Membaca komentar netizen di media
social, menanggapi sakitnya dua orang ulama yang aktif membela Islam dan aktif
dalam aksi 212 sejak awal muncul. Sakit kanker dan jantung. Dengan murahannya,
tanpa ilmu, seenaknya berkomentar, yang intinya menyatakan bahwa sakitnya dua
ulama tersebut sebagai akibat dari mendzalimi orang yang jelas menista Alquran
dan berakhir dibalik jeruji penjara. Sebagai akibat mubahalah dengan mantan
gubernur tak punya adab (dan semoga diberi hidayah selepas dari penjara). Yang pasti
komentar para pembela penista agama yang mayoritas cinta buta dengan idolanya
hingga menutup mata atas kedzaliman penguasa, sangat tidak pantas terucap, apalagi jika itu
keluar dari mulut seorang muslim, naudzubillah mindzalik. Sungguh, dendam
kesumat mereka atas kekalahan sang jagoan telah membuat hati mereka membatu. Bergembira
di atas duka, bersuka cita di atas derita, mencaci sesuka hati.
Aktivitas seorang muslim itu tak
sama dengan orang kafir. Bisa jadi secara kasat mata sama di hadapan manusia,
sama-sama hidup, mencari penghidupan, makan, tidur, bekerja, mencari ilmu,
masak, mengurus anak, mengurus rumah dan aktivitas lainnya. Sama-sama bekerja
sama-sama pula mendapat harta, sama-sama menuntut ilmu sama-sama pula mendapat
ilmu, sama-sama makan maka sama-sama kenyang dan seterusnya. Namun sejatinya aktivitas
tersebut sangatlah jauh berbeda, dengan catatan seorang muslim melakukan
aktivitasnya dengan prinsip “mazju al maddah bi arruh” alias memadukan materi
dengan ruh, menggabungkan aktivitas dengan ruh. Ruh bermakna idrak shilah
billah atau kesadaran hubungan dengan Allah. Seorang muslim akan terikat pada hukum
syara’, melakukan segala sesuatu berdasarkan tuntunan syara’, ikhlas melakukan
semata mencari ridha Allah. Jadi berbeda, bekerja itu terkadang melelahkan
namun bagi seorang muslim akan mengantarkan pada pahala, menuntut ilmu akan
menjadikan tahu namun bagi seorang muslim akan meninggikan derajatnya. Makan itu
sama mengenyangkan, namun bagi seorang muslim kenyang itu untuk beribadah,
makan itu untuk beribadah. Seorang istri melayani suami, seorang anak berbakti
kepada orang tuanya, seorang suami mencari nafkah, jika dia muslim dan ikhlas
jelas jauh lebih mulia dan dia mendapat gelar khairul bariyyah, sebaik-baik
makhluk. Karena muslim sejati tahu, bahwa dia adalah hamba Allah, hidup untuk
menjalankan aturan Allah , kelak akan kembali kepada Allah, dan dihisab di
akhirat.
Termasuk pula ketika mendapat
ujian dan musibah. Sikap secara manusiawi bisa jadi tak berbeda, namun
penyikapan dan keridhaan atas apa yang diberikan Allah kepada seorang hamba akan
sangat jauh berbeda antara seorang mukmin dengan kafir. Terkait dengan ujian,
salah satunya sakit, bagi seorang muslim cukup berbekal ridha, sabar dan ikhlas
akan berbalas surga
Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (TQS. az-Zumar [39]: 10).
Sesungguhnya Allah Azza wajalla
jika mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan kepada mereka.
Barangsiapa yang sabar, maka dia berhak mendapatkan (pahala) kesabarannya. Dan barangsiapa
marah, maka dia pun berhak
mendapatkan (dosa) kemarahannya. (Telah dikeluarkan oleh Ahmad melalui jalur Mahmud
bin Labid)
Seorang muslim yang diuji dengan
rasa sakit karena duri atau yang lebih dari
itu, maka Allah
pasti akan menebus
kesalahan-kesalahannya
karena musibah itu, sebagaimana
suatu pohon menggugurkan daunnya.
(Mutafaq ‘alaih).
Setiap musibah yang menimpa
seorang mukmin, berupa sakit yang berterusan,
sakit yang biasa, kebingungan, kesedihan, kegundahan hingga duri
yang menusuknya, maka
pasti musibah itu akan menjadi penghapus
bagi kesalahan-kesalahannya. (Mutafaq‘alaih).
Jelas sekali sangat jauh berbeda
di hadapan Allah, amal seorang muslim yang ikhlas, muslim yang beramal tanpa
ilmu, orang munafik yang berlagak baik, apalagi jika dibandingkan dengan
aktivitas orang kafir yang hanya fatamorgana belaka. Yang diterima hanyalah
amal yang dilakukan oleh seorang muslim yang ikhlas dan terikat pada syari’atNya.
Kembali tentang sakitnya dua
ulama 212, tentu itu adalah kebahagiaan bagi beliau berdua. Karena Allah masih
memberi ujian, karena Allah masih mengingatkan dan karena masih ada pintu
pahala yang terbuka dengan lebar. Dan meski orang fasik, munafik, dan kafir
saat ini sedang menikmati euphoria kekuasaan, maka itu hanyalah istidraj,
kenikmatan yang sejatinya akan menghancurkan mereka secara perlahan, akibat
kesombongan mereka. Sedangkan bagi seorang mukmin, apapun itu, bahagia atau duka semuanya adalah kenikmatan.
Bagi seorang muslim, ada
keyakinan : kebaikan dan keburukan
sekecil apapun pasti ada balasannya, tak ada amal kebaikan yang sia-sia selama
ikhlas menjalaninya, tak ada amal buruk yang luput balasannya. Semua pasti ada
balasannya. Dan ini juga sekaligus menjawab tuduhan picik seorang plagiator
liberal yang mempertanyakan kehebatan apa yang diberikan seorang pelacur hingga
dibalas dengan puluhan juta. Amal zina pelacur sehebat apapun hanya akan
berakhir pada panasnya siksa neraka, sedangkan amal seorang wanita salehah
meski seringan bulu ketika dilakukan berdasarkan prinsip menggabungkan antara
materi dengan ruh, dilakukan ikhlas lillah maka akan menjadi amalan yang
membuat bidadari surga iri padanya. Puluhan juta tak layak menjadi imbalannya, terlalu
murah, karena surga yang menjadi balasannya, surga yang luasnya seluas langit
dan bumi.
Maka, siapapun kita, apapun
aktivitas kita, cukup pastikan kita tetap menjadi seorang muslim yang beramal
dengan ilmu sehingga tahu mana yang sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya
serta yang sebaliknya. Pastikan ikhlas beramal semata karena Allah, ridha
dengan semua ujian dan musibah, pastikan husnul khatimah. Insya Allah
kebahagiaan hakiki di akhirat menanti.
Pare, 11 Januari 2019
No comments:
Post a Comment