Thursday 14 March 2019

Miss, Mister, Hei Tayo!


Awalnya tidak nyaman dengan panggilan Miss atau Mister, terasa asing di telinga tapi akhirnya terbiasa juga. Tapi saya tetap tidak mau dipanggil Ms, tetap tidak nyaman.

Di Pare, yang memang banyak tempat kursus bahasa Inggris panggilan Miss dan Mister sudah biasa. Terutama untuk memanggil pengajar kursus.  Namun lama-kelamaan panggilan itu digunakan secara umum di antara sesama teman yang sedang kursus. Bahkan meluas kepada siapapun yang terlibat di kursusan.

Terlepas panggilan Miss dan Mister sudah menjadi kebiasaan, tetap saja ada pembedaan, tidak sembarangan digunakan. Masih memandang siapa yang akan disapa. Intinya kondisional saja. Ga usah dibikin ribet.

Meski kadang kurang tepat, karena sudah biasa akhirnya memaklumi saja. Entah menggunakan sapaan Mr, Mrs, Miss, Ms sudahlah intinya mereka hendak memanggil.

Itu tentang pilihan kata panggilan dan sapaan. Semua orang pasti berusaha menyesuaikan, tidak berucap sembarangan.

Tentang Hei Tayo
Beberapa waktu lalu sempat tren memanggil seseorang dengan hei, namun bukannya melanjutkan dengan nama, dan benar-benar sengaja memanggil, hanya berakhir dengan candaan dan ketidakseriusan. Hanya sebatas candaan dan menggoda saja karena, akhirnya berkata : Hei,Tayo!

Di kelas saya, jika ada yang menyengaja menggoda temannya dengan panggilan “ Hei, Tayo!” maka akan mendapat peringatan, jika berulang akan diberi sanksi, untuk memberi pelajaran agar tidak sembarangan memanggil orang lain, tidak iseng.

Dan yang sebelumnya heboh, usulan penggunaan kata nonmuslim untuk menggantikan kata kafir. Kata kafir dianggap intoleran dan membahayakan kesatuan serta kebhinekaan bangsa.

Terlepas dari kontroversi yang muncul, mari mengembalikan bagaimana seharusnya bersikap dalam kehidupan bermasyarakat.

Saat ini, dimana Islam belum diterapkan secara kaffah, belum tegak khilafah bukan berarti seorang muslim tidak memperhatikan adab dalam pergaulan.

Insya Allah muslim yang paham adab, tidak akan memanggil kerabat, tetangga atau teman yang tidak beragama Islam dengan embel-embel kafir. Karena ini dalam ranah akidah, selama tidak ada pemaksaan, wajib saling menghormati, tidak boleh mencampuradukkan akidah. Tidak perlu menjadi sebab permusuhan. Dalam realitas, tidak pernah menjumpai orang memanggil dengan kata “ Hei, kafir!”

Berbeda ketika berbicara terkait pembahasan akidah, terutama dalam majelis ilmu. Baik majelis homogen muslim maupun heterogen. Pandangan tentang iman dan kafir harus dikembalikan pada dalil, mendefinisikan kafir secara istilah syara’, bukan sesuai keinginan semata.

Sedangkan ketika system khilafah yang diterapkan, ada kejelasan posisi orang kafir. Islam mempunyai pandangan yang jelas tentang kedudukan orang kafir. Orang kafir yang tunduk di bawah aturan Islam dan menjadi warga Negara khilafah adalah kafir dzimmi. Secara umum mempunyak hak dan kewajiban yang sama dengan muslim dalam konteks sama-sama sebagai warga Negara. Kafir dzimmi dijamin keamanan, kehormatan, dilindungi harta dan nyawanya.

Kafir musta’min, orang kafir yang memasuki wilayah khilafah dengan aman. Sesuai dengan namanya, maka ketika berada dalam wilayah khilafah, keamanan kafir musta’min dijamin oleh Negara khilafah.

Kafir mu’ahid, orang kafir yang sedang mengikat perjanjian dengan Negara khilafah, maka akan diperlakukan sesuai dengan isi perjanjian.

Kafir harbi, orang kafir yang memusuhi Islam dan khilafah. Terbagi menjadi 2, kafir harbi secara hukum yang sedang mengikat perjanjian, diperlakukan sesuai perjanjian yang ada batasnya dan kafir harbi hakiki secara nyata memusuhi Negara Khilafah, tidak ada kerjasama dengan kafir harbi hakiki.

Maka jika ingin memperjelas posisi nonmuslim, terapkan saja system khilafah, standarnya jelas, hukum syara’. Bukan HAM apalagi sentimen politik. Sungguh usulan rendahan yang penuh intrik kepentingan, seolah nampak toleran di permukaan, namun sejatinya mereka sedang mengobok-obok ajaran Islam.

Jadi, belajar saja, tambah ilmu, luruskan niat semata untuk menaikkan derajat takwa agar tidak mudah menimbulkan kegaduhan. Tidak memecah belah umat.

Terus belajar Islam kaffah, mendakwahkan khilafah agar semua diatur sesuai syariah, bukan seperti saat ini, hidup dalam naungan kapitalisme, memisahkan agama dari kehidupan, hanya akan menimbulkan kebingungan dan berakhir pada kesengsaraan.


Di tulisan Nonmuslim Juga Sepakat saya memilih menggunakan kata nonmuslim, bukan kafir. Tetapi di tulisan Puteri Muslimah vs Putri Kafir ? dan Menghormati Akidah Orang Kafir saya menggunakan kata kafir, karena konteksnya berbeda. 


Pare, 14 Maret 2019






1 comment:

  1. JADIKAN AGEN KAMI MENJADI FAVORIT ANDA ,
    AYOO BERGABUNG BERSAMA RIBUAN MEMBER KAMI YANG LAINNYA
    HANYA DI HTTP :// WWW.ARENA-DOMINO.COM
    BONUS ROLLINGAN TERBESAR 0,3 % SETIAP MINGGUNYA .

    ReplyDelete