Saturday 21 March 2020

Kesetaraan Gender Bukan Jaminan Pengentasan Kemiskinan

Sumber gambar : kemenpppa.go.id


Kemiskinan yang dialami jutaan perempuan saat ini mendorong para pegiat kesetaraan gender untuk terus menggaungkan idenya, meminta kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang ekonomi. Maka lahirlah upaya pemberdayaan perempuan dan tuntutan kesamaan kesempatan akses pekerjaan. Sehingga yang terjadi adalah berbondong-bondongnya perempuan mengisi berbagai kegiatan ekonomi dan lapangan kerja. Apakah masalah kemiskinan terselesaikan? Tidak. Malah semakin memperburuk kondisi. Muncul masalah baru yang mendera perempuan dan keluarga. Keluarnya perempuan atas dalih pemberdayaan ekonomi perempuan serta membantu perekonomian keluarga dalam rangka menyelesaikan masalah kemiskinan telah membuat fungsi peran keibuan perempuan terganggu, anak terlantar hingga terjerumus masalah besar. Maka kesetaraan gender yang selama ini terus digaungkan dan menjadi tuntutan para aktivis gender jelas bukan solusi untuk mengatasi kemiskinan perempuan khususnya. Karena kemiskinan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan yang sistematis, akibat permasalahan sistemik, yaitu diterapkan sistem kapitalisme terutama di bidang perekonomiannya. Sehingga yang perlu diperjuangkan bukanlah kesetaraan gender, namun perubahan sistemik.

Selain jelas tak memberi solusi, kesetaraan gender juga perlu diwaspadai, karena sejatinya ide kesetaraan gender adalah racun yang diberikan kepada perempuan. Kesetaraan gender  saat ini hanyalah topeng dari ideologi kapitalisme untuk mengeksploitasi perempuan, menjerumuskan perempuan ke dalam jurang terjal sekaligus melalaikan perempuan dari kewajiban berjuang untuk melakukan perubahan. Didorongnya  perempuan berlomba mengisi lapangan kerja dan sibuk dengan program pemberdayaan ekonomi perempuan adalah akal bulus para pemilik modal untuk mendapatkan tenaga kerja murah dalam rangka mengelola bisnis mereka, bukan murni untuk menolong para perempuan. Jahatnya lagi itu semua dilakukan juga demi kepentingan para pemilik modal, agar perempuan tetap menjadi sasaran pasar produk dan jasa yang telah dihasilakan, agar tetap ada para perempuan yang punya daya beli. Perempuan mandiri yang siap membelanjakan penghasilannya tanpa membebani lelaki.

Tak hanya mengeksplotasi perempuan, ide kesetaraan gender juga telah merenggut peran keibuan perempuan. Kesetaraan gender di bidang ekonomi sejatinya hanya mencetak perempuan yang menstandarkan kehidupan pada materi, perempuan berdaya itu yang menghasilkan materi, perempuan berdaya itu yang mandiri, perempuan berdaya itu yang tak tergantung pada   wali atau suami. Dan sebaliknya, perempuan yang tak bekerja dianggap tak berdaya. Tidak hanya mencetak perempuan yang terkontaminasi peradaban kapitalis, seperti biasa pengusung kapitalisme akan mencari keuntungan lebih, sambil menyelam minum air, sambil mengambil manfaat juga sekaligus menghancurkan perempuan. Peran perempuan yang tidak wajib mencari nafkah dibalik menjadi pihak yang seolah harus menjadi tulang punggung keluarga. Jelas ini merusak peran domestik  perempuan. Perempuan yang seharusnya konsentrasi mengatur rumah, mendidik anak, mendapatkan kemuliaan, wajib dijaga kehormatannya, dengan sukarela atau kadang terpaksa meninggalkan peran tersebut. Akibat terabaikannya peran domestik, yang mungkin terjadi adalah berkurangnya energi dan waktu perempuan untuk mengurus rumah, keluarga, anak dan suami. Akibat terburuknya adalah rusaknya rumah tangga. Anak kurang kasih sayang, perceraian, hingga terabaikannya hak dan kewajiban perempuan.

Lalu apakah perempuan tidak boleh memberdayakan diri secara ekonomi? Tidak ada larangan khusus. Perempuan tetap punya hak di sektor publik. Dia boleh berkarier, boleh mencari uang, boleh sekolah, mencari ilmu, menyampaikan pendapat, bahkan juga tetap wajib melakukan dakwah untuk mewujudkan perubahan. Namun syarat dan ketentuan berlaku, selama tidak melanggar hukum syara'. Khusus untuk bekerja, tidak boleh mengubah status diri menjadi tulang punggung keluarga sehingga merasa berdosa ketika tak bekerja. Tetap posisikan suatu aktivitas sesuai ketetapan syara'. Bekerja mubah, jangan sampai mengorbankan yang wajib, jangan pula bercita-cita menggantikan posisi lelaki. Tetap memposisikan lelaki terutama suami sebagai pemimpin.

Dengan demikian, kesetaraan gender bukan jaminan pengentasan kemiskinan, malah membuat masalah bagi keluarga dan perempuan. Kemiskinan yang saat ini terjadi tak hanya mendera perempuan saja, namun semuanya. Kemiskinan yang begitu hebatnya menimpa sebagian penduduk dunia adalah sebagai akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang memberikan jalan hanya kepada para pemilik modal untuk menguasai sumber daya alam dan kekayaan, orang-orang kalangan menengah ke bawah dipaksa berebut sebagian kecil sisanya. Maka tak heran kesenjangan akan semakin terbuka lebar. Belum lagi kebijakan yang menempatkan negara sebatas regulator saja akan membuat para pemilik modal semakin leluasa mengeruk kekayaan alam yang melimpah ruah, penguasaan infrasuktur oleh swasta-asing menambah daftar panjang melambungnya berbagai harga layanan jasa. Rakyat dibiarkan berjuang sendiri memenuhi semua kebutuhan yang biayanya semakin menggila. Oleh karena itu, solusi atas kemiskinan ini adalah dengan meninggalkan biang keladinya, yaitu sistem kapitalismeuntuk selanjutnya diganti dengan sistem Islam.

Solusi Islam dalam mengentaskan kemiskinan di antaranya adalah kebijakan perekonomian yang bebas dari riba, mengembangkan  usaha yang menggarap sektor produktif, menjamin pemenuhan kebutuhan mendasar manusia semisal pendidikan, kesehatan, dan keamanan dengan pembiayaan dari  kepemilikan umum yang salah satunya berupa SDA sehingga setiap keluarga bisa berkonsentrasi memenuhi kebutuhan individu, memberikan bantuan langsung kepada lelaki yang menjadi tulang punggung keluarga yang mempunyai keterbatasan tanpa mewajibkan perempuan bekerja, penerapan mata uang emas dan perak yang bebas inflasi. Negara benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengurus urusan rakyat, menjalankan relasi pelayanan bukan mencari keuntungan sebsarnya dari rakyatnya. Dengan kebijakan ini kemiskinan secara sistemik setidaknya bisa diminimalisir.


Nur Aini, S.Si
Aktivis Forum Peduli Muslimah dan Generasi (FORMASI) Pare Kediri

No comments:

Post a Comment