Berawal dari
aksi menolak Ahok, opini pun semakin bergulir menjadi menolak pemimpin kafir.
Karena memang begitulah seharusnya. Bukan hanya sekadar kesadaran menolak Ahok,
umat Islam juga mempunyai kesadaran bahwa orang kafir tidak layak dijadikan
pemimpin, orang kafir haram diangkat sebagai pemimpin dalam urusan
pemerintahan. Terlepas dari pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan untuk
semakin menenggelamkan rival politiknya, penolakan pemimpin kafir semakin menggema.
Maka wajarlah jika orang yang merasa dipojokkan menjadi panas. Upaya defensif
pun dilakukan. Mengecam mahasiswa yang turut mengkampanyekan pemimpin kafir,
menuduh masyarakat mulai terpengaruh isu SARA, hingga tanpa pikir panjang dan
memang sudah menjadi kebiasaan berucap tanpa rasa sopan mencemooh orang-orang
yang menggunakan ayat Alquran sebagai landasan. Dan akhirnya muncullah
gelombang protes agar Ahok ditangkap, dan lagi-lagi tidak berhenti pada
tuntutan tangkap Ahok, opini pun bergulir pada tuntutan penista Alquran. Karena
memang itulah yang seharusnya dilakukan, bukan demi menjegal Ahok menjadi
gubernur, tetapi demi membela kehormatan Alquran yang merupakan kalamullah.
Aksi besar-besaran yang melibatkan jutaan umat Islam tidak bisa dibendung,
semua menuntut ditangkapnya orang yang menistakan Alquran.
Namun musuh
Islam tidak membiarkan. Upaya untuk membalikkan opini pun terus mereka lakukan.
Media sekular bungkam ketika aksi benar-benar dilaksanakan secara damai, tetapi
langsung semangat memberitakan ketika terjadi kericuhan, aparat pun tak segan
bertidak tanpa rasa hormat sedikit pun kepada para ulama yang juga mengikuti
aksi. Tindakan keji membubarkan peserta aksi dengan ringan dilakukan, rakyat
menjadi sasaran kebrutalan aparat. Akhirnya korban pun berjatuhan. Sungguh
rendahan apa yang dilakukan orang-orang yang buta dengan dunia, kebenaran sama
sekali tak dihiraukan. Penguasa pun seolah hilang ingatan dengan apa yang dulu pernah dilakukan
demi mengemis jabatan. Dahulu ketika kampanye, ulama didatangi demi mendapatkan
dukungan, rakyat diberi janji manis, akan tetapi ketika kekuasaan dalam
genggaman dunia begitu membutakan, ulama dan rakyat yang hendak menyampaikan
tuntutan sama sekali tidak dihargai. Dengan berbagai alasan peserta aksi tak ditemui.
Tidak hanya
berhenti di sini, upaya untuk mengalihkan permasalahan, memutarbalikkan fakta terus
dilakukan. Mencitrakan diri sebagai pihak yang difitnah dan didzalimi, mencari
celah dengan polemik permainan kata, serta melaporkan balik beberapa peserta
aksi yang dianggap melakukan provokasi. Media sosial mulai diserang oleh akun
abal-abal, pemikiran umat mulai digoyahkan. Tidak ada fakta penistaan agama,
aksi damai direncanakan oleh aktor politik, seruan membela Islam dan tuntutan
penangkapan penista Alquran disebut sebagai ujaran kebencian. Kasus penistaan agama dialihkan dengan opini
penyelidikan aliran dana aksi, penangkapan aktivis HMI, hingga tuntutan balik
kepada Buni Yani, itu semua dilakukan agar fokus umat beralih. Dan bisa jadi
pada akhirnya nanti tidak ada vonis bersalah pada penista Alquran. Media
sekular pun sangat bernafsu untuk memecah belah umat dan mengalihkan perhatian
masyarakat. Media hanya mengangkat sisi buruk aksi damai yang sulit ditemukan.
Pengkaitan aksi dengan penjarahan bisa dipatahkan, akhirnya berita murahan yang
mereka suguhkan, salah satunya adalah menjadikan jaket sang presiden sebagai
pusat perhatian. Akhirnya, tanpa disadari, tindakan hukum terhadap penista Alquran tidak segera dilakukan, malah
sebaliknya semakin diulur.
Bukan hanya
mengulur, keengganan untuk secepatnya memproses tuntutan tangkap penista
Alquran semakin nampak. Hal ini sangat wajar, karena sulit bagi para pemuja
kebebasan, pengagung demokrasi dan pengusung pemikiran liberal untuk mengakui
bahwa apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah penistaan terhadap Alquran. Bagi
mereka apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah bentuk kebebasan berpendapat.
Bukan sebuah pelanggaran yang layak diberi sanksi, bahkan malah diberi tempat
atas nama kebebasan. Lagi-lagi ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, malah
seharusnya semakin membuka mata umat Islam. Untuk menuntut keadilan atas
penista Alquran sangat sedikit peluangnya akan terlaksana dalam Negara yang
menerapkan sistem demokrasi kapitalis. Menista satu ayat saja tak akan berarti,
karena dalam sistem demokrasi, Alquran yang merupakan sumber hukum bagi seorang
muslim saja dicampakkan, jadi mencampakkan satu ayat saja bukan hal yang asing.
Negeri
ini sudah semakin jauh dari hukum Allah SWT, kebijakan penguasa semakin mengokohkan
ideologi kapitalisme. Penistaan terhadap Alquran hanyalah satu dari seribu
masalah yang akan terus bermunculan ketika negeri ini masih menerapkan ideolagi
kapitalisme. Ideologi yang tegak atas pemisahan agama dari kehidupan, ideologi
yang mengagungkan kebebasan dan mencampakkan aturan Tuhan. Kesempitan dalam
hidup akan terus mengiringi selama peringatan Allah tidak dipedulikan. Surah Al
Maidah ayat 51 adalah salah satu ayat yang dinistakan, masih ada ribuan ayat
lain yang akan terus dinistakan selama sistem kufur yang menjadi naungan. Oleh
karena itu, perjuangan membela Islam tidak boleh padam. Tidak hanya membela
penistaan terhadap satu ayat saja, umat harus membela seluruh isi Alquran
dengan menuntutnya untuk diterapkan dalam kehidupan. Bukan demi sentimental
keagamaan, namun demi sebuah keyakinan pada pesan terakhir Rasulullah saw, agar
umat Islam berpegang teguh pada Alquran dan Hadits demi keselamatan di dunia
dan akhirat. Juga untuk merealisasikan janji Allah SWT bahwa Islam bisa menjadi
rahmat untuk seluruh alam, yaitu ketika seluruh aspek kehidupan diatur
berdasarkan syariat Islam. Umat seharusnya semakin sadar, Islam akan terus
dilecehkan dan direndahkan selama demokrasi dijadikan tumpuan harapan dalam
melakukan perubahan, dan hal ini hanya bisa diakhiri ketika sistem Islam yang
diterapkan. Islam hanya bisa diterapkan secara kaffah ketika sistem khilafah yang
menaungi. Sehingga pembelaan terhadap Islam juga harus diiringi dengan upaya
mengembalikan kehidupan Islam yang hanya akan terwujud jika khilafah tegak.
Oleh karena itu, sembari membela satu ayat yang dinistakan, perjuangan untuk
menerapkan ribuan ayat Alquran dalam kehidupan tidak boleh dihentikan, hingga
janji Allah SWT untuk memenangkan Islam terwujud, hingga kematian menjemput,
hingga kelak di akhirat tak ada rasa takut, dan surga pun siap menyambut.
Wallahu a’lam
Tulisan paska 411 yang tak termuat di media lain, ya sudah di sini saja.
Tulisan paska 411 yang tak termuat di media lain, ya sudah di sini saja.
Pare, 16 November 2016
No comments:
Post a Comment