Thursday 14 November 2019

Kejamnya BPJS, Sukarela Kok Main Denda


Akhirnya keputusan untuk menaikkan iuran BPJS diambil oleh Negara meski diberlakukan tahun depan. Tidak hanya itu, penentuan jenis sanksi dan denda bagi penunggak iuran pun terus menuai kontroversi. BPJS mulai menampakkan wajah kejamnya dan menampakkan kegagalannya. BPJS perlahan akan terus menimbulkan masalah, maka seharusnya ada evaluasi menyeluruh dalam pelaksanaan sistem BPJS ini. Dan jika perlu secepatnya BPJS dihentikan.
Sejak awal BPJS adalah bentuk dari lepas tangannya negara dari tanggung jawab pelayanan kesehatan kepada warga negaranya. Atas nama gotong royong, ta’awun dan bantuan sukarela kepada sesama, negara mengumpulkan dana dari masyarakat demi pelayanan kesehatan. Padahal seharusnya negaralah yang berupaya memenuhi pelayan kesehatan rakyat dengan pelayanan terbaik, dan murah, bahkan menggratiskan. Karena kesehatan adalah kebutuhan pokok yang wajib dijamin negara, dan negara wajib memanfaatkan sumber ekonomi yang terkait hajat hidup rakyat untuk kepentingan seluruh warga negara. Namun ironi, bukannnya meningkatkatkan pelayanan, negara malah semakin memalak rakyat dengan kenaikan iuran. Paradoks, yang awalnya memotivasi warga negara untuk saling membantu namun malah berakhir pada melambungnya iuran dan kejamnya ancaman sanksi yang diberikan. Maka jelas, ini adalah bentuk lepas tangannya negara, negara hanya sebatas regulator, dan ini adalah karakter negara yang berpijak pada sistem kapitalisme. Oleh karena itu, jika kita menginginkan terlepas dari konsep batil dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, maka kita harus mencari alternatif sistem pelayanan kesehatan selain solusi dari sistem kapitalisme yang mempunyai asas pelayanan yang tidak memanusiakan manusia, melainkan memperlakukan manusia sesuai dengan kekayaannya. Alternative tersebut adalah  khilafah.
Adapun konsep tata kelola pelayanan dan sistem kesehatan khilafah adalah konsep yang terpancar dari aqidah Islam, berasal dari Allah SWT Al Quran dan As Sunnah, dan apa yang ditunjuki keduanya. Yang terpenting di antaranya, adalah,
Pertama, kesehatan/pelayanan kesehatan merupakan pelayanan dasar publik yang bersifat sosial, bukan komersial.  Yang demikian karena Rasulullah saw telah bertutur, artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapai keadaan aman kelompoknya, sehat badanya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya”.  (HR Bukhari).  Ini di satu aspek, aspek yang lain, didasarkan pada perbuatan Rasulullah saw.  Yaitu ketika beliau dihadiahi seorang dokter, dokter tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kaum muslimin. Kedua, pemerintah/negara telah diamanahkan Allah swt sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh  menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat.  Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik, tidak saja bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya.   Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya,”Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala.  Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari). Ketiga, pembiayaan yang bersifat mutlak oleh Negara. Keempat, konsep kendali mutu yang mengacu pada tiga strategi utama. Yaitu administrasi yang simple, segera dalam pelaksanaan, dan dilaksanakan oleh personal yang kapabel.  Yang demikian karena Rasulullah saw telah bersabda, artinya, “Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan berbuat ihsan atas segala sesuatu….”. (HR Muslim).


No comments:

Post a Comment