Pelajaran Fikih kelas 5, tentang makanan haram karena sebab
memperolehnya. Di antaranya karena diperoleh dengan cara bekerja yang haram.
Hasil menipu, korupsi, riba, mencuri, merampok dan lain sebagainya.
Bertanya kepada murid laki-laki, nanti pekerjaan halal apa
yang mereka cari. Ah.. agak sedikit kaget. Sebagian besar menjawab mau jadi
kuli saja. Entahlah..terinspirasi dari mana. Bukan untuk meremehkan pekerjaan
kuli. Harusnya punya keinginan lebih dari itu. Namanya juga keinginan, harapan,
harusnya maksimal. Tidak menyerah di
awal.
Kuli, bisa kuli bangunan, kuli pasar secara umum memang pekerjaan halal. Asal punya tenaga bisa
dilakukan, tidak memerlukan pendidikan tinggi dan ilmu luas. Tapi hampir
terkategori buruh dan hanya bekerja jika ada yang membutuhkan. Jika tidak ada
yang menyuruh bisa jadi pengangguran. Maka harus terpikir juga pekerjaan lain
yang bisa dikerjakan selagi tidak ada yang mempekerjakan.
Iya, terkadang kuli sangan dibutuhkan. Tapi seiring dengan
kemajuan teknologi bisa-bisa kuli kelak tidak terlalu dibutuhkan.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ
وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf ( Al Baqarah 233).
Bukan pertanyaan iseng, memang
ingin memastikan, kelak mereka menjadi laki-laki muslim yang bertanggung jawab,
punya visi ke depan. Bukan semata mengejar materi, tetapi mencurahkan seluruh
kemampuan untuk menjadikan dunia sebagai bekal di akhirat kelak. Pandai,
cerdas, mudah mencari rezeki, kaya, tetap terikat pada hukum Allah SWT,
memberikan seluruh tenaga, harta dan pikiran fi sabilillah.
Tentu tidak bisa dengan hanya
mengandalkan system yang saat ini diterapkan. System sekuler kapitalis atas
nama demokrasi mengabaikan syariat Allah. Negara tak peduli dengan akidah
rakyatnya. Bisa baca di note Negara yang Tak Peduli... Tidak ada
penjagaan serius agar rakyat terikat pada hukum Allah. Sholat boleh, tidak
sholat juga tidak apa-apa. Menutup aurat boleh kadang dipersulit, mengumbar
aurat juga bebas. Laki-laki bekerja boleh, tinggal di rumah saja membiarkan
istri mencari nafkah juga boleh.
Kembali pada masalah bekerja,
dalam Islam seorang laki-laki yang mampu dan sudah baligh wajib hukumnya
mencari nafkah. Maka dia harus tahu kewajiban ini, secara individu berusaha
sekuat tenaga untuk mencari nafkah yang halal. Negara juga tidak boleh lepas
tangan, memberikan edukasi, ketrampilan dan menyediakan lapangan pekerjaan
adalah kewajiban Negara, kewajiban pemimpin untuk mengurusi urusan umat. Bukan
malah sebaliknya, lapangan kerja untuk laki-laki tergusur dengan dalih
pemberdayaan ekonomi perempuan. Sebuah agenda terselubung untuk memutarbalikkan
peran laki-laki dan perempuan, yang akhirnya berimbas pada kualitas keluarga
dan generasi. Kebijakan yang mengobrak-abrik tatanan hukum syara’ dan usaha
sistematis menjauhkan umat dari keterikatan pada syariat Allah dan lebih
parahnya adalah merupakan upaya menghancurkan generasi sehingga semakin sulit
untuk bangkit.
Harus ada usaha untuk merubah,
mengembalikan tujuan perjuangan para pahlawan, agar negeri ini mendapat rahmat
Allah. Dengan menerapkan system Islam dalam kehidupan, system yang dijalankan
berdasarkan ketaqwaan kepada Allah SWT. System yang memudahkan manusia
menggapai ridla Allah, bukan system yang malah membuat manusia mencabik-cabik
hukum Allah.
Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al A’raf 96).
Pare, 7 November 2015
No comments:
Post a Comment