Thursday, 20 December 2018

Melanjutkan Spirit Bela Tauhid : Menyatukan Umat Dalam Jalinan Ukhuwah



Segala puji hanya bagi Allah subhanahuwata’ala atas karuniaNya, karena hanya atas ijin Allah semata agenda umat Islam 2 Desember 2018 di Jakarta berlangsung damai dan lancar, tak ada yang layak jumawa atas kenikmatan ini. Acara yang diikuti jutaan umat Islam dari seluruh penjuru tanah air ini berhasil menarik simpati banyak pihak. Banyak sekali hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik bagi orang-orang yang merindukan indahnya penerapan Islam dalam kehidupan. Jutaan umat Islam berkumpul tanpa memandang latar belakang madzab, gerakan, pandangan politik, usia dan jenis kelamin. Semua berkumpul demi bertemu sekaligus meneguhkan komitmen untuk senantiasa membela agama Allah. Terlepas apapun motif terselubung, hendaknya semua mengedepankan prasangka baik, mendokan agar semua senantiasa dalam kebaikan.
Siapapun yang berhati bersih pasti akan terharu, bangga dan bahagia atas apa yang telah disuguhkan jutaan umat muslim, baik yang hadir maupun yang tidak. Memang yang hadir belum tentu semuanya dianggap sebagai pihak yang lebih mempunyai kepedulian terhadap agama Allah jika dibandingkan dengan yang tidak hadir, yang tidak hadir juga tetap mempunyai kontribusi dalam membela agama. Namun yang pasti pengorbanan para mujahid peserta aksi 212 2018 layak mendapatkan acungan jempol. Solidaritas yang tinggi, mengutamakan kepentingan saudaranya, membantu, meringankan, memberikan sekecil apapun yang dimiliki dan banyak yang yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, telah membuka mata hati kita, umat Islam adalah umat yang satu, umat Islam bersaudara apapun latar belakangnya.
Tidak hanya dari peserta muslim, non muslim pun tidak sedikit yang mengikuti, memuji atau hanya sekadar berempati. Tidak ada rasa takut terhadap jutaan umat Islam yang sedang berkumpul. Cap radikal, intoleran, dan suka berbuat kerusakan sangat jauh dari fakta yang ada di depan mata. Ini juga menjadi bukti, Islam pasti akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, siapapun akan merasakannya. Tak ketinggalan pihak keamanan yang sebelumnya menyiapkan kekuatan terbaiknya untuk menjaga keamanan dan ketertiban, bagi orang yang dengki mungkin terbersit dalam pikiran, mengapa aksi damai masih saja dijaga ribuan aparat. Husnudzan saja, semua ada untuk menjaga agar acara berjalan lancar dan aman. Ini pun terbukti. Peserta, polisi dan TNI semua bahu-membahu memberikan bantuan dan memudahkan peserta.
Yang tak kalah mengharukan adalah kecintaan umat Islam pada bendera tauhid, bendera Rasulullah, lambang persatuan umat. Jutaan bendera bertuliskan kalimat tauhid berkibar, bendera tauhid yang sebelumnya membuat heboh bangsa ini karena dibakar, dianggap sebagai bendera kelompok tertentu. Saat aksi bela tauhid, semua tanpa ragu mengibarkannya. Sekali lagi, hanya memuji kebesaran dan kemurahan Allah yang telah memberikan kesempatan bagi umat Islam di Indonesia untuk bersatu dalam satu pandangan, membela kehormatan bendera tauhid adalah kewajiban seluruh umat Islam.
Saat ini, tanggal 2 Desember 2018 sudah berlalu, berganti hari. Bukan berarti spirit aksi bela tauhid 212 juga berlalu begitu saja. Agenda 212 hanyalah awalan saja, masih ada tugas lain di hadapan seluruh umat Islam. Di Indonesia, umat Islam berhasil menyatukan komitmen untuk menguatkan ukhuwah, namun ukhuwah ini sebatas di satu negeri. Sedangkan umat Islam tak hanya di Indonesia. Masih banyak saudara sesama muslim yang tercerai berai, terusir, teraniaya, kelaparan hingga terlibat pada pertikaian. Muslim Rohingya masih tersiksa, pemukiman muslim Uighur semakin hancur, muslim Palestina terus dibombardir zionis Israel, muslim Yaman semakin terancam kelaparan, muslim Suriah masih terpecah belah. Dan tentu masih banyak lagi umat Islam yang belum bias menikmati rahmat Islam. Ini juga merupakan tanggung jawab muslim di Indonesiajuga muslim di seluruh penjuru dunia, karena muslim adalah saudara, ibarat satu tubuh, ibarat bangunan yang saling menguatkan.
Doa kita memang harus terus dilantunkan, bantuan harta juga bukan perkara yang boleh disepelekan. Akan tetapi itu semua belum cukup, belum menyelesaikan permasalahan umat Islam di berbagai negeri. Umat Islam membutuhkan kepedulian lebih, membutuhkan solusi tuntas, membutuhkan uluran kekuatan untuk memberikan perlindungan. Yaitu persatuan umat Islam dalam sebuah kepemimpinan. Menyatukan umat Islam dalam satu naungan kalimat tauhid. Memberikan seluruh potensi yang dimiliki demi saudara muslim di seluruh dunia. Ini bukanlah hal yang mustahil. Aksi 212 telah membuktikan, bahwa umat Islam bisa bersatu, bisa bersinergi satu sama lain, baik umat Islam pada umumnya maupun aparat yang jelas memiliki kekuatan nyata. Maka perjuangan selanjutnya adalah terus mendakwahkan kewajiban persatuan umat Islam, menyatukan yang wajib disatukan dan membiarkan apa yang memang boleh berbeda. Menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan, yaitu khilafah, khilafah warisan Rasulullah yang diteruskan para sahabat dan generasi Islam setelahnya. Dengan khilafah yang dipimpin khalifah, umat Islam akan bersatu dan mempunyai pelindung karena imam atau khalifah adalah junnah, perisai yang akan membela seluruh umat Islam dan orang-orang yang tunduk pada kepemimpinan Islam.
Terakhir, perjuangan ini akan terus berlanjut, spirit membela kalimat tauhid harus terus berlanjut, menuju terajutnya ukhuwah hakiki seluruh umat Islam di dunia, menerapkan Islam kaffah, mewujudkan Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawab.

Sunday, 2 December 2018

Akan Kemana Langkah Kaki Ini Berakhir?

Berjalan menuju Gelora 10 Nopember Surabaya
Muktamar Khilafah 2013



Pare – Kediri (tidak dalam satu waktu)
Menjelang perempatan Sambirejo, dari kejauhan sudah melihat lampu kuning menuju merah. Mengurangi kecepatan, namun ada yang mendahului dari kanan. Awalnya biasa saja, namun akhirnya penasaran. Seorang wanita dibonceng motor, terlihat santai banget, terlihat kakinya tidak menjuntai ke bawah sebagaimana biasa orang dibonceng, kakinya seperti terlipat, bersila. Dan akhirnya kepo, sedikit mendekat, lampu hijau menyala, masih kepo, berusaha menjaga jarak posisi di belakan motor yang bikin penasaran. Ternyata wanita tersebut tidak punya kaki, sudah gitu motor tidak jalan pelan lagi. Wanita tersebut mengandalkan tanggannya untuk pegangan, akhirnya terpisah di perempatan Gurah. Tidak tahu kemana wanita tersebut melanjutkan perjalanan. Perasaan naik motor tidak terlalu pelan juga, tapi tak bias mengejar laju motor yang membonceng wanita tersebut, kecepatanya memang di atas rata-rata, artinya wanita tersebut sudah terbiasa, tidak mengandalkan kaki untuk menjaga keseimbangan. Luar biasa.

Perempatan Paron menuju arah Pesantren, pertama kali melihat sesosok laki-laki tanpa kaki di tempat ini, wallahu a’lam apa yang sedang dilakukan, meski dulu di perempatan ini belok kiri jalan terus, sekarang belok kiri ikuti isyarat lampu, tetap saja tak bisa mengamati lebih lama, sudah lampu hijau. Sedikit kaget saja, terlihat santai meski tak punya kaki, meski badannya hanya separuh saja.

Pertigaan terminal lama menuju selatan, selalu mengambil tempat di kiri, sambil sedikit mencari ruang menuju ujung sebelum lampu lalin, mencari sela di antara kendaraan besar. Lebih sering dapat tempat di sekitar depan gang pertigaan masuk Banaran. Di situ ada warung, dan di situ pula sering melihat seseorang dengan tubuh bungkuk, ketika berdiri tak bisa tegak sempurna. Nah, kalo di sini, lampu merahnya lumayan lama, jadilah punya kesempatan tengok kanan-kiri mengamati suasana.

Memantau liputan seputar Aksi Bela Tauhid 212, ada beberapa yang memposting peserta dengan keterbatasan fisik namun semangatnya sangat luar biasa.

Apa yang dijumpai di Sambirejo, Paron ,Terminal Lama, dan di ABT 212 semuanya membuat diri ini berpikir. Mereka memang masih bisa bergerak kesana-kemari, namun tak bisa sebebas dan secepat orang yang mempunyai dua kaki sempurna. Tapi satu yang pasti, mereka tetap bergerak, mereka tidak diam di tempat, buktinya mereka ada di pinggir jalan atau di jalan, tidak di rumah saja. Maka, harusnya kita yang mempunyai dua kaki sempurna lebih semangat lagi daripada mereka yang diberi keterbatasan fisik, atau menunggu diuji dengan keterbatasan fisik baru menyadarinya? Yang pasti hisab atas orang yang punya kaki dengan yang tidak punya akan berbeda. Kaki kita akan dimintai pertanggungjawaban, sudah digunakan untuk apa saja. Mumpung masih ada kesempatan, mari bersama memperbaiki langkah kaki, semoga kaki kita digunakan untuk kebaikan di dunia, langkah kaki kita di dunia menentukan akhir langkah kita di akhirat.

Jadi apa yang harus dilakukan dengan kaki ini?
Untuk muslimah, pastikan ketika melangkah keluar rumah atau ketika berjumpa dengan nonmahram  kaki tertutupi, karena kaki termasuk aurat yang tak boleh diumbar. Abaikan cibiran sinis dari orang yang belum berilmu : sok suci, emang kakinya kenapa kok pakai kaos kaki, bikin ribet aja kemana-mana pakai kaos kaki dan sederet ungkapan yang harusnya tak terlontar.
Pastikan langkah kaki kita untuk kebaikan, bukan dihabiskan untuk kegiatan mubah atau bahkan haram.
Bersama dengan orang-orang saleh agar kaki kita terbawa untuk kesalehan juga. Menggunakan kaki untuk kebaikan merupakan salah satu cara untuk bersyukur atas nikmat Allah, insya Allah dengan begitu Allah akan menambah kenikmatan yang lainnya, yakinlah.

2013 Al Liwa' dan Ar Rayah hanya ada dalam acara HTI 
alhamdulillah saat ini sudah menjadi milik umat Islam


Pare, 2 Desember 2018

Persatuan Itu Tinggal Selangkah Lagi

#BelaTauhid212
#212BersatuDiBawahTauhid
#BenderaTauhidSatukanUmat



Alhamdulillah luar biasa, meski raga di Pare hati ini terus membersamai saudara-saudaraku yang mengikuti Aksi Bela Tauhid 212 di Jakarta.

Terharu dengan berbagai kisah mereka selama dalam perjalanan, Nampak jelas rona kebahagiaan dan kegembiraan. padahal ada harta yang telah mereka korbankan, ada tenaga dan waktu yang harus diberikan, namun tak ada balasan materi yang didapatkan, semua mempunyai satu tujuan, hadir dalam majelis dalam rangka mempererat persaudaraan dan menunjukkan pembelaan atas kalimat tauhid.

Suasana persatuan itu telah nampak jauh sebelum hari-H. Di perjalanan saling berbagi, salat berjamaah di stasiun, terminal, bahkan di atas kendaraan. Semua saling membantu, semua berusaha saling meringankan, meski awalnya tak mengenal, meski awalnya berbeda gerakan, berbeda ormas, semuanya merasa satu, sama-sama umat Islam.

Terharu pula ketika membaca reportase amatiran para peserta yang menyampaikan keikutsertaan non muslim, mereka non muslim namun ikut serta, mereka non muslim namun ikut memberi kemudahan. Benar-benar hanya bisa memuji Allah, karena hanya dengan kehendakNya sajalah semua ini terjadi.

Bahagia sekaligus bangga dengan sambutan masyarakat selama di perjalanan bahkan di Jakarta, seolah berlomba memberikan layanan terbaik untuk sesama saudara.
Tidak merasa takut karena aparat ada di mana-mana. Husnudzan mereka ada dalam rangka menjaga semua peserta.

Namun juga sedikit prihatin dengan berita yang beredar di media massa online, tuduhan dan fitnahan masih saja ada. Tuduhan murahan ABT 212 hanya demi mendukung paslon tertentu, hingga fitnahan menjadi massa bayaran, atau juga tuduhan kejam aksi yang ditunggangi ormas terlarang. Tidak apa, semoga pintu hidayah semakin terbuka untuk mereka.

Terlepas dari itu semua, persatuan umat semakin dekat. Dahulu aksi bela islam sukses menyatukan pandangan umat atas pentingnya kepemimpinan seorang muslim, dan kesadaran untuk membela Alquran serta ajaran Islam, dan saat ini kesadaran pembelaan terhadap kalimat tauhid, kalimat persatuan umat Islam juga semakin menguat. Insya Allah tinggal selangkah lagi menuju terwujudnya persatuan, maka bersabarlah dengan proses ini. Kembali luruskan niat, ini semua bukan demi kebanggaan, bukan semata demi unjuk kekuatan, namun ini semua demi menjalankan kewajiban, bersatu dalan naungan panji Rasulullah. Ini semua demi meraih ridha Allah, ikhlaskan dan tetap berada di jalan syariat. Sabar, pertolongan Allah semakin dekat, maka semakin mendekatlah kepada Allah, bukan malah mengabaikaNya.

Pare, 2 Desember 2018


Sambil memantau suasana stasiun Pasar Senen dari Pare
Terima kasih buat yang sudah kirim foto, sabar menunggu sang waktu, fii amanillah.

Friday, 30 November 2018

Merindukan Mantan

Sumber gambar : indozone. Id

Tak rela mantan bahagia seorang lelaki membunuh pacar mantan pacarnya
Tak tahan disakiti setelah putus pacaran bunuh diri
Karena sakit hati, foto mesra mantan pacar disebar di media social

Dan masih banyak lagi kisah sedih namun lebih tepatnya ironis, seputar permantanan. Wajar, sesuatu yang berawal tidak baik akan terus membuat perasaan tidak baik, karena pacaran adalah bentuk mendekati zina dan mendekati zina jelas haram hukumnya. Maka jalan satu-satunya untuk bisa melupakan mantan adalah dengan putus baik-baik, putus karena menginginkan hijrah, putus dalam rangka bertaubat. Jangan menikmati hubungan yang tak halal.

Memang tak mudah melupakan mantan, namun perasaan terhadap mantan adalah bagian dari naluri menyukai lawan jenis. Maka jika benar-benar ingin melupakan mantan, kembali mengingat karakter naluri, naluri itu munculnya karena ada rangsangan dari luar, naluri itu jika tidak dipenuhi tidak akan mengantarkan kematian, paling-paling hanya bikin gelisah.

Oleh karena itu, azam untuk melupakan mantan harus disertai dengan upaya untuk menghindari hal-hal yang bisa mengingat mantan, dan hal-hal yang membuka kenangan dan rasa rindu pada mantan. Ekstrimnya, lupakan, hapuskan ingatan tentang dia. Buang jauh-jauh semua hal yang bisa memunculkan rasa itu. Dan jangan sekali-kali menyebut namanya, delcon, block total. Tak perlu menyisakan sedikit memori, tak perlu menyimpan dalam ingatan, sepintas saja melihat fotonya atau sekadar namnya, tak menutup kemungkinan akan memunculkan bayangan. Dahulu sebelum mengenalnya semua baik-baik saja, begitu pula selanjutnya, akan kembali baik-baik saja.

Beda lagi jika sudah siap menuju pernikahan, halalkan saja. Atau terus yakin dan memohon kepada Allah Dzat yang maha membolak-balikkan hati, yakinlah jika jodoh pasti bertemu, jika tak jodoh ya tak akan bertemu, ikhlaskan.

Eh..eh…nulis ini karena ingat berita tentang bunuh diri gara-gara mantan, dan habis baca tentang seorang mantan sebuah ormas yang laris manis diundang untuk mengajak orang lain agar melakukan hal yang sama dengannya. Memang tidak ada hubungannya, tapi kata kuncinya tentang “MANTAN”.

Di sebuah situs berita memberitakan : Mantan anggota HTI mengajak para remaja agar meninggalkan ide khilafah. Ya Allah, jahat banget kan…
Khilafah itu warisan Rasulullah saw, masak iya mau dicampakkan. Dan setiap menjadi pembicara, mantan tersebut seolah bangga dan malah menjadikan statusnya sebagai mantan ormas dakwah sebagai sesuatu yang menjual agar sering diundang. Sudahlah, jika mantan maka lupakan saja, bukan malah sering menjadikan sebagai bahasan, bagaimana bisa melupakan mantan, bagaimana bisa move on?
Bukannya membuat orang lain simpati, bisa jadi malah membuat orang lain semakin penasaran, mengapa ormas tersebut terus dibicarakan, jangan-jangan memang mantan terindah yang seharusnya tidak ditinggalkan.

Dan juga melihat sebuah tayangan, upaya menghalangi aksi 212, menuduh aksi ditunggangi ormas terlarang HTI, mengatakan aksi 212 ajang kampanye khilafah yang bertentangan dengan Pancasila. Aduuh yang ini tambah jahat banget dech. Sudahlah HTI dicabut BHP nya masih saja dituduh macam-macam. Harusnya jangan sekali-kali mengakaitkan dengan HTI, jika begini bagaimana bisa masyarakat melupakan HTI jika terus disebut-sebut. Bisa-bisa malah membuat HTI diberi simpati, karena terus dikambinghitamkan. Jadi lupakan saja, jangan mengungkit-ungkit lagi, jika terus begini bikin semakin rindu saja sama mantan.

Atau…atau… sebenarnya mereka rindu berat dengan HTI?
Rindu dengan cerewetnya HTI yang mengingatkan kebijakan pemimpin yang dzalim
Rindu dengan pembelaan HTI terhadap  SDA yag terus dijarah asing
Rindu dengan solusi yang ditawarkan HTI
Tapi… ya sudahlah, mau dibilang apa saja, ini bukan masalah mantan terindah atau mantan yang menyakitkan, tapi ini adalah masalah ormas dakwah, dakwah adalah kewajiban. Bukan sebuah kebaikan menjadi mantan aktivis jamaah dakwah, mantan pelaku kebaikan jangan dibanggakan. Berdoa semoga istiqamah dalam dakwah, berdoa semoga menjadi mantan pelaku kemaksiatan, sudah bertaubat, dengan taubatan nasuha.

Pare, 30 November 2018

Wednesday, 28 November 2018

Karena Wanita Istimewa


Dipandang dari aspek kemanusiaan, pria  dan wanita mempunyai kedudukan yang sama di hadapan Allah, hanya derajat  ketakwaan yang membedakan. Namun dari aspek hak dan kewajiban ada hal-hal yang membedakan. Sama-sama wajib menutup aurat namun batasan aurat  pria dan wanita berbeda. Sama-sama wajib menuntut ilmu namun berbeda peran dalam ranah domestik rumah tangga. Dan masih banyak hal lain yang pengaturannya tidak sama antara pria dan wanita, bukan karena Islam diskriminatif namun memang Islam mengatur dengan aturan terbaik dan pasti cocok untuk karakter fitrah masing-masing, pria maupun  wanita.

Dalam rangka mengatur interaksi pria dan wanita, maka Islam juga mempunyai aturan. Apapun itu aturan ini adalah aturan yang terbaik, berasal dari Pencipta manusia, Dzat Yang Maha Tahu. Aturan tersebut di antaranya adalah larangan bagi wanita melakukan safar (dalam perjalan sehari semalam) tanpa mahram, menjadikan jamaah pria dan wanita berada dalam komunitas yang terpisah serta haramnya berkhalwat antara pria dan wanita yang bukan mahram. Ketentuan terakhir juga mempunyai konsekuensi dalam tempat-tempat khusus wanita harus berjamaah atau ditemani mahram. Misalnya saat dalam kendaraan pribadi, baik milik sendiri atau yang semisal ( carter offline maupun online). Secara sepintas terlihat tidak adil, mengapa pria seolah boleh sesuka hati namun wanita terlihat diatur dengan ketat. Akan tetapi sejatinya itu semua demi menjaga kehormatan wanita. Apalagi fakta saat ini dimana kebebasan begitu diagungkan, wanita bebas berbuat apa saja, diperbolehkan mengikuti apapun keinginannya. Maka bukan hal yang aneh jika pelecehan dan kekerasan terhadap wanita juga semakin meningkat, karena wanita seolah tak menghargai diri sendiri, bagaimana orang lain akan melindungi?

Secara logika, aturan ada untuk melindungi, begitu juga dengan syariat yang telah diberikan Allah dan RasulNya untuk para wanita, itu semua demi melindungi kehormatan wanita, karena wanita istimewa, karena wanita seharusnya dimuliakan. Maka ridhalah dengan semua aturan untuk kita, para wanita. Ikhlas melaksanakan aturan yang telah ditentukan, yakin inilah yang tebaik untuk kita.

Juga selayaknya wanita menempatkan dirinya dalam posisi yang mulia, tidak membiarkan dirinya “dinikmati” oleh orang-orang yang tidak halal. Menjaga interaksi dengan lawan jenis, menghindari campur baur laki-laki dan perempuan, tidak mengumbar aspek kehidupan pribadi, benar-benar menjaga kehormatan diri, menghindari berselfie maupun grupie hanya demi ingin diakui eksistensinya. Menjaga izzah dan iffah, bukan karena merasa sok suci, namun memang seperti itulah seharusnya. Bukan malah mengikuti gaya hidup wanita barat yang tak mau terikat dengan aturan. Dan yang terpenting adalah menyadari bahwa kita hidup semata untuk mengumpulkan bekal, bekal kehidupan hakiki, akhirat. Maka gelar tertinggi bagi seorang wanita hanya satu, menjadi wanita salehah.

Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salehah (HR Muslim)

Pare, 28 November 2018


Monday, 19 November 2018

Tidak Hanya Sampah, Abu Pun Dibersihkan Dari Jalan Dakwah

Pasir Kelud, 2014


Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al Baqarah [2] : 208-209).

Hisab atas orang-orang yang lebih  mengetahui adalah hisab yang lebih berat, begitu pula hisab kepada aktivis pengemban dakwah Islam juga lebih berat dan lebih sulit dari pada umat-umat yang lain. Karena peringatan Allah atas orang-orang yang menyimpang setelah datangnya bukti nyata sangat keras. Maka seorang pengemban dakwah harus menyadari bahwa dia tidak boleh menyepelekan hal-hal syubhat apalagi menyepelekan kemaksiatan sekecil apapun. Dia harus membersihkan langkahnya, tidak hanya dari sampah  namun juga kotoran berupa debu.

Maka tak heran jika dalam sebuah jamaah dakwah, sebelum seseorang bergabung di dalamnya akan dipastikan tidak terlibat pada dosa besar. Tidak akan diijinkan seseorang bergabung dalam barisan jamaah ketika masih terlibat riba sekecil apapun jumlah ribanya, karena riba adalah salah satu dosa besar. Pun seseorang tidak akan dimasukkan dalam barisan dakwah ketika masih menjalin interaksi tidak halal. Tidak hanya berhenti di sini, orang-orang yang sudah masuk dalam jamaah pun akan terus diingatkan untuk terus membersihkan jalan dakwahnya dari abu yang mengotori, bahkan menghindari debu-debu dari abu yang kotor. Jalan dakwah ini harus bersih, pengembannya harus memastikan langkahnya tidak melanggar syariah, memastikan perilakunya sesuai dengan syariah dan segera membersihkan diri dari debu kotor dengan secepatnya bertaubat.

Sampah adalah kemaksiatan dan abu kotor adalah kemubahan. Maka tak layak seorang pengemban dakwah membiarkan diri menikmati abu kotor atau sekadar debu-debu dari abu yang kotor. Tak layak seorang pengemban dakwah disibukkan dengan kemubahan, mengedepankan perilaku mubah. Yang seharusnya dilakukan adalah fokus pada perjuangan dakwah. Fokus mendekatkan diri kepada Allah sembari terus memohon pertolongannya, fokus mengajak umat untuk mewujudkan tujuan dakwah, yaitu melanjutkan kehidupan Islam.

Menulis ini setelah membaca kumpulan tanya jawab Amir HT tentang Komunikasi Online Antara Laki-Laki Dan Perempuan, setelah membaca Pesan-pesan Menggugah Untuk Pengemban Dakwah : Waspadailah Perilaku Maksiat, Kemaksiatan Anda Berpengaruh Terhadap Jamaah Dakwah dan setelah diingatkan seputar tidak diijinkan seseorang yang terlibat riba bergabung dalam jamaah dakwah.
Semoga senantiasa menjadi pengingat, tidak hanya untuk menyelamatkan jamaah namun juga menyelamatkan diri ini dari balasan yang pedih di akhirat kelak.

Semoga menyadari bahwa sampah dan debu hanya akan membebani jamaah ini, maka pilihannya hanya satu, bersihkan debu-debu dari abu yang kotor dari jalan dakwah ini, tinggalkn kemaksiatan hindari menyibukkan diri dengan kemubahan.

Semoga kita terus bersabar di jalan dakwah ini hingga langkah dakwah berhenti semata karena Allah menghentikannya dengan datangnya ajal. Bersabarlah, karena pertolongan Allah untuk orang yang sabar di jalanNya sangatlah dekat.

Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.(QS. Ash Shaf [61] : 13)


Pare, 19 November 2018

Sunday, 18 November 2018

Hati- hati Berbuat Baik?


Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al Maidah ayat 2)

Suatu hari, dinihari membelah sunyinya malam. Menyusuri jalan berkelok yang menghubungkan Kediri dan Malang. Suasana gelap dengan jurang di pinggiran membuat kendaraan melaju pelan. Sesaat tiba di sebuah kelokan dengan jurang menganga di pinggir jalan, sorotan lampu mobil tertuju pada sesuatu, ada sepeda motor yang tergeletak di bibir jurang. Lampu dan mesin masih menyala, tak jauh, ada sesosok tergeletak dan tampak masih bergerak.  Inna lillahi, ada kecelakaan. Tak Nampak kendaraan lain, entahlah, tabrak lari atau kecelakaan tunggal.

Awalnya kendaraan kami memperlambat laju, namun sedikit demi sedikit menambah kecepatan dan akhirnya meninggalkan korban kecelakaan.

Sesak dada ini, kami tak berani menolong. Sang sopir yang sudah berpengalaman melanglang buana tidak mau berhenti. Sudah biarkan saja, jika menolong bisa-bisa akan mempersulit. Akan menjadi saksi berurusan dengan aparat, atau malah dituduh sebagai pihak yang mencelakai, karena tak ada saksi.

Dada bertambah sesak, kepala semakin pusing, sudahlah jalan membuat pening ada musibah tak mau menolon lagig. Segera mengirim pesan ke nomor kontak yang kerja di laka lantas di salah satu polres, menelpon salah satu radio yang rajin update kondisi lalu lintas. Semua tak merespon. Tak menyalahkan, memang saatnya istirahat. Setelah matahari terbit, baru ada respon. Namun tak bisa memberi informasi lengkap, TKP. Tidak hafal wilayah Malang dan keadaan yang gelap gulita, sulit menerka itu di daerah mana. Dan entahlah bagaimana nasib orang yang kecelakaan tersebut.

Ingatan melayang pada seseorang yang pernah hilang tanpa kabar, dan akhirnya ditemukan di sebuah RS, kecalakaan di malam hari di daerah yang sepi. Kartu identitas tidak sama dengan domisili tinggal, masuk RS dalam keadaan tidak sadar. Ditambah dengan buruknya pelayanan RS yang tidak mau mengambil resiko biaya dan tuduhan malpraktik, korban hanya diberi pertolongan darurat padahal ada tindakan operasi besar yang seharusnya dilakukan.
Bagaimana jika yang tadi dujumpai juga bernasib sama? Hanya bisa beristighfar dan berdoa, semoga segera mendapatkan pertolongan.

Dan bukan sekali merasa takut menolong. Seringkali saat berkendara sendiri, melintasi persawahan yang tak berujung, jauh dari kampung, menjumpai orang yang berjalan kaki. Jelas hendak ke tempat di ujung persawahan, dan pasti akan menempuh jarak yang tidak jauh. Sempat terpikir untuk berhenti dan menawari tumpangan, namun seringkali mengurungkan niat, hanya berani ketika yang terlihat secara fisik jelas. Jelas membutuhkan, memakai seragam sekolah, atau yang sepertinya tidak akan mampu berbuat anaiaya. Entahlah, standar sepihak yang sangat dipengaruhi dugaan dan asumsi. Tak berani menolong sembarang orang, khawatir malah dirugikan, takut jika malah dicelakai. Padahal belum pernah mengalami, hanya bermodal informasi yang bertebaran akan maraknya kejahatan di pinggir jalan. Enggan memberi kepada peminta karena pernah tau fakta pengemis yang berpura-pura, padahal belum tentu yang lain berperilaku sama

Menolong dalam kebaikan dan takwa, jelas sekali perintah dari Allah SWT. Rasulullah juga pernah bersabda bahwa seseorang yang memudahkan urusan saudaranya, menghilangkan kesulitan pada saudaranya maka akan dimudahkan dan dihilangkan kesulitannya di akhirat kelak, bukan balasan yang remeh temeh, namun balasan luar biasa di akhirat. Namun fakta berbicara lain, sistem hukum yang karut-marut, kriminalitas yang sering terjadi, pelayanan aparat yang tak sepenuh hati, seringkali membuat diri ini mengurungkan niat untuk sekadar membantu orang lain.

Apalagi dalam sistem sekular dan penguasa yang dzalim, keadaan bisa berbalik. Yang baik dikriminalisasi yang buruk disanjung setinggi langit, ketika standar yang digunakan sebatas kepentingan dan materi. Lihat saja yang mudah terindera, perlakuan kepada muslimah yang berkerudung lebar atau bercadar, seolah pantas dicurigai sebagai penebar kejahatan. Sedangkan perempuan pengumbar aurat dibiarkan leluasa tanpa hukuman. Atau kasus hukum yang tebang pilih. Semua yang berseberangan dengan penguasa, rakyat miskin yang tak berharta, pegawai yang tak punya kuasa begitu semena-mena diperlakukan di hadapan hukum. Sedangkan penista agama, pengujar kebencian lambat kasusnya ditangani atau malah menguap begitu saja. Asal berkoar-koar mereka Pancasila, mereka berteriak NKRI harga mati, meski faktanya korupsi, tak mengapa. Asal mendukung penguasa.

Penguasa yang dzalim. Dzalim adalah lawan dari adil, ketika adil bermakna melaksanakan segala sesuatu sesuai timbangan syariat maka dzalim sebaliknya, tidak menggunakan syariat sebagai timbangan, semena-mena, menggunakan hukum sesuai hawa nafsu. Sistem yang individualis ini seolah berpesan kepada kita, jangan berbuat baik. Urusi saja kepentingan sendiri. Jangan mencampuri urusan orang lain. Suasana keimanan sangatlah jauh, visi hingga ke akhirat tak terbersit dalam benak, yang ada adalah kepentingan dunia semata. Dan inilah karakter ideology kapitalisme, akidahnya secular, liberalism menjadi rujukan.

Memang membutuhkan waktu untuk memahami batilnya sistem kapitalisme, memang membutuhkan waktu untuk menyadari fakta rusaknya kapitalisme, namun langkah itu harus diawali dengan komitmen untuk mengkajinya secara khusus, mengkaji sistem Islam dan sistem lain, agar semakin paham apa yang seharusnya dilakukan, agar bisa memulai langkah perubahan.


Pare, 18 November 2018

Saturday, 17 November 2018

Membendung Kerusakan Moral Akibat Media Digital

Perkembangan teknologi, salah satunya media digital, seharusnya bisa mengantarkan manusia kepada peradaban mulia. Dengan kemajuan teknologi, semua menjadi mudah, akses informasi begitu cepat. Maka seharusnya peluang untuk mencetak manusia unggul di segala bidang pun akan semakin terbuka lebar.

Namun faktanya media digital di bawah cengkeraman sistem kapitalistik sekular, justru telah merusak generasi. Tak bisa dipungkiri, media digital saat ini telah membuat generasi menjadi bermental instan, generasi yang tidak mau berjuang demi sebuah cita-cita mulia. Mereka juga generasi yang rata-rata menginginkan kehidupan yang serba bahagia, penuh dengan hura-hura, mementingkan ekspresi pemuasan diri daripada berpikir panjang akan masa depan. Hingga wajar jika saat ini semakin mudah dijumpai dampak buruk pemanfaatan media digital.

Sebut saja di Surabaya, di mana pernah mencuat kasus pelacuran online dengan remaja sebagai objek yang dijual. Di internet semakin bertebaran video porno yang melibatkan siswa atau pun mahasiswa, baik mereka sebagai pelakunya ataupun sekadar sebagai pengunggah dan penikmat. Apalagi di media sosial, akun-akun pribadi dipenuhi dengan foto selfie tanpa makna, foto selfie mengumbar aurat, mengumbar kemesraan bersama pacar, dan bahkan tak sedikit yang berani berbagi konten porno. Dan terakhir, yang memprihatinkan kasus kehamilan belasan siswa SMP di Lampung.

Media digital pun tak jarang menjadi pemicu tawuran pelajar hanya karena terprovokasi status di media sosial. Bahkan grup-grup yang merusak moral juga semakin tumbuh subur. Grup LGBT, grup konten porno, grup pelacuran online dan grup lain yang serupa.

Tentu apa yang dilakukan para remaja tersebut bukan merupakan bagian kurikulum di sekolah tempat mereka belajar. Melainkan akibat kemudahan akses konten negatif di media digital, atau juga akibat lemahnya daya saring remaja terhadap informasi yang didapatkan. Mereka terlampau terbiasa menelan mentah-mentah informasi yang diterima.

Media, dalam pandangan Islam adalah bagian dari madaniyah yang bersifat umum karena merupakan bagian dari produk kemajuan sains atau kemajuan teknologi. Selama tidak dipengaruhi oleh hadlarah atau peradaban yang bertentangan dengan Islam, maka sah-sah saja dimanfaatkan oleh seorang muslim. Fatalnya, media digital yang saat ini menjadi ikon kemajuan dan menjadi tolak ukur kriteria remaja gaul sarat dengan hadlarah barat.

Media digital telah dimanfaatkan Barat untuk mencengkeram generasi umat Islam dan mengokohkan eksistensi kapitalisme di muka bumi. Media digital menjadi sarana yang efektif untuk mengkampanyekan gaya hidup liberal, hedonis dan individualistis. Tak heran jika pergaulan bebas semakin meningkat seiring dengan peningkatan pemanfaatan media digital oleh generasi.

Lihat saja, remaja saat ini dapat dengan mudah memperoleh semua informasi baik dan buruk melalui media digital. Gencarnya penyampaian pemikiran dan gaya hidup ala Barat disambut dengan suka cita oleh para remaja dengan menganggapnya sebagai bagian dari gaya hidup modern. Tanpa sadar para penikmat media digital telah masuk perangkap Barat, larut dengan ide-ide kebebasan.

Tak bisa dipungkiri, penguasaan Barat atas media digital merupakan salah satu strategi untuk menancapkan ide-ide mereka ke dalam benak kaum muslimin, terutama para remaja yang sedang semangat mencari jati diri dan mengekspresikan eksistensi diri. Dengan media digital mereka bisa mendapatkan apa saja dan menyebar apa saja yang dianggap berperan untuk mencuatkan eksistensi mereka. Bahkan, tak jarang, ada remaja yang menyengaja melakukan tindakan tak bermoral hanya demi ingin menjadi viral yang akhirnya terkenal. Mereka telah menghalalkan cara yang tidak lagi dianggap tabu selama apa yang diinginkan bisa terwujud. Inilah yang menjadi tujuan Barat ketika menguasai media digital dengan ide mereka.

Kebebasan semakin membuat remaja kehilangan kendali, mereka berasumsi semua boleh dilakukan. Aturan agama sama sekali tidak menjadi pertimbangan. Realita telah gamblang, betapa banyaknya remaja putri berkerudung namun seolah santai berzina. Mereka tanpa malu mengumbar kemesraan dan berzina di tempat umum. Ini sesuai target Barat, yakni mencetak generasi sekular. Tak ayal, mereka pun menjadi generasi beragama namun tidak sudi mengikuti aturan agama. Bahkan menganggap terikat syariat adalah bentuk kekolotan, ketinggalan jaman.

Mereka juga menjadi generasi yang bangga mencampakkan aturan agama sembari menjadi pelaku kemaksiatan. Buktinya, selalu ada rekaman perbuatan tak pantas yang dibuat sendiri oleh pelakunya dan disebar ke media. Benar-benar pikiran remaja seperti itu sudah rusak, urat malunya sudah putus. Yang menjadi standar kesenangan hanyalah terpuaskannya nafsu mereka.

Remaja juga kalangan yang begitu cepat menjiplak gaya hidup ala Barat, meski masuk lewat tayangan yang dikemas dalam gaya hidup Asia, ala Korea misalnya. Remaja begitu menikmati menghabiskan waktu dengan berselancar di dunia maya daripada melakukan ibadah yang ringan dan mudah semisal membaca Al-Quran dan menghadiri kajian Islam.

Demikianlah, jika kondisi-kondisi ini terus dibiarkan, tidak dicegah atau mencari solusi tuntasnya, maka kerusakan moral akibat pengaruh media digital yang telah dimanfaatkan Barat akan semakin meluas. Jika tidak segera diselesaikan, masalah ini akan menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja, menghancurkan peradaban manusia. Oleh karena itu harus ada upaya serius untuk membendung kerusakan ini.

Dalam hal ini, tentu tidak dengan jalan mengambil solusi Barat, solusi ala kapitalisme. Secara logika, Barat pasti tidak ingin cengkeraman mereka terlepas begitu saja, tak mungkin Barat akan memberikan solusi untuk menyelamatkan generasi umat Islam. Karenanya, hanya dengan kembali pada pandangan Islam saja semua akan bisa tuntas diselesaikan.

Islam tidak anti dengan kemajuan, Islam tetap menjadikan media sebagai sarana pendukung dalam kehidupan. Tentu bukan sarana untuk bermaksiat, namun sarana untuk menjadikan manusia semakin taat.

Dalam Islam, media adalah sarana efektif untuk menguatkan akidah yaitu dengan menjadikan media untuk menyebarkan informasi yang sesuai dengan aturan Allah SWT, media juga menjadi sarana untuk mencerdaskan umat. Dengan kekuatan akidah dan pencerdasan, umat akan semakin paham akan aturan Allah, maka mereka juga akan semakin mudah beramal berbekal ilmu.

Media selayaknya menjadi sarana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah bukan malah semakin membuat lalai dari mengingatNya.
Oleh karena itu, ada banyak hal yang bisa dilakukan umat Islam untuk membendung kerusakan moral akibat pengaruh media digital.

Secara individu, wajib senantiasa mengaitkan setiap perbuatan dengan hukum syara’, mendasarkan semua aktivitas berdasarkan tuntunan syara, bukan dengan menuruti hawa nafsu belaka. Memanfaatkan media sebagai sarana untuk menambah ilmu dan mendekatkan diri kepada Allah, karena semakin maju teknologi akan semakin mudah pula beribadah. Mudah mencari lokasi masjid, mudah mengakses kitab-kitab karya ulama, mudah bersedekah dengan transaksi aplikasi online, mudah membuat janji silaturahim, mudah menemukan kajian keislaman, dan beribu kemudahan lain yang bisa dimanfaatkan oleh individu. Namun itu semua juga membutuhkan modal kuatnya akidah dan bekal pemikiran Islam, dan jika saat ini belum terwujud suasana keimanan, maka menjadi tugas bagi pengemban dakwah untuk terus menguatkan akidah umat dan menyampaikan pemikiran Islam.

Dan yang tak kalah pentingnya adalah peran negara. Negara adalah pihak yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan nyata untuk membuat kebijakan atas warga negaranya. Konten negatif di media digital akan dengan sangat mudahnya dikendalikan oleh negara. Penyediaan informasi positif juga akan mudah tersebar jika negara menggunakan kewenangannya. Dengan kekuatan hukumnya, negara akan memberi sanksi pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan media digital untuk tindakan kriminal. Namun negara yang bisa menerapkan kebijakan tersebut, lagi-lagi bukanlah negara yang dikelola berdasarkan arahan Barat, yaitu negara kapitalis sekular.

Negara yang bisa membendung kerusakan moral akibat media digital dan membalikkan keadaan menjadikan media digital untuk mewujudkan manusia mulia yang dihiasi sikap takwa, adalah negara yang menjadikan Islam sebagai landasan dalam menetapkan sebuah kebijakan. Menjadikan aturan Allah dan Rasul-Nya sebagai pijakan. Dengan begitu, tidak hanya moral generasi yang terselamatkan, namun negara juga bisa mendakwahkan Islam ke seluruh penjuru dunia dan akhirnya terwujudlah Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam.

Tuesday, 13 November 2018

Berjamaah Hingga Akhir Hayah



Berusaha menahan diri untuk tidak terbawa suasana, sengaja tidak ikutan share dan komentar, bukan karena tak peduli. Namun masih saja galau tingkat dewa ketika ada kabar duka yang tidak disangka. Merasa begitu cepatnya meninggalkan dunia. Ah..emang ada kabar duka yang tidak mendadak? Emang ada kematian yang dikabarkan sebelum nafas dicabut? Ya, tidak ada. Namun serasa masih terkaget-kaget dengan berita kematian padahal yang hidup pasti mati, padahal mati itu pasti.

Memang tidak mengenal dengan sangat dekat, akan tetapi masih ingat dengan forum terakhir bersamanya, sekitar  Dzulhijjah 1439 (lebih mengingat bulan hijriyahnya karena saat itu makan siangnya masih tak jauh dari menu daging kurban, saya sih gitu orangnya, ingatnya makanan melulu). Ingin mengingat yang ringan saja dulu.

Ceritanya  saat berforum, saya ada di bagian depan Mbak Isna di belakang. Forum santai tetapi bahasannya serius. Tiap peserta sudah diberi kotak konsumsi kue, tetapi panitia juga menyediakan camilan di piring-piring. Karena suguhan makanan hanya di depan, jadilah barisan belakang tidak bisa mengambil secara langsung makananan yang di piring. Kalau saya nggak usah ditanya, dimana ada makanan di situlah saya berada, he.he..just kidding. Mbak Isna sudah dalam keadaan hamil tua, masih energik, termasuk juga masih ngemil ini –itu. Jadi saat saya ambil makanan dia  dan teman yang disamping  ( soulmate dalam tim) bilangnya : “ Mbak mau juga…minta tolong ambilkan!” Jadilah saya tester, “ini rasanya begini mau juga?”, “ Ini rotinya kurang begini diambilkan tidak?”, "Ini enak lhoo...nih habiskan!". Bla…bla.. Jangan heran ya… saya itu bukan ahli masak-memasak tapi kalo ada makanan yang kurang imbang rasa dan bumbunya sepertinya masih tau, ini namanya pengkritik yang aslinya jauh dari kualitas yang dikritik.

Bulan berikutnya sudah tidak bertemu, soulmate nya yang mewakili, bulan berikutnya lagi soulmatenya sudah resmi menggantikan posisi Mbak Isna, dan ternyata posisi itu tergantikan selamanya.

Ya, kami dipertemukan Allah dalam suasana berjamaah dalam rangka menguatkan dakwah (bismillah semoga benar-benar menguatkan dakwah). Dakwah bersama jamaah, wajib atas laki-laki maupun perempuan, saat sehat maupun sakit. Namun tetap berjalan sesuai dengan koridor syariah. Dakwah berjamaah adalah salah satu aktiitas public  bagi seorang muslimah, maka tentu saja pelaksanaannya mempunyai rambu-rambu tersendiri. Di antaranya adalah tidak mengabaikan peran domestic dan keluar rumah dengan tetap terikat pada hukum syara’. Tidak ada alasan meninggalkan dakwah hanya karena membenturkan pada kewajiban domestic, yang seharusnya adalah mengatur semuanya, menyeimbangkan dan memastikan semua amanah baik di ranah domestic ( wanita sebagai al um warabbatul bait) dan ranah public bisa dijalankan  tanpa mengeleminasi salah satunya.

Bagi muslimah, ketika ada kepentingan di ranah rumah tangga tentu akan menjadi proiritasnya, namun bukan berarti ranah domestic melalaikan amanah di ranah public. Dan itu pula yang terlihat dari Mbak Isna, memang sesaat memindahkan amanah namun bukan berarti mengabaikan amanah, untuk sesaat ada yang harus diprioritaskan dengan tetap menjalankan aktivitas dakwah bersama jamaah.

Siapa yang menyangka, ternyata Allah berkehendak lain, Allah menjadikan amanah itu sebagai amanah terakhir  Mbak Isna, dan insya Allah akan selalu mengenangnya sebagai bagian dari tim jamaah dakwah, karena hingga akhir hayatnya Mbak Isna masih memegang amanahnya meski sementara diwakilkan, dan pastilah Allah Yang  Maha Tahu. Tidak ada amalan yang sia-sia di hadapan Allah ketika kita menjalankannya sesuai dengan syariah dan ikhlas.

Bersama jamaah, semuanya jadi indah. Saling melengkapi, membantu, memberi masukan dan meringankan. Bersama jamaah amanah menjadi lebih mudah. Maka tak selayaknya kita berlepas diri dari jamaah, sabarlah bersama jamaah. Bisa jadi kita akan menemui orang yang yang  tak cocok di hati, terkadang merasa berat dengan amanah, terkadang ingin mengistirahatkan diri. Tak apa, karena memang itu jamaah manusia bukan malaikat yang sempurna. Akan tetapi tetaplah bersabar, tetaplah istiqamah, tetaplah mengingatkan dalamkebaikan, tetaplah bersama jamaah, jangan melepaskan diri dari jamaah. Biarlah ajal yang mengeluarkan kita dari jamaah. Seperti Mbak Isna, tetaplah berjamaah hingga akhir hayah.

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. ( QS. Ali Imran ayat 104)



Pare, 13 November 2018

Monday, 22 October 2018

Serahkan Pada Ahlinya




Masih jam 9, ada janji jam 9.30.masih cukup waktu untuk isi bensin motor dulu.

SPBU ramai sekali, antrian lumayan panjang. Masih cukup waktu, tetap ikut antri.  Di depan masih ada satu antrian, siap-siap. Buka jok, susah. Posisi kunci tak bergerak, jok juga tak bergeming. Hingga antrian di depan selesai dan geser ke depan, hingga dibantu petuga SPBU, nihil. Jok tetap tak bisa dibuka. Ya sudah, bensin masih cukup, menuju bengkel langganan dekat rumah. Ternyata tidak bisa, bukan keahliannya katanya. Disarankan ke tukang kunci. Mengingat dengan keras dimana tukang kunci terdekat. Tidak ada, memang harus ke Pasar Pare.

Alhamdulillah buka, menyampaikan keluhan, dan tukang kunci bilang  : “ Selangkung mbak.” ( ongkosnya 25ribu)

Mengiyakan saja, lha saya diberi uang lebih dari itu juga belum tentu berhasil memperbaiki. Makanya saya itu jarang banget dan hampir tidak pernah menawar sesuatu. Ga bisa dan sering ga tega.

Mulailah tukang kunci bekerja, mengambil beberapa alat bantu, sekitar kunci dipukul-pukul. Khawatir juga sih, jangan-jangan malah rusak. Tapi santai sajalah, mereka lebih ahli. Jok bisa dibuka, sedikit bongkar dicari akar kerusakannya, diperbaiki, diberi pelumas coba beberapa kali sudah bisa, lancar. Beberapa bagian yang dibongkar dipasang lagi. Sekitar 30 menit, sudah beres. Nyoba beberapa kali buka tutup, Alhamdulillah sudah tidak ada masalah. Sebelum pulang ada yang datang juga ke tukang kunci, motornya stang terkunci. Meninggalkan tukang kunci, sudah tidak minat ke SPBU lagi, harus muter-muter dan lewat area upacara Hari Santri, pasti macet, juga belum tentu bensin cukup. Beli bensin botol, lumayan mahal. Dan beneran, sekitar Stadion Canda Bhirawa macet total.

Jadi kata kunci hari ini adalah : SERAHKAN PADA AHLINYA

Memang masalah kunci macet penyelesaiannya tidak terlalu rumit, namun memerlukan peralatan khusus, perlu bongkar pasang. Memperbaikinya cuma sebentar tapi bongkar pasangnya yang butuh keahlian. Bongkar saja mudah, pasangnya yang kadang susah

Jadi ingat pernah bongkar setrika, kipas angin Alhamdulillah bisa mengembalikan. Pernah juga bongkar kalkulator, karena cari buku petunjuknya belum ketemu, membuat  gambar kalkulatorsecara manual, posisi tombol, biar ketika mengembalikan tidak salah pasang. Tapi tetap saja lama banget.

Dan satu permasalahan yang saat ini sedang hangat, pilpres 2019. Memilih pemimpin bukan masalah sepele, sangat menentukan setidaknya kebijakan 5 tahun ke depan. Maka harus serius dengan calon yang ada. Pemilu 2019 nanti agak lebih mudah menganalisis untuk mmeutuskan siapa yang lebih layak menjadi pemimpin negeri ini, terlepas dari ketidaksepakatan dalam system suksesi pergantian pemimpin yang sebenarnya juga tidak akan banyak berpengaruh pada perubahan system, harus tetap bijak mempertimbangkan.

Paslon yang satu sepertinya lebih mudah untuk dinilai karena petahana, dan sudah melihat hasil kerjanya minimal melihat rekam jejak kebijakannya 4 tahun ke belakang. Dan itu tidak bisa ditutupi, begitu nyata di depan mata, kecuali bagi orang-orang yang mengedepankan cinta buta.
 Sedangkan calon lainnya memang belum bisa dinilai kinerjanya, jadi memang belum bisa memberi banyak kritikan hasil kerjanya.
Secara pribadi mempunyai kriteria yang akan menjadi pertimbangan.

Haram pilih pemimpin yang gagal mengurus rakyat. Keledai saja tidak akan jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Maka tinggal menelaah, apakah petahana yang ada sukses mengurus rakyat ?

Haram pilih pemimpin yang khianat dan ingkar janji sebagaimana difatwakan MUI. Anak kecil saja tahu, khianat dan ingkar janji adalah ciri dari orang munafik. Masak mau dipimpin orang munafik? Maka telaahlah kebijakannya, sudahkah sesuai dengan janjinya?

Haram pilih pemimpin represif anti Islam. Bagaimana mungkin muslim mempercayakan tampuk amanah kepemimpinan kepada orang yang seenaknya mencabut BHP ormas dakwah? Nekat melanggar pakem konstitusi demi melampiaskan kemarahan karena jagonya keok di pilkada. Memanfaatkan segelintir orang untuk mempersekusi ulama, cepat ambil tindakan saat umat Islam bergerak, namun begitu lambat ketika Islam dihinakan.

Haram pilih pemimpin yang antek asing dan aseng. Tinggal buka mata lebar-lebar, seberapa banyak SDA negeri ini semakin terkuras oleh asing, bagaimana IMF semakin menjerat dan menjerumuskan negeri ini ke kubangan riba yang begitu hina. Dan seberapa besar cengkraman aseng di negeri ini, membangun infrastruktur namun dalam bayang-bayang aseng.

Jadi, apakah yang saat ini gagal mengurus rakyat, ingkar janji dan khianat, represif anti Islam, begitu memihak pada asing dan aseng layak disebut sebagai AHLI ?

Ditanyain BPJS ngeles, katanya rindu didemo malah tak jantan menghadapi gebuk sana-sini, katanya agama tak boleh dicampuradukkan dengan politik malah memanfaatkan umat, rela mengeluarkan kocek demi acara tak penting hingga jago acting sampai sewa  pemeran pengganti, memuji jago ngegame yang bikin anak kecanduan. Pemimpin yang mempunyai menteri segala urusan. Dan lain sebagainya

Keputusan kembali pada diri kita, namun satu yang pasti, akhirat itu pasti ada, semua keputusan kita di dunia pasti ada balasannya.

Dan yang masih percaya dan ingin mendapatkan syafaat Nabi saw, masih memposisikan Baginda Rasul sebagai satu-satunya teladan terbaik, mari merenungkan beberapa pesan beliau berikut ini :

"Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian." (HR Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya:
 (1) pemimpin yang adil,
 (2) seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh,
 (3) seorang yang hatinya bergantung ke masjid,
 (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya,
 (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allâh.’
 (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta
 (7) seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)

 Rasulullah saw bersabda,” Aku mengkhawatirkan atas diri kalian enam perkara : kepemimpinan orang bodoh, jual beli hokum/pemerintahan, banyaknya polisi, pemutusan tali silaturahmi, orang muda yang tumbuh menjadikan Alquran layaknya nyayian, penumpahan darah ( HR Ahmad, Ibnu Abi Syaiban, Ath Thabarani)

Pare, 22 Oktober 2018

Friday, 12 October 2018

Guru Honorer Sampai Kapan Disia-sia?


Aksi para guru honorer semakin meluas di berbagai wilayah Indonesia, terutama di saat pendaftaran CPNS semakin dekat. Tuntutan mereka hampir sama, memprotes kebijakan penghentian pengangkatan guru PNS melalui jalur guru honorer dan meminta kejelasan posisi mereka. Kebijakan pemerintah yang tidak mengangkat guru PNS dari jalur honorer dianggap sebagai kebijakan yang dzalim, para guru honorer yang telah mengabdi hingga puluhan tahun seolah tidak dianggap keberadaannya, hanya karena ada peraturan teknis yang membuat para guru tersebut tidak boleh menjadi PNS. Tak ayal, aksi para guru honorer ini mengganggu proses mengajar di sekolah. Memang ironi, predikat pahlawan tanpa tanda jasa seolah dipahami sebagai profesia yang boleh disia-sia.

Mengapa guru honorer dan guru swasta begitu banyak bekerja namun tanpa perhatian serius? Padahal amanah mereka sama dengan guru PNS. Jawabnya cukup sederhana, karena dalam sistem kapitalisme, pendidikan bukanlah ladang basah untuk menghasilkan kekayaan. Bahkan dengan jahatnya, kapitalisme memanfaatkan pendidikan sebagai mesin pencetak buruh-buruh terdidik.

Pertimbangan untung rugi mengeluarkan dana besar untuk pengembangan pendidikan masih menjadi dasar kebijakan, maka wajar jika pemerintah dengan mudahnya mengabaikan nasib para guru yang merupakan salah satu komponen terpenting dalam penddidikan. Guru terus diperah untuk terus berada di sekolah dengan beban kerja yang melimpah namun tidak imbang dengan output pendidikan. Memang  benar, siswa berada cukup lama di sekolah, namun ternyata keluaran sekolah tidak otomatis menjadi manusia yang siap mengarungi kehidupan berbekal ilmu yang diperoleh di sekolah. Lihat saja, berapa banyak lulusan SMA yang siap berkarya mandiri berbekal ide cemerlang dibandingkan dengan lulusan SMA yang masih bingung akan kemana setelah lulus. Dan jika terjun ke dunia kerja, peluangnya hanya menjadi pegawai rendahan atau buruh saja. Karena untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi mereka harus berpikir seribu kali lagi.
Kembali pada masalah guru honorer, kebijakan pemerintah yang hanya berorientasi pada materi lah yang menjadi akar masalah buruknya perlakuan kepada guru. Guru tidak dianggap sebagai posisi mulia hanya karena tidak bisa menjadi mesin pencetak uang. Ini memang menjadi ciri khas dari sistem sekular. Dimana penghargaan terhadap manusia hanya berdasar pada banyaknya materi yang dihasilkan. Pandangan ini sangat jauh berbeda dengan pandangan Islam. Islam menjadikan pendidikan sebagai pilar peradaban mulia. Pendidiakn adalah sarana untuk mencetak generasi berkepribadian tangguh mewujudkan peradaban manusia yang sesuai dengan penciptaannya. Maka tak heran jika Islam juga menempatkan guru sebagai sosok yang sangat mulia, menempatkan guru sebagai arsitek peradaaban. Pandangan ini juga berpengaruh pada perlakuan Islam terhadap para guru. Dalam sistem Islam, negara akan memberikan perhatian yang khusus dalam bidang pendidikan, termasuk pula memperhatikan nasib para guru. Guru terus difasiltasi untuk meningkatkan kualitas diri, guru dimotivasi untuk meningkatkan kinerja dan guru dijamin kesejahteraannya. Itu semua karena guru adalah sosok mulia, manusia berilmu pencetak generasi penerus peradaban.
Maka jelas sudah, guru terutama honorer akan terus disis-sia selama negeri ini masih berpijak pada sistem kapitalis sekular. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa hanya predikat pelipur lara, selebihnya mereka terus diminta bekerja tanpa dipedulikan kesejahteraannya, mereka terus diminta bersaing dengan profesi lain yang seharusnya tidak bisa disamakan. Karena tujuan pendidikan bukanlah untuk mencetak generasi penghasil materi, namun pendidikan bertujuan untuk mencetak generasi mulia pengukir peradan nan mulia juga. Oleh karena itu, untuk mengakhiri permasalahan yang melingkupi guru honorer, permasalahan yang dari dahulu seolah tak berujung, hanya satu solusinya, meninggalkan sistem sekular yang tidak memanusiakan guru honorer, mengakhirinya dan beralih pada sistem Islam. Hanya dengan sistem Islam manusia terutama guru akan kembali ditempatkan pada posisi mulia, karena aktivitas mendidik dan memberi ilmu adalah posisi yang istimewa dalam pandangan Islam.
Profesionalitas dan Kesejahteraan Guru dalam Nuangan Khilafah Islamiyah

Guru dalam Negara Khilafah Islamiyah mendapatkan penghargaan yang tinggi dari Negara termasuk pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha; bahwasanya ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas; bila saat ini harga 1 gram emas Rp 200rb, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp 12.750.000).  Subhanallah, dalam sistem Khilafah para guru akan terjamin kesejahteraannya dan dapat memberi perhatian penuh dalam mendidik anak-anak muridnya tanpa di pusingkan lagi untuk mencari tambahan pendapatan. 
Ternyata perhatian kepala negara kaum muslimin (Khalifah)bukan hanya tertuju pada gaji para guru dan biaya sekolah saja, tetapi juga sarana lainnya, seperti perpustakaan, auditorium, observatorium, dll.  Sarana dan prasarana pendidikan merupakan media yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan pendidikan.  Setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan kreativitas, daya cipta dan kebutuhan. Sarana itu dapat berupa buku-buku pelajaran, bangunan gedung sekolah/kampus, asrama siswa, perumahan staff pengajar/guru, perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-auditorium tempat dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset, komputer, internet, dan lain sebagainya.  Semua sarana terebut diberikan secara cuma-cuma.
Sangat jelas adanya jaminan profesinalitas dan kesejahteraan guru dalam naungan khilafah Islam.  Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.  Hal ini akan menjadikan guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM yang dibutuhkan Negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia. Hanya dengan Khilafah Islamiyah semata problematika pendidikan termasuk memelihara Idealisme guru dapat terlaksana dengan baik dan sempurna.

Jadi, sampai kapan guru honorer disia-sia?
Sampai tegaknya khilafah

Monday, 1 October 2018

Bencana, Harusnya Cepat Kucurkan Dana Bukan Tebar Pesona

Respon cepat memberi bantuan bencana hanya akan terjadi ketika para penguasa negeri ini peka dan terbiasa membantu rakyat.

Bukan penguasa atau pejabat yang biasa mendahulukan pencitraan dan jawaban sesuka hati.

Mereka tidak peka dengan penderitaan orang lain, seringkali melempar tanggungjawab.

Lihat saja jawaban para menteri ketika rakyat susah dengan kebijakan mereka.

Maka tak heran ketika ada bencana, terutama di luar Jawa, lambat.

Dahulu saat Kelud meletus fokus negeri ini tertuju ke Kelud, padahal di saat yang sama Sinabung juga erupsi.

Pernah mendapat cerita dari relawan Kelud, bantuan bahan bangunan untuk renovasi bangunan diminta warga di tengah jalan, padahal diutamakan untuk masjid-mushala dan fasilitas publik. Sedikit memaklumi kondisi mental warga yg terkena bencana, hanya ingin bertahan hidup, itu saja.

Mengapa lambat memberi bantuan?
Bisa jadi tak tergambar apa yg harus dilakukan
Bisa jadi tak terbersit rasa peduli
Bisa jadi takut akan sengsara bersama pengungsi

Mengapa terus menunjuk penguasa?
Mengapa terus menuntut  penguasa?
Karena penguasa punya kuasa
Karena penguasa wajib mengurus seluruh rakyatnya

Apa yang bisa kita lakukan?
Berdoa
Membantu dana
Mengingatkan penguasa atas tugasnya
Berjuang demi perubahan
Perubahan menuju kemuliaan
Perjuangan mengembalikan penerapan syariat di muka bumi
Sudah cukup penderitaan
Sudah cukup hidup dalam keegoisan
Saatnya bersatu di bawah naungan khilafah

Pare, 1 Oktober 2018

Sunday, 30 September 2018

Kamu Pasti Lelah Menghadang Khilafah!

Muktamar Khilafah 2013, Gelora Bung Karno

Setelah dicabutnya BHP HTI, bukannya tenggelam, nama HTI semakin melambung. Terakhir, nama HTI terus disebut dan dituduh menunggangi beberapa acara, menunggangi tokoh dan menunggangi partai politik lain. HTI juga terus dikaitkan dengan partai yang berseberangan dengan penguasa, masyarakat terus ditakut-takuti dengan sepak terjang HTI yang memanfaatkan pihak lain. Tak hanya berhenti sampai di sini, khilafah dan bendera Rasulullah pun juga menjadi sasaran. Ditambah dengan framing jahat media, jadilah HTI, khilafah dan panji Rasulullah dianggap sebagai sesuatu yang tak layak nampak. Bahkan ada yang denagn entengnya mencap HTI sebagai ormas terlarang, bahkan seenaknya memfitnah HTI, menyamakannya dengan PKI, sungguh terlalu.

Di berbagai kesempatan, para penghalang khilafah terus mengolok, mempersekusi, membombardir para pejuang khilafah dengan cara rendahan, cara preman, cara orang malas berpikir. Di media massa, dengan pongahnya menantang para pengemban khilafah dan mengancam akan digebuk, dengan tanpa pikir panjang mempersekusi orang-orang yang berbicara tentang khilafah, menuduh denagn tuduhan murahan orang-orang beratribut kalimat tauhid. Di jalanan para pembenci islam dan khilafah tak kalah brutalnya, omngan kasar nan rendah ringan terucap dari mulut beracun. Menghina Islam, menantang ormas lain, bahkan menghina khilafah sesuka hati.

Di media social, setiap ada yang posting tentang khilafah langsung diserang dengan akun abal-abal, mereka mempunyai karakter yang sama. Ringan, mudah dan biasa berkata kotor. Perhatikan saja, sumpah serapah, nama binatang, kalimat emosional bermunculan mengomentari. Menyerang pribadi pemilik status, tebar fitnah dan tuduhan, berkata rendahan tanpa pikir panjang. Tujuannya menjatuhkan harga diri orang yang menyampaikan khilafah, memancing emosi dan akhirnya menuruti alur berpikir mereka. Orang Jawa bilang, wis kadung edan sisan ngajak wong liyo edan. Ya, tujuannya untuk membuat kita yang menyampaikan kebaikan dan kebenaran berpikiran sama dengan pembenci Islam dan khilafah. Hamper mirip dengan iblis, iblis tak mau sendiri di neraka makanya mencari teman sebanyaknya.

Dan ternyata para pembenci khilafah tidak hanya sensitive dengan bahasan khilafah. Mereka juga sensitive dengan orang-orang yang kritis pada kebijakan penguasa. Setiap ada kritikan, setiap ada masukan untuk penguasa, pasukan yang mirip dengan pembenci khilafah satu-persatu akan bermunculan. Polanya hampir sama, menyulut emosi dan memancing kemarahan.

Maka semakin jelaslah, siapa yang memihak siapa, siapa yang menjadi alat siapa. Mungkin mereka menganut paham, musuh dari teman adalam musuh mereka juga.

Dan sampai kapan mereka akan terus bertahan dengan kebencian dan permusuhan terhadap Islam?

Tergantung pada level kualitas berpikir mereka. Orang yang di hati kecilnya masih ada setitik keimanan, masih ada harapan untuk berubah haluan, memang belum tentu langsung putar haluan, sedikit-demi sedikit. Lihat saja orang yang dulu mencacii HTI dengan ide khilafahnya, ada sedikit perubahan, mereka hanya membenci HTI dan tak berani membenci khilafah sepenuh hati, karena mereka tahu khilafah tidak salah, karena khilafah adalah ajaran Islam.orang seperti ini akan bilang : “ Saya hanya tidak suka dengan HTI, tapi tidak dengan khilafah, tapi bukan khilafah versi HTI”. Orang seperti ini sadar atau tidak masih ada pengakuan bahwa khilafah memang janji Allah, pasti tegak, walaupun akan ngeyel, bukan khilafah yang diperjuangkan HTI.  Tidak masalah, ini lumayan membuat kita bahagia, sabar saja, witing tresno jalaran soko kulino. Jika menemui orang seperti ini terutama di media social, cukup kasih senyuman. Tak perlu meladeni yang tak penting.  Sabarlah memberi penjelasan, terlepas dari dimengerti atau tidak, tetap hadapi dengan makruf.

Level yang berikutnya adalah yang bergerak karena kebutuhan materi. Sudah watak dari ideology kapitalisme, orang -orang yang bergerak di bawah kepemimpinan ideology ini mempunyai prinsip kepuasan dan makna sa’adah, standar kebahagiaan adalah ketika teraihnya materi. Orang-orang pada level ini akan semangat ketika iming-iming materi atau materi ada di hadapan, ketika suntikan dana turun semangat mereka sangat luar biasa. Dan jangan khawatir, ketika dana mereka surut dan menipis semangat mereka pun juga akan berbanding lurus. Menghadapai orang seperti ini juga tak perlu menguras energy, cukup sabar menunggu asupan dana mereka habis, maka otomatis gerakan mereka akan melemah. Sabar dan yakin, Qarun dan Tsa’labah saja tak berkutik ketika Allah berkendak memusnahkan harta mereka.

Level yang berikutnya adalah orang yang mempunyai harta sekaligus berkuasa. Level ini memang pantas sombong, pantas dzalim. Karena mereka merasa berkuasa dan bias mengendalikan siapa saja. Untuk menghadapai level ini memang membutuhkan argument lebih cerdas, namun tetap dibutuhkan kesabaran dan luasnya wawasan. Tak perlu terpancing, cukup dengan ilmu dan keyakinan, patahkan logika dan pemikiran sesat mereka. Dan terus saja sabar, toh sesombong dan sekuat Fir’aun pasti mati, pasti berakhir. Masa berkuasa dan Berjaya mereka pasti ada batasnya. Terus berusaha, terus berdoa, dan terus lantunkan salawat asyghil. Sedikit demi sedikit mereka akan hancur lewat kesombongan dan perpecahan di antara mereka.

Jadi para penghalang khilafah pasti lelah. Kekuatan mereka pasti melemah dan daya juang mereka akan semakin redup. Sekuat apapun usaha mereka tak akan mampu membendung janji Allah. Maka bersabarlah di jalan kebenaran, bersabarlah di jalan dakwah. Terus perkuat diri dengan ilmu, mendekat kepada Allah, abaikan celaan orang-orang yang suka mencela.

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS An Nuur 55)

Sesungguhnya orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan ( QS Al Anfal 36)


Pare, 30 September 2018


Tuesday, 18 September 2018

Demokrasi, Demi Kesejahteraan atau Kekayaan ?



Tujuh puluh tiga tahun sudah bangsa ini merayakan HUT RI, seharusnya semakin bertambah usia, kondisi negeri ini semaikn membaik, rakyatnya semakin sejahtera. Namun ironisnya, lagi-lagi rakyat disuguhi dengan kasus yang memilukan hati, yaitu semakin bertambahnya pejabat  yang  terjerat  kasus  korupsi. Bukannya fokus pada kepentingan rakyat, para pejabat korup tersebut malahan memperkaya diri. Sebut saja kasus terakhir yang semakin membuat mata terbelalak, mantan Mensos Idrus Marham dan mantan walikota Depok Nur Mahmudi. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Di saat rakyat harus berjuang untuk bertahan hidup dalam kondisi perekonomian yang semakin mencekik, masih saja ada pejabat tidak amanah, dan mereka adalah pejabat yang selama ini selalu memberi janji manis saat menuju tampuk kekuasaan.
Memang, pejabat korup hanyalah oknum, namun ternyata oknum itu jumlahnya tidak sedikit, maka tentu ini menjadi pertanyaan besar dalam benak kita, demokrasi yang terus disanjung sebagai sistem paripurna untuk mengatur negeri ini masihkah mampu membuat rakyat negeri ini sejahtera? Tentu pengamatan, data dan fakta selama negeri ini mengenyam kemerdekaan cukup menyadarkan kita, demokrasi hanya mencetak pejabat dengan mulut manis saat mengemis kekuasaan namun melupakan rakyat saat mereka memangku jabatan. Rakyat hanya dibutuhkan saat mereka meminta dipilih, segala cara dilakukan untuk membujuk rakyat, salah satunya dengan mengeluarkan modal yang sangat besar, yang terkadang secara nalar tak seimbang dengan gaji yang akan mereka dapatkan. Apakah mereka semua adalah pejabat yang semuanya tulus ikhlas melayani? Kemungkinannya sangat kecil, karena rakyat negeri ini didominasi pemikiran sekular, dimana aturan agama dalam seluruh aspek kehidupan tak dihiraukan. Tuhan hanya diingat dalam aspek invidu saja, nama Tuhan hanya disematkan dalam seremonial formal saja, selebihnya aturanNya dicampakkan. Lagi-lagi semua atas nama demokrasi, orang-orang sekular terus berlindung dibalik jargon suara rakyat adalah suara Tuhan.
Padahal sejatinya demokrasi hanyalah cara para pemilik modal alias kaum kapitalis memanfaatkan rakyat untuk mengumpulkan kekayaan. Buktinya, Indonesia dengan potensi SDA yang luar biasa, rakyatnya masih saja banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan, dan di sisi lain segelintir konglomerat yang menguasai sebagian besar kekayaan semakin berjumawa. Ya, sistem kapitalis yang dipelihara demokrasi hanya akan memberi kesempatan kepada para pemilik modal untuk semakin memperkaya diri dan semakin membuat orang miskin semakin jatuh dalam jurang kemiskinan. Dan golongan ekonomi menengah pun semakin terengah-engah mengumpulkan sisa-sisa kekayaan.
Maka, seharusnya kita semakin menyadari, demokrasi tidak akan pernah mengantarkan pada kesejahteraan, demokrasi hanya akan mencetak pejabat yang berebut kekuasaan demi kepentingan dunia, demi kekayaan, meski dengan jalan korupsi, karena itu sudah menjadi konsekuensi politik dalam sistem demokrasi, mengatasnamakan kesejahteraan rakyat namun sejatinya menjerumuskan rakyat. Sebagai muslim tentu kita tidak akan berdiam diri, janji yang  terucap setiap hari akan mendedikasi hidup dan mati hanya untuk Allah SWT perlu direalisasikan. Bukan sekadar ucapan rutin di mulut belaka, janji tanpa bukti. Kembali berpikir dan merenung, jika Nabi sallallahu ‘alaihi wassalam masih hidup, relakah beliau dengan keadaan kita saat ini? Dimana banyak teladan dari beliau tidak kita terapkan dalam kehidupan. Tidakkah ingin mewujudkan seruan Allah SWt untuk menerapakan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan? Tidakkah kita takut dengan penghidupan yang sempit dan kesengsaraan di akhirat saat kita mengabaikan peringatan dari Allah? Tidakkah kita ingin bersama  Rasulullah di surga? Ataukah kita akan terus bertahan dengan sitem demokrasi dan hanya membiarkan pergantian pemimpin semata? Puaskah hanya mengganti pemimpin dengan tetap mengabaikan aturan  Allah ? tentu jangan seperti Bani Israel yang banyak tanya namun tak melaksanakan perintahNya. Kita sebagai muslim, cukup dengan kami mendengar dan kami taat, memperjuangkan ketaatan dengan menapaki kembali jalan kehidupan yang berdasar pada peninggalan agung baginda Nabi, Alquran dan Hadits, tentu tidak berharap pada demokrasi, namun percaya diri dengan sistem warisan Nabi,khilafah. Wallahu a’lam bishawab.

Nur Aini, S.Si
Pare Kediri Jawa Timur



Friday, 24 August 2018

Suami-Istri : Berilmu, Saling Mengerti dan Menjaga Komunikasi



Bertanya lewat pesan :
Jika suami memerintahkan A dituruti nggak sih ?
Kalo minta B ?
Inginnya C ?
Dsb

He..he..kalo keyboard HP lagi error jawab pertanyaan simple seperti itu jadi ribet.
Jawabnya sebenarnya juga sederhana : Selama tidak melanggar hukum syara’,  hukum asal istri itu taat suami, jadi jangan nanya satu per satu.

Maka yang perlu dipelajari bersama adalah suami tahu apa saja  yang tidak melanggar hukum syara’ sehingga tidak meminta atau memerintahkan kepada istri apa-apa yang melanggar hukum syara’. Begitu juga dengan istri, belajar apa saja yang sesuai hukum syara’ agar ketika apapun yang diperintahkan suami selama tidak melanggar hukum syara’ ya nggak usah banyak alasan.

Yang kedua, pengertian dan komunikasi. Suami mengerti apa yang selayaknya diinginkan dan diperintahkan kepada istri, tidak berposisi sebagai orang yang sewenang-wenang. Dan istri pun menyampaikan dengan cara yang baik ketika ada yang tidak bisa dilakukan.

Berikut beberapa dalil terkait wajibnya istri taat suami dan kewajiban saling menyayangi dalam kehidupan suami istri :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (TQS ar-Rûm [30]: 21)

Dari Rasulullah saw :
“Sungguh, aku suka berhias untuk  isteriku, sebagaimana ia berhias untukku. Aku pun suka meminta agar ia memenuhi hakku yang wajib ia tunaikan untukku, dan ia pun juga minta dipenuhi haknya yang  wajib  aku  tunaikan  untuknya.  Sebab,  Allah  SWT  telah berfirman (yang artinya): Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (TQS al-Baqarah [2]: 228)

Rasulullah  SAW  telah berpesan kepada  kaum  pria tentang urusan  kaum  wanita.  Imam  Muslim  dalam Shahîh-nya  telah meriwayatkan dari Jâbir bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda dalam khutbah beliau pada saat haji Wada‘:
“Bertakwalah kalian kepada Allah  dalam  urusan  kaum  wanita, karena  sesungguhnya  kalian  telah mengambil  mereka  dengan amanat dari Allah, dan  kalian  pun  telah menjadikan kemaluan mereka halal bagi kalian dengan kalimat Allah. Kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian agar mereka tidak memasukkan ke tempat tidur kalian seorang  pun  yang tidak  kalian  sukai.  Jika mereka melakukan tindakan itu, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak kuat (tidak menyakitkan/meninggalkan  bekas). Sebaliknya, mereka pun memiliki hak terhadap kalian untuk mendapatkan rezeki dan pakaian (nafkah) mereka menurut cara yang makruf.”

Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (isteri)-nya. Dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian terhadap keluarga (isteri)-ku.”(HR al-Hâkim dan Ibn Hibbân dari jalur ’Aisyah RA)

“Jika seorang isteri tidur malam meninggalkan tempat tidur suaminya niscaya  para  malaikat  akan  melaknatnya  sampai  ia  kembali.” (Muttafaq ’alayh dari jalur Abû Hurayrah)

Rasulullah SAW pernah bertanya kepada seorang wanita:
“Apakah engkau sudah bersuami?” Wanita itu menjawab: “Ya”. Beliau lantas bersabda: “Sesungguhnya ia (suamimu) adalah surga  atau nerakamu.” (HR al-Hâkim dari jalur bibinya Husayn bin Mihshin)

Imam  al-Bukhârî  meriwayatkan  bahwa  Nabi  SAW  pernah bersabda:
“Tidak halal  bagi seorang wanita berpuasa sementara suaminya ada di rumah, kecuali dengan izinnya. Tidak halal pula baginya memberikan izin masuk (kepada orang lain) di rumah suaminya kecuali dengan izinnya. Dan harta apa saja yang dibelanjakannya tanpa  seizin  suaminya,  maka  separuh pahalanya dikembalikan kepada suaminya.”

“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencaricari jalan untuk menyusahkannya.” (TQS an-Nisâ [4]: 34)

Dan masih banyak lagi dalil-dalilnya.
Lebih lanjut bisa baca di buku Sistem Pergaulan Dalam Islam bab Penikahan dan bab Kehidupan suami istri bisa googling sendiri atau silakan japri yang minat file nya

Pare, 24 Agustus 2018