Monday 26 August 2019

Jangan Bubarkan Banser

Menyapa anggota Banser saat pengamanan peringatan Hari Santri 2016
(Barat Stadion Canda Bhirawa Pare Kediri)


Membaca berita, salah satu tuntutan pendemo di Sorong Papua Barat  adalah pembubaran ormas Banser. Belum tahu benar apakah Banser yang sama seperti yang ada dalam angan saya. Jika benar saya tidak sepakat jika Banser dibubarkan.

Dahulu pernah akan menghadiri pengajian akbar di Surabaya, memang sudah mendengar kabar jika pengajian tersebut akan digagalkan Banser. Sebagai orang yang pernah tinggal di Surabaya tidak yakin dengan kabar tersebut,tidak mungkin Banser sekejam itu,  maka berangkatlah dari Pare. Pengajian di Surabaya dimulai pagi, agar tidak telat berangkat dari Pare sebelum shubuh. Harapannya sudah sampai di Surabaya saat waktu shubuh dan bisa salat shubuh di tempat acara, namun apa dikata, tidak bisa tepat waktu. Akhirnya berusaha mencari masjid yang terdekat yang dilewati. Namun sungguh nestapa yang terasa, seolah tak percaya ini menimpa. Tidak boleh salat berhenti dan beristirahat menunggu waktu shuhuh yang sebentar lagi tiba. Pintu gerbang masjid tertutup, di luar dijaga Banser, mereka menghalau orang yang hendak masuk masjid. Seumur-umur merantau, apalagi di Surabaya baru kali ini tidak boleh salat. Banser pula yang tidak membolehkan. Hampir meneteskan mata, benar-benar tak percaya Banser begitu tega. Sesaat terasa sakit dan sesak di dada. Tapi terus mengingat sebuah nasehat, jaga ukhuwah islamiyah, jangan mau diadu domba dengan sesama muslim, serukan persatuan bukan perpecahan. Banser muslim, kita juga muslim, kita bersaudara, itu yang terus tertanam dalam pikiran. Dan di saat lain ketika masih saja mendengar kabar persekusi pengajian oleh Banser, pembakaran bendera tauhid oleh Banser, dan banyak lagi ulahnya, juga masih tetap tidak percaya itu benar-benar menjadi ulah Banser. Dan masih tetap optimis Banser tidak akan sekejam dan sebodoh itu. Jika pun ada, itu hanya oknum saja.

Banser, tak bisa dilepaskan dari NU. Sedangkan tetangga, kerabat, kenalan, saudara tidak sedikit yang aktif di NU. Memusuhi Banser bagi saya sama berarti memusuhi tetangga, kerabat, kenalan, bahkan keluarga. Maka juga tak berharap Banser dibubarkan. Namun tetap juga tidak sepakat dengan ulah oknum yang begitu brutalnya, seolah merasa benar sendiri, merasa paling kuat, paling berkuasa, boleh berbuat apa saja. Menduga mereka saat ini sedang diuji dengan itu semua. Apapun yang menjadi tindakannya seolah dibiarkan begitu saja oleh penguasa, mungkinkah ada simbiosis mutualisme dengan rezim yang berkuasa? Ada kedudukan, ada kucuran dana, ada kepercayaan namun semua harus dibayar dengan kesetiaan. Apapun yang diminta penguasa akan dilakukan dengan sukarela. Memang benar ada kewajiban taat kepada ulil amri, namun bukan sembarang ulil amri, hanya ulil amri yang taat kepada Allah dan RasulNya yang wajib ditaati. Bukan penguasa yang menerapakan system kapitalisme secular. Atau mungkin mereka berdalil, negera ini adalah wujud akad sepakat dari para ulama pendahulu, namun ini harus ditelusuri dengan jeli. Benarkah ulama final meyerah atau masih berusaha mengubah arah menuju penerapan syariah? Akad yang bagaimanakah yang boleh terus dilanjutkan?

Kembali pada pembubaran Banser, mungkinkah terjadi? Sangat mungkin, apalagi jika sikap arogan terus ditunjukkan, lama-lama masyarakat akan menuntut keadilan. Maka jika tidak ingin dibubarkan apa yang harus dilakukan? Yang pasti tidak boleh terus menjilat pada penguasa, berada di bawah ketiak penguasa, karena bagaimana pun juga mengandalkan keberadaan pihak lain (selain Allah) itu bukan sikap kesatria.

Catatan untuk Banser yang begitu mudah mempersekusi (tidak berlaku untuk Banser yang saya kenal yang insya Allah tidak pernah saya jumpai terlibat aksi persekusi) :
Banser harus mengubah diri, mendekat kepada umat, merangkul umat, bukan menjadi algojo penguasa yang legitimasinya rendah di mata rakyat. Banser harus mempunyai idealisme yang sahih, berpegang teguh pada Alquran dan Hadits, kembali belajar memperbanyak ilmu sebagaimana generasi ahlu sunah wal jamaah, mengabdi semata karena ilahi bukan karena dijanjikan materi dan kedudukan duniawi. Tidak mengandalkan kultus individu, tidak pula semata taat tanpa ilmu. Banser harus membiasakan berpikir cemerlang, fikrul mustaniir agar  tidak mudah terbawa arus atau maalah mudah disetir. Agar tidak mudah terdoktrin dan terdogma. Banser harus cerdas, jangan mau dibenturkan dengan sesama umat Islam. Harus menjadi pihak yang terdepan untuk mengajak umat bersatu, merangkul seluruh  umat Nabi Muhammad. Belajar memilah mana masalah ushul dan mana masalah furu’. Menambah cakrawala keilmuwan dengan ikut kajian tsaqafah Islam secara intensif, tidak melulu menjaga pengajian namun juga ikut dalam pengajian, dengan begitu ilmunya akan semakin bertambah dan bertambah, ibarat padi semakin berisi semakin merunduk, semakin tawadhuk, semakin mengayomi. Insya Allah dengan begitu umat akan semakin dekat dengan Banser.



Pare, 27 Agusutus 2019

No comments:

Post a Comment