Thursday 14 May 2015

RPA dan Panasnya Surabaya





Dulu  pernah baca tentang Rapat Ikada, peristiwa bersejarah :
Rapat Raksasa Lapangan Ikada terjadi pada 19 September 1945, saat Sukarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat di Lapangan Ikada dalam rangka memperingati 1 bulan proklamasi kemerdekaan. Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada tanggal 19 September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas (http://id.wikipedia.org/wiki/Rapat_Raksasa_Lapangan_Ikada)

Bagaimana dengan Rapat dan Pawai Akbar ( RPA)  1436 ?

Sama-sama dilaksanakan di tempat terbuka, ada yang di lapangan, alun-alun , depan masjid agung dan tempat terbuka lain. Luas , bisa menampung ribuan orang dan bisa disaksikan khalayak ramai. Namun tentu tema yang diangkat sangat berbeda. Tema utama Rapat dan Pawai Akbar Hizbut Tahrir tahun ini adalah Bersama Umat Menegakkan Khilafah, Selamatkan Indonesia dari Ancaman Neoliberalisme  dan Neoimperialisme. Mengopinikan dan menyampaikan kepada umat dengan cara terbuka tentang kedzaliman penguasa yang menerapkan system kapitalisme. Mengingatkan umat tentang wajibnya menerapkan hukum Allah SWT dalan naungan Khilafah.

Tak hanya rapat akbar, acara dilanjutkan dengan pawai akbar, terang-terangan mengajak umat untuk menerapkan system Khilafah, bukan yang lainnya.

Di Jawa Timur, RPA dilaksanakan di Kenjeran Park. Salah satu tempat di ibukota propinsi Jatim yang bisa menampung puluhan ribu peserta. Kenjeran Park terletak di pantai Kenjeran. Suhunya panas sekali. Surabaya saja terkenal dengan panasnya, apalagi pantainya. Sangat panas sekali. Langit biru cerah, matahari menyinari dengan teriknya. Panasnya begitu menyengat. Membakar kulit, membuat keringat terus mengucur. Pawai yang menyusuri jalan keluar Kenjeran juga tidak jauh berbeda, tetap panas seperti di dekat pantai. Membuat beberapa peserta terpaksa menghentikan langkah sejenak, beristirahat. Dan ada pula yang tak kuat melanjutkan langkah. Namun tentu yang tetap bertahan tetap tak terhitung jumlahnya.

Panasnya Surabaya, masih tak seberapa dengan panasnya Jazirah Arab menjelang terjadinya Perang Tabuk. Jalan yang ditempuh pun jalan mulus hampir tanpa hambatan, tanpa tanjakan. Berbeda dengan jalur yang ditempuh Rasulullah dan kaum muslimin menuju Tabuk. Jauh, medannya berat. Pasukan Tabuk diberi nama Jaisyul ‘Usrah (‘usrah artinya sulit). Jadi panasnya Surabaya dan rute pawai yang ditempuh belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Perang Tabuk.

Namun RPA dan Perang Tabuk mempunyai kesamaan, berlangsung di dunia. Masih bisa memilih antara ikut atau tidak. Dan tentu panasnya masih sama, panas standar dunia.

Bagaimana dengan panasnya akhirat ?
Manusia pada hari kiamat akan berkeringat hingga mengalir di permukaan bumi setinggi tujuh puluh hasta dan akan meneggelamkan mereka sampai ke telinganya. (Mutafaq ‘alaih)
Semakin tak bisa dibandingkan dengan panasnya dunia.


Ikut RPA hanyalah salah satu amalan kecil. Jika tidak ikhlas jelas sia-sia. Mengeluh panas, capek, tidak sesuai bayangan, menyusahkan. Bisa merusak keikhlasan. Yang tidak ikut RPA dengan alasan yang mengada-ada tentu sudah melewatkan satu kesempatan untuk berperan dalam kebaikan, meski kecil  pasti ada balasannya. Dan tak hanya berhenti pada RPA, terus berlomba dalam kebaikan. Menyempurnakan kewajiban, fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Menambah dengan amalan nafilah, menjauhi yang haram dan mengurangi yang mubah.

Dan salah satu aktivitas wajib yang kurang dioptimalkan umat Islam saat ini adalah dakwah menyerukan khilafah. Dakwah mengajak sholat sudah banyak, majelis dzikir betebaran dimana-mana, haji sudah berkali-kali. Tentu bukan hal yang sia-sia. Namun mengajak menegakkan khilafah ‘ala minhajinnubuwwah belumlah menjadi aktivitas utama dalam dakwah. Khilafah, system yang menjadikan akidah islam sebagai asas. System yang memberikan peluang bagi umat Islam melaksanakan hukum Allah SWT dan peluang meraih ridha Allah pun semakin terbuka lebar.

Juga dakwah mengingatkan penguasa agar menerapkan hukum Allah, mengingatkan pemimpin agar adil tidak dzalim adalah aktivitas mulia, yang sayangnya asih sering dipandang sebelah mata.

Demi Allah, sesungguhnya pemberian hidayah oleh Allah  kepada seseorang dengan perantaraan kamu adalah lebih baik bagi kamu daripada seekor unta merah (HR al-Bukhari).

Sesungguhnya jihad yang paling mulia adalah kalimat kebenaran yang diucapkan di hadapan penguasa yang lalim  (HR Ahmad)

Saat Rasulullah saw. ditanya mengenai amal yang menyamai jihad fî sabîlil-Lâh, beliau menjawab:

 “Tidak ada.” Beliau pun bersabda: “Apakah kamu mampu saat mujahid pergi untuk berperang, lalu  kamu pergi ke tempat shalatmu, kemudian kamu menunaikan shalat tanpa henti dan engkau berpuasa tanpa berbuka.”  (HR al-Bukhari). 
               
Jika aktivitas jihad demikian tinggi derajatnya di hadapan Allah, maka betapa tinggi dan mulianya menyampaikan nasihat dan dakwah kepada penguasa yang lalim dan fasik, sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw


#RapatdanPawaiAkbar Jawa Timur memang sudah berlalu dan masih ada daerah-daerah lain yang akan menyusul, namun lagkah dakwah tidak berhenti sampai di sini. Terus belajar Islam, terus mengamalkan Islam, terus memperjuangkan khilafah demi ridha Allah SWT.


Pare, 14 Mei 2015

No comments:

Post a Comment