Friday 4 January 2019

Catatan akhir tahun : Tak Perlu Menunggu Duda, Poligami Saja

Sumber gambar : voa-islam.id

Akhir tahun 2018. Dalam seminggu, dua kali ke Yogya, naik bis biasa. Satu kali jalan menghabiskan waktu sekitar 6 jam, maka total di dalam bis 24 jam. Dan selalu dalam bis diputar lagu dengan penyanyi hampir 90% wanita, jika 1 lagu berdurasi 5 menit maka selama satu kali jalan setidaknya menikmati 70 lagu, dan selama 2 kali PP total sektar 200 lagu, dengan asumsi ada pengulangan. Jadilah tahu macam Orkes Melayu, PH, nama artis, penciptanya. Dan tetap saja yang familiar Nella Kharisma dan Via Vallen saja. Dari segi penampilan jelas taka da yang syar’i, dari segi contain lirik lagu, banyak yang membuat tersenyum kecut, hampir semuanya berkisah tentang cinta, tapi dominan lebaynya. Hampir semua lagu versi koplo. Ada beberapa lagu yang isinya seputar peselingkuhan, kehidupan di jalanan, penyesalan ditinggal kekasih. Cuma tertarik dengan pilihan katanya saja, lumayan untuk menambah perbendaharaan kata. Ada juga lagu pop, namun tak jauh beda masih tentang percintaan. Yang pop ada Wali, Armada, Ada band dll.

Ada beberapa lagu yang isinya hampir mirip. Tentang pasangan kekasih yang harus berpisah karena yang lelaki menikah dijodohkan orang tuanya, ada wanita yang jatuh cinta pada lelaki yang sudah beristri. Lucunya dalam lagu tersebut ada yang mendoakan mantannya untuk segera menjadi duda agar bisa kembali dan menikah lagi dengannya, ada yang memilih bertahan selingkuh, menjalin hubungan gelap.. Waduhh…buyar tenan.

Sebenarnya tak harus menjadi jahat, mendoakan mantan menjadi duda, tak perlu bermaksiat dengan berselingkuh, juga tak perlu menjadi pelakor. Sederhana, poligami saja.

Jadi ingat pernah nonton FTV lupa judulnya dan lupa artisnya, maklum agak kudet kalo masalah artis. Tokoh utamanya Syahdu, Ifan dan Sofi. Syahdu dan Ifan awalnya pasangan kekasih namun Syahdu terlebih dahulu menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya namun nasib baik tak berpihak pada Syahdu. Suami Syahdu temperamental, sering berbuat kekerasan dan akhirnya mengusir Syahdu dan berakhir dengan perceraian. Syahdu masih menyimpan hanti kepada Ifan dan berharap bisa kembali kepada Ifan, namun karena Ifan sudah tidak berharap pada Syahdu, Ifan bersedia menikah dengan gadis pilihan ibunya, Sofi. Singkat cerita Syahdu down dan karena iba, Sofi meminta Ifan menikahi Syahdu, dan singkat cerita lagi, karena merasa dinomorduakan Syahdu menuntut lebih kepada Ifan yang membuat Ifan marah, Syahdu meninggalkan rumah Ifan, kembali ke kampung dalam kondisi hamil tanpa diketahui Ifan dan Sofi. Akhirnya Syahdu melahirkan, terkena kanker, meninggal. Anaknya diasuh Ifan dan Sofi yang memang belum diberi momongan. Simple bukan, selalu ada hikmahnya. Tapi namanya juga film, seharusnya realitasnya lebih simple lagi, selama menjadikan syariat sebagai pijakan.

Yang lebih penting, poligami itu mubah, boleh, pilihan. Bukan sebuah syariat yang melanggar HAM. Akan selalu ada maslahat dibalik sebuah syariat.

Sangat jauh dengan apa yang dituduhkan salah satu ketua partai bau kencur. Melarang kadernya berpoligami, sesumbar akan melarang poligami ketika duduk dalam kursi dewan. Dan parahnya lagi salah seorang pengurusnya secara sepihak menuduh poligami sebagai biang kerok perceraian, padahal jelas salah total. Angka perceraian lebih banyak terjadi pada pernikahan monogamy bukan poligami. Seenaknya berbicara atas nama data namun hakikatnya sedang memanipulasi data. Memang partai ini harus diwaspadai, jika perlu dilarang. Partai secular yang sombong. Menolak perda syariah, melarang poligami, dan terakhir menyeru seluruh kadernya mengucapkan selamat natal meski tidak beragama Kristen, jelas sekali pemikiran liberal yang mereka usung. Jika dibiarkan sepak terjangnya akan semakin ngawur. Bukan sekadar menginjak-injak syariat, bukan tak mungkin Islam akan semakin dihinakan.

Memang menerima syariat tidak semudah membalikkan tangan, membutuhkan proses, butuh ilmu. Dan memang akan lebih nyata tergambar ketika kita hidup dalam system islam, khilafah. Ada banyak masalah yang kecil peluangnya akan muncul. Naik bis berjam-jam ditemani music tak jelas, terjebak macet, tak ada wanita yang bebas mengumbar aurat menjual diri demi sesuap nasi, pemikiran merusak akan diminimalisir. Dan apapun yang tidak bertentangan dengan syariat bebas diamalkan. Salah satunya poligami. Syarat dan ketentuan tetap berlaku. Semua harus disertai ilmu.

Bagaimana, masih memilih menunggu dan mendokan agar secepatnya menduda? Atau pilih poligami saja?
Peace ya sis!

Pare, 4 Januari 2019



No comments:

Post a Comment