Wednesday 2 January 2019

Catatan akhir tahun part 1: Muliakanlah Wanita



31 Desember 2018

🚍Angkot Pare – Jombang, pagi-pagi.
Seorang wanita tua dengan susah payah naik ke angkot, minibus.
Me : Badhe tindak pundi mbah ?
Nenek : Pasar  Cukir
Me : Dalemipun  pundi ?
Nenek : Keling ( sebuah desa di Kecamatan Kepung, sekitar 10 km dari Pare)
Me : Kok tebih blonjo teng Cukir
Nenek : Mboten blonjo, nyuwun.
Me : (Kaget dengan jawan polos si nenek)
Bla..bla..sedikit demi sedikit menyakan hal lain.
Nenek tersebut dalam seminggu mengunjungi tempat berbeda, lebih sering mengunjungi pasar, untuk meminta-minta. Masih punya keluarga. Itu saja infonya, tak tega dan sepertinya tak elok bertanya lebih banyak lagi, bisa  jadi akan mengingatkan hal yang tak layak diingat. Dan yang terpenting, sudah bisa tergambar, tidak hanya sekali ini menjumpai wanita-wanita yang memilih jadi peminta. Dan apalah daya diri ini, mengorek informasi namun tak bisa banyak membantu, berharap kerabatnya diberi kelimpahan rezeki, berharap sistem kapitalisme yang mencengkeram negeri ini segera tumbang, diganti dengan sistem Islam.

🚃 Sekitar pukul 16.50 – 18.15 (Shelter transjogja UNY)
Padahal baru pertama kali naik TJ, PeDe banget nunggu dan berharap TJ lewat, awalnya harap-harap cemas, tak lama ada beberapa orang yang juga menunggu, tapi hanya bertahan sekitar 30 menitan, dan saya masih setia menunggu. Hari semakin gelap jalanan sedikit sepi karena sudah masuk waktu maghrib. Ternyata jalanan hampir semua statusnya merah, macet dimana-mana. Dijemput juga pasti akan lama karena macet dimana-mana. Naik kendaraan online tidak menjamin drivernya perempuan, apalagi mobil/taksi, tak mungkin karena posisi sedang sendiri. Benar sekali jika Islam mewajibkan seorang wanita bersafar tidak sendirian, ditemani mahramnya. Meski sebenernya belum terkategori safar dan sudah berkali-kali ke yogya, pada akhirnya tak berkutik, mencoba mencari ojek pangkalan, mengunjungi gerombolan pengemudi ojek online. Sudah beberapa kali ketika terpaksa harus ngojek biasanya menyewa ojek lebih dari satu. Sewa dua motor, abang ojeknya boncengan saya naik sendiri. Biar tidak boncengan dengan nonmahram. Semua tidak mau, lumayan jauh dan resiko macet. Mending terima order yang dekat saja. Padahal sudah menawarkan harga yang  tidak murah.

Alhamdulillah mendapat no kontak ojek khusus wanita, meski sempat lost kontak dan agak ragu akhirnya datang juga.  Hujan deras. Awalnya kaget, drivernya ibu-ibu yang  tak muda dengan motor yang tak baru. Ibu tersebut meminta maaf karena terlambat. Hanya berucap :"iya..tidak apa-apa". Si ibu masih saja bercerita mengapa terlambat. Dan saya pun hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk saja. Deal berangkat, meski hujan.  Dan benarlah, kendaraan padat merayap. Bismillah.

Sekitar pukul 20.20 an. Sepanjang jalan hanya memilih diam, sesekali mengobrol dengan driver. Pikiran melayang kemana-mana. Sedih saja, malam-malam masih saja seorang wanita menerima orderan, namun jika tak diterima bisa jadi tak membantu orang lain. Qimah / nilai yang hendak diraih, utamanya adalah qimah madiyah alias materi, namun tak bisa dipungkiri nilai kemanusiaan dan ruhiyah juga bisa diraih. Seandainya saja sistem Islam yang diterapkan, tak akan begini jadinya. Wanita tak harus berkutat pada hal-hal yang bisa membahayakan dirinya, seharusnya wanita dimuliakan, dijaga kehormatannya. Wanita tak wajib bekerja, tugas khususnya lebih banyak mengurus rumah, anak dan keluarganya. Wanita seharusnya hidup bersama jamaah wanita, ditemani para mahramnya.

Namun keadaan lah yang memaksa. Untuk sekedar ingin terikat pada hukum syara’ saja, misalnya tidak berkhalwat atau ikhltilat,  sulitnya luar biasa. Belum lagi dengan system ekonomi kapitalisme yang  tidak memanusiakan manusia, wanita juga terpaksa mencari tambahan nafkah keluarga. Akhirnya sampai tujuan, dan sebelum berpisah kembali driver meminta maaf karena keterlambatannya, bercerita saat menuju   titik penjemputan meski tahu terlambat, jika ternyata yang order tidak ada maka sadar itu salahnya. Wallahu a’lam belum pernah mengerti system pesanan jasa ojek perempuan, bagaimana mekanisme evaluasinya. Lagi-lagi perasaan ini tercabik, mungkin ibu drivernya memang butuh tambahan uang. Pukul 21.20 sampai tujuan, padahal biasanya sekitar 20 menitan saja.

🚌Dan seminggu ini dua kali ke yogya, karena memang tidak terencana, tiket KA ekonomi habis, naik bis saja. Dan memilih bis biasa. Murah meriah meski harus berlama-lama. Sekali perjalanan sekitar 6 jam naik bis. Dua kali PP berarti sekitar 24 jam menikmati suasana di dalam bis, yang semuanya selalu memutar tayangan music, dan hampir semuanya penyanyi wanita. Dengan penampilan yang mengumbar aurat dan lirik lagu picisan nan murahan . Meski pernah naik patas, juga diputar jenis music yang sama. Memaklumi saja, mungkin kru bis juga butuh teman, penumpang bisa tiduran, sedangkan kru bis terutama sopir harus tetap menjaga mata agar terbuka lebar. Kembali tentang artis panggung yang menemani perjalanan, kasihan mereka. Memang bisa jadi materi tercukupi, namun kehormatan mereka tercederai. Tak harusnya wanita seperti itu, menjual fisiknya demi materi.

Dan semua fakta ini akan sangat kecil terjadi ketika Islam yang diterapkan. Wanita dimuliakan, wanita dihormati, wanita diperlakukan agar siap mengemban tugas sebagai penyandang pemilik surga  di telapak kaki. Bukan tak ridho dengan pengorbanan dan perjuangan yang harus dilakukan seorang wanita saat ini, namun ini adalah kewajiban, kewajiban mengembalikan segala sesuatu pada tempatnya, menjalankan kehidupan sesuai aturan Allah, bukan sesuka hati menuruti hawa nafsu, bukan mengikuti arus sekularisasi yang menjauhkan umat dari aturan Allah. Menapaki jalan hidup ini sesuai arahan ilahi, dengan keyakinan aturan Allah yang terbaik, pasti ada maslhat di dunia, pasti menjadi penyelamat hingga ke akhirat.  Maka tak ada pilihan, bertahan untuk tetap terikat dengan hokum syara’, tidak menikmati terjerumus dalam kubangan system kapitalisme, dan yang tak kalah pentingnya, berjuang agar system Islam segera tegak, khilafah rasyidah ‘ala minhajinnubuwah. Dan perjuangan ini kewajiban semuanya, pria dan wanita.

Pare, 1 Januari 2019

Nb. Ket foto : Islamic Book Fair GOR UNY, @Khat.arts

No comments:

Post a Comment