Friday 9 August 2019

Karena Budaya Barat, HIV-AIDS di Kota Sekecil Tulungagung Jadi Tak Terbendung


Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung mendapati 21 pelajar positif tertular HIV. Kasus HIV ini ditemukan saat dinas melakukan pemeriksaan terhadap 175 pelajar pria yang pernah melakukan hubungan sesama jenis (lelaki seks sesama lelaki/LSL). "Temuan ini berdasar hasil pemeriksaan VCT terhadap kelompok remaja LSL yang sudah kami lakukan," kata Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Didik Eka di Tulungagung, Rabu (31/7). Didik mengatakan, jumlah kasus HIV di kalangan pelajar pelaku LSL di Tulungagung yang sebenarnya bisa lebih banyak. Pasalnya, tidak semua pelajar mengikuti konseling dan pemeriksaan secara sukarela (Voluntary Counselling and Testing/VCT) tersedia di RSUD dr Iskak maupun klinik terdaftar di Dinas Kesehatan. "Yang jelas mereka masuk kelompok risiko tinggi tertular HIV," kata Didik. (Republika.co.id, 31/7/2019).

Sebuah cuplikan berita yang dimuat di media nasional dengan tempat kejadian nun jauh dari kota besar. Sebuah daerah pinggiran yang bisa jadi tak banyak menduga akan terkena imbas perilaku rusak yang sebelumnya identik hanya terjadi di kota metropolis. Artinya kerusakan moral sudah merata, bencana kemanusiaan sudah mengincar semua tak peduli dimana tempat tinggalnya. Juga bukan peristiwa yang tiba-tiba terjadi, karena kasus ini merupakan kelanjutan dari penyelidikan perilaku menyimpang seorang perias waria yang melakukan kejahatan seksual terhadap 50 anak lebih sejak 2014. Jelas ini bukanlah karena seseorang yang berpegang teguh  ajaran Islam, Islam melaknat pria yang sengaja menirukan wanita, Islam melarang perilaku menyimpang dan memberi sanksi tegas pada pelaku seks menyimpang. Ini semua akibat sistem sekular yang membiarkan manusia bebas berbuat sesuka hatinya, abai dengan syariat agama. Dan ini juga bukan semata kesalahan personal, ketidakpedulian masyarakat dan negara menjadi faktor utama.

Tulungagung adalah daerah yang terkenal sebagai penyumbang TKI, sebagian besar orang dewasa bahkan orang tua merantau keluar negeri, dan salah satu akibatnya adalah anak besar tanpa pendidikan dan bekal agama yang layak. Anak hidup bebas menikmati materi hasil ketingat orang tuanya, sedangkan orang tua merasa cukup dengan sekadar mencukupi kebutuhan materi. Di sisi lain masyarakat sudah terbiasa dengan gaya hidup bebas dan negara cenderung lepas tangan dengan pemenuhan ekonomi  rakyatnya dan abai dengan kerusakan moral generasi bangsa. Negara hanya mengejar investasi serta pundi-pundi rupiah yang datang dari para wisatawan dengan mengejar pembangunan sector pariwisata namun lalai dengan pembekalan moral generasi. Parahnya lagi negara begitu gencarnya menakuti rakyatnya dengan cap-cap radikal bagi elemen masyarakat yang hendak meyelamatkan generasi dengan bekal agama.

Semua ini harus diakhiri, apa yang terjadi di Tulungagung hanyalah kasus kecil yang sudah terungkap, bisa jadi masalah besar menanti di daerah lain atau di waktu yang akan datang. Kita tidak boleh mempertaruhkan masa depan bangsa ini dengan membiarkan kehidupan remaja dalam cengkeraman sistem sekular. Aqidah dan kesadaran terikat pada syariat Allah SWT adalah bekal utama meyelamatkan bangsa, masyarakat yang peduli, kegigihan jamaah dakwah yang terus mengingatkan pentingnya penerapan Islam kaffah dan yang terpenting adalah peran negara yang mempunyai komitmen menyelamatkan rakyatnya di dunia dan akhirat kelak. Negara yang menjadikan Islam sebagai pijakan. Negara yang menjadikan Rasulullah saw dan para khalifah penggantinya sebagai teladan.


No comments:

Post a Comment