Pak Syarif, salah satu teman guru
di sekolah. Berpuluh tahun mengabdi dengan tulus, pekerja keras, ulet, telaten
membimbing murid dan akhirnya Allah berkendak, beliau diberi kesempatan untuk
istirahat lebih dahulu.
27 April 2018, meninggal dunia, semoga
husnul khatimah. Aamiin
Kematian yang selalu membuat
kaget, jam 8 kurang masih sempat ngobrol di masjid, jam 8 lebih masih sempat
mengobrol di ruang guru. Karena ada perlu masing-masing kami sudah tak bertemu
lagi, Pak Syarif keluar sekolah menuju lapangan tempat latihan drumband, saya
juga keluar sekolah.
Jam 10.30a an menerima kabar Pak
Syarif tidak sadar dan beberapa saat kemudian kabar sudah berganti. Inna lillahi
wainna ilaihi rajiun, hanya itu yang bisa terucap.
Pak Syarif itu saingan saya untuk
masalah makanan, makanan apa saja yang ada di ruang guru tersangka utama yang
menghabiskan ya saya dan beliau. Kami punya prinsip yang sama terkait makanan,
selama halal dan thayyib, sikat saja :)
Dan di bulan Ramadan ada amanah
khusus yang diamanahkan ke Pak Syarif, mengumpulkan data anak yatim dan fakir
miskin, baik di sekolah maupun lingkungan masyarakat, karena di sabtu terakhir Ramadan
menjadi agenda rutin di masjid Darul Falah memberi santunan. Dan saya juga
sering meminta data siswa yang dapat santunan, karena juga kebetulan dititipi
beberapa donatur anak yatim. Jadi, tahun ini anak-anak Pak Syarif juga masuk
data tersebut. Insya Allah akan ada banyak orang yang akan memperhatikan
anak-anak beliau, mengingat beliau selama ini sangat peduli dengan anak yatim,
maka tidak heran jika anak-anak beliau akan memanen kebaikan ayahnya.
Dan tentang anak yatim, ada satu
hadits yang akan sangat membuat kita menyayangkan untuk melewatkan, hadits ini
masuk pelajaran Quran Hadits kelas 5.
Aku dan orang yang yang
menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini, kemudian beliau
mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau serta agak merenggangkan
keduanya (HR. Bukhari).
Ketika menjelaskan hadits ini
saya selalu meminta anak-anak untuk melihat tangan masing-masing, meminta
mereka untuk merenggangkan jari telunjuk dan tengah sejauhnya, jika perlu pakai
bantuan tangan satunya untuk merenggangkan, dan sekuat apapun usahanya, jari
telunjuk dan tengah tetap akan berdekatan.
Ya, orang-orang yang menanggung
anak yatim pasti masuk surga, dan kedudukannya sangat dakat dengan Rasulullah
saw
Dalam Islam, ada mekanisme khusus
terkait anak yatim. Negara memastikan para wali untuk mengurus anak yatim, jika
tidak ada wali maka kerabat, jika tidak ada kerabat maka tetangga di sekitar,
jika tetap belum tercukupi maka ditanggung baitul mal Negara. Negara juga akan
memberikan kepastian hukum kepada anak yatim bahwa mereka akan benar-benar diurus. Bahkan bisa
jadi akan memberikan sanksi tegas bagi orang-orang yang dengan terang-terangan
terkategori memakan harta anak yatim. Negara sangat peduli dengan anak yatim
karena ini adalah bagian dari pengurusan urusan rakyat. Dan ini adalah prinsip
pengurusan umat dalam system khilafah islam. Dimana aqidah dan syariah Islam
menjadi pijakan.
Tidak seperti saat ini, di saat
kapitalisme mencengkram negeri ini, sekularisme menjadi pijakan, ketidaktahuan
umat terhadap syariat semakin menjadi.
Ketika ada seorang bapak
meninggal, tak jarang beban nafkah beralih kepada sang ibu, ibu harus
membanting tulang untuk menghidupi anak-anaknya, padahal ketika seorang wanita
tidak bersuami maka perwalian dan nafkah akan kembali kepada garis wali wanita
tersebut. Dan anak-anaknya menjadi tanggungjawab wali dari pihak ayah mereka. Namun
saat ini ada banyak kesalahan pemahaman, seolah ketika sudah berkeluarga namun
menjanda harus menggung kebutuhan keluarga. Jadilah beban ibu berlipat ganda, menghidupi
diri sendiri dan anak-anaknya, dan jahatnya lagi tak jarang yang merampas hak
anak yatim, maunya mengambil warisan yang ditinggalkan namun lepas tangan
menanggung kebutuhan anak yatim. Atau terkadang ada yang mencari sumbangan mengatasnamakan kepentingan anak yatim, namun nyatanya untuk kepentingan diri-sendiri
Mengurusi anak yatim memang bisa
dilakukan secara individu, namun terciptanya lingkungan yang kondusif itu
memerlukan sistem, tentu yang dibutuhkan adalah sistem Islam, bukan demokrasi
kapitalis secular seperti saat ini. Pengurusan
anak yatim akan lebih optimal ketika ada kesadaran individu, kepedulian
masyarakat dan Negara. Pemeliharaan anak yatim oleh Negara akan nyata ketika
ada dalam sistem Islam, bukan sebatas jargon yang menghiasi UUD dan nyatanya
jauh api dari panggang. Negara berlepas tangan, karena mengurusi anak yatim
dalam sistem kapitalisme tidak ada untungnya.
Maka jika kita masih mengabaikan
anak-anak yatim, betapa sombongnya kita, tidak mau bersanding bersama
Rasulullah di surga. Jika Negara masih saja tak peduli dengan anak yatim maka
betapa ruginya, karena penguasa telah dzalim, dan penguasa yang dzalim tidak
akan menikmati surga. Naudzubillah
Mari berlomba dalam kebaikan,
salah satunya dalam mengurusi anak yatim dan mari berjuang untuk mewujudkan
sistem mulia, khilafah. Tidak hanya permasalahan anak yatim saja yang
terselesaikan, tetapi semua masalah akan menjadi berkah ketika diselesaikan
sesuai syariah.
Pare, 4 Juni 2018
No comments:
Post a Comment