Saturday 10 August 2019

HTI Sudah, FPI Kemudian, Selanjutnya?



HTI kembali naik daun . HTI kembali dikaitkan dengan Mas Enzo Cakep WNI blasteran  yang diterima di Akmil, Enzo auto detected sebagai simpatisan HTI dengan indicator pernah posting foto membawa ar rayah panji Rasulullah dan ibunya terindikasi aktivis 212.  Entahlah, siapa di sini yang lebay. Sedikit-sedikit dikaitkan dengan HTI, apapun masalahnya HTI dikambinghitamkan. Padahal HTI sudah dicabut BHPnya, tapi ingat dicabut BHP nya saja bukan otomatis  menjadi ormas terlarang, jangan terbawa framing jahat media. HTI itu bersih dari kasus korupsi, OTT KPK, tidak terlibat terorisme, tidak pernah membubarkan pengajian. Aktivisnya juga tetap taat dengan berbagai kebijakan pemerintah yang mubah untuk dilaksanakan. Tapi sungguh kejam nian rezim anti Islam ini, tergesa-gesa membuat PERPPU, melanggar prinsip kebebasan berserikat, terburu-buru mengambil keputusan dengan mengabaikan peran pengadilan.

Tak hanya ribut dengan HTI, sebelumnya sempat heboh dengan perpanjangan SKT FPI, kesengajaan mengulur dan mempersulit perpanjangan izin ormas FPI dan yang terakhir muncul klaim-kalim untuk menyembunyikan peran Habib Riziq saat pemakaman Mbah Moen di Mekkah. Media terus memojokkan FPI, dan pemerintah katanya terus mengkaji AD  ART FPI yang katanya masih sepakat dengan khilafah. Apalagi dengan hasil ijtima' ulama' 4, semakin banyak yang meradang, khilafah pun lagi-lagi disalahkan.

Mengapa penguasa dan aparatnya begitu lebay dengan HTI dan FPI? Sekadar kurang kerjaan, cari sensasi, menutupi kebijakan yang semakin tidak populis, atau memang terus menyerang semua yang kritis dengan kebijakan penguasa, atau terus melangkah membendung kebangkitan Islam?

Semuanya mungkin benar. Kurang kerjaan, karena masalah rakyat banyak yang harus dipikirkan, menutupi kebijakan yang semakin karut-marut membuat negeri ini terpuruk, mengamankan posisi karena sadar kekuasaannya tak layak didapatkan, dan jelas sedang berusaha sekuat tenaga membendung kebangkitan Islam seiring dengan semakin kuatnya opini khilafah. Lihat saja, serampangan menuduh khilafah yang bikin susah, murahan menuduh bendera tauhid sebagai bendera terlarang.

Apakah akan berhenti pada HTI dan FPI saja? Bisa ya, bisa tidak. Yang memilih merapat, berbaik hati, bersikap manis apalagi menjilat penguasa, pasti akan mendapat permen manis, mendapat jabatan, mendapatkan gelontoran dana, mendapatkan apa saja yang diinginkan. Yang memilih untuk tetap kritis dengan penguasa yang nyata kebijakannya begitu kental dengan neoliberalisme bisa jadi akan menjadi target berikutnya. Apalagi yang istiqamah menyuaran penerapan Islam kaffah, tunggu saja tanggal mainnya, rezim anti Islam akan mencari segala cara untuk membidik.

Kembali kepada khilafah, institusi yang ditakuti pengemban ideology kapitalisme dan sosialis-komunis. Usaha untuk menghancurkan khilafah sudah terjadi sejak jauh hari, sejak khilafah masih ada. Barat menghancurkan khilafah, memastikan khilafah tidak bangkit lagi dan menentang semua upaya untuk mengembalikan khilafah. Ibaratnya, khilafah dibunuh, dikubur di dalam tanah yang sangat dalam kembali agar tidak kembali bangkit, kebangkitannya dimonsterisasi, umat Islam dibuat takut dengan khilafah yang merupakan ajaran Islam, bahkan dipengaruhi untuk membencinya. Apakah usaha Barat berhasil? Tidak, khilafah pasti tegak. Tidak bisa dibendung oleh siapapun. Dan kita, dengan segala monsterisasi khilafah akankah berhenti menyampaikannya? Tidak juga.

Terus harus bagaimana? Ikut berjuang menegakkan khilafah. Tidak mencukupkan diri sebagai penonton, mari jadi pemain, piala hanya diberikan kepada pemain. Mengkaji Islam, semua ajarannya, termasuk khilafah salah satunya.

Pare, 9 Agustus 2019

No comments:

Post a Comment