Akhirnya mampir masuk ke kampus UMY (24 Feb 2018) meski dalam hitungan
menit setidaknya pernah mengunjungi dan masuk kampus ini. Setelah
bertahun-tahun lamanya sekadar lewat, Alhamdulillah bias mengunjungi sebagian
tempat di dalam kampus. Memang hanya sebentar melihat dan mengambil gambar,
tidak lebih. Sesering apapun lewat jika belum pernah masuk ya tidak akan tahu
apa saja yang ada di kampus. Dan tentu saja apa yag diketahui dengan hanya
kunjungan sebentar belum seberapa jika dibandingkan dengan orang yang memang
sahari-hari beraktivitas di kampus tersebut.
Menerima alamat, Balekambang Tanjung Kediri. Jujur belum
pernah mendengar nama daerah tersebut, dengan PeDenya menyatakan itu bukan
wilayah dagang saya (jadi ingat VOC dengan seenaknya memetakan wilayah di
Indonesia kepada para pemilik company untuk dikeruk kekayaannya, mereka
menguasai peta kekayaan SDA negeri ini, bekal untuk menjajah Indonesia), maklum
sales kurang gaul, keliling beberapa daerah namun tetap saja masih ada yang
kelewat. Tapi agak penasaran juga, setelah bertanya ke beberapa orang yang juga
sering keliling Kediri, dapat info itu nama daerah di Kecamatan Pagu dan sering
dilewati kalo ke kantor Kemenag Kab Kediri, konfirmasi ke link yang tinggal di
Pagu, benar dan sekalian diberi rute lebih jelas. Balekambang Tanjung memang
ada di kecamatan Pagu. Awal mendengar langsung konsen dengan nama Balekambang,
yang juga merupakan nama pantai di Malang. Makanya dengan spontan merasa tidak
ada nama daerah Balekambang di sekitar Kediri.
Begitulah, keterbatasan informasi atau kesalahan mencerna
sebuah informasi sangat berpengaruh pada transfer informasi kepada orang lain.
Meminta informasi tentang UMY kepada saya yang baru sekali mampir dan itu pun
hanya sebentar tentu berbeda dengan gambaran UMY dari orang yang sudah lama
berkecimpung di UMY. Bertanya tentang sebuah tempat kepada orang yang tinggal
di daerah tersebut tentu lebih valid jika dibandingkan dengan sekadar searching
di google map.
Maka telitilah dengan informasi yang masuk, jangan asal
percaya apalagi jika hanya dari mulut para pembohong atau mulut ahli yang buta
oleh kekuasaan dan materi.
Seperti apa yang dituduhkan beberapa saksi ahli yang
didatangkan pemerintah dalam sidang gugatan HTI di PTUN, saksi yang katanya
ahli namun penuh dengan tuduhan palsu tanpa bukti, penuh dengan rekayasa dan
dipenuhi kata-kata bohong belaka. Sungguh ironi saksi yang dianggap ahli oleh
pemerintah malah memberikan keterangan yang jelas jauh dari fakta. Keterangan
dari para pembenci, memberi kesaksian seenak sendiri, berikut catatan dari
saksi mata di sidang PTUN terkait kesaksian para ahli, jika di bawah sumpah di
pengadilan saja masih berani melemparkan fitnah apalagi di luar sumpah,
naudzubillah :
Pertama,
kesaksian Guntur Romli yang menyatakan telah
mengkaji semua kitab HTI, baru membaca kitab HT selama 6 bulan saja sudah
menyimpulkan dirinya paling tahu dengan apa yang dikaji di HTI, ibarat saya
kasih info seputar UMY padahal saya hanya sebentar di UMY.
Kedua,
kesaksian ahli yang tidak tepat hanya akan membuat yang diberi informasi akan
tersesat, mendapat keterangan yang salah, dan kemungkinan salah jalan juga
sangat besar. Wajar jika orang ga percaya dengan rute di daerah Pagu, Papar,
Kayen Kidul yang saya berikan, karena saya kurang menguasai wilayah-wilayah
tersebut. Beda jika tanya tentang Pare, insya Allah saya lumayan tahu dan
menguasai. Jika ingin mendapat rute yang akurat, tanya orang yang tinggal dan
pengalaman keliling di wilayah tersebut.
Maka bertanyalah
tentang HTI kepada ahli sebenar benar
ahli, yang telah dengan sabar mengkaji ide-ide Hizbut Tahrir, missal bertanya
kepada juru bicara HTI, orang-yang telah mengkaji dari orang-orang yang berhak
menyarah kitab HT. bukan dari orang yang hanya tau HTI secara dangkal apalagi
disertai rasa benci, bisa jadi hanya diberi informasi yang seujung kuku atau
bahkan fitnah belaka
CATATAN KEDUSTAAN GUNTUR ROMLI
(Sebuah Catatan Kritis untuk Saksi Tersumpah)
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Koalisi 1000 Advokat Bela Islam
Guntur Romli memberikan
keterangan sebagai saksi dalam persidangan PTUN Jakarta dibawah sumpah, yang
dihadirkan pihak Pemerintah. Setelah berkali-kali gagal dengan narasi Khilafah
ala HTI, Kemenkumham bersikeras untuk mencoba mengaitkan HTI dengan berbagai
tuduhan palsu melalui keterangan saksi yang dihadirkan di persidangan.
Guntur Romli, secara fasih
mengajukan berbagai tuduhan palsu terhadap HTI dipersidangan dengan berbagai
keterangan yang diberikan. Kadangkala tudingan itu diklaim melalui penglihatan,
pendengaran dan kejadian yang dialami sendiri. Kadangkala, juga ngeles tudingan
didasarkan pada informasi yang diperoleh melalui internet.
Majelis hakim sempat
mengingatkan, agar Guntur Romli fokus memberi keterangan seputar apa yang
diketahui dan dialami sendiri oleh saksi, bukan mengutip informasi dari
internet atau sarana lainnya. Artinya, sudah tepat hakim membatasi kesaksian
hanya pada apa yang saksi ketahui atau alami sendiri. Bukan kesaksian testimoni
de auditu.
Beberapa dusta yang dinyatakan
Guntur Romli di persidangan, sejauh pengamatan penulis adalah sebagai berikut:
Pertama, Guntur mengaku telah
mengkaji seluruh kitab HTI dalam waktu 6 (enam) bulan. Guntur juga berapi-api
menjelaskan berbagai kesimpulan yang diperoleh dari kajian yang dilakukan.
Diantaranya, Guntur menyebut
dalam kajian HTI tidak pernah dikaji Al Quran dan Al Hadits. Semua kajian yang
dilakukan HTI diarahkan pada materi Khilafah. Semua pembahasan kitab-kitab
kajian HTI hanya membahas tentang Khilafah.
Ketika dikonfirmasi oleh jubir
HTI mengenai kajian yang dilakukan, apakah Guntur Romli mengkaji atau sekedar
membaca? Guntur baru mengakui, dirinya tidak mengkaji melainkan hanya membaca.
Aneh memang, sebab bagaimana
mungkin seseorang mampu mengkaji kitab-kitab Hizbut Tahrir hanya dalam tempo 6
(enam) bulan ? Padahal, setidaknya ada 13 (tiga belas) kitab muttabanat yang
diadopsi Hizbut Tahrir sebagai kitab rujukan untuk membina kader dan umat untuk
memahami syariat Islam.
Pengalaman penulis, untuk
mengkhatamkan kajian kitab Nidzamul
Islam (peraturan hidup dalam Islam) yang merupakan kitab dasar dalam pembinaan
di Hizbut Tahrir, setidaknya penulis membutuhkan waktu hampir 1,5 tahun untuk
menyelesaikannya.
Maka klaim telah mengkaji dalam
waktu 6 bulan, yang kemudian diralat dengan ungkapan "membaca" adalah
bentuk kedustaan yang nyata seorang Guntur Romli. Betapapun ungkapan kajian
telah diganti dengan membaca, penulis masih belum bisa mempercayainya, sebab tebal
dan banyaknya kitab mutabanat HTI.
Kesimpulan HTI tidak pernah
mengkaji Al Quran dan hadits dalam kajiannya juga terbantahkan. Guntur juga
kembali kelabakan Ketika Jubir HTI menunjukan kitab Nidzamul Islam dimana bab
awal tentang JALAN MENUJU IMAN, didalam kitab tersebut di kutip dalil Quran
surat Ar Ra'du ayat 11, "sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu
kaum, sebelum kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka".
Sadar saksi ngarang dalam memberi
keterangan, kuasa hukum Pemerintah berusaha melindungi Guntur dengan mengajukan
pertanyaan apakah saat kajian kitab HTI, para pengkajinya juga membawa Al Quran
? Di jawab tidak.
Rupanya, untuk mengkaji Al Quran
seolah dipersyaratkan harus membawa Al Quran. Bagaimana jika kajian fiqh dan
hukum itu digali dari kitab-kitab klasik seperti Kitab Riyadus Shalihin karya
Imam an Nawawi, Kitab Al Um milik Imam Syafi'i, atau kitab kitab kuning lain
yang banyak dikaji di pondok pesantren. Apakah itu bisa diklaim tidak mengkaji
Al Quran meskipun para Imam menukil dalil Quran dalam kitab yang mereka karang
?
Penulis bisa memahami kondisi
kuasa hukum Pemerintah yang tidak paham
Syariat Islam, sehingga keliru membuat kesimpulan dan bahkan keliru membangun
pertanyaan di persidangan. Kemudian, secara serampangan kuasa hukum Pemerintah
mengalihkan pertanyaan pada kajian Tafsir Quran. Ini yang disebut Jahil
Murokab.
Kedua, Guntur berdusta atas klaim
telah membaca semua kitab HTI. Setelah dirinci dengan pertanyaan apa sudah
membaca kitab Ajhizah ketika berada di Mesir, Guntur menjawab tidak. Ini
pengingkaran pada keterangan awal yang mengklaim telah mengkaji semua
kitab-kitab HTI, kemudian berubah dengan klaim telah membaca semua kitab-kitab
HTI. Dan terakhir, klaim atas pembacaan semua kitab HTI kembali didustaan oleh
Guntur sendiri.
Ketiga, Guntur juga dusta perihal
kitab-kitab HTI yang diklaim melulu membahas Khilafah. Padahal, kitab-kitab HTI
sangat variatif. Ada kitab yang membahas masalah ekonomi Islam seperti kitab
Nidzamul Iqtishodi fiil Islam. Ada kitab min muqowimat nafsiyah Islamiyah,
kitab yang sengaja dikaji agar setiap muslim memiliki kepribadian Islam. Ada
kitab yang membahas tentang interaksi sosial ditengah masyarakat, khususnya
terkait hubungan pria dan wanita serta apa yang terkait dengannya, seperti
dalam kitab Nidzamul ijtimai fiil Islam.
Setelah merasa gagal dan
terbongkar dusta atas keterangannya, Guntur mencoba menutupinya dengan
menyampaikan alasan semua kitab ujung-ujungnya diarahkan untuk membahas
Khilafah.
Keempat, Guntur menuduh HTI
menganut pemahaman takfiri yakni mudah menuding umat Islam lainnya kafir. Tapi
lagi-lagi, setelah diselidiki jubir HTI, Guntur terdiam karena faktanya HTI
tidak pernah mengkafirkan sesama muslim.
Jadi menuding sesama muslim kafir
itu takfiri, tetapi jika menyatakan orang non muslim kafir ya memang faktanya
non muslim dalam fiqh Islam disebut kafir. Maka ketika Pilkada DKI Jakarta, HTI
tegas menolak Ahok karena Ahok kafir. Ini fakta bukan fitnah, Ahok memang
kafir. Dan menyebut Ahok kafir itu bukan takfiri.
Merasa tersudut dan keliru atas
tudingan takfiri, Guntur mengalihkan diskursus persidangan pada klaim HTI
menyebut negara yang tidak menerapkan hukum Islam disebut Darul kufur, bukan
Darul Islam. Artinya, Guntur memindahkan diskursus tentang orang, tentang
persoalan personal, menuju pembahasan institusi negara. Tidak nyambung.
Lagi pula, pendapat tentang
devinisi Darul Kufur adalah negara yang tidak menerapkan hukum Islam meskipun
mayoritas penduduknya muslim, bukan melulu pendapat HTI. Jubir HTI kemudian
menjelaskan kepada Guntur beberapa pendapat ulama mengenai definisi Darul
Kufur.
Memang benar, untuk menutupi satu
kedustaan seseorang akan membuat kedustaan lainnya. Sampai orang itu akan
digelari pendusta, sebab banyaknya kedustaan yang diutarakan.
Kiranya, untuk Umat Islam perlu
untuk merenungkan kembali hadits Nabi SAW yang berbunyi :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم – قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi SAW
bersabda, Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika
berjanji dia mengingkari, dan jika diberi amanah dia berkhianat (HR. Al-
Bukhari).
Kepada Guntur Romli penulis
ingatkan, terhadap kedustaan yang dilakukannya berpotensi terkena delik pidana
memberikan keterangan palsu didalam sebuah persidangan, sebagaimana diatur
dalam ketentuan pasal 242 KUHP, dengan ancaman pidana 7 tahun penjara.