Menyapa anggota Banser saat pengamanan peringatan Hari Santri 2016
(Barat Stadion Canda Bhirawa Pare Kediri)
(Barat Stadion Canda Bhirawa Pare Kediri)
Membaca berita, salah satu
tuntutan pendemo di Sorong Papua Barat
adalah pembubaran ormas Banser. Belum tahu benar apakah Banser yang sama
seperti yang ada dalam angan saya. Jika benar saya tidak sepakat jika Banser
dibubarkan.
Dahulu pernah akan menghadiri
pengajian akbar di Surabaya, memang sudah mendengar kabar jika pengajian
tersebut akan digagalkan Banser. Sebagai orang yang pernah tinggal di Surabaya
tidak yakin dengan kabar tersebut,tidak mungkin Banser sekejam itu, maka berangkatlah dari Pare. Pengajian di
Surabaya dimulai pagi, agar tidak telat berangkat dari Pare sebelum shubuh.
Harapannya sudah sampai di Surabaya saat waktu shubuh dan bisa salat shubuh di
tempat acara, namun apa dikata, tidak bisa tepat waktu. Akhirnya berusaha
mencari masjid yang terdekat yang dilewati. Namun sungguh nestapa yang terasa,
seolah tak percaya ini menimpa. Tidak boleh salat berhenti dan beristirahat
menunggu waktu shuhuh yang sebentar lagi tiba. Pintu gerbang masjid tertutup,
di luar dijaga Banser, mereka menghalau orang yang hendak masuk masjid.
Seumur-umur merantau, apalagi di Surabaya baru kali ini tidak boleh salat.
Banser pula yang tidak membolehkan. Hampir meneteskan mata, benar-benar tak
percaya Banser begitu tega. Sesaat terasa sakit dan sesak di dada. Tapi terus
mengingat sebuah nasehat, jaga ukhuwah islamiyah, jangan mau diadu domba dengan
sesama muslim, serukan persatuan bukan perpecahan. Banser muslim, kita juga
muslim, kita bersaudara, itu yang terus tertanam dalam pikiran. Dan di saat
lain ketika masih saja mendengar kabar persekusi pengajian oleh Banser,
pembakaran bendera tauhid oleh Banser, dan banyak lagi ulahnya, juga masih
tetap tidak percaya itu benar-benar menjadi ulah Banser. Dan masih tetap
optimis Banser tidak akan sekejam dan sebodoh itu. Jika pun ada, itu hanya
oknum saja.
Banser, tak bisa dilepaskan dari
NU. Sedangkan tetangga, kerabat, kenalan, saudara tidak sedikit yang aktif di
NU. Memusuhi Banser bagi saya sama berarti memusuhi tetangga, kerabat, kenalan,
bahkan keluarga. Maka juga tak berharap Banser dibubarkan. Namun tetap juga
tidak sepakat dengan ulah oknum yang begitu brutalnya, seolah merasa benar
sendiri, merasa paling kuat, paling berkuasa, boleh berbuat apa saja. Menduga
mereka saat ini sedang diuji dengan itu semua. Apapun yang menjadi tindakannya
seolah dibiarkan begitu saja oleh penguasa, mungkinkah ada simbiosis mutualisme
dengan rezim yang berkuasa? Ada kedudukan, ada kucuran dana, ada kepercayaan
namun semua harus dibayar dengan kesetiaan. Apapun yang diminta penguasa akan
dilakukan dengan sukarela. Memang benar ada kewajiban taat kepada ulil amri,
namun bukan sembarang ulil amri, hanya ulil amri yang taat kepada Allah dan
RasulNya yang wajib ditaati. Bukan penguasa yang menerapakan system kapitalisme
secular. Atau mungkin mereka berdalil, negera ini adalah wujud akad sepakat
dari para ulama pendahulu, namun ini harus ditelusuri dengan jeli. Benarkah
ulama final meyerah atau masih berusaha mengubah arah menuju penerapan syariah?
Akad yang bagaimanakah yang boleh terus dilanjutkan?
Kembali pada pembubaran Banser,
mungkinkah terjadi? Sangat mungkin, apalagi jika sikap arogan terus
ditunjukkan, lama-lama masyarakat akan menuntut keadilan. Maka jika tidak ingin
dibubarkan apa yang harus dilakukan? Yang pasti tidak boleh terus menjilat pada
penguasa, berada di bawah ketiak penguasa, karena bagaimana pun juga
mengandalkan keberadaan pihak lain (selain Allah) itu bukan sikap kesatria.
Catatan untuk Banser yang begitu
mudah mempersekusi (tidak berlaku untuk Banser yang saya kenal yang insya Allah
tidak pernah saya jumpai terlibat aksi persekusi) :
Banser harus mengubah diri,
mendekat kepada umat, merangkul umat, bukan menjadi algojo penguasa yang
legitimasinya rendah di mata rakyat. Banser harus mempunyai idealisme yang
sahih, berpegang teguh pada Alquran dan Hadits, kembali belajar memperbanyak
ilmu sebagaimana generasi ahlu sunah wal jamaah, mengabdi semata karena ilahi
bukan karena dijanjikan materi dan kedudukan duniawi. Tidak mengandalkan kultus
individu, tidak pula semata taat tanpa ilmu. Banser harus membiasakan berpikir
cemerlang, fikrul mustaniir agar tidak
mudah terbawa arus atau maalah mudah disetir. Agar tidak mudah terdoktrin dan
terdogma. Banser harus cerdas, jangan mau dibenturkan dengan sesama umat Islam.
Harus menjadi pihak yang terdepan untuk mengajak umat bersatu, merangkul
seluruh umat Nabi Muhammad. Belajar
memilah mana masalah ushul dan mana masalah furu’. Menambah cakrawala keilmuwan
dengan ikut kajian tsaqafah Islam secara intensif, tidak melulu menjaga
pengajian namun juga ikut dalam pengajian, dengan begitu ilmunya akan semakin
bertambah dan bertambah, ibarat padi semakin berisi semakin merunduk, semakin
tawadhuk, semakin mengayomi. Insya Allah dengan begitu umat akan semakin dekat
dengan Banser.
Pare, 27 Agusutus 2019