Tuesday, 27 March 2018

Sampai Kapan Jalan Kemaksiatan Dibiarkan



Prihatin dengan kematian salah satu pengurus parpol di Jombang, mayatnya ditemukan dalam keadaan tidak layak, masih berharap dan turut mendoakan semoga apa yang nampak di mata manusia tidak seperti yang diduga.

Namun ada hal hal lain yang masih menyisakan lara, tempat kematian politis tersebut adalah tempat yang sudah bukan rahasia lagi, semua orang tahu itu adalah tempat mangkalnya para waria. Jelas sekali sudah menjadi rahasia umum, itu adalah tempat kemaksiatan. Seperti yang pernah ada dalam tulisan Jalan Kemaksiatan, hampir di semua daerah mempunyai tempat seperti ini, punya tempat mangkal pelacur, baik berjenis kelamin wanita maupun kelamin tak jelas. Dan selalu saja cenderung dibiarkan saja, aparat seolah cuek dan tidak bertindak tegas, paling banter dirazia menjelang Ramadan saja, selebihnya silakan saja, namanya penyakit masyarakat memang sulit diselesaikan. Dan parahnya tidak ada payung hukum untuk mencegahnya. Karena hukum pidana kita masih menggunakan warisan Belanda, sungguh sangat ironi bukan?

Terlebih apalagi saat ini, upaya memasukkan perzinaan dan LGBT menjadi perkara pidana pupus di Mahkamah Konstitusi, menurut hukum di Indonesia, selama suka-sama suka, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak ada unsur trafiking, semua boleh dilakukan, apalagi dianggap menguntungkanmaka sah-sah saja. Sungguh sangat menyesakkan dada. Kemaksiatan yang begitu nyata tak bisa dicegah melalui aparat hukum, karena tak ada peraturan yang memayungi, dan jika ada daerah yang menerapkan perda syariah masih saja banyak menganggapnya sebagai diskriminasi dan melanggar HAM, tidak menghargai kebhinekaan, intoleran. 

Kemaksiatan nyata yang mengerikan akibatnya, tidak dianggap sebagai tindak pidana, sungguh ironi. Ini wajar, karena negeri ini adalah negeri secular. Mayoritas memang muslim, pesantren menyebar, juara MTQ internasional, rumah tahfidz dimana-mana, masjid juga banyak dijumpai, ulama ahli fikih banyak jumlahnya. Mereka boleh belajar agama seluasnya, boleh melahap kitab sebanyaknya, Cuma satu yang tidak boleh, jangan menerapkan Islam kaffah dalam kehidupan, pisahkan agama dari kehidupan, jangan bawa-bawa agama dalam mengatur bangsa dan Negara, fashluddin ‘anil hayah. Jangan memaksakan penerapan syariat Islam, hargai kebhinekaan, jangan mengkhianati para pendiri bangsa dan segudang alasan untuk menolak syariat Islam, namun intinya satu, mereka sombong mereka takut kemaksiatan yang selama ini dinikmati akan berakhir.
Jika kemungkaran dibiarkan jelas akan terjadi kerusakan, umat Islam akan semakin terpuruk, sengsara di dunia dan menderita di akhirat. Harus berpikir mendalam, menggunakan akal jernih, negeri ini telah abai dengan hukum Allah, negeri ini tak sepenuh hati mengambil aturan Al Khaliq untuk mengatur hidup. Permasalahan di negeri ini sistemik, tidak hanya dialami satu dua orang saja, namun hampir merata. Penguasanya semakin dzalim, orang kaya semakin sombong berbuat, orang miskin semakin menderita. Solusi tambal sulam yang diambil, bukan solusi tuntas dengan menerapkan Islam kaffah. Firman Allah bahwa Islam agama sempurna yang diridhai tidak menghunjam dalam dada, malah sebaliknya, keraguan akan Islam sebagai solusi terus menghantui, karena memang inilah yang dimaui musuh Islam, umat Islam jauh dari ajaran Islam, umat Islam membenci syariat Islam, dan umat Islam menghalangi penerapan system Islam. Lihat saja saat ini, siapa yang mengolok ajaran Islam, siapa yang menghalangi kajian beberapa ustadz, siapa yang mengkriminalkan ulama, siapa yang melarang cadar, siapa yang mencibir khilafah? Tak lain juga bagian dari umat Islam, umat Islam yang liberal. Umat Islam yang menjadi penjilat di hadapan penguasa dzalim.

Negeri ini butuh perubahan, perubahan dari tidak menerapkan Islam kaffah menjadi penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, bukan semata demi kemuliaan di dunia namun jauh untuk misi masa depan, demi keselamatan di akhirat yang abadi. Penerapan Islam kaffah jelas  tidak bisa terlaksana dalam system demokrasi yang menjadi tonggak ideology kapitalisme. Yang menjadikan hawa nafsu dan akal manusia sebagai pijakan.

Jujur dan mengakui, kita butuh aturan Sang Khaliq, Dzat Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk umatNya, memperjuangkan agar aturanNya diterapkan, terus belajar Islam agar siap menerapkan. Jangan lagi berhadap dengan perubahan parsial, kita butuh perubahan total, perubahan sistemik, meninggalkan system kapitalisme menerapkan system Islam menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah.


Pare, 27 Maret 2018


No comments:

Post a Comment