Thursday 1 September 2016

Sekuat Apapun Barat Merintangi, Khilafah Janji Allah Yang Pasti Kembali


Lima bulan, rencana dua bulan

Sebuah bab dalam buku Daulah Islam : Upaya Merintangi Tegaknya Daulah Islam. Setelah Mustafa Kamal mengumumkan dihapusnya khilafah, diusirnya khalifah dan digantinya Turki menjadi Republik, umat Islam tidak diam begitu saja. Masih ada yang mengingatkan Mustafa agar mau mengembalikan Khilafah, masih ada yang berusaha mengopinikan bahwa umat Islam haram tanpa khilafah. Namun dengan kejam Mustafa membungkam bahkan membunuh orang-rang yang mencoba mengingatkan agar Turki tidak menghapus Khilafah. Dunia Islam pun disibukkan dengan perdebatan rendahan tentang nasionalisme Turki, nasionalisme Arab, Negara bangsa. Manakah di antaranya yang lebih baik, padahal semuanya sama saja, ide sesat yang lahir dari pemikiran kufur. Muncul juga gerakan-gerakan politik, namun gerakan mereka juga dalam rangka menggaungkan nasionalisme.

Barat yang digawangi Inggris, Perancis dan Amerika tidak berdiam diri. Jauh hari sebelum  khilafah dihapuskan, Inggris sudah membentuk opini umum, bahwa khilafah tidak layak dipertahankan. Turski saatnya membebaskan diri dari bangsa lain dan berhenti mengurusi Negara lain. Turki harus mempunyai pemerintahan yang merdeka, dan Arab didorong menuntut kemerdekaan dari Daulah Utsmaniyah. Itu semua dilandasi dengan pemahaman nasionalisme kebangsaan. Hasilnya, tuntuan membentuk Negara yang merdeka bermunculan di negeri-negeri kaum muslimin. Turki, Mesir, Irak, Suriah, Libanon, Palestina, kawasan Timur  Yordania,  Hijaz,  Najd,  dan  Yaman.  Para  politisi  yang menjadi  antek- antek  kafir  penjajah  mengadakan  berbagai muktamar  dan kongres  di setiap  negara  tempat mereka tinggal. Mereka  semua  menuntut  kemerdekaan  dari  Turki  ( Daulah Utsmaniyahn). Jelas, ini bertujuan untuk memecah belah umat Islam dalam sebuah Negara bangsa yang dibangun atas nasionalisme. Barat juga menggambarkan bahwa dalam Islam tidak ada system pemerintahan, Islam hanyalah sebatar agama kependetaan dan kepausan yang tak layak mengatur politik dan pemerintahan. Umat Islam dibuat malu menyebut dan menuntut kembalinya khilafah. Ide mengembalikan khilafah dianggap sebagai ide yang mundur, kolot dan jumud yang tidak mungkin diususlkan oleh kaum terpelajar dan pemikir. Dan begitulah, umat Islam hingga saat ini masih terpecah belah dalam Negara bangsa yang menjadikan nasionalisme sebagai ikatan, umat Islam hingga saat ini masih menganggap khilafah sebagai sesuatu yang menakutkan dan utopis. Pejuangnya layak dicap sebagai pengkhianat dan dihukum karena melanggar undang-undang (yang memang diadopsi dari Barat yang jelas bertentangan dengan syariah Islam). 

Perjuangan Barat menghancurkan Khilafah berlangsung selama ratusan tahun, memasuki tahun 1900 mereka memulai menuai hasil. Dunia Islam semakin terpuruk, penerapan hukum Islam sangat buruk dan paham-paham asing mulai memenuhi benak kaum muslimin. Dan ini juga terjadi di Indonesia, penjajah mulai mempengaruhi pola pikir rakyat Nusantara. Dalam sejarah, perjuangan pahlawan pada masa kerajaan Islam digambarkan sebagai perjuangan rendahan yang bersifat kedaerahan, dan sporadic  padahal mereka berjuang dengan motivasi jihad. Namun pengkhianatan bangsawan antek penjajah lah yang membuat perjuangan para syuhada semakin memudar. Materi dan janji duniawi penjajah membutakan mata mereka.

Mulailah berdiri gerakan-gerakan modern, Sarekat Dagang Islam (1906) dan Muhammadiyah (1912) adalah gerakan politik umat Islam yang pada awal berdirinya sebagai respon menghadapi kesewenangan VOC dan Belanda. Juga dalam rangka membendung penjajahan politik ekonomi, berdiri di saat Khilafah dalam ambang kehancuran dan ketika khilafah benar-benar dihapus (bisa dibuktikan dengan tahun berdirinya). Disusul juga dengan berdirinya NU (1926) sebagai bentuk respon bangkitnya para ulama atas runtuhnya khilafah utsmaniyah. 
 Ada juga gerakan nasional yang mengopinikan kebangkitan nasional, inilah cikal bakal mengguritanya ide nasionalisme di negeri ini, negeri yang sebelumnya kental dengan Islam dan pernah menjalin hubungan dengan daulah Utsmaniyah di Turki. 1908, gerakan nasionalisme mulai menggaung, khilafah di ujung tanduk, bersamaan dengan upaya Mustafa Kemal menghapus kekuasaan politik khalifah. 1928, deklarasi kebangsaan Indonesia ditandai dengan sumpah pemuda. 1945, puncak diproklamasikan Indonesia sebagai sebuah Negara bangsa yang dibangun atas nasionalisme, mencabik-cabik syariat Islam atas nama toleransi. Dan hingga saat ini deklarasi ini diperingati dengan euphoria, padahal ini adalah titik awal cengkeraman ikatan nasionalisme. Apakah ini muncul dengan tiba-tiba ? Tidak. Barat memecah belah umat Islam dan mencegahnya bersatu kembali. Barat sudah merencanakan jauh-jauh hari. Rancangan Barat yang diawali Inggris dan Perancis yang terus dilanjutkan dengan Amerika terus berjalan hingga saat ini. Umat Islam terkotak-kotak dalam Negara dengan ikatan semu nasionalisme.  Bentuk dan system negeri ini dianggap final, padahal realitasnya hanya mengantarkan umat pada penjajahan gaya baru, bukan penjajahan fisik namun penjajahan ideologi kapitalis. SDA dijarah atas nama investasi dan swastanisasi. Pemikiran rakyat dirusak atas nama kebebasan, Negara lepas tangan mengurusi dan melayani rakyat atas nama kemandirian.  

Ketika saat ini khilafah kembali digaungkan, dan ada yang menganggapnya sebagai ide asing, bentuk pengkhianatan, dan utopis, maka bukan hal yang mengherankan. Barat sudah berabad-abad mencuci otak umat Islam, yang benar dicap salah, yang salah dianggap benar. Membalikkan ini semua tentu tidak mudah. Namun Barat yang motivasinya salah saja bisa bertahan dalam kebatilan, maka tentu umat Islam tidak boleh kalah dan menyerah. Terus berjuang, bukan dalam rangka membalas dendam, namun lebih dari itu, berjuang menegakkan dan mengembalikan system khilafah karena memang ini perintah Allah, warisan Rasulullah saw, jalan perjuangan para sahabat, tabi’in dan tabiut tabiin. 

Mencintai negeri ini tidak dengan mempertahakan ikatan semu nasionalisme, tapi mengembalikan negeri ini agar diatur dengan aturan Allah, karena Indonesia Milik Allah. 


No comments:

Post a Comment