Saturday 7 November 2015

Tak Ingin Mereka Hanya Menjadi Kuli

Pelajaran Fikih kelas 5, tentang makanan haram karena sebab memperolehnya. Di antaranya karena diperoleh dengan cara bekerja yang haram. Hasil menipu, korupsi, riba, mencuri, merampok dan lain sebagainya.

Bertanya kepada murid laki-laki, nanti pekerjaan halal apa yang mereka cari. Ah.. agak sedikit kaget. Sebagian besar menjawab mau jadi kuli saja. Entahlah..terinspirasi dari mana. Bukan untuk meremehkan pekerjaan kuli. Harusnya punya keinginan lebih dari itu. Namanya juga keinginan, harapan, harusnya maksimal.  Tidak menyerah di awal.

Kuli, bisa kuli bangunan, kuli pasar secara umum memang  pekerjaan halal. Asal punya tenaga bisa dilakukan, tidak memerlukan pendidikan tinggi dan ilmu luas. Tapi hampir terkategori buruh dan hanya bekerja jika ada yang membutuhkan. Jika tidak ada yang menyuruh bisa jadi pengangguran. Maka harus terpikir juga pekerjaan lain yang bisa dikerjakan selagi tidak ada yang mempekerjakan.

Iya, terkadang kuli sangan dibutuhkan. Tapi seiring dengan kemajuan teknologi bisa-bisa kuli kelak tidak terlalu dibutuhkan.

وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf ( Al Baqarah 233).

Bukan pertanyaan iseng, memang ingin memastikan, kelak mereka menjadi laki-laki muslim yang bertanggung jawab, punya visi ke depan. Bukan semata mengejar materi, tetapi mencurahkan seluruh kemampuan untuk menjadikan dunia sebagai bekal di akhirat kelak. Pandai, cerdas, mudah mencari rezeki, kaya, tetap terikat pada hukum Allah SWT, memberikan seluruh tenaga, harta dan pikiran fi sabilillah.

Tentu tidak bisa dengan hanya mengandalkan system yang saat ini diterapkan. System sekuler kapitalis atas nama demokrasi mengabaikan syariat Allah. Negara tak peduli dengan akidah rakyatnya. Bisa baca di note Negara yang Tak Peduli...  Tidak ada penjagaan serius agar rakyat terikat pada hukum Allah. Sholat boleh, tidak sholat juga tidak apa-apa. Menutup aurat boleh kadang dipersulit, mengumbar aurat juga bebas. Laki-laki bekerja boleh, tinggal di rumah saja membiarkan istri mencari nafkah juga boleh.

Kembali pada masalah bekerja, dalam Islam seorang laki-laki yang mampu dan sudah baligh wajib hukumnya mencari nafkah. Maka dia harus tahu kewajiban ini, secara individu berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah yang halal. Negara juga tidak boleh lepas tangan, memberikan edukasi, ketrampilan dan menyediakan lapangan pekerjaan adalah kewajiban Negara, kewajiban pemimpin untuk mengurusi urusan umat. Bukan malah sebaliknya, lapangan kerja untuk laki-laki tergusur dengan dalih pemberdayaan ekonomi perempuan. Sebuah agenda terselubung untuk memutarbalikkan peran laki-laki dan perempuan, yang akhirnya berimbas pada kualitas keluarga dan generasi. Kebijakan yang mengobrak-abrik tatanan hukum syara’ dan usaha sistematis menjauhkan umat dari keterikatan pada syariat Allah dan lebih parahnya adalah merupakan upaya menghancurkan generasi sehingga semakin sulit untuk bangkit.

Harus ada usaha untuk merubah, mengembalikan tujuan perjuangan para pahlawan, agar negeri ini mendapat rahmat Allah. Dengan menerapkan system Islam dalam kehidupan, system yang dijalankan berdasarkan ketaqwaan kepada Allah SWT. System yang memudahkan manusia menggapai ridla Allah, bukan system yang malah membuat manusia mencabik-cabik hukum Allah.
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya (Al A’raf 96).

Pare, 7 November 2015

No comments:

Post a Comment