Monday 15 July 2019

Film Untuk Media Pendidikan Seks, Efektifkah?



Sedang viral pro-kontra sebuah film remaja, film yang digadang-gadang sebagai media untuk memberikan pendidikan seks kepada remaja ini ternyata juga mendapat penolakan. Film yang oleh sutradaranya dijanjikan sebagai cara edukasi agar remaja mengetahui resiko hamil di luar nikah dan pernikahan dini ini sejatinya terilhami dari kisah nyata. Artinya apa yang ada di dalam film bukanlah imajinasi semata, memang ada faktanya, jika tanpa penjelasan dan pendampingan jelas akan berimbas seperti film-film lainnya, hanya sebagai alat propaganda. Dan jika ditilik lebih dalam lagi dengan mengingat karakter remaja, bukannya mengambil hikmah akan tetapi malah akan terdorong untuk melakukan hal yang sama. Maka bisa dikatakan film ini tidak akan tepat jika penonton atau bahkan orang tua berharap akan mendapat nilai positifnya, yang ada adalah dominasi efek negatifnya. Jadi terlalu naïf jika berbaik sangka film remaja yang yang sedang menjadi kontroversi tersebut bisa menjadi alat efektif untuk memberikan pendidikan seks kepada ramaja atau bahkan anak-anak.

Lalu bagaimana cara efektif dan aman pemberian pendidikan seks kepada anak dan remaja? Jawabannya jelas, dari keluarga, dari orang tua, bukan dari yang lainnya. Alasannya sederhana, orang tua lah yang membuat anak maka mereka pun juga berkewajiban memberikan pendidikan yang tepat kepada anak-anak mereka. Modal utama dalam pendidikan seks adalah akidah yang kuat, dengan bekal akidah ini akan terbentuk pola pikir yang khas, apapun dilakukan karena kesadaran sebagai hamba Allah maka juga tertanam dalam benak konsekuensi sebagai hamba Allah. Juga tergambar apa yang harus dilakukan dalam kehidupan di dunia dan tertancap kuat visi hidup hingga ke akhirat. Oleh karena itu, orang tua harus memastikan diri mempunyai ilmu agama yang memadai agar bisa mendampingi anak-anaknya, bukan malah lari dari tanggung jawab, menyerahkan pendidikan seks kepada pihak lain.

Namun peran keluarga saja belum cukup, terkadang orang tua mempunyai keterbatasan dalam mendampingi anak, baik dari waktu maupun ilmu. Maka tempat kedua yang tepat untuk mendukung pendidikan seks adalah sekolah. Akan tetapi lagi-lagi bukan sembarang sekolah, namun sekolah yang berbasis akidah Islam dan diberikan guru yang amanah, bukan guru cabul berpikiran mesum. Memang fakta saat ini, baik keluarga dan sekolah bukan menjadi tempat yang terjamin aman untuk memberikan pendidikan seks. Orang tua yang sibuk, orang tua yang materialistis atau orang tua yang berpikir rendahan malah membuat keluarga menjadi tempat yang tidak aman bagi anak. Dalam keluarga seperti ini, anak akan cenderung mencari pelarian atau bahkan anak menjadi korban kejahatan seks keluarga terdekat. Begitu juga dengan sekolah, adanya guru yang tidak amanah, pengaruh dari teman sebaya juga tidak jarang membuat sekolah sebagai tempat yang kurang tepat untuk memberikan pendidikan seks. Memang ini adalah resiko hidup dalam sistem sekular, dimana aturan agama dibaikan sedangkan kebebasan diagungkan. Kembali pada fungsi sekolah sebagai salah satu tempat yang seharusnya memberikan pendidikan seks berbasis akidah Islam, sekolah adalah tempat menuntut ilmu, maka seharusnya ilmu terkait seks juga bisa diberikan di sekolah.

Keluarga dan sekolah tentu masih belum paripurna, tak bisa dipungkiri bahwa anak juga hidup di tengah masyarakat. Maka masyarakat yang menjunjung tinggi norma agama adalah pendukung yang sangat penting. Akan tidak efektif jika dalamkeluarga dan sekolah sudah ada pembekalan namun di masyarakat kebebasan pergaulan cenderung dibiarkan. Oleh karena itu peran masyarakat untuk sama-sama menjaga generasi agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas juga sangat diperlukan. Dan tidak cukup hingga di sini, keluarga yang siap dan peduli atau malah sebaliknya, sekolah dengan kurikulumnya serta corak masyrakat, itu semua tak terlepas dari peran negara. Kebijakan Negara akan mempengaruhi karakter rakyatnya, negara yang mengambil sistem kapitalis sekular hanya akan mendorong rakyatnya mengambil langkah yang sama, menjadi rakyat yang hanya mengejar dunia, abai dengan akhirat. Dengan demikian juga bukan sembarang negara yang bisa menjamin pemberian pendidikan seks pada anak juga menjamin nasib generasi penerus bangsa, negara tersebut haruslah negara yang berlandaskan akidah Islam dan dipimpin oleh pemimpin yang bertaqwa kepada Allah dan sadar dengan amanahnya yang akan dimintai tanggung jawab di akhirat.
Penutup, berharap sebuah film yang lahir dari sutradara yang tidak menjadikan akidah Islam sebagai landasan akan menjadi media pendidikan seks kepada anak adalah harapan yang sia-sia, bahkan filmnya tak layak untuk diberi ruang. Sebagaimana film lain, tujuan bisnis jelas menjadi latar belakangnya. Dan semua sudah tahu, bisnis dalam sistem kapitalis hanyalah berorientasi pada keuntungan materi, bukan lahir dari niat ikhlas menyelamatkan generasi. Sebagai seorang muslim, selayaknya hanya berharap pada solusi Islam, kembali pada koridor Islam. Bukan berharap pada para perusak agama. Dan salah satu pemberi edukasi yang masih bisa diharapkan adalah adanya jamaah dakwah di tengah masyarakat yang konsisten menyerukan pentingnya penerapan Islam kaffah, istiqamah berdakwah meyerukan syariah, meski dalam kondisi saat ini dengan fitnah yang murahan, tak sedikit jamaah dakwah ini yang dicap sebagai gerakan radikal, namun tentu celaan tak akan menyurutkan langkah, label sepihak dari para pembenci Islam tak perlu dipedulikan. Lebih baik berpegang teguh pada aturan Islam daripada mengorbankan nasib generasi dengan melepas mereka penyeru kebebasan, daripada mengorbankan masa depan hakiki generasi kita, yaitu menukar akhirat dengan dunia yang murah dan fana. Wallahu a’lam.


No comments:

Post a Comment