Friday, 10 February 2017

Februari Kelabu dan Wisata Jeglongan Sewu


Februari setiap tahun, waktunya membayar pajak kendaraan. Dan selalu saja setelah bayar pajak ada saja masalah di motor. Untuk tahun ini rem yang bermasalah. Jadilah biaya yang harus dikeluarkan untuk ngurusi motor selalu membengkak di bulan Februari.

Tahun ini bayar pajak bertepatan dengan hari Senin, seperti biasa, layanan di hari Senin hampir di  semua instansi pemerintah selalu diserbu banyak orang. Antrian membludak. Sambil nunggu giliran dipanggil, mendengarkan dengan cermat panggilan-panggilan dari petugas. Petugas menyebutkan nama, alamat dan jumlah pajak yang harus dibayar. Selama menunggu jumlah minimal yang terdengar sekitar Rp 175.000,00 yang paling banyak sekitar 3 juta. Jika dirata-rata Rp 250.000,- dan ada 150 orang pembayar maka uang masuk hari itu adalah Rp 37.500.000,-. Ini masih satu hari dan di satu kantor samsat.

Dan dari hasil baca-baca (masih belum lengkap), paling sedikit 10% Pajak yang masuk digunakan untuk fasilitas transportasi. Itu teorinya. Dan kalo ngomong anggaran, jika ada batas minimal paling-paling yang dialokasikan juga tidak terlalu jauh dari ketentuan, yang penting memenuhi tuntutan di UU yang berlaku.

Tentang fasilitas transportasi, yang sangat terlihat adalah kondisi jalan. Akhir-akhir ini marak istilah “jeglongan sewu”. Jalan dengan lubang yang sudah tak terhitung jumlahnya, atau kondisi jalan yang rusak parah. Beberapa waktu lalu yang menjadi sorotan adalah jalur Kediri Tulungagung. Dahulu ketika pertama kali ke Kampung Baru Kepung menuju arah pedalaman, juga sempat kaget dengan kondisi jalan yang mengenaskan. Padahal tarif pajak kendaraan bermotor sepertinya tidak dilihat alamat pemilik kendaraan.  Penentuan lebih dominan pada fisik kendaraan. Jadi meski kendaraan sama, pajak sama tapi bisa jadi merasakan fasilitas yang tidak sama.

Intinya komitmen penguasa tidak ada, untuk menjadi pengurus urusan umat, pengayom rakyat, pelayan warga sama sekali tidak berfungsi. Saling lempar tanggung jawab antar pemerintah daerah. Aset propinsi diabaikan pemprov, aset kabupaten diabaikan pemda, apalagi aset kecamatan dan desa, bisa jadi anggarannya tidak ada.


Bersambung 

Pare, 10 Februari 2017


Tentang pajak sudah pernah menulis : 

No comments:

Post a Comment