Wednesday 16 November 2016

Semangat Membela Islam, Jangan Pernah Padam



Berawal dari aksi menolak Ahok, opini pun semakin bergulir menjadi menolak pemimpin kafir. Karena memang begitulah seharusnya. Bukan hanya sekadar kesadaran menolak Ahok, umat Islam juga mempunyai kesadaran bahwa orang kafir tidak layak dijadikan pemimpin, orang kafir haram diangkat sebagai pemimpin dalam urusan pemerintahan. Terlepas dari pihak-pihak yang memanfaatkan kesempatan untuk semakin menenggelamkan rival politiknya, penolakan pemimpin kafir semakin menggema. Maka wajarlah jika orang yang merasa dipojokkan menjadi panas. Upaya defensif pun dilakukan. Mengecam mahasiswa yang turut mengkampanyekan pemimpin kafir, menuduh masyarakat mulai terpengaruh isu SARA, hingga tanpa pikir panjang dan memang sudah menjadi kebiasaan berucap tanpa rasa sopan mencemooh orang-orang yang menggunakan ayat Alquran sebagai landasan. Dan akhirnya muncullah gelombang protes agar Ahok ditangkap, dan lagi-lagi tidak berhenti pada tuntutan tangkap Ahok, opini pun bergulir pada tuntutan penista Alquran. Karena memang itulah yang seharusnya dilakukan, bukan demi menjegal Ahok menjadi gubernur, tetapi demi membela kehormatan Alquran yang merupakan kalamullah. Aksi besar-besaran yang melibatkan jutaan umat Islam tidak bisa dibendung, semua menuntut ditangkapnya orang yang menistakan Alquran.
Namun musuh Islam tidak membiarkan. Upaya untuk membalikkan opini pun terus mereka lakukan. Media sekular bungkam ketika aksi benar-benar dilaksanakan secara damai, tetapi langsung semangat memberitakan ketika terjadi kericuhan, aparat pun tak segan bertidak tanpa rasa hormat sedikit pun kepada para ulama yang juga mengikuti aksi. Tindakan keji membubarkan peserta aksi dengan ringan dilakukan, rakyat menjadi sasaran kebrutalan aparat. Akhirnya korban pun berjatuhan. Sungguh rendahan apa yang dilakukan orang-orang yang buta dengan dunia, kebenaran sama sekali tak dihiraukan. Penguasa pun seolah hilang  ingatan dengan apa yang dulu pernah dilakukan demi mengemis jabatan. Dahulu ketika kampanye, ulama didatangi demi mendapatkan dukungan, rakyat diberi janji manis, akan tetapi ketika kekuasaan dalam genggaman dunia begitu membutakan, ulama dan rakyat yang hendak menyampaikan tuntutan sama sekali tidak dihargai. Dengan berbagai alasan peserta aksi tak ditemui.
Tidak hanya berhenti di sini, upaya untuk mengalihkan permasalahan, memutarbalikkan fakta terus dilakukan. Mencitrakan diri sebagai pihak yang difitnah dan didzalimi, mencari celah dengan polemik permainan kata, serta melaporkan balik beberapa peserta aksi yang dianggap melakukan provokasi. Media sosial mulai diserang oleh akun abal-abal, pemikiran umat mulai digoyahkan. Tidak ada fakta penistaan agama, aksi damai direncanakan oleh aktor politik, seruan membela Islam dan tuntutan penangkapan penista Alquran disebut sebagai ujaran kebencian. Kasus  penistaan agama dialihkan dengan opini penyelidikan aliran dana aksi, penangkapan aktivis HMI, hingga tuntutan balik kepada Buni Yani, itu semua dilakukan agar fokus umat beralih. Dan bisa jadi pada akhirnya nanti tidak ada vonis bersalah pada penista Alquran. Media sekular pun sangat bernafsu untuk memecah belah umat dan mengalihkan perhatian masyarakat. Media hanya mengangkat sisi buruk aksi damai yang sulit ditemukan. Pengkaitan aksi dengan penjarahan bisa dipatahkan, akhirnya berita murahan yang mereka suguhkan, salah satunya adalah menjadikan jaket sang presiden sebagai pusat perhatian. Akhirnya, tanpa disadari, tindakan hukum terhadap  penista Alquran tidak segera dilakukan, malah sebaliknya semakin diulur.
Bukan hanya mengulur, keengganan untuk secepatnya memproses tuntutan tangkap penista Alquran semakin nampak. Hal ini sangat wajar, karena sulit bagi para pemuja kebebasan, pengagung demokrasi dan pengusung pemikiran liberal untuk mengakui bahwa apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah penistaan terhadap Alquran. Bagi mereka apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah bentuk kebebasan berpendapat. Bukan sebuah pelanggaran yang layak diberi sanksi, bahkan malah diberi tempat atas nama kebebasan. Lagi-lagi ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, malah seharusnya semakin membuka mata umat Islam. Untuk menuntut keadilan atas penista Alquran sangat sedikit peluangnya akan terlaksana dalam Negara yang menerapkan sistem demokrasi kapitalis. Menista satu ayat saja tak akan berarti, karena dalam sistem demokrasi, Alquran yang merupakan sumber hukum bagi seorang muslim saja dicampakkan, jadi mencampakkan satu ayat saja bukan hal yang asing.

                Negeri ini sudah semakin jauh dari hukum Allah SWT, kebijakan penguasa semakin mengokohkan ideologi kapitalisme. Penistaan terhadap Alquran hanyalah satu dari seribu masalah yang akan terus bermunculan ketika negeri ini masih menerapkan ideolagi kapitalisme. Ideologi yang tegak atas pemisahan agama dari kehidupan, ideologi yang mengagungkan kebebasan dan mencampakkan aturan Tuhan. Kesempitan dalam hidup akan terus mengiringi selama peringatan Allah tidak dipedulikan. Surah Al Maidah ayat 51 adalah salah satu ayat yang dinistakan, masih ada ribuan ayat lain yang akan terus dinistakan selama sistem kufur yang menjadi naungan. Oleh karena itu, perjuangan membela Islam tidak boleh padam. Tidak hanya membela penistaan terhadap satu ayat saja, umat harus membela seluruh isi Alquran dengan menuntutnya untuk diterapkan dalam kehidupan. Bukan demi sentimental keagamaan, namun demi sebuah keyakinan pada pesan terakhir Rasulullah saw, agar umat Islam berpegang teguh pada Alquran dan Hadits demi keselamatan di dunia dan akhirat. Juga untuk merealisasikan janji Allah SWT bahwa Islam bisa menjadi rahmat untuk seluruh alam, yaitu ketika seluruh aspek kehidupan diatur berdasarkan syariat Islam. Umat seharusnya semakin sadar, Islam akan terus dilecehkan dan direndahkan selama demokrasi dijadikan tumpuan harapan dalam melakukan perubahan, dan hal ini hanya bisa diakhiri ketika sistem Islam yang diterapkan. Islam hanya bisa diterapkan secara kaffah ketika sistem khilafah yang menaungi. Sehingga pembelaan terhadap Islam juga harus diiringi dengan upaya mengembalikan kehidupan Islam yang hanya akan terwujud jika khilafah tegak. Oleh karena itu, sembari membela satu ayat yang dinistakan, perjuangan untuk menerapkan ribuan ayat Alquran dalam kehidupan tidak boleh dihentikan, hingga janji Allah SWT untuk memenangkan Islam terwujud, hingga kematian menjemput, hingga kelak di akhirat tak ada rasa takut, dan surga pun siap menyambut. Wallahu a’lam

Tulisan paska 411 yang tak termuat di media lain, ya sudah di sini saja.


Pare, 16 November 2016

No comments:

Post a Comment