Sakit, bukan kondisi yang
dirindukan, namun ketika memang Allah sudah menetapkan manusia tidak bisa berbuat
apa-apa, di saat itulah kita harus menerima. Ridha dengan apa yang sudah ditetapkan
Allah.
Apakah kamu mengira bahwa kamu
akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orangorang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,
“Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan
Allah itu amat
dekat. (TQS. alBaqarah [2]: 214)
Seorang muslim yang diuji dengan
rasa sakit karena duri atau yang lebih dari
itu, maka Allah
pasti akan menebus
kesalahan-kesalahannya
karena musibah itu, sebagaimana
suatu pohon menggugurkan daunnya.
(Mutafaq ‘alaih).
Satu duri atau yang lebih dari
itu, yang menimpa seorang mukmin, maka pasti dengan duri itu Allah akan
mengurangi kesalahannya. Dalam satu
riwayat dikatakan “naqushshu”artinya kami akan mengurangi. (Mutafaq ‘alaih)
Setiap musibah yang menimpa
seorang mukmin, berupa sakit yang berterusan,
sakit yang biasa, kebingungan, kesedihan, kegundahan hingga duri
yang menusuknya, maka
pasti musibah itu akan menjadi penghapus
bagi kesalahan-kesalahannya. (Mutafaq‘alaih).
Namun bukan berarti penerimaan itu
tidak disertai dengan upaya dan hanya diam tak berbuat. Sabar menerima ujian
itu bukan berarti tidak berbuat apa-apa. Sabar dan ikhlas ketika dapat ujian,
termasuk sakit, adalah sebuah kewajiban. Kewajiban ini tidak mengeleminasi
kewajiban lain hingga kita memaklumi diri tidak menunaikan kewajiban lain.
Selalu mengingat perjuangan
Rasulullah, pengorbanan dan kesabaran para sahabat dan salafus saleh. Mereka lah
teladan terbaik dalam kehidupan.
Rasulullah manusia mulia yang
dijamin masuk surga terus mengemban dakwah Islam hingga wafat
Abu Bakar Ash Shidiq rela menahan sakit saat dalam pengejaran
Quraisy dalam perjalanan menemani Rasululllah Hijrah demi keselamatan
Rasulullah
Asma’ binti Abu Bakar dalam
kondisi hamil menempuh perjalanan yang sulit untuk mengirim logistik Rasulullah
dan Abu Bakar
Ali bin Abi Thalib tetap
berangkat jihad dan menerima panji Rasulullah meski sakit mendera
Saad bin Muadz terus bertahan
melindungi Rasulullah saat perang Khandaq meski tubuh terpanah, menunaikan
amanah menyelesaikan masalah Bani Quraidzah
Saad bin Abi Waqas terus
menunaikan tugas di medan jihad meski sakit yang teramat saat futuhat Qadisiyah.
Dan hari ini mengunjungi rumah
sakit, mengunjungi pasien yang berbaring tak berdaya. Gerak dibatasi tak boleh
kemana-mana. Selang infus dan oksigen menjuntai, terhubung ke tubuh yang lemah
tak bertenaga. Saat itulah tubuh memang harus istirahat. Benar-benar tidak bisa
berbuat apapun.
Terkadang malu, merasa sakit yang
mendera adalah sesuatu yang luar biasa menyakitkan dan menyengsarakan, hingga
memaklumi diri untuk menghentikan sejenak aktivitas yang terasa berat padahal
wajib hukumnya. Malu dengan orang-orang mulia yang masih saja semangat meski
tubuh tak punya daya. Malu dengan orang-orang yang tetap kuat saat ujian
menyapa, dengan alasan yang terkadang terdengar klise di telinga : Bisa jadi ini
adalah kesempatan terakhir untuk berbuat baik, kesempatan terakhir melaksanakan
kewajiban.
mengingat kembali : Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah Bab 8 : Sabar Menghadapi Cobaan dan Ridha terhadap Qadha
Pare, 4 Februari 2017
`
No comments:
Post a Comment