Wednesday 22 November 2017

Temani Aku Mengejar Janji Yang Bukan Mimpi



Ahad, sengaja memilih jalan yang tak biasa dilewati. Di salah satu tempat yang sepi namun sejuk, bertemu 3 remaja putri, agak jauh juga ada 3 remaja putra. Remaja putra ketika melihat saya langsung ngacir, mereka kenal saya. Remaja putri masih asyik bergaya berselfie di pinggir kali. Sengaja berhenti dan bertanya siapa mereka, rumahnya mana, dan sedang apa. Mereka tidak menjawab dengan lengkap. Saya hanya berpesan untuk tidak main di tempat tersebut, karena saya tau itu tempat yang sering digunakan untuk janjian pacaran. Dengan berat hati 3 remaja putri tersebut melangkah pergi sambil sesekali melihat ke arah saya, dugaan saya mereka salah arah. Yang mereka tuju bukan arah ke rumah mereka, juga mungkin nyari kemana ngacirnya 3 remaja putra. Sorenya peristiwa ini saya ceritakan ke murid kelas 6, memberi nasehat agar mereka menjaga pergaulan. Eee…malah dapat cerita versi lain, sebelumnya mereka juga melihat 3 remaja putra dan putri, tanpa rasa malu mereka bergantengan tangan putra-putri, padahal mereka masih kelas 7. Sesaklah dada ini, di antara mereka ada yang alumni murid saya. Saya tahu kemampuan akademik mereka tidak terlalu bagus, tapi begitu percaya dirinya berpacaran (kalo saya jadi remaja seusia mereka, ya nyarinya yang pinter, smart, keren ada yang dibanggakan, tapi saya dulu tidak seperti itu). Bukan berarti yang smart boleh pacaran.

Sorenya ngobrol dengan remaja-remaja kursusan, pas bahasan tentang pakaian dan pergaulan dalam Islam. Membahas aurat sesama wanita dan hikmah menutup aurat. Karena semua jomblowati sedikit saya singgung terkait perjuangan mendapat “calon suami idaman”, saingan jomblowati sekarang tidak hanya sesama jomblowati, tapi juga jomblowan macho yang suka sesama jomblowan. Eee…salah satu peserta diskusi cerita kalo teman SMP nya menjadi pelaku penyuka sesama jenis. Sesak banget dada ini, jika dahulu kasus LGBT menyasar usia mapan, saat ini pelakunya sudah merambah ke remaja-remaja tanggung.

Berforum dengan guru SMP dan SMA, guru SMP menceritakan muridnya kelas 7, seorang siswi yang mengejar lelaki impiannya, ketua kelas di kelas lain, demi mengejar sang pujaan hati rela menuruti kemauan pangeran impiannya. Ketika sang idaman iseng (katanya ingin menguji dan mencoba mencari tau sejauh mana si cewek berbuat untuknya) meminta foto bagian terlarang, dan ternyata dituruti sama si cewek. Aduh…tambah sesak nafas ini mendengar cerita seperti itu. Eee…guru SMA menimpali, muridnya kelas sepuluh tambah parah, koleksi di HP nya foto-foto mengerikan, katanya untuk diberikan kepada pacarnya, juga bercerita sekolahnya mengeluarkan beberapa siswa kelas 10 karena terlibat jaringan narkoba (tidak perlu bahas HAM untuk masalah ini, mengeluarkan siswa demi menyelamatkan ratusan temannya lebih menjadi prioritas). Waduh…dada ini semakin sesak…bagaimana masa depan anak-anak kita nanti.

Ngobrol dengan dosen, pernah mengingatkan mahasiswanya yang pergaulannya sudah di luar batas. Dengan entengnya mahasiswa mejawab “ Kan kami sudah punya ilmunya biar tidak hamil Bu, kalo tidak hamil tidak apa-apa kan?” Tambah serasa mau pecah kepala ini dapat cerita ironis.

Serangkaian masalah hanya dalam hal pergaulan, belum masalah lain. Seharusnya membuat kita berpikir, ada yang tidak tepat dengan generasi kita. Dan tentu ini bukan semata menjadi masalah bagi generasi, ini adalah masalah bagi generasi sebelumnya. Keluarga yang menaungi, lingkungan tempat tinggal, kebijakan pemimpin, semuanya berperan memicu permasalahan remaja.

System yang mengagungkan kebebasan (merupakan salah satu ciri system kapitalisme yang menjadikan liberalism sebagai pijakan) telah membuat anak-anak bebas mengakses informasi tanpa bekal akidah yang kuat, tanpa bekal iman yang tebal. Persaingan ekonomi telah membuat orang tua focus mencukupi materi namun tak punya waktu dan bekal untuk mendampingi setiap langkah kehidupan sang buah hati. Kurikulum pendidikan yang hanya mencetak generasi berilmu namun tak punya kepribadian kuat dan tangguh yang siap menghadapi problematika kehidupan sesuai dengan syariat. System pemerintahan yang hanya dijalankan berdasarkan politik transaksional, tidak ada lawan dan kawan abadi yang ada adalah kepentingan bersama yang membuat penguasa dan politisi begitu mudah menjilat ludah sendiri mengabaikan janji manis kampanye, begitu mudah berpindah ke lain hati menyeberang kepada pihak yang memfasilitasi. Syariat Islam diabaikan, ajaran Islam dijadikan bahan olokan.

Yang jelas jauh hari Allah SWT sudah mengingatkan, kerusakan di muka bumi adalah akibat ulah manusia, sebuah negeri tidak akan mendapatkan berkah dari langit dan bumi ketika penduduknya mendustakan ayat-ayat Allah. Rasulullah pun juga sudah berpesan, jika ingin selamat tidak tersesat harus berpegang teguh pada Alquran dan Hadits. Dan jika saat ini negeri ini tidak berkah, mengalami kehancuran di berbagai bidang kehidupan, salah satunya karena kita mengabaikan hukum-hukum Allah. Sombong dan bangga dengan mencukupkan diri diatur dengan aturan batil.

Apakah akan berdiam diri? Tidak.
Berusaha untuk menjadikan syariat sebagai pijakan, berjuang agar kehidupan Islam terwujud kembali, berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam, hingga kiamat menghentikan langkah. Yakin dan optimis, semua akan menjadi baik ketika kita taat pada aturan Allah SWT, menjadikan Rasulullah sebagai teladan dalam kehidupan. Tidak ragu dengan pertolongan Allah yang telah berjanji kepada umatnya yang beriman akan menjadikan mereka berkuasa untuk memperbaiki kondisi.

Terwujudnya kebangkitan Islam, kejayaan Islam dalam naungan khilafah adalah janji Allah bukan sekadar mimpi, maka upaya untuk mewujudkan janji itu akan bernilai istimewa di hadapan Allah, akan berbeda dengan orang yang yakin namun hanya sebatas menunggu terwujudnya janji kemenangan, dan sangat berbeda dengan orang yang malah menghalangi kebangkitan Islam.

Maka, tidak ada pilihan lain. Mari bersama menjemput janji Allah, menjadi bagian dari perjuangan Islam.
Bersama berlomba dalam kebaikan,
bersama bergandengan tangan menjemput kemenangan,
bersama menjadlani kehidupan dengan penuh ketaatan.
Berjuang bersama meraih ridha ilahi.
Karena perjuangan ini tak mungkin dilakukan sendiri.


Teruntuk saudaraku seakidah, saudaraku seperjuangan dalam dakwah :
Temani aku untuk menjadi hamba yang taat pada Allah dan Rasulullah
Temani aku untuk menjadi insan salehah berbakti pada orang tua dan suami di rumah
Temani aku menjemput janji Allah yang pasti
Temani aku berbuat untuk menyelamatkan generasi
Temani aku untuk sabar dalam kebaikan
Temani aku agar istiqamah dalam ketaatan
Temani aku untuk taat di dunia
Temani aku hingga kita berjumpa di surga


Pare, 22 November 2017

No comments:

Post a Comment