Tuesday 19 May 2015

Tak Hanya Wali Nikah


Seorang ibu yang sudah bungkuk tubuhnya mencari berbagai macam sayur untuk dijual ke pasar. Tubuhnya kurus, pakaiannya lusuh. Suaminya sering sakit-sakitan, di rumanya juga tinggal beberapa cucunya. Jadilah ibu tua itu tulang punggung keluarga.

Seorang siswi kelas 3 SMA, sudah yatim sejak kecil, tinggal bersama ibu dan kakak perempuannya. Satu keinginan kuat setelah lulus SMA, mencari kerja. Melamar ke sana sini, semua interview dijalani.  Memenuhi kebutuhannya sendiri dan membantu ibunya. Juga mempunyai 2 orang kakak laki-laki. Yang satu sudah menikah dan kadang membantu tapi sangat jarang sekali, satu lagi kakaknya masih menempuh pendidikan, belum berpenghasilan banyak. Kadang mengirim uang untuk kebutuhan sekolah adiknya.

Seorang ibu dengan 4 anak, bercerai dari suaminya. Mantan suami dan keluarga suami tidak banyak memberi nafkah untuk anak-anaknya, keluarga ibu membantu sekadarnya. Jadilah ibu tersebut pontang-panting mencari tambahan.

Seorang ibu satu anak, masih mempunyai suami tapi tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga padahal anaknya semakin membutuhkan biaya terutama untuk sekolah. Jadilah ibu memutar otak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya serta kakaknya yang seorang janda.

Entahlah, berapa banyak lagi wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya. Bukan untuk mencukupi kebutuhan sekunder tapi memang demi mencukupi kebutuhan primer. Mereka bekerja bukan demi tuntutan gaya hidup yang semakin hedonis.

Entahlah berapa banyak wanita yang berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. 

Laki-laki dan wanita, sama-sama makhluk Allah SWT, ada kewajiban dan hak yang sama atas mereka. Dan ada kewajiban dan hak yang  berbeda atas mereka.

Beberapa hal yang berbeda adalah Allah mewajibkan laki-laki mencari nafkah sedang wanita mubah bekerja, bagian waris laki-laki 2 kali lipat wanita. Laki-laki menjadi wali, wanita tidak bisa menjadi wali. Terkait dengan wali, terkadang masyarakat hanya ingat saat akad nikah saja. Wali hanya berfungsi saat menikahkan saja, selebihnya fungsi wali tidak diingat lagi. Semoga bukan karena tidak tahu, tetapi karena memang keadaan saat ini yang  tercengkeram kapitalisme membuat laki-laki dan wanita sengsara dan semakin jauh dari syariat Allah SWT. Laki-laki, mencukupi kebutuhannya saja sulit apalagi mencukupi kebutuhan tanggungannya. Namun tetap saja ada kewajiban bagi para wali. 

Ketika seorang wanita dalam kondisi tidak menikah maka dia menjadi tanggungan ayah dan para wali, seharusnya para wali memastikan orang-orang yang ada dalam garis perwaliannya  tidak terabaikan. Jangan terpengaruh ide persamaan gender, melihat wanita sudah bisa mencukupi kebutuhannya lalu lepas tangan begitu saja. 

Ketika seorang wanita bercerai, maka perwaliannya kembali pada garis ayahnya dan anak-anak tetap pada perwalian ayah mereka / mantan suami. Kewajiban nafkah pada garis ayah, kewajiban hadlanah/pengasuhan anak ada pada pihak ibu. 

Wanita, jangan terpengaruh ide feminis. Seolah menjadi perempuan yang  tak berdaya ketika masih menjadi tanggungan para wali. Belajar bekerja, tetapi tetap sebagai aktivitas mubah saja, tidak melalaikan kewajiban baik di ranah domestic ( misal : ibu dan pengatur rumah tangga) dan ranah public ( misal: dakwah, menuntut ilmu, muamalah).

Negara memberi kesempatan seluas-luasnya bagi laki-laki untuk optimal menjadi wali . Memberi sanksi kepada laki-laki yang lalai dengan kewajibannya sebagai wali.

Berikut daftar Wali bagi seorang wanita (yang tdk/blm menikah):
Ayah
Ayah dari ayah (kakek)
Saudara laki-laki seayah - seibu
Saudara laki-laki seayah
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah – seibu (keponakan)
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah  (keponakan)
Saudara laki-laki dari ayah (paman)
Anak laki-laki dari  saudara laki-laki dari ayah (sepupu)
Jika tidak mempunyai wali dalam pernikahan wali wanita adalah wali hakim, sekali lagi wali tidak hanya berfungsi dlm akad nikah saja, tetapi juga terkait nafkah dan perlindungan bagi seorang wanita. 

Wali tidak sama dengan mahram. 

Bukan untuk menggembosi para wanita yang bekerja dan tetap eksis tanpa peran wali, bukan juga memvonis laki-laki yang  tak tahu kewajiban. Mengingatkan untuk mengembalikan semuanya sesuai ketentuan Allah SWT. Menyadarkan banyak ketentuan syariat yang  tak bisa diterapkan dalam system kapitalisme seperti saat ini. Mengajak semua untuk rindu dengan system Islam, memperjuangkannya agar tegak di muka bumi.

Pare, 19 Mei 2015

No comments:

Post a Comment