapa nasihat dari orang-orang mulia, mereka lulusan timur tengah yang hafal Alquran dan hadits, setiap hari menambah ilmu via media social dengan mengkaji kitab-kitab ulama salaf. Jadi yang layak didengarkan adalah orang-orang seperti ini, bukan ulama yang berpegang teguh pada Alquran dan ajaran nabi, menyampaikan Islam secara kaffah. Sekali  lagi jangan dengarkan ulama seperti ini, hanya membuat sakit hati.

Dengan dakwah seperti ini dijamin tidak akan dikriminalisasi atau malah dapat kucuran dana yang luar biasa banyak, bisa untuk bersedekah ketika mencalonkan diri dalam pilkada. Jika menang dalam pilkada dijamin semua akan disejahterakan, tidak ada yang sengsara, semua bahagia.

Benarkah demikian yang dikendaki ?


Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An’am [6]:116-117)


Pare, 20 Januari 2018

Friday, 19 January 2018

Bercerai, Haruskah?



Di antara bab yang dibahas dalam buku Sistem Pergaulan Dalam Islam yang paling menyedihkan adalah  Talak (Perceraian). Cerai berarti mengakhiri pernikahan, melepaskan simpul perkawinan yang  telah dibentuk ketika akad nikah. Cerai memang bukan perkara haram,perkara yang diperbolehkan dalam Islam. Sebagaimana pernikahan, perceraian juga diatur dalam Islam. Kebolehan talak semata karena telah dinashkan Alquran dan hadits bukan karena sebab lain.

Batas penjatuhan talak adalah tiga kali, talak satu dan dua  boleh rujuk selama masih dalam masa iddah. Ketika telah melampaui masa iddah maka telah menjadi talak ba’in sughra, suami boleh merujuk istri dengan akad dan mahar baru. Namun jika telah jatuh talak tiga, maka talak menjadi talak ba’in kubra, suami tidak boleh merujuk istri kecuali setelah istri menikah dan berhubungan dengan pria lain kemudian bercerai dan berakhir masa iddahnya.

*********************************************************************************
Talak – Sistem Pergaulan Dalam Islam
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan  dapat  menjalankan  hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum  Allah,  maka  janganlah  kamu  melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang  yang  zalim.  Kemudian jika si  suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak  ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (TQS al-Baqarah [2]: 229-230).

Hak talak ada di tangan suami, bukan di tangan isteri. Suamilah yang memiliki wewenang atas talak, bukan isteri. Adapun kenapa hak menjatuhkan talak berada di tangan suami? Hal itu karena Allah SWT memang  telah  menetapkan  talak  di  tangan  suami.  Syara’  tidak menyatakan ‘illat apapun  atas  hal  itu, sehingga  talak  tidak  boleh dikaitkan dengan ‘illat apapun.

Hanya saja, keberadaan talak di tangan suami sekaligus menjadi haknya  semata,  tidak berarti bahwa isteri tidak boleh  menceraikan dirinya sendiri dan melangsungkan perpisahan antara dirinya dengan suaminya. Akan tetapi, artinya ialah bahwa wewenang talak di tangan suami semata sebagai ketentuan asal yang bersifat mutlak, tidak dibatasi dengan situasi dan kondisi apa pun. Bahkan seorang suami berhak menjatuhkan talak tanpa adanya sebab. Akan tetapi, seorang isteri pun berhak untuk menceraikan dirinya dari suaminya, dan mengadakan perpisahan  antara dirinya  dengan suaminya dalam kondisi-kondisi tertentu, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh syariah. Syara’ telah membolehkan bagi wanita untuk memfasakh(membatalkan/merusak) ikatan pernikahan dalam beberapa kondisi berikut:
1.       Jika suami menyerahkan masalah talak di tangan isteri.
2.       Jika isteri mengetahui bahwa suaminya memiliki cacat sehingga tidak  dapat  melakukan  senggama,  seperti  impoten  atau  telah dikebiri, sedangkan isteri tidak memiliki cacat semacam itu.
3.  Jika tampak bagi sang isteri –baik sebelum maupun sesudah terjadi persetubuhan– bahwa suaminya  mengidap suatu penyakit yang tidak memungkinkan bagi dirinya tinggal bersama suaminya itu tanpa adanya bahaya (dampak buruk) bagi dirinya.
4.  Jika suami gila setelah akad nikah, isterinya berhak mengadukan masalahnya kepada qâdhî(hakim) dan menuntut pemisahan dari suaminya.
5.     Jika sang suami melakukan perjalanan (safar) ke suatu tempat, baik dekat  maupun  jauh,  lalu  ia  menghilang dan  tidak  ada  kabarberitanya,  sementara  isterinya  terhalang  untuk  mendapatkan nafkahnya, maka isteri berhak menuntut pemisahan dari suaminya setelah  berusaha  keras  mencari  dan  menemukan  suaminya.
6.  Jika suami tidak memberi nafkah isterinya, padahal suami mampu, dan isterinya mengalami kesulitan memperoleh harta suaminya untuk keperluan nafkah dengan berbagai macam cara, maka isteri berhak menuntut perceraian.
7.    Jika di antara suami-isteri terjadi pertentangan dan persengketaan, maka  isteri  berhak  menuntut  perpisahan  (perceraian)  dengansuaminya. Qâdhî wajib menentukan hakam (juru damai) dari pihak isteri maupun dari pihak suami. Majelis keluarga inilah yang akan mendengarkan  pengaduan  dari  kedua  belah  pihak  dan mengerahkan segenap daya upaya untuk mengadakan perbaikan/ perdamaian (antara suami isteri itu). Jika tidak mungkin ada kata sepakat di antara keduanya, maka majelis keluarga itu memisahkan keduanya.

Fakta beberapa kondisi di atas terlihat bahwa asy-Syâri‘ (Sang Pembuat Hukum) telah memandang bahwa seorang isteri merupakan sahabat bagi suaminya dalam kehidupan suami-isteri. Setiap ketidakbahagiaan dan kebencian yang terjadi di dalam rumah tangga yang menimpa isteri pasti juga menimpa suami. Maka harus ada jaminan bagi seorang isteri untuk bisa melepaskan diri dari kesengsaraan, jika kesengsaraan  itu  menimpa dirinya  di  dalam rumah  tangga,  yakni dengan melepaskan ikatan perkawinan oleh pihak isteri. Karena itu, Allah SWT tidak membiarkan seorang isteri terpaksa tinggal bersama suaminya, jika dia tidak menemukan kebahagian hidup suami-isteri. Maka syara’ telah memperbolehkan seorang isteri untuk memfasakh ikatan pernikahan dalam sejumlah kondisi yang di dalamnya terbukti tidak adanya peluang untuk hidup berumah tangga (yang baik), atau tidak terwujud lagi kebahagiaan hidup suami-isteri.

Dengan ini jelaslah bahwa Allah SWT telah menjadikan talak di tangan suami, karena ia adalah pemimpin (qawwam) atas isterinya, sekaligus penanggung jawab rumah-tangganya. Sebaliknya, Allah SWT juga  telah  memberikan  hak  kepada  isteri  untuk memfasakh perkawinannya  sehingga  dia  tidak  akan  menderita  dalam pernikahannya; dan sehingga rumah yang seharusnya menjadi tempat kedamaian dan ketenteraman, tidak menjadi tempat kesengsaraan dan kegelisahan bagi si isteri.
*********************************************************************************

Perceraian bisa jadi menjadi fase menyedihkan dalam sebuah pernikahan, namun bisa juga menjadi permulaan baik bagi pasangan yang bercerai. Dengan bercerai masih ada kesempatan untuk mendapatkan kebahagiaan dengan pasangan yang baru. Setidaknya perceraian menjadi pelajaran, agar tidak jatuh pada lubang yang sama. Namun meski perkara yang halal, bukan berarti menjadikan pernikahan sebatas permainan karena toh jika sudah tidak suka boleh bercerai. 

Pernikahan adalah ibadah, maka mengakhiri  ibadah tentu tidak dengan berpikir dangkal, membutuhkan pertimbangan yang dibenarkan asy syari’. Bukan semata menuruti hawa nafsu. Cerai adalah perbuatan, perbuatan terikat pada hukum syara’ dan apapun keputusannya akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Meniatkan pernikahan semata untuk ibadah, dan jika harus bercerai juga dalam rangka semakin mendekatkan diri pada Allah subhanahu wa ta’ala.

Perceraian bukan akhir segalanya, terutama bagi pasangan yang sudah dikaruniai anak, masih ada hukum terkait pengasuhan anak, pemberian nafkah anak, pembagian waris untuk anak, perwalian anak dan seterusnya. Perceraian hanya mengakhiri hubungan suami istri, bukan dengan anak. Maka kehidupan paska perceraian juga harus tetap terikat pada hukum Allah subhanahu wa ta’ala. Tetap melanjutkan hidup sesuai dengan syariat. Wallahu a’lam bishawab.


Pare, 19 Januari 2018

Thursday, 18 January 2018

Matematika Tak Serumit Hidup, Jangan Bayangkan, Kerjakan!



Finaly, it's done
Setelah lebih dari satu jam mengerjakan 5 soal, selesai

Cara mengajar tiap guru bisa jadi tidak sama, ada banyak tipe, menyesuaikan materi pelajaran dan kemampuan siswa. Begitu juga menurut pandangan saya, selama tidak jatuh pada keharaman terserah mau pakai gaya mengajar bagaimana.

Khusus pembelajaran matematika saya melarang keras siswa untuk hanya sekadar membayangkan cara penyelesaian, wajib memegang alat tulis dan kertas hitungan, dan terkadang kertas hitungan saya minta untuk dikumpulkan dan bisa menambah poin nilai. Karena untuk pembelajaran matematika itu tak akan selesai hanya dengan membayangkan saja, apalagi jika sudah negative  thinking bahwa matematika itu sulit, matematika itu rumit, pasti dapat soal hanya ditinggal bengong saja.

Berbeda halnya ketika materi sudah selesai, tinggal ujian akhir atau persiapan olimpiade. Maka akan ada tambahan cara cepat mengerjakan soal atau bahkan cara kilat menjawab soal, hanya dengan melihat soal saja sudah tahu jawabannya. Sekali lagi ini hanya pada kondisi semua materi sudah diberikan, siswa sudah mempunyai modal, jadi cara cepat dan kilat atau hanya dalam bayangan saja sudah bisa menjawab soal bisa diterapkan. Namun tidak semua boleh memakai cara  membayangkan. Hanya untuk siswa yang mempunyai kemampuan. Dalam hal ini saya membagi siswa hanya berdasarkan dua kemampuan saja, kemampuan akademik sangat bagus dan selainnya tidak. Yang tidak ini termasuk siswa dengan kemampuan sedang, lambat atau bahkan rendah. Untuk kelompok “TIDAK” harus mengerjakan sesuai prosedur normal. Sedangkan kelompok sangat bagus sebaliknya, menggunakan cara cepat hingga hanya dengan melihat secara kilat, baru jika masih ada waktu mengecek dengan cara normal.

Begitulah, matematika. Dengan jalan normal, mengikuti prosedur pengerjaan yang berurutan insya Allah  jaminan selamat lebih besar. Jadi ketika ada siswa yang protes dengan prosedur normal, minta cara singkat saya hanya tersenyum saja. Biarlah tipe guru kuno, yang penting siswa selamat menjalani proses pengerjaan soal, mempunyai bekal konsep. Termasuk dalam soal cerita, saya masih suka tipe bertele-tele : diketahui, ditanya, jawab, jadi. Karena bisa jadi kita memang harus melalui itu semua, melatih kesabaran, memantabkan ilmu, bukan sekadar mendapatkan hasil akhir semata.

Bagaimana dengan kehidupan? Jelas lebih rumit daripada matematika. Bagaimana dengan setelah kehidupan? Lebih sederhana, hanya ada surga dan neraka saja, tidak ada yang lainnya.

Namun hidup juga bisa dibuat sederhana, cukup jalani sesuai dengan prosedur dari Allah subhanahu wata’ala. Berhasil, gagal, sukses, suka, duka,ujian, musibah semua diajalani dengan sabar dan ikhlas, memang mudah berteori namun bukan berarti sulit untuk dijalani. Bagaimana dengan kiamat yang merupakan awal dari kehidupan abadi? Maka cukup mengetahui cara mempersiapkan menghadapinya saja, tak perlu hanya sibuk dengan perkiraan kapan kiamat datang.
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullahsaw. Tentang kiamat. Ia berkata, “Kapan terjadinya kiamat ya Rasulullah?” Rasul berkata, “Apa yang telah engkau siapkan untuknya?” Laki-laki itu berkata, “Aku tidak menyiapkan apa pun kecuali sesungguhnya aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Rasul saw. berkata, “Engkau bersama apa yang engkau cintai.” Anas berkata; Kami tidak pernah merasa bahagia dengan sesuatu pun yang membahagiakan kami seperti bahagianya kami dengan perkataan Nabi, “Engkau bersama apa  yang engkau  cinta”,  Anas  kemudian  berkata, “Maka aku mencintai Nabi, Abû Bakar, dan Umar. Dan aku berharap akan bersama  dengan  mereka  karena  kecintaanku  kepada  mereka meskipun  aku  belum  bisa beramal seperti  mereka.”  (Mutafaq‘alaih).


Rasulullah ketika ditanya tentang kapan terjadinya kiamat tidak memberitahu malah menanyakan bekal untuk menyambut kiamat. Karena memang datangnya kiamat adalah keyakinan, pasti datang, sedangkan upaya persiapan menyambutnya adalah pilihan, membutuhkan usaha.

Dan pernah dalam satu hari dalam forum berbeda dan dengan orang berbeda mendapat pertanyaan dan pernyataan tentang akhir zaman, tentang huru-hara menjelang kiamat, tentang Imam Mahdi, tentang Dajjal dan hampir semuanya membayangkan bahwa jaman itu begitu mengerikan, begitu menakutkan. Dan jawaban saya sederhana, sudah tak perlu dibayangkan, siapkan bekal untuk menghadapinya, ilmu dan amal. Dan ketika masih saja bingung dalam membayangkan akhir jaman dan bertanya bagaimana keadaannya nanti, saya hanya bisa menjawab wallahu a’lam. Jika masih belum puas, to the point saja, saya ajak belajar bersama, cari bekal. Jika masih ngeyel atau nolak diajak ngaji, kasih senyum saja.


Ada banyak hal yang tidak cukup dengan hanya membayangkan saja, atau bahkan tak perlu membayangkan. Cukup jalani dengan ketentuan yang ada, berusaha memperbaiki ketika apa yang dijalani belum menghasilkan yang terbaik.

Kehidupan memang penuh liku, jalani dan terus memohon untuk selalu diberi petunjuk menuju jalan yang lurus.

Pare, 18 Januari 2018



Wednesday, 17 January 2018

Ibnu Mas’ud, Bacaannya Dirindu Nabi Ditakuti Para Pembenci


Keterangan foto : siswa MI AL HIDAYAH YPSM TULUNGREJO PARE muraja'ah hafalan surah Alwaqiah/Arrahman/Yaasiin


Abdullah bin Mas’ud atau dikenal sebagai Ibnu Mas’ud, salah satu sahabat Nabi yang masuk Islam di awal dakwah Nabi di Mekah. Bukan dari keluarga terkemuka, namun kedudukannya di sisi Nabi sangat istimewa. Bacaan Alqurannya sangat dirindukan Nabi. Orang pertama yang membaca Alquran secara terang-terangan di Mekah setelah Rasulullah.

Pernah suatu ketika para sahabat berbincang rencana membacakan Alquran secara terang-terangan di hadapan orang Quraisy. Dan Ibnu Mas’ud mengajukan diri untuk membacakannya, namun para sahabat tidak menyetujui karena Ibnu Mas’ud tidak mempunyai kerabat terkemukan yang bias membela. Namun dengan penuh keyakinan Ibnu Mas’ud tetap menginginkannya, cukup Allah sebagai pembela.

Maka pergilah Ibnu Mas’ud menuju makam Ibrahim pada waktu dhuha, karena pada saat itulah orang-orang Quraisy biasa berkumpul, sesampainya di sana, beliau membaca basmallah dengan keras dan melanjutkan membaca awal surat Arrahman dan ayat-ayat lain.

Orang Qurasy penasaran dengan apa yang dibaca Ibnu Mas’ud, setelah ada yang mengetahui bahwa yang dibaca Ibnu Mas’ud asalah ayat-ayat yang dibawa Nabi, orang-orang Quraisy memukul wajah ibnu Mas’ud.  Inilah yang dikhawatirkan para sahabat yang lain. Namun Ibnu Mas’ud  yakin, apa yang dilakukan para pembenci Alquran adalah hal yang meringankannya, dan bertekad akan membacakan lagi keesokan harinya. Akan tetapi sahabat lain melarangnya, apa yang diperdengarkan Ibnu Mas’ud jelas sesuatu yang dibenci orang-orang kafir Qurasy. Dan pasti akan memancing kemarahan kaum Quraisy.
Demikianlah, pada awalnya Alquran adalah sesuatu yang asing pada jaman jahiliyah. Membacanya dianggap sebagai perbuatan terlarang, isinya menjadi sesuatu yang dibenci, apa yang diseru menjadi sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan dan kesepakan masyarakat jahiliyah.
Begitu juga saat ini,salah satu hal yang dianggap  tabu, asing dan bahkan dianggap sebagai bentuk pengkhianatan adalah ajakan untuk menegakkan khilafah. Menyampaikan khilafah dicap sebagai tindakan radikal, mengajak menerapkan Islam kaffah dianggap  mengkhianati Pancasila dan perjuangan pahlawan bangsa. Bahkan tak jarang, khilafah dijadikan bahan ejekan serta gurauan. Sungguh kondisi yang hampir mirip dengan awal Islam disebarkan.

Sebagaimana Rasulullah, Ibnu Mas’ud dan para sahabat lain, mereka tidak mengenal kata menyerah. Ujian, hambatan dan ancaman tidak sedikitpun membuat langkah dakwah terhenti. Tidak ada pilihan lain, terus berdakwah, karena dakwah adalah kewajiban dari Allah. Hingga akhirnya pertolongan datang dari penduduk Madinah, dan Islam pun diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, disusul dengan fathul Mekah. Hingga akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dakwah dan jihad yang terus dilaksanakan Rasulullah dan dilanjutkan para khalifah penggantinya.

Maka jika saat ini khilafah masih dianggap sebagai ajaran yang asing, dakwah Islam kaffah dianggap sebagai aktivitas yang membahayakan, itu bukan alas an untuk menghentikan dakwah. Malah sebaliknya, menjadi pemicu semangat untuk terus menyampaikan dakwah kepada masyarakat. Hingga saatnya nanti umat akan semakin paham tentang kewajiban memperjuangkan khilafah dan dengan ridla meminta diterapkannya Islam kaffah dalam naungan khilafah. Oleh karena itu, dakwah menyampaikan Islam kaffah tidak boleh berhenti, apapun yang terjadi kewajiban ini tetap melekat hingga datangnya kiamat. Wallahu a’lam.

Tuesday, 16 January 2018

Mencintai Pare


Ada yang bertanya bagaimana Pare itu, beberapa tulisan di blog ini dengan label Pare, Kampung Inggris. Bisa dicari sendiri namun agar mudah dan langsung bisa dibaca tinggal klik di judul :

Tulisan-tulisan di atas adalah pendapat pribadi, menulis hanya sejauh mata memandang, sebatas apa yang terdengar dan apa yang dirasakan. Saya asli Pare, selama ini tinggal di Pare dan pernah meninggalkan Pare sekitar 4 tahun saja, itu pun sering pulang ke Pare. 

Monday, 15 January 2018

Ikrimah Bisa Berubah


Ikrimah bin Abu Jahal putra penghalang dakwah
Ikrimah  bin Abu Jahal menghabiskan hampir dua puluh tahun memusuhi Rasulullah
Sepanjang waktu menyakiti Rasulullah dan umat Islam dan terus membuat masalah
Dalam perang Badar menjadi awal dendam kesumat untuk membalas kematian sang ayah
Dalam perang uhud mempunyai tekad  kuat untuk tidak kalah
Dalam perang Ahzab memimpin pasukan mengepung Madinah
Hingga datang penaklukan kota Mekah
Melarikan diri dari Mekah mengarungi lautan namun terkena musibah
Memohon kepada Allah agar mendapat pertolongan dan janji masuk Islam pun menjadi sumpah
Akhirnya Allah mengabulkan permintaan  ikrimah
Dan Ikrimah masuk Islam sesuai sumpah
Menghabiskan waktu yang tersisa untuk jihad dan dakwah
Memberikan seluruh waktunya demi Islam tanpa celah
Terus berada dalam kebaikan dengan penuh istiqamah
Hingga akhirnya meninggal dalam keadaan husnul khatimah
Syahid di perang Yarmuk yang penuh berkah


Pare, 15 Januari 2018




Sunday, 14 January 2018

Imam Yang Dirindukan


Imam Salat
Bagi kebanyakan anak kecil, imam salat yang disenangi adalah imam yang bacaannya tidak panjang, cepat selesai. Berbeda lagi bagi orang dewasa yang sudah paham terkait bagusnya bacaan dan arti surat yang dibaca, imam yang disukai adalah imam dengan suara dan kualitas bacaan Alquran yang baik. Panjang pendek surat yang dibaca sudah tidak menjadi hal yang terlalu penting. Ada pula yang menyukai imam dengan bacaan surat yang panjang, bisa menambah kekhusukan. Dan kriteria untuk menentukan suka atau tidak berdasarkan hal tersebut sah-sah saja, dibolehkan. Namun  tentu tidak menjadikan kita bersikap dengan berlebihan, mencela yang bacaannya pendek, menghindari yang bacaannya panjang.
Dan alangkah baiknya jika kita mengembalikan sifat-sifat imam salat yang memang sudah diteladankan oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam. Orang yang paling berhak menjadi imam adalah orang yang paling menguasai dan paling banyak hafalan Alquran, orang yang paling alim dan paling fakih, yang paling tua umurnya. Dan imam yang disukai oleh Rasulullah salallahu ‘alaihi wassalam adalah imam yang melaksanakan salat secara ringan, tidak memanjangkan bacaannya karena yang menjadi makmum bisa jadi orang yang lemah, orang sakit atau orang yang memiliki keperluan yang tergesa-gesa.

Imam Keluarga
Imam dalam sebuah rumah tangga adalah suami, bisa jadi ada banyak hal yang dijadikan pertimbangan  sebelum memutuskan untuk memilih suami. Ada yang memilih karena hartanya, fisiknya, keturunannya dan agamanya. Maka wajar jika ada wanita yang lebih menyukai laki-laki kaya, namun ada juga yang lebih suka pada laki-laki sederhana. Ada yang memilih laki-laki tampan nan rupawan namun ada juga yang tidak mempedulikan fisik seorang laki-laki. Ada wanita yang sangat peduli dengan silsilah calon suami ada yang tidak peduli. Ada wanita yang menjadikan agama sebagai kriteria utama ada yang tidak mempermasalahkannya. Dan itu semua sah-sah saja, selama tidak ada sikap berlebihan menghina laki-laki yang tidak kaya, tidak tampan, keturunan tidak jelas, atau merendahkan laki-laki yang belum paham agama. Ketika memang sudah jodoh, pasti ada hikmahnya, meski tidak seideal dengan harapan bisa jadi menjadi ladang pahala, bersama mengarungi bahtera rumah tangga dengan berlomba untuk terus memperbaiki diri dan pasangan.
Sebagai seorang muslim, dengan keyakinan bahwa Islam adalah agama sempurna, juga mengatur masalah rumah tangga, maka tidak sulit menentukan pemimpin keluarga yang hendak dipilih. Suami adalah pemimpin, bertanggungjawab memelihara kepentingan seluruh anggota keluarganya. Suami mempunyai kewajiban memastikan anggota keluarganya selamat dalam kehidupan di dunia dan juga akhirat. Dengan demikian seorang suami tentu tidak akan membiarkan anggota keluarganya lalai dalam kehidupan, mengabaikan perintah dan larangan Allah subhanahu wata’ala. Seorang suami akan sangat melindungi keluarganya dari api neraka. Dengan demikian memilih pemimpin rumah tangga karena kebaikan agama, mempunyai komitmen untuk mengamalkan Islam kaffah, menjadikan Islam sebagai ideologi atau jalan kehidupan tentu menjadi pertimbangan yang utama, bukan semata karena hartanya, ketampanannya atau keturunannya. Namun jika kenyataan tidak sesuai harapan, berpikir positif, husnudzan dengan ketetapan Allah subhanahu wata’ala, ikhlas, tetap berpegang teguh pada Islam, sabar menghadapi ujiaan juga bukanlah hal yang sia-sia. Pasti ada balasan dari Allah subhanahu wata’ala atas amal yang dilakukan seorang hamba.

Imam Negara
Umat Islam di Indonesia akhir-akhir ini sedang mendapat ujian terkait pemimpin. Perseteruan antar pendukung calon pemimpin yang bersaing dalam pemilihan kepala Negara maupun kepala daerah sering muncul di permukaan. Masing-masing mempertahankan argumet untuk mati-matian membela sosok yang diidolakan, saling mengejek terutama di dunia maya sudah menjadi hal yang biasa. Ada banyak hal yang membuat seseorang menentukan pilihan pemimpin. Ada yang sebatas penampilan fisiknya, memilih yang tampil berwibawa berdasarkan foto yang terpampang di pinggir jalan, memilih yang tampan, yang sedap dipandang mata, memilih karena janji-janji kampanyenya, memilih karena kharismanya, memilih karena keturunannya dan masih ada juga yang memilih karena harta ( uang, benda, dan sembako) yang dibagikan sang calon sebelum pemilu atau yang dibagikan tim sukses saat kampanye. Begitulah potret umat Islam, dengan bekal agama yang pas-pasan menentukan kriteria pemimpin hanya berdasarkan apa yang tampak di permukaan, yang seringkali bisa dipoles dan dicitrakan dalam waktu sekejap.
Memang fenomena yang memprihatinkan, sebagai negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam, apa yang sudah disyariatkan terkadang tidak dipedulikan. Kriteria duniawi seringkali dikedepankan. Padahal Islam memiliki ketentuan baku kriteria seorang pemimpin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di antara kriterianya adalah : muslim karena haram menyerahkan urusan umat kepada orang kafir, laki-laki karena tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinan Negara kepada seorang wanita, berakal dan dewasa  karena diangkat pena (tidak dibebankan taklif hukum) atas orang gila dan anak-anak, merdeka karena tidak layak kepemimpinan diberikan kepada budak atau orang-orang yang hanya menjadi boneka semata, adil yaitu muslim yang bertakwa yang mempunyai visi menerapkan Islam secara sempurna dalam kehidupan bukan pemimpin dzalim yang mengabaikan syariatNya, dan yang terakhir adalah mampu menjadi pemimpin bukan pemimpin karbitan yang tiba-tiba dibuat terkenal hanya bermodal pencitraan.
Demikianlah selayaknya sikap seorang muslim ketika menentukan pemimpin atau imam dalam semua lini kehidupan, menjadikan kriteria yang sudah ditentukan Allah subhanahu wata’ala dan RasulNya sebagai pertimbangan utama, tidak menjadikan kepentingan dunia yang murahan sebagai penentu pilihan. Memang menjadi tugas seluruh umat Islam untuk terus mengingatkan agar selalu berpegang teguh pada tali Allah subhanahu wata’ala, terus berpegang teguh pada syariatNya. Tidak menyepelekan masalah kepemimpinan ini dengan anggapan ini hanya masalah dunia saja tidak ada hubungannya dengan akhirat, tidak dimintai pertanggungjawaban. Karena sekecil apapun yang kita lakukan pasti ada balasannya. Yang taat syariat pasti beruntung yang abai syariat pasti merugi. Wallahu a’lam bishawab.

Saturday, 13 January 2018

Berbagi Lara


Bisa searching sendiri klip lagu ini

Usah Kau Lara Sendiri
Ruth Sahanaya – Katon Bagaskara

kulihat mendung menghalangi pancaran wajahmu
tak terbiasa kudapati terdiam mendura
apa gerangan bergemuruh di ruang benakmu
sekilas galau mata ingin berbagi cerita

kudatang sahabat bagi jiwa
saat batin merintih
usah kau lara sendiri
masih ada asa tersisa ...

letakkanlah tanganmu di atas bahuku
biar terbagi beban itu dan tegar dirimu
di depan sana cahya kecil 'tuk memandu
tak hilang arah kita berjalan... menghadapinya ...

sekali sempat kau mengeluh kuatkah bertahan
satu persatu jalinan kawan beranjak menjauh
kudatang sahabat bagi jiwasaat batin merintih
usah kau lara sendirimasih ada asa tersisa ...

letakkanlah tanganmu di atas bahuku
biar terbagi beban itu dan tegar dirimu
di depan sana cahya kecil 'tuk membantu
tak hilang arah kita berjalan... menghadapinya ...
... music ...
letakkanlah tanganmu di atas bahuku
biar terbagi beban itu dan tegar dirimu
di depan sana cahya kecil 'tuk membantu
tak hilang arah kita berjalan... menghadapinya ...

tak hilang arah kita berjalan... menghadapinya ... (usah kau simpan lara sendiri)


Manusia hidup tentu ada masalah yang dihadapi. Terkadang masalah itu terasa berat, kadang ringan, kadang tak terasa. Dan masalah yang dihadapi juga belum tentu sama satu dengan yang lain.

Ada dua alternative ketika ada masalah, selesaikan atau lupakan. Namun terlepas apapun piihannya, sabar dan ikhlas wajib mengiringi. Dengan begitu seberat apapun masalah kita insya Allah kita yakin pasti ada jalan keluarnya, karena ada Allah tempat kita bersandar. Dzat yang maha segalanya. Optimis dengan ketentuan Allah adalah yang terbaik untuk kita.

Dan satu yang terkadang juga diperlukan ketika menghadapi masalah adalah berbagi dengan orang lain, tentu bukan dengan sembarang orang.pastikan orang yang amanah dan kita rasa bisa menjadi pendengar yang baik, meski belum tentu bisa memberi solusi. Setidaknya dengan berbagi beban pikiran akan sedikit berkurang. Namun jika memang enggan berbagi jangan putus asa, jangan merasa dunia seolah sudah berakhir, selalu ingat sebesar apapun masalah kita masih ada Allah Yang Maha Besar.



Pare, 13 Januari 2018



Friday, 12 January 2018

Tidak Bisa Berkelakar Agama Di Hadapan Abu Bakar


Setelah membangun institusi  Negara Islam di Madinah, kehidupan di Madinah mulai menampakkan ketenangan dengan datangnya Islam. Kebahagiaan menerapkan syariat Islam menyelimuti masyarakat Madinah yang semakin banyak memeluk Islam. Namun di sisi yang lain, musuh-musuh Islam mulai menyadari adanya ancaman atas posisi mereka. Mereka mulai mencari cara untuk membuat situasi menjadi kacau.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Daulah Islam - Polemik dengan Yahudi dan Nasrani
...
Di lain pihak, musuh-musuh Islam justru memperlakukan kaum Muslim dengan buruk. Pengaruh-pengaruh ini tampak pada tetanggatetangga mereka yang Yahudi. Ketakutan mereka mulaitampak. Kaum kafir mulai memikirkan kedudukan mereka yang baru terhadap Muhammad dan sahabat-sahabatnya  setelah melihat perkembangan kaum  Muslim di Madinah baik bangunan maupun kekuatannya. Jumlah manusia yang menerima Islam bertambah banyak, dan kemurkaan mereka juga semakin bertambah dengan adanya sebagian kaum Yahudi yang menerima Islam. Mereka khawatir Islam melebarkan sayapnya hingga menembus barisan mereka dan merusak sebagian besar mereka. Karena itu, mereka mulai menyerang Islam, akidah dan hukum-hukumnya. Sejak saat itu, mulai terjadi perang perdebatan antara kaum Muslim dengan Yahudi. Perang ini jauh lebih sengit dan tipu dayanya lebih besar daripada  polemik antara kaum Muslim dan kafir Quraisy Makkah.

Dalam perang pemikiran ini, berbagai isu, kemunafikan, dan pengetahuan tentang kisah-kisah orang-orangterdahulu, tentang para Nabi dan Rasul, menjadi senjata bagi kaum Yahudi untuk menyerang Muhammad saw, risalahnya dan para sahabatnya dari kaum Muhajirin dan Anshar. Para rahib mereka meniupkan isu di tengahtengah masyarakat dengan menampakkan keislaman, atau di tengah-tengah orang yang memungkinkannya dapat duduk di antara kaum Muslim seraya menampakkan ketakwaan. Kemudian setelah itu, merekamemunculkan kebingungan dan keragu-raguan serta melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada Muhammad saw yang —menurut mereka— bisa menggoncang akidah kaum Muslim dan risalah kebenaran yang diserukan oleh beliau.

Sekelompok orang dari Bani Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam  namun  bersikap  munafik  bergabung  dengan  Yahud i  untuk melontarkan  pertanyaan-pertanyaan  dan menimbulkan  kegusaran  di tengah-tengah kaum Muslim. Perdebatan antara kaum Y ahudi dan kaum Muslim telah melampaui batas, yang kadang-kadang mengantarkan pada adu fisik; padahal  di  antara  mereka  masih terikat  perjanjian.  Untuk menggambarkan rusaknya kaum Yahudi dan kerasnya sikap permusuhan mereka dalam bentuk  perdebatan, cukup dengan  melihat perbuatan mereka yang sempat mengusik kesabaran dan ketenangan Abu Bakar; padahal dia adalah sahabat Rasul yang dikenal berperangai halus, sangatsabar  dan  lemah  lembut.  Diriwayatkan  bahwa  Abu  Bakar  pernah berbicara  dengan  seorang  Yahudi  yang  dipanggil  Fanhash.  Beliau mengajaknya  masuk  Islam,  tetapi  Fanhash  menolaknya  dengan mengatakan, “Demi Allah, wahai Abu Bakar, kami tidak fakir di sisi Allah, Dialah yang benar-benar fakir di sisi kami. Kami tidak tunduk kepadaNya sebagaimana Dia tunduk kepada kami. Sesungguhnya kami benarbenar  tidak  membutuhkan-Nya,  Dialah  yang  membutuhkan  kami. Seandainya Dia tidak membutuhkan kami, tentu Dia tidak akan meminjam harta kami sebagaimana yang diyakini oleh sahabatmu. Dia melarang kalian dari riba dan memberikannya kepada kami. Seandainya Dia tidak butuh kami, tentu Dia tidak memberikan riba kepada  kami.”Fanhash berkata seperti ini dengan merujuk firman-Nya:
 “Siapa saja yang memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik,  maka  Allah  akan  melipat  gandakannya  kepadanya dengan pelipatan yang sangat banyak.” (TQS. al-Baqarah[2]: 245)

Mendengar jawaban ini, Abu Bakar tidak dapat lagi menahan kesabaran. Dia marah dan memukul wajah Fanhash dengan keras dan berkata, “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, seandainya tidak ada perjanjian antara kami dengan kalian, pasti aku akan penggal kepalamu, hai musuh Allah!” Seperti  itulah  hebatnya  perdebatan  antara kaum Muslim dengan Yahudi yang memakan waktu cukup panjang.
 ....
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kedengkian dan kebodohan orang-orang kafir membuat mereka melakukan segala cara untuk menjatuhkan agama Islam dan syariatnya. Menghembuskan berita bohong, fitnah hingga mengolok-olok ayat Allah. Tentu saja para sahabat tidak berdiam diri, salah satunya Abu Bakar Ash Shiddiq, sabahat yang dikenal dengan sifat lembut ini tidak bisa menahan kemarahannya ketika mendapati seorang Yahudi menghina Allah, seenaknya berkelakar dengan menyitir ayat Alquran. Yahudi ini mengolok-ngolok bahwa Allah lah yang butuh orang Yahudi bukan orang Yahudi yang membutuhkan Allah.  Tidak sekadar marah, Abu Bakar bahkan memukul Yahudi tersebut, jika tidak mengingat ada perjanjian damai di antara Yahudi dengan daulah Islam, Abu Bakar pasti sudah memenggal kalanya. Begitulah pembelaan dan kecintaan umat terdahulu kepada Allah, Rasulullah dan Islam. Tidak membiarkan sekecil apapun pelecehan terhadap Islam. Mengetahui kebebalan orang-orang kafir Rasulullah pun rela menantang mereka untuk mubahalah.

Namun sekarang, di saat Islam menjadi mayoritas di negeri ini, begitu ringannya orang-orang jahil, kafir dan munafik mempermainkan Islam. Kedangkalan dalam berpikir membuat mereka buta dengan kebenaran Islam. Dan parahnya lagi seolah mereka dilindungi, tidak ada sikap tegas dari penguasa yang juga mengaku sebagai muslim tetapi pembelaan terhadap Islam sangat minim. Ujaran kebencian hanya disandangkan pada orang-orang yang mengkritik penuasa, sedangkan para penghina agama hanya sekadar dianggap sebagai bagian dari kebebasan dan wajib ditolerir. Ironi lagi, atas nama kebebasan, sebagian kecil umat Islam malah membela perbuatan hina tersebut.

Sungguh dua keadaan yang sangat jauh berbeda, di saat suasana keimanan terbentukdalam system Islam penjagaan terhadap kehormatan Islam begitu terjaga. Sedangkan ketika Islm diabaikan, dan negeri ini lebih memilih kapitaslisme, sekularisme dan liberalism menjadi jalan hidup, Islam dipinggirkan dan seenaknya direndahkan. Kemarahan mayoritas umat Islam tidak dipedulikan, padahal selama ini penguasa selalu berlindung di balik demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi suara mayoritas. Semakin jelas terlihat, demokrasi hanyalah kedok belaka. Demokrasi tidak akan pernah memberi tempat pada syariat untuk mengatur urusan rakyat.

Memang, keadaan yang perlu diubah. Dibutuhkan individu yang berani menyuarakan Islam dengan lantang, apapun kedudukannya, individu muslim wajib menyampaikan kebenaran Islam. Dibutuhkan juga kepedulian masyarakat agar tidak terjadi pembiaran pada pelanggaran terhadap syariat. Dan yang tak kalah pentingnya adalah ketegasan penguasa sebagai imam, penanggungjawab urusan umat di dunia hingga ke akhirat.

Dan jika saat ini Islam masih dilecehkan dan dan dijadikan bahan kelakar, seharusnya semakin membuka mata kita, system yang diterapkan saat ini sudah tidak bisa diharapkan, saatnya menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah untuk memwujudkan rahmat bagi seluruh alam.


Pare, 12 Januari 2018




                                                                                             

Thursday, 11 January 2018

As’ad, Usaid dan Sa’ad, Jauh Lebih Hebat daripada The Three Musketeers

Penunggang Kuda Pembawa Ar Rayah 
( Muktamar Khilafah 2013 Gelora 10 Nopember Surabaya)


As’ad bin Zurarah, Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Muadz. Itulah nama lengkap ketiga orang tersebut, tiga orang pembesar kaumnya di Madinah. Mempunyai pengaruh dan kekuasaan yang  tak perlu diragukan. Mempunyai ketegasan yang luar biasa, sempat berbangga dengan apa yang sebelumnya menjadi keyakinan, namun dengan rendah hati menjemput hidayah dari Allah. Dan selanjutnya  selalu berada di barisan terdepan dalam membela agama Allah.

As’ad bin Zurarah salah satu bangsawan suku Khazraj dan rumahnya di Madinah merupakan markas dakwah. Beliau adalah tokoh yang mendampingi dakwah Mush’ab bin Umair di Madinah, memberikan fasilitas dan informasi untuk langkah dakwah.

Usaid bin Hudhair, putra pembesar suku Aus. Menggantikan ayahnya sebagai pemimpin kabilah, terkenal cerdas dan memiliki ide yang cemerlang di kalangan kaumnya. Merupakan sahabat dekat Sa’ad bin Muadz dan Usaid adalah orang yang sangat berpengaruh pada masuk Islamnya Sa’ad, mempunyai trik khusus untuk membuat Sa’ad juga kenal terlebih dahulu dengan Islam yang targetnya adalah agar Sa'ad juga masuk Islam.

Sa’ad bin Muadz pembesar di kaumnya, mempunyai pengaruh yang luar biasa, dan menjadi pintu masuk Islamnya penduduk Madinah. Sa’ad bin Muadz adalah sepupu As’ad bin Zurarah. Tulisan singkat tentang Sa’ad bin Muadz bisa dibaca di Merindukan Saad bin Muadz

Kemuliaan As’ad, Usaid dan Sa’ad sangat luar biasa, sosok pembela Islam, mendedikasikan hidupnya hanya untuk Allah dan Rasulullah. Sangat jauh berbeda dengan The Three Musketeer, tiga ksatria yang digadang-gadang di Eropa pada masanya. As’ad, Usaid dan Sa’ad adalah khairul bariyyah, sebaik-baik makhluk karena keimanannya, sedangkan The Three Musketeers (jika memang benar ada, bukan sekadar dongeng belaka) mereka hanyalah syarrul bariyyah, seburuk-buruk makhluk karena kekafirannya.

Tentang masuk Islamnya Usaid dan Sa’ad diantaranya bisa dibaca dalam buku Daulah Islam Bab Dakwah di Madinah juga kitab sirah lainnya.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada suatu hari, As’ad bin Zurarah keluar bersama Mush’ab bin ‘Umair ke pemukiman Bani ‘Abdul Asyhal dan pemukiman Bani Zhafar (Sa’ad bin Mu’adz adalah anak bibi As’ad bin Zurarah). Keduanya masuk ke sebuah kebun di antara kebun-kebun Bani Zhafar dan berada di dekat sumur  yang  bernama sumur  Muraq. Keduanya duduk  di  kebun  itu sementara kaum Muslim datang dan berkumpul dengan mereka. Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair ketika itu menjadipemuka dari Bani Abdul Asyhal. Keduanya adalah orang musyrik pemeluk agama kaumnya. Tatkala keduanya mendengarkan ucapan Mush’ab, Sa’ad bin Mu’adz berkata kepada Usaid bin Hudhair: “Saya tidak benci padamu. Temuilah dua orang itu yang datang ke tempat kita hanya untuk membodohi orangorang lemah  di  antara kita.  Usirlah  dan  cegahlah  keduanya karena keduanya hendak datang ke tempat kita. Seandainya As’ad bin Zurarah tidak berasal dari kaum saya sebagaimana yang telahkamu ketahui, tentu saya sendiri yang akan melakukannya. Dia adalah anak bibi saya, dan saya tidak menemukan alasan untuk mencegahnya.”Usaid bin Hudhair mengambil tombak pendeknya, kemudian berangkat menemui keduanya.

Ketika As’ad bin Zurarah melihatnya, maka dia berkata kepada Mush’ab bahwa orang  itu  adalah  pemuka  kaumnya  yang  datang  kepadamu, mudah-mudahan dia membenarkan Allah. Mush’ab menjawab, jika dia bersedia duduk, aku akan berbicara padanya. Usaid bin Hudhair akhirnya duduk di depan keduanya dengan wajah cemberut sambil menggerutu, lalu berkata, “Apa yang kalian bawa kepada kami? Kalian hanya akan membodohi orang-orang lemah kami! Menyingkirlah kalian dari kami, jika memang kalian  memiliki kepentingan yang berhubungan dengan diri kalian sendiri!” Mush’ab berkata: “Atau sebaiknya  engkau  duduk  dan  mendengarkan  dulu?  Jika  engkau menyukainya  maka  engkau  bisa  menerimanya.  Dan  jika  engkau membencinya, maka cukuplah bagimu apa yang engkau benci,”  Usaid menjawab:  “Boleh juga.” Kemudian dia menancapkan tombak pendeknya dan duduk di hadapan keduanya. Lalu Mush’ab menjelaskan Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya (Mush’ab dan As’ad binZurarah) berkata –berkenaan dengan yang dibicarakan tentang keduanya–:“Demi Allah, sungguh kami telah  mengetahui Islam  ada  di wajahnya,  sebelum  dia berkata untuk menerimanya dengan suka cita”.  Tidak berapa lama Usaid berkata,  “Alangkah bagus dan indahnya kalimat ini! Apa yang  kalian lakukan  ketika  akan  memeluk  agama  ini?”  Keduanya  menjelaskan kepadanya:  “Mandi,  lalu  sucikan dirimu dan  pakaianmu,  kemudian ucapkanlah syahadat, setelah itu shalatlah dua rakaat”. Usaid berdiri, lalu  mandi  dan  menyucikan  pakaiannya.  Dia  membaca  syahadat, kemudian  berdiri  menunaikan  shalat  dua  rakaat.  Usaid  berkata,“Bersamaku ada seorang laki-laki. Jika dia mengikuti kalian, maka tidak seorang pun dari kaumnya yang akan menentangnya. Sekarang aku akan mengajak Sa’ad bin Mu’adz menemui kalian berdua.” Usaid mencabut tombak pendeknya dan segera pergi menemui Sa’ad serta kaumnya. Ketika itu mereka sedang duduk-duduk di tempat pertemuan,  maka  ketika  Sa’ad  bin  Mu’adz  melihatnya  segera menyambutnya dan berkata, “Aku bersumpah atas nama Allah. Sungguh Usaid bin Hudhair telah datang pada kalian bukan dengan wajah seperti ketika dia pergi dari kalian”. Ketika Usaid telah duduk di hadapan orang yang menyambutnya itu, Sa’ad bertanya kepadanya,  “Apa yang telah engkau lakukan?”Usaid menjawab, “Aku memang telah berbicara kepada dua orang laki-laki itu. Demi Allah, aku tidak melihat rencana jahat pada keduanya. Aku telah melarang keduanya, namun keduanya berkata, ‘Kami akan melakukan apa yang engkau kehendaki.’ Aku juga telah menceritakan bahwa Bani Haritsah keluar dari perkampungannya menemui As’ad  bin Zurarah untuk membunuhnya. Hal itu karena mereka mengetahui bahwa As’ad adalah putra bibimu. Tujuannya agar mereka bisa melindungimu.” Sa’ad spontan berdiri penuh amarah. Dia khawatir terhadap apa yang  dikabarkan  kepadanya tentang  Bani  Haritsah. Dia  mengambil tombak pendek yang berada di tangan Usaid, lalu berkata, “Demi Allah, aku melihatmu sama sekali tidak berguna!”. Kemudian dia segera keluar dan menemui mereka berdua. Tatkala Sa’ad melihat keduanya dalam keadaan tenang, dia menyadari bahwa Usaid hanya menginginkan dia mendengar perkataan dua orang yang ada di hadapannya. Dia berdiri tegak menghadap keduanya dengan wajah memendam kemarahan dan berkata, “Wahai Abu Umamah!,  seandainya antara aku dan engkau tidak ada  hubungan  kerabat,  tentu  tombak ini  sudah aku  hunjamkan  ke dadamu. Engkau datang ke tempat kami dengan membawa apa yang kami benci.”

As’ad menoleh kepada Mush’ab seraya berkata,  “Wahai Mush’ab, telah datang kepadamu seorang tokoh. Demi Allah, dibelakangnya ada kaumnya. Jika dia mengikutimu, maka tidak seorang pun dari mereka yang akan menentangmu.”

Mush’ab  berkata  kepadanya,  “Lebih  baik  anda  duduk  dan dengarkan.  Jika  anda  suka  dan  menginginkannya  maka  anda  bias menerimanya. Namun, jika anda membencinya, kami akan menjauhkan dari anda segala hal yang anda benci.” Sa’ad berkata, “Boleh juga, aku terima.”  Tombak pendek  di  tangannya ditancapkan di  tanah, lalu  ia duduk. Lalu Mush’ab menyampaikan Islam dan membacakan al-Quran kepadanya. Keduanya bergumam,  “Demi Allah, kami melihat Islam di wajahnya sebelum dia berbicara untuk menerimanya dengan suka cita.”

Sa’ad bertanya kepada keduanya,  “Apa yang kalian lakukan ketika kalian memeluk Islam dan masuk agama ini?” Keduanya menjawab,  “Mandi dan sucikan diri dan pakainmu, kemudian bacalah syahadat dan shalat dua rakaat” Sa’ad berdiri, lalu mandi dan menyucikan pakaiannya, kemudian membaca syahadat dan shalat dua rakaat. Setelah ituia mencabut tombak pendeknya, dan segera  menghampiri  kaumnya. Dia berjalan dengan tegap  disertai  oleh  saudara  sepupunya,  Usaid  bin  Hudhair.  Ketika kaumnya melihat dia, mereka berkata, “Kami bersumpah dengan nama Allah, sungguh Sa’ad telah kembali kepada kalian bukan dengan wajah seperti waktu dia pergi dari kalian!”

Tatkala Sa’ad berdiri menghadap kaumnya, dia berkata,  “Wahai Bani ‘Abdul Asyhal, apa yang kalian ketahui tentang kedudukanku di tengah-tengah kalian?”  Mereka  menjawab serentak,  “Engkau  adalah
pemimpin kami dan yang paling cerdas di antara kamiserta memiliki pribadi paling baik”.Sa’ad kembali berkata,  “Sesungguhnya ucapan kaum laki-laki dan wanita kalian kapadaku adalah haram,  hingga kalian semua beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Tidak berapa lama, keduanya (Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Muadz) berkata, “Demi Allah, tidak akan ada seorang laki-laki maupun wanita, saat sore hari di pemukiman Bani ‘Abdul Asyhal, kecuali dia akan
jadi muslim dan muslimah”.

Daulah Islam- Dakwah di Madinah
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dan sejak saat itu Islam menjadi agama yang mendamaikan penduduk Madinah yang didominasi suku Aus dan Khazraj, dua suku yang saling bermusuhan namun menjadi saudara dan berdamai karena datangnya Islam. Terbukti, Islam menyatukan bukan menimbulkan perpecahan, jika ada yang menuduh Islam membawa perpecahan sungguh fitnah yang sangat kejam bisa karena kebodohan atau kepicikan berpikir.

As’ad, Usaid dan Sa’ad, tiga tokoh besar yang berpegang teguh pada prinsip, namun tidak sombong, menerima Islam sebagai hidayah. Menyelamatkan kaumnya dari kesesatan, tidak berdiam diri membiarkan kaumnya terus hidup dalam kejahiliyahan.

Dan saat ini, tentu masih ada harapan akan ada para tokoh yang masih berpikir yang terbaik untuk umat, berjuang menyelamatkan umat, bukan para tokoh penjilat yang terlena dengan kemaksiatan. Bukan tokoh yang bangga dengan kemaksiatan dan kekufuruan, bukan tokoh yang menjadi kaki tangan musuh Islam, bukan tokoh yang bersikukuh dengan kesombongannya.

Insya Allah dengan kesabaran dalam dakwah, umat Islam akan kembali sadar akan kewajiban menjalankan Islam kaffah hanya dalam naungan khilafah. Wallahu a’lam


Pare, 11 Januari 2018