Saturday 24 February 2018

Jika Ingin Perubahan, Sultan Harusnya Mendukung Khilafah




Sultan tidak sepenuhnya salah, dan pembangunan jalan tol yang saat ini semakin dikebut bukanlah salah rezim saat ini semata. Target ini sudah jauh hari ditetapkan. Pembangunan ini merupakan bagian dari mewujudkan strategi utama dalam  Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) 2011-2025, yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, 27 Mei 2011. Dimana salah satu strategi dan MP3EI ini adalah penguatan konektivitas nasional, dan salah satu konektivitas fisik yang dikejar adalah transportasi termasuk di dalamnya pembangunan jalan tol. Ingat bukan salah rezim saat ini ya, jadi kalo mau ada perubahan jangan cuma perubahan pemimpin saja, dibutuhkan perubahan system juga. Pergantian pemimpin semata tidak banyak manfaatnya, paling-paling ganti pemimpin Cuma ganti gaya saja, kebijakannya tidak akan jauh berbeda. Sama-sama melanggengkan system kapitalisme.


Kembali ke penolakan Sultan. Dalam MP3EI Yogya adalah salah satu pusat ekonomi di Koridor Ekonomi Jawa. Tema pembangunan di KE Jawa adalah Pendorong Industri dan Jasa Nasional, maka tidak menutup kemungkinan desakan pembangunan di Yogya salah satunya adalah pembangunan jalan tol akan terus dilakukan. Jadi Sultan harus kuat mempertahankan prinsipnya, apalagi akhir-akhir ini juga muncul kritik pedas atas kebijakan Sultan atas larangan kepemilikan tanah bagi nonpribumi.

Statemen Sultan bahwa pembangunan jalan tol sebagai bentuk penjajahan juga sangat beralasan. Konektivitas fisik berupa jalan tol yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta akan semakin memperlebar pintu penjajahan bagi rakyat Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum, semakin lama tarif tol bukannya semakin turun namun malah semakin meningkat, tentu ini akan menjadi beban ekonomi bagi rakyat, di negeri mereka sendiri, di tanah air sendiri, di tempat mereka memijakkan kaki, rakyat harus terus merogoh kocek demi menikmati fasilitas yang dibangun di atas pengorbanan keringat yang mengucur untuk membayar pajak demi melunasi utang luar negeri yang semakin melangit. 

Tidak hanya itu, pembangunan jalan tol sejatinya tidak demi kemaslahatan seluruh rakyat, namun hanya demi segelintir konglomerat yang menjajah negeri ini dibalik kedok investasi. Dengan pembangunan sarana transportasi, investor akan semakin mudah mengeruk kekayaan alam negeri ini, dengan mudahnya akan membawa kekayaan alam keluar daerah, lagi-lagi atas nama investasi rakyat pemilik kekayaan alam sama sekali tak ikut menikmati. Hampir sama dengan penjajahan di jaman dahulu kala, pembangunan jalan oleh Inggris, Belanda dan Jepang tentu tidak bisa dilepaskan dari tujuan utama mereka, yaitu memudahkan upaya pengerukan kekayaan alam negeri ini. Tak ada dalam sejarah penjajah itu bertujuan mulia. Dahulu dan sekarang hanya beda tipis, bedanya penjajahan saat ini legal, difasilitasi oleh pemerintah dengan kebijakan regulasinya yang memihak pada swasta dan asing.

Apa yang menjadi pijakan pembangunan saat ini adalah system kapitalisme, maka jika Sultan benar-benar ingin total menolak gaya pembangunan seperti saat ini harusnya punya system tandingannya, lawan sebuah system ya system lain, lawan sebuah ideology ya ideology lain. Maka seorang muslim selayaknya melawan system kapitalisme dengan membawa system Islam.

Sistem yang ada saat ini sudah tidak bisa diandalkan
Sudahlah salah karena mengabaikan aturan Tuhan
Hanya akan mengantarkan pada kesengsaraan
Membuat hidup dalam kesempitan
Di akhirat dikumpulkan dalam kebutaan
Beda dengan khilafah
Satu-satunya warisan Rasulullah
Hidup dalam naungan syariah
Menjadikan hidup berkah

Yogya, 24 Februari 2018

No comments:

Post a Comment