Sunday 2 December 2018

Akan Kemana Langkah Kaki Ini Berakhir?

Berjalan menuju Gelora 10 Nopember Surabaya
Muktamar Khilafah 2013



Pare – Kediri (tidak dalam satu waktu)
Menjelang perempatan Sambirejo, dari kejauhan sudah melihat lampu kuning menuju merah. Mengurangi kecepatan, namun ada yang mendahului dari kanan. Awalnya biasa saja, namun akhirnya penasaran. Seorang wanita dibonceng motor, terlihat santai banget, terlihat kakinya tidak menjuntai ke bawah sebagaimana biasa orang dibonceng, kakinya seperti terlipat, bersila. Dan akhirnya kepo, sedikit mendekat, lampu hijau menyala, masih kepo, berusaha menjaga jarak posisi di belakan motor yang bikin penasaran. Ternyata wanita tersebut tidak punya kaki, sudah gitu motor tidak jalan pelan lagi. Wanita tersebut mengandalkan tanggannya untuk pegangan, akhirnya terpisah di perempatan Gurah. Tidak tahu kemana wanita tersebut melanjutkan perjalanan. Perasaan naik motor tidak terlalu pelan juga, tapi tak bias mengejar laju motor yang membonceng wanita tersebut, kecepatanya memang di atas rata-rata, artinya wanita tersebut sudah terbiasa, tidak mengandalkan kaki untuk menjaga keseimbangan. Luar biasa.

Perempatan Paron menuju arah Pesantren, pertama kali melihat sesosok laki-laki tanpa kaki di tempat ini, wallahu a’lam apa yang sedang dilakukan, meski dulu di perempatan ini belok kiri jalan terus, sekarang belok kiri ikuti isyarat lampu, tetap saja tak bisa mengamati lebih lama, sudah lampu hijau. Sedikit kaget saja, terlihat santai meski tak punya kaki, meski badannya hanya separuh saja.

Pertigaan terminal lama menuju selatan, selalu mengambil tempat di kiri, sambil sedikit mencari ruang menuju ujung sebelum lampu lalin, mencari sela di antara kendaraan besar. Lebih sering dapat tempat di sekitar depan gang pertigaan masuk Banaran. Di situ ada warung, dan di situ pula sering melihat seseorang dengan tubuh bungkuk, ketika berdiri tak bisa tegak sempurna. Nah, kalo di sini, lampu merahnya lumayan lama, jadilah punya kesempatan tengok kanan-kiri mengamati suasana.

Memantau liputan seputar Aksi Bela Tauhid 212, ada beberapa yang memposting peserta dengan keterbatasan fisik namun semangatnya sangat luar biasa.

Apa yang dijumpai di Sambirejo, Paron ,Terminal Lama, dan di ABT 212 semuanya membuat diri ini berpikir. Mereka memang masih bisa bergerak kesana-kemari, namun tak bisa sebebas dan secepat orang yang mempunyai dua kaki sempurna. Tapi satu yang pasti, mereka tetap bergerak, mereka tidak diam di tempat, buktinya mereka ada di pinggir jalan atau di jalan, tidak di rumah saja. Maka, harusnya kita yang mempunyai dua kaki sempurna lebih semangat lagi daripada mereka yang diberi keterbatasan fisik, atau menunggu diuji dengan keterbatasan fisik baru menyadarinya? Yang pasti hisab atas orang yang punya kaki dengan yang tidak punya akan berbeda. Kaki kita akan dimintai pertanggungjawaban, sudah digunakan untuk apa saja. Mumpung masih ada kesempatan, mari bersama memperbaiki langkah kaki, semoga kaki kita digunakan untuk kebaikan di dunia, langkah kaki kita di dunia menentukan akhir langkah kita di akhirat.

Jadi apa yang harus dilakukan dengan kaki ini?
Untuk muslimah, pastikan ketika melangkah keluar rumah atau ketika berjumpa dengan nonmahram  kaki tertutupi, karena kaki termasuk aurat yang tak boleh diumbar. Abaikan cibiran sinis dari orang yang belum berilmu : sok suci, emang kakinya kenapa kok pakai kaos kaki, bikin ribet aja kemana-mana pakai kaos kaki dan sederet ungkapan yang harusnya tak terlontar.
Pastikan langkah kaki kita untuk kebaikan, bukan dihabiskan untuk kegiatan mubah atau bahkan haram.
Bersama dengan orang-orang saleh agar kaki kita terbawa untuk kesalehan juga. Menggunakan kaki untuk kebaikan merupakan salah satu cara untuk bersyukur atas nikmat Allah, insya Allah dengan begitu Allah akan menambah kenikmatan yang lainnya, yakinlah.

2013 Al Liwa' dan Ar Rayah hanya ada dalam acara HTI 
alhamdulillah saat ini sudah menjadi milik umat Islam


Pare, 2 Desember 2018

No comments:

Post a Comment