Dulu pernah baca tentang
Rapat Ikada, peristiwa bersejarah :
Rapat Raksasa Lapangan Ikada terjadi pada 19 September 1945, saat Sukarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat di Lapangan Ikada dalam rangka memperingati 1 bulan proklamasi kemerdekaan.
Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda
menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut
kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada
tanggal 19 September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas (http://id.wikipedia.org/wiki/Rapat_Raksasa_Lapangan_Ikada)
Bagaimana dengan Rapat dan Pawai Akbar
( RPA) 1436 ?
Sama-sama dilaksanakan di tempat
terbuka, ada yang di lapangan, alun-alun , depan masjid agung dan tempat terbuka
lain. Luas , bisa menampung ribuan orang dan bisa disaksikan khalayak ramai.
Namun tentu tema yang diangkat sangat berbeda. Tema utama Rapat dan Pawai Akbar
Hizbut Tahrir tahun ini adalah Bersama Umat Menegakkan Khilafah, Selamatkan
Indonesia dari Ancaman Neoliberalisme dan Neoimperialisme. Mengopinikan dan
menyampaikan kepada umat dengan cara terbuka tentang kedzaliman penguasa yang
menerapkan system kapitalisme. Mengingatkan umat tentang wajibnya menerapkan
hukum Allah SWT dalan naungan Khilafah.
Tak hanya rapat akbar, acara
dilanjutkan dengan pawai akbar, terang-terangan mengajak umat untuk menerapkan
system Khilafah, bukan yang lainnya.
Di Jawa Timur, RPA dilaksanakan di
Kenjeran Park. Salah satu tempat di ibukota propinsi Jatim yang bisa menampung
puluhan ribu peserta. Kenjeran Park terletak di pantai Kenjeran. Suhunya panas
sekali. Surabaya saja terkenal dengan panasnya, apalagi pantainya. Sangat panas
sekali. Langit biru cerah, matahari menyinari dengan teriknya. Panasnya begitu
menyengat. Membakar kulit, membuat keringat terus mengucur. Pawai yang
menyusuri jalan keluar Kenjeran juga tidak jauh berbeda, tetap panas seperti di
dekat pantai. Membuat beberapa peserta terpaksa menghentikan langkah sejenak,
beristirahat. Dan ada pula yang tak kuat melanjutkan langkah. Namun tentu yang
tetap bertahan tetap tak terhitung jumlahnya.
Panasnya Surabaya, masih tak seberapa
dengan panasnya Jazirah Arab menjelang terjadinya Perang Tabuk. Jalan yang
ditempuh pun jalan mulus hampir tanpa hambatan, tanpa tanjakan. Berbeda dengan
jalur yang ditempuh Rasulullah dan kaum muslimin menuju Tabuk. Jauh, medannya
berat. Pasukan Tabuk diberi nama Jaisyul ‘Usrah (‘usrah artinya sulit). Jadi
panasnya Surabaya dan rute pawai yang ditempuh belum ada apa-apanya jika dibandingkan
dengan Perang Tabuk.
Namun RPA dan Perang Tabuk mempunyai
kesamaan, berlangsung di dunia. Masih bisa memilih antara ikut atau tidak. Dan
tentu panasnya masih sama, panas standar dunia.
Bagaimana
dengan panasnya akhirat ?
Manusia
pada hari kiamat akan berkeringat hingga mengalir di permukaan bumi setinggi
tujuh puluh hasta dan akan meneggelamkan mereka sampai ke telinganya. (Mutafaq
‘alaih)
Semakin
tak bisa dibandingkan dengan panasnya dunia.
Ikut RPA
hanyalah salah satu amalan kecil. Jika tidak ikhlas jelas sia-sia. Mengeluh
panas, capek, tidak sesuai bayangan, menyusahkan. Bisa merusak keikhlasan. Yang
tidak ikut RPA dengan alasan yang mengada-ada tentu sudah melewatkan satu
kesempatan untuk berperan dalam kebaikan, meski kecil pasti ada balasannya. Dan tak hanya berhenti
pada RPA, terus berlomba dalam kebaikan. Menyempurnakan kewajiban, fardhu ‘ain
dan fardhu kifayah. Menambah dengan amalan nafilah, menjauhi yang haram dan
mengurangi yang mubah.
Dan salah
satu aktivitas wajib yang kurang dioptimalkan umat Islam saat ini adalah dakwah
menyerukan khilafah. Dakwah mengajak sholat sudah banyak, majelis dzikir
betebaran dimana-mana, haji sudah berkali-kali. Tentu bukan hal yang sia-sia.
Namun mengajak menegakkan khilafah ‘ala minhajinnubuwwah belumlah menjadi
aktivitas utama dalam dakwah. Khilafah, system yang menjadikan akidah islam
sebagai asas. System yang memberikan peluang bagi umat Islam melaksanakan hukum
Allah SWT dan peluang meraih ridha Allah pun semakin terbuka lebar.
Juga dakwah
mengingatkan penguasa agar menerapkan hukum Allah, mengingatkan pemimpin agar
adil tidak dzalim adalah aktivitas mulia, yang sayangnya asih sering dipandang
sebelah mata.
Demi
Allah, sesungguhnya pemberian hidayah oleh Allah kepada seseorang dengan perantaraan kamu
adalah lebih baik bagi kamu daripada seekor unta merah (HR
al-Bukhari).
Sesungguhnya jihad yang paling mulia adalah
kalimat kebenaran yang diucapkan di hadapan penguasa yang lalim (HR Ahmad)
Saat Rasulullah saw. ditanya mengenai
amal yang menyamai jihad fî sabîlil-Lâh,
beliau menjawab:
“Tidak ada.” Beliau pun
bersabda: “Apakah kamu mampu saat mujahid
pergi untuk berperang, lalu kamu pergi
ke tempat shalatmu, kemudian kamu menunaikan shalat tanpa henti dan engkau
berpuasa tanpa berbuka.” (HR
al-Bukhari).
Jika
aktivitas jihad demikian tinggi derajatnya di hadapan Allah, maka betapa tinggi
dan mulianya menyampaikan nasihat dan dakwah kepada penguasa yang lalim dan
fasik, sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw
#RapatdanPawaiAkbar
Jawa Timur memang sudah berlalu dan masih ada daerah-daerah lain yang akan
menyusul, namun lagkah dakwah tidak berhenti sampai di sini. Terus belajar
Islam, terus mengamalkan Islam, terus memperjuangkan khilafah demi ridha Allah
SWT.
Pare, 14
Mei 2015
No comments:
Post a Comment