Sumber gambar : voa-islam.id
Akhir tahun 2018. Dalam seminggu, dua kali ke Yogya, naik
bis biasa. Satu kali jalan menghabiskan waktu sekitar 6 jam, maka total di
dalam bis 24 jam. Dan selalu dalam bis diputar lagu dengan penyanyi hampir 90%
wanita, jika 1 lagu berdurasi 5 menit maka selama satu kali jalan setidaknya
menikmati 70 lagu, dan selama 2 kali PP total sektar 200 lagu, dengan asumsi
ada pengulangan. Jadilah tahu macam Orkes Melayu, PH, nama artis, penciptanya.
Dan tetap saja yang familiar Nella Kharisma dan Via Vallen saja. Dari segi penampilan
jelas taka da yang syar’i, dari segi contain lirik lagu, banyak yang membuat
tersenyum kecut, hampir semuanya berkisah tentang cinta, tapi dominan lebaynya.
Hampir semua lagu versi koplo. Ada beberapa lagu yang isinya seputar
peselingkuhan, kehidupan di jalanan, penyesalan ditinggal kekasih. Cuma
tertarik dengan pilihan katanya saja, lumayan untuk menambah perbendaharaan
kata. Ada juga lagu pop, namun tak jauh beda masih tentang percintaan. Yang pop
ada Wali, Armada, Ada band dll.
Ada beberapa lagu yang isinya hampir mirip. Tentang pasangan
kekasih yang harus berpisah karena yang lelaki menikah dijodohkan orang tuanya,
ada wanita yang jatuh cinta pada lelaki yang sudah beristri. Lucunya dalam lagu
tersebut ada yang mendoakan mantannya untuk segera menjadi duda agar bisa kembali
dan menikah lagi dengannya, ada yang memilih bertahan selingkuh, menjalin
hubungan gelap.. Waduhh…buyar tenan.
Sebenarnya tak harus menjadi jahat, mendoakan mantan menjadi
duda, tak perlu bermaksiat dengan berselingkuh, juga tak perlu menjadi pelakor.
Sederhana, poligami saja.
Jadi ingat pernah nonton FTV lupa judulnya dan lupa
artisnya, maklum agak kudet kalo masalah artis. Tokoh utamanya Syahdu, Ifan dan
Sofi. Syahdu dan Ifan awalnya pasangan kekasih namun Syahdu terlebih dahulu
menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya namun nasib baik tak berpihak pada
Syahdu. Suami Syahdu temperamental, sering berbuat kekerasan dan akhirnya
mengusir Syahdu dan berakhir dengan perceraian. Syahdu masih menyimpan hanti
kepada Ifan dan berharap bisa kembali kepada Ifan, namun karena Ifan sudah
tidak berharap pada Syahdu, Ifan bersedia menikah dengan gadis pilihan ibunya,
Sofi. Singkat cerita Syahdu down dan karena iba, Sofi meminta Ifan menikahi
Syahdu, dan singkat cerita lagi, karena merasa dinomorduakan Syahdu menuntut
lebih kepada Ifan yang membuat Ifan marah, Syahdu meninggalkan rumah Ifan,
kembali ke kampung dalam kondisi hamil tanpa diketahui Ifan dan Sofi. Akhirnya Syahdu
melahirkan, terkena kanker, meninggal. Anaknya diasuh Ifan dan Sofi yang memang
belum diberi momongan. Simple bukan, selalu ada hikmahnya. Tapi namanya juga
film, seharusnya realitasnya lebih simple lagi, selama menjadikan syariat
sebagai pijakan.
Yang lebih penting, poligami itu mubah, boleh, pilihan. Bukan
sebuah syariat yang melanggar HAM. Akan selalu ada maslahat dibalik sebuah
syariat.
Sangat jauh dengan apa yang dituduhkan salah satu ketua
partai bau kencur. Melarang kadernya berpoligami, sesumbar akan melarang
poligami ketika duduk dalam kursi dewan. Dan parahnya lagi salah seorang
pengurusnya secara sepihak menuduh poligami sebagai biang kerok perceraian, padahal
jelas salah total. Angka perceraian lebih banyak terjadi pada pernikahan monogamy
bukan poligami. Seenaknya berbicara atas nama data namun hakikatnya sedang
memanipulasi data. Memang partai ini harus diwaspadai, jika perlu dilarang. Partai
secular yang sombong. Menolak perda syariah, melarang poligami, dan terakhir
menyeru seluruh kadernya mengucapkan selamat natal meski tidak beragama Kristen,
jelas sekali pemikiran liberal yang mereka usung. Jika dibiarkan sepak
terjangnya akan semakin ngawur. Bukan sekadar menginjak-injak syariat, bukan
tak mungkin Islam akan semakin dihinakan.
Memang menerima syariat tidak semudah membalikkan tangan,
membutuhkan proses, butuh ilmu. Dan memang akan lebih nyata tergambar ketika
kita hidup dalam system islam, khilafah. Ada banyak masalah yang kecil
peluangnya akan muncul. Naik bis berjam-jam ditemani music tak jelas, terjebak
macet, tak ada wanita yang bebas mengumbar aurat menjual diri demi sesuap nasi,
pemikiran merusak akan diminimalisir. Dan apapun yang tidak bertentangan dengan
syariat bebas diamalkan. Salah satunya poligami. Syarat dan ketentuan tetap
berlaku. Semua harus disertai ilmu.
Bagaimana, masih memilih menunggu dan mendokan agar
secepatnya menduda? Atau pilih poligami saja?
Peace ya sis!
Pare, 4 Januari 2019
No comments:
Post a Comment