Dinas Kesehatan Kabupaten
Tulungagung mendapati 21 pelajar positif tertular HIV. Kasus HIV ini ditemukan
saat dinas melakukan pemeriksaan terhadap 175 pelajar pria yang pernah
melakukan hubungan sesama jenis (lelaki seks sesama lelaki/LSL). "Temuan ini berdasar hasil pemeriksaan VCT
terhadap kelompok remaja LSL yang sudah kami lakukan," kata Kepala Seksi
Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Didik Eka di
Tulungagung, Rabu (31/7). Didik mengatakan, jumlah kasus HIV di kalangan
pelajar pelaku LSL di Tulungagung yang sebenarnya bisa lebih banyak. Pasalnya,
tidak semua pelajar mengikuti konseling dan pemeriksaan secara sukarela (Voluntary
Counselling and Testing/VCT) tersedia di RSUD dr Iskak maupun
klinik terdaftar di Dinas Kesehatan. "Yang jelas mereka masuk kelompok
risiko tinggi tertular HIV," kata Didik. (Republika.co.id, 31/7/2019).
Sebuah cuplikan berita yang dimuat di media nasional
dengan tempat kejadian nun jauh dari kota besar. Sebuah daerah pinggiran yang
bisa jadi tak banyak menduga akan terkena imbas perilaku rusak yang sebelumnya identik
hanya terjadi di kota metropolis. Artinya kerusakan moral sudah merata, bencana
kemanusiaan sudah mengincar semua tak peduli dimana tempat tinggalnya. Juga
bukan peristiwa yang tiba-tiba terjadi, karena kasus ini merupakan kelanjutan
dari penyelidikan perilaku menyimpang seorang perias waria yang melakukan
kejahatan seksual terhadap 50 anak lebih sejak 2014. Jelas ini bukanlah karena
seseorang yang berpegang teguh ajaran
Islam, Islam melaknat pria yang sengaja menirukan wanita, Islam melarang
perilaku menyimpang dan memberi sanksi tegas pada pelaku seks menyimpang. Ini
semua akibat sistem sekular yang membiarkan manusia bebas berbuat sesuka
hatinya, abai dengan syariat agama. Dan ini juga bukan semata kesalahan
personal, ketidakpedulian masyarakat dan negara menjadi faktor utama.
Tulungagung adalah daerah yang terkenal sebagai
penyumbang TKI, sebagian besar orang dewasa bahkan orang tua merantau keluar
negeri, dan salah satu akibatnya adalah anak besar tanpa pendidikan dan bekal
agama yang layak. Anak hidup bebas menikmati materi hasil ketingat orang tuanya,
sedangkan orang tua merasa cukup dengan sekadar mencukupi kebutuhan materi. Di
sisi lain masyarakat sudah terbiasa dengan gaya hidup bebas dan negara
cenderung lepas tangan dengan pemenuhan ekonomi
rakyatnya dan abai dengan kerusakan moral generasi bangsa. Negara hanya
mengejar investasi serta pundi-pundi rupiah yang datang dari para wisatawan
dengan mengejar pembangunan sector pariwisata namun lalai dengan pembekalan
moral generasi. Parahnya lagi negara begitu gencarnya menakuti rakyatnya dengan
cap-cap radikal bagi elemen masyarakat yang hendak meyelamatkan generasi dengan
bekal agama.
Semua ini harus diakhiri, apa yang terjadi di
Tulungagung hanyalah kasus kecil yang sudah terungkap, bisa jadi masalah besar
menanti di daerah lain atau di waktu yang akan datang. Kita tidak boleh
mempertaruhkan masa depan bangsa ini dengan membiarkan kehidupan remaja dalam
cengkeraman sistem sekular. Aqidah dan kesadaran terikat pada syariat Allah SWT
adalah bekal utama meyelamatkan bangsa, masyarakat yang peduli, kegigihan
jamaah dakwah yang terus mengingatkan pentingnya penerapan Islam kaffah dan
yang terpenting adalah peran negara yang mempunyai komitmen menyelamatkan
rakyatnya di dunia dan akhirat kelak. Negara yang menjadikan Islam sebagai
pijakan. Negara yang menjadikan Rasulullah saw dan para khalifah penggantinya
sebagai teladan.
No comments:
Post a Comment