Prihatin dengan kematian salah satu pengurus parpol di
Jombang, mayatnya ditemukan dalam keadaan tidak layak, masih berharap dan turut
mendoakan semoga apa yang nampak di mata manusia tidak seperti yang diduga.
Namun ada hal hal lain yang masih menyisakan lara, tempat
kematian politis tersebut adalah tempat yang sudah bukan rahasia lagi, semua
orang tahu itu adalah tempat mangkalnya para waria. Jelas sekali sudah menjadi
rahasia umum, itu adalah tempat kemaksiatan. Seperti yang pernah ada dalam
tulisan Jalan Kemaksiatan, hampir di semua daerah mempunyai tempat seperti ini,
punya tempat mangkal pelacur, baik berjenis kelamin wanita maupun kelamin tak
jelas. Dan selalu saja cenderung dibiarkan saja, aparat seolah cuek dan tidak
bertindak tegas, paling banter dirazia menjelang Ramadan saja, selebihnya
silakan saja, namanya penyakit masyarakat memang sulit diselesaikan. Dan parahnya
tidak ada payung hukum untuk mencegahnya. Karena hukum pidana kita masih
menggunakan warisan Belanda, sungguh sangat ironi bukan?
Terlebih apalagi saat ini, upaya memasukkan perzinaan dan
LGBT menjadi perkara pidana pupus di Mahkamah Konstitusi, menurut hukum di
Indonesia, selama suka-sama suka, tidak mengganggu ketertiban umum, tidak ada
unsur trafiking, semua boleh dilakukan, apalagi dianggap menguntungkanmaka
sah-sah saja. Sungguh sangat menyesakkan dada. Kemaksiatan yang begitu nyata
tak bisa dicegah melalui aparat hukum, karena tak ada peraturan yang memayungi,
dan jika ada daerah yang menerapkan perda syariah masih saja banyak
menganggapnya sebagai diskriminasi dan melanggar HAM, tidak menghargai
kebhinekaan, intoleran.
Kemaksiatan nyata yang mengerikan akibatnya, tidak dianggap
sebagai tindak pidana, sungguh ironi. Ini wajar, karena negeri ini adalah
negeri secular. Mayoritas memang muslim, pesantren menyebar, juara MTQ
internasional, rumah tahfidz dimana-mana, masjid juga banyak dijumpai, ulama
ahli fikih banyak jumlahnya. Mereka boleh belajar agama seluasnya, boleh
melahap kitab sebanyaknya, Cuma satu yang tidak boleh, jangan menerapkan Islam
kaffah dalam kehidupan, pisahkan agama dari kehidupan, jangan bawa-bawa agama
dalam mengatur bangsa dan Negara, fashluddin ‘anil hayah. Jangan memaksakan
penerapan syariat Islam, hargai kebhinekaan, jangan mengkhianati para pendiri
bangsa dan segudang alasan untuk menolak syariat Islam, namun intinya satu,
mereka sombong mereka takut kemaksiatan yang selama ini dinikmati akan
berakhir.
Jika kemungkaran dibiarkan jelas akan terjadi kerusakan,
umat Islam akan semakin terpuruk, sengsara di dunia dan menderita di akhirat.
Harus berpikir mendalam, menggunakan akal jernih, negeri ini telah abai dengan
hukum Allah, negeri ini tak sepenuh hati mengambil aturan Al Khaliq untuk
mengatur hidup. Permasalahan di negeri ini sistemik, tidak hanya dialami satu
dua orang saja, namun hampir merata. Penguasanya semakin dzalim, orang kaya
semakin sombong berbuat, orang miskin semakin menderita. Solusi tambal sulam
yang diambil, bukan solusi tuntas dengan menerapkan Islam kaffah. Firman Allah
bahwa Islam agama sempurna yang diridhai tidak menghunjam dalam dada, malah
sebaliknya, keraguan akan Islam sebagai solusi terus menghantui, karena memang
inilah yang dimaui musuh Islam, umat Islam jauh dari ajaran Islam, umat Islam
membenci syariat Islam, dan umat Islam menghalangi penerapan system Islam.
Lihat saja saat ini, siapa yang mengolok ajaran Islam, siapa yang menghalangi
kajian beberapa ustadz, siapa yang mengkriminalkan ulama, siapa yang melarang
cadar, siapa yang mencibir khilafah? Tak lain juga bagian dari umat Islam, umat
Islam yang liberal. Umat Islam yang menjadi penjilat di hadapan penguasa
dzalim.
Negeri ini butuh perubahan, perubahan dari tidak menerapkan
Islam kaffah menjadi penerapan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, bukan
semata demi kemuliaan di dunia namun jauh untuk misi masa depan, demi
keselamatan di akhirat yang abadi. Penerapan Islam kaffah jelas tidak bisa terlaksana dalam system demokrasi
yang menjadi tonggak ideology kapitalisme. Yang menjadikan hawa nafsu dan akal
manusia sebagai pijakan.
Jujur dan mengakui, kita butuh aturan Sang Khaliq, Dzat Yang
Maha Tahu apa yang terbaik untuk umatNya, memperjuangkan agar aturanNya
diterapkan, terus belajar Islam agar siap menerapkan. Jangan lagi berhadap
dengan perubahan parsial, kita butuh perubahan total, perubahan sistemik,
meninggalkan system kapitalisme menerapkan system Islam menerapkan Islam kaffah
dalam naungan khilafah.
Pare, 27 Maret 2018
No comments:
Post a Comment