Sumber gambar : indozone. Id
Tak rela mantan bahagia seorang lelaki membunuh pacar mantan pacarnya
Tak tahan disakiti setelah putus pacaran bunuh diri
Karena sakit hati, foto mesra mantan pacar disebar di media social
Dan masih banyak lagi kisah sedih namun lebih tepatnya ironis, seputar permantanan. Wajar, sesuatu yang berawal tidak baik akan terus membuat perasaan tidak baik, karena pacaran adalah bentuk mendekati zina dan mendekati zina jelas haram hukumnya. Maka jalan satu-satunya untuk bisa melupakan mantan adalah dengan putus baik-baik, putus karena menginginkan hijrah, putus dalam rangka bertaubat. Jangan menikmati hubungan yang tak halal.
Memang tak mudah melupakan mantan, namun perasaan terhadap mantan adalah bagian dari naluri menyukai lawan jenis. Maka jika benar-benar ingin melupakan mantan, kembali mengingat karakter naluri, naluri itu munculnya karena ada rangsangan dari luar, naluri itu jika tidak dipenuhi tidak akan mengantarkan kematian, paling-paling hanya bikin gelisah.
Oleh karena itu, azam untuk melupakan mantan harus disertai dengan upaya untuk menghindari hal-hal yang bisa mengingat mantan, dan hal-hal yang membuka kenangan dan rasa rindu pada mantan. Ekstrimnya, lupakan, hapuskan ingatan tentang dia. Buang jauh-jauh semua hal yang bisa memunculkan rasa itu. Dan jangan sekali-kali menyebut namanya, delcon, block total. Tak perlu menyisakan sedikit memori, tak perlu menyimpan dalam ingatan, sepintas saja melihat fotonya atau sekadar namnya, tak menutup kemungkinan akan memunculkan bayangan. Dahulu sebelum mengenalnya semua baik-baik saja, begitu pula selanjutnya, akan kembali baik-baik saja.
Beda lagi jika sudah siap menuju pernikahan, halalkan saja. Atau terus yakin dan memohon kepada Allah Dzat yang maha membolak-balikkan hati, yakinlah jika jodoh pasti bertemu, jika tak jodoh ya tak akan bertemu, ikhlaskan.
Eh..eh…nulis ini karena ingat berita tentang bunuh diri gara-gara mantan, dan habis baca tentang seorang mantan sebuah ormas yang laris manis diundang untuk mengajak orang lain agar melakukan hal yang sama dengannya. Memang tidak ada hubungannya, tapi kata kuncinya tentang “MANTAN”.
Di sebuah situs berita memberitakan : Mantan anggota HTI mengajak para remaja agar meninggalkan ide khilafah. Ya Allah, jahat banget kan…
Khilafah itu warisan Rasulullah saw, masak iya mau dicampakkan. Dan setiap menjadi pembicara, mantan tersebut seolah bangga dan malah menjadikan statusnya sebagai mantan ormas dakwah sebagai sesuatu yang menjual agar sering diundang. Sudahlah, jika mantan maka lupakan saja, bukan malah sering menjadikan sebagai bahasan, bagaimana bisa melupakan mantan, bagaimana bisa move on?
Bukannya membuat orang lain simpati, bisa jadi malah membuat orang lain semakin penasaran, mengapa ormas tersebut terus dibicarakan, jangan-jangan memang mantan terindah yang seharusnya tidak ditinggalkan.
Dan juga melihat sebuah tayangan, upaya menghalangi aksi 212, menuduh aksi ditunggangi ormas terlarang HTI, mengatakan aksi 212 ajang kampanye khilafah yang bertentangan dengan Pancasila. Aduuh yang ini tambah jahat banget dech. Sudahlah HTI dicabut BHP nya masih saja dituduh macam-macam. Harusnya jangan sekali-kali mengakaitkan dengan HTI, jika begini bagaimana bisa masyarakat melupakan HTI jika terus disebut-sebut. Bisa-bisa malah membuat HTI diberi simpati, karena terus dikambinghitamkan. Jadi lupakan saja, jangan mengungkit-ungkit lagi, jika terus begini bikin semakin rindu saja sama mantan.
Atau…atau… sebenarnya mereka rindu berat dengan HTI?
Rindu dengan cerewetnya HTI yang mengingatkan kebijakan pemimpin yang dzalim
Rindu dengan pembelaan HTI terhadap SDA yag terus dijarah asing
Rindu dengan solusi yang ditawarkan HTI
Tapi… ya sudahlah, mau dibilang apa saja, ini bukan masalah mantan terindah atau mantan yang menyakitkan, tapi ini adalah masalah ormas dakwah, dakwah adalah kewajiban. Bukan sebuah kebaikan menjadi mantan aktivis jamaah dakwah, mantan pelaku kebaikan jangan dibanggakan. Berdoa semoga istiqamah dalam dakwah, berdoa semoga menjadi mantan pelaku kemaksiatan, sudah bertaubat, dengan taubatan nasuha.
Pare, 30 November 2018