Thursday 1 August 2019

Sis Zainab, Om Nasjo dan Bang Tere


Jagat dumay semakin banyak dihiasi tulisan-tulisan bernas. Tulisan tanpa basa-basi menyajikan realitas negeri ini. Tidak hanya berisi kritik, tulisan-tulisan yang bertabaran banyak memberikan solusi, minimal ajakan untuk cermat melihat realitas negeri ini yang semakin karut-marut. Dan tak sedikit yang memberikan analsiis tajam, membongkar kebusukan perilaku politisi, penguasa dan pengusaha. Menguliti kebobrokan system demokrasi secular yang diterapkan di negeri +62.  Alhamdulillah, artinya semakin banyak yang sadar negeri in sedang tidak baik-baik saja, ada beribu masalah yang terjadi, maka harus ada solusi, jika dibiarkan negeri ini akan semakin terpuruk.

Di antara banyak penulis kritis ada nama yang mulai naik daun, dialah Sis Zainab Ghazali. Seorang perempuan yang tidak ingin berdiam diri melihat negeri tercintanya dihancurkan politisi secular yang bersimbiosis mutualisme dengan konglomerat jahat. Zainab  Ghazali seorang perempuan yang punya dedikasi tinggi membongkar makar-makar penguasa khianat, dia tidak akan berhenti meski siksaan dialami, meski penjara mengekangnya. Semua dilakukan karena rasa sayangnya pada umat yang dianggapnya seolah anak sendiri, tidak ada seorang pun ibu di dunia ini yang jika benar-benar cinta kepada anaknya akan membiarkan anaknya terperosok dalam lubang kenistaan kapitalisme dan social komunis. Sebagaimana yang dilakukan Zainab Al Ghazali dahulu di negeri kinanah. Meski sekarang sudah berkalang tanah, akan muncul Zainab Ghazali yang baru, yang terus menyuarakan keadilan, menyuarakan penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah.

Sebelum Zainab Ghazali, Nasirudin Joha terlebih dahulu membuat heboh negeri ini, tulisannya yang tajam, dengan kata yang menghujam telah banyak membuat gerah para pengkhianat umat. Tak sedikit tulisannya yang tiba-tiba menghilang begitu saja karena dianggap melanggar aturan konten di medsos. Terlihat jelas dari tulisannya, Nasjo bukanlah penulis recehan yang menginginkan sejuta penyuka, juga bukan pengemis  imbalan pundi rupiah. Tulisannya tepat menusuk jantung penguasa yang tak peduli akan nasib rakyatnya. Bahkan sekelas Gus yang menjadi pembicara istana pun penasaran dan menantangnya. Bukannya balas membuat tulisan, yang dilakukan pembenci Nasjo hanyalah persekusi rendahan, berkolaborasi dengan antek  penjajah tukang lapor. Namun, lenyapnya segelintir tulisan Nasjo tidak akan menyurutkan langkah. Nasjo semakin produktif menulis, semakin sering melontarkan celaan pada perilaku murahan politisi secular yang tak tahu diri. Yang pasti Nasjo akan terus bergentayangan sebagaimana sesumbarnya, Nasjo akan terus menulis selama ketidakdilan terus dipertontonkan, selama islam terus dihinakan.

Sedangkan Bang Tere, novelis produktif dengan karya yang istimewa, juga mulai turun gunung. Sepertinya sudah tidak tahan dengan suhu panas negeri ini yang semakin  mengkhawatirkan, meningkatkan pemanasan global yang kemudian akan menghancurkan bumi. Memang sudah lama juga nulis seputar politik dan realitas kekinian. Tulisannya tentang Bandara Kertajati juga tulisan seputar fakta negeri ini dan terakhir tentang fosil bus, juga perilaku korup para pejabat dll, menuai pro-kontra. Bahkan tak sedikit yang menghujat, mengancam akan meninggalkan hingga memboikot tulisannya. Apakah Bang Tere menyerah? Jelas, TIDAK. Bang Tere juga bukan penulis bau kencur yang hanya ingin karyanya dipuja. Sisi kemanusiaan yang diciptakan Allah dengan akal tidak akan membuat orang sekelas Bang Tere mundur hanya dengan gertakan sambal. Kepeduliaannya akan perubahan yang menjadi pertimbangan, kepeduliaan agar negeri ini tidak semakin hancur dengan perilaku busuk segelintir penduduknya menjadi penggugah agar kita tak boleh tinggal diam. Dan hebatnya Bang Tere ini adalah tokoh nyata, identitasnya jelas, alamatnya jelas, maka layak mendapatkan acungan jempol dan dukungan.

Sis Zainab, Om Nasjo dan Bang Tere, meski ada perbedaan namun mereka sama-sama tidak ambil pusing dengan perpecahan politik negeri ini akibat dukung-mendukung. Mereka sama-sama bukan dalam rangka berpihak, membela,  memusuhi 01 atau  02. Kritik mereka, kepeduliaan mereka bukanlah karena kekecewaan pada sang idola, namun murni demi masa depan negeri yang lebih baik lagi. Mereka bukanlah penulis status-status picisan dan pengunggah foto-foto untuk pamer ke khalayak ramai yang haus akan pengakuan dunia. Dan semoga beliau-beliau terus istiqamah dalam menyampaikan kebaikan, membuka mata dunia.

Dan untuk semua, menulislah. Jangan menunggu menjadi hebat, terus ramaikan dunia dengan opini islam, jangan biarkan para penulis liberal, sekular dan penjaja ide sosialis komunis mengisi otak pembaca dengan ide rusak mereka.

Dan saya, meski hanya bisa sedikit menulis, meski hanya tulisan remah-remah rengginang yang tersisa di dasar pojok kaleng biscuit kongwan, insya Allah ada satu komitmen yang ingin terus terwujud, dan memohon agar diberi keistiqamahan, setia menyampaikan Islam, syariah dan khilafah.

Pare, 1 Agustus 2019

No comments:

Post a Comment