Berjalan menuju Gelora 10 Nopember Surabaya
Muktamar Khilafah 2013
Pare – Kediri (tidak dalam satu waktu)
Menjelang perempatan Sambirejo, dari kejauhan sudah melihat
lampu kuning menuju merah. Mengurangi kecepatan, namun ada yang mendahului dari
kanan. Awalnya biasa saja, namun akhirnya penasaran. Seorang wanita dibonceng
motor, terlihat santai banget, terlihat kakinya tidak menjuntai ke bawah
sebagaimana biasa orang dibonceng, kakinya seperti terlipat, bersila. Dan
akhirnya kepo, sedikit mendekat, lampu hijau menyala, masih kepo, berusaha
menjaga jarak posisi di belakan motor yang bikin penasaran. Ternyata wanita
tersebut tidak punya kaki, sudah gitu motor tidak jalan pelan lagi. Wanita
tersebut mengandalkan tanggannya untuk pegangan, akhirnya terpisah di
perempatan Gurah. Tidak tahu kemana wanita tersebut melanjutkan perjalanan.
Perasaan naik motor tidak terlalu pelan juga, tapi tak bias mengejar laju motor
yang membonceng wanita tersebut, kecepatanya memang di atas rata-rata, artinya
wanita tersebut sudah terbiasa, tidak mengandalkan kaki untuk menjaga
keseimbangan. Luar biasa.
Perempatan Paron menuju arah Pesantren, pertama kali melihat
sesosok laki-laki tanpa kaki di tempat ini, wallahu a’lam apa yang sedang
dilakukan, meski dulu di perempatan ini belok kiri jalan terus, sekarang belok
kiri ikuti isyarat lampu, tetap saja tak bisa mengamati lebih lama, sudah lampu
hijau. Sedikit kaget saja, terlihat santai meski tak punya kaki, meski badannya
hanya separuh saja.
Pertigaan terminal lama menuju selatan, selalu mengambil
tempat di kiri, sambil sedikit mencari ruang menuju ujung sebelum lampu lalin,
mencari sela di antara kendaraan besar. Lebih sering dapat tempat di sekitar
depan gang pertigaan masuk Banaran. Di situ ada warung, dan di situ pula sering
melihat seseorang dengan tubuh bungkuk, ketika berdiri tak bisa tegak sempurna.
Nah, kalo di sini, lampu merahnya lumayan lama, jadilah punya kesempatan tengok
kanan-kiri mengamati suasana.
Memantau liputan seputar Aksi Bela Tauhid 212, ada beberapa
yang memposting peserta dengan keterbatasan fisik namun semangatnya sangat luar
biasa.
Apa yang dijumpai di Sambirejo, Paron ,Terminal Lama, dan di
ABT 212 semuanya membuat diri ini berpikir. Mereka memang masih bisa bergerak
kesana-kemari, namun tak bisa sebebas dan secepat orang yang mempunyai dua kaki
sempurna. Tapi satu yang pasti, mereka tetap bergerak, mereka tidak diam di
tempat, buktinya mereka ada di pinggir jalan atau di jalan, tidak di rumah
saja. Maka, harusnya kita yang mempunyai dua kaki sempurna lebih semangat lagi
daripada mereka yang diberi keterbatasan fisik, atau menunggu diuji dengan
keterbatasan fisik baru menyadarinya? Yang pasti hisab atas orang yang punya
kaki dengan yang tidak punya akan berbeda. Kaki kita akan dimintai
pertanggungjawaban, sudah digunakan untuk apa saja. Mumpung masih ada
kesempatan, mari bersama memperbaiki langkah kaki, semoga kaki kita digunakan
untuk kebaikan di dunia, langkah kaki kita di dunia menentukan akhir langkah
kita di akhirat.
Jadi apa yang harus dilakukan dengan kaki ini?
Untuk muslimah, pastikan ketika melangkah keluar rumah atau
ketika berjumpa dengan nonmahram kaki
tertutupi, karena kaki termasuk aurat yang tak boleh diumbar. Abaikan cibiran
sinis dari orang yang belum berilmu : sok suci, emang kakinya kenapa kok pakai
kaos kaki, bikin ribet aja kemana-mana pakai kaos kaki dan sederet ungkapan
yang harusnya tak terlontar.
Pastikan langkah kaki kita untuk kebaikan, bukan dihabiskan
untuk kegiatan mubah atau bahkan haram.
Bersama dengan orang-orang saleh agar kaki kita terbawa untuk
kesalehan juga. Menggunakan kaki untuk kebaikan merupakan salah satu cara untuk
bersyukur atas nikmat Allah, insya Allah dengan begitu Allah akan menambah
kenikmatan yang lainnya, yakinlah.
2013 Al Liwa' dan Ar Rayah hanya ada dalam acara HTI
alhamdulillah saat ini sudah menjadi milik umat Islam
Pare, 2 Desember 2018
No comments:
Post a Comment