Saturday 14 November 2015

Jangan Menyerah, Belajar dari Abu Hurairah ra



Suatu hari membeli satu buku di toko
Me         : “ Beli, Dursul Lughah”
Penjual   : “ Jilid dua apa tiga ?”
Me         : Njawab, rodo isin, “ Satu “.
Penjual   : “ Ooo…satu ya” . Sepertinya ga percaya.
Mungkin dalam batinnya, harusnya ga jilid satu, mosok sih belajar jilid satu.

Lain hari
Me         : “ Beli Nahwu Wadlih, jilid dua dan tiga”
Penjual   : “ Ibtidaiyah apa tsanawiyah?”
Me         : Kaget, bingung, memang sejak awal tidak tahu ada ibtidaiyah dan tsanawiyah. Membatin, mosok ibtidiyah rek. PeDe jawab, “ Tsanawiyah”.
Penjual   : Mencarikan. “ Ini, tapi adanya jilid tiga saja”
Me         : “ Ya ga pa pa”. Buka-buka, ngecek isinya. Lha dalah… isine kok koyo ngene, pelajaran tingkat dewa. Nanya lagi, “ Kalo yang ibtidaiyah ada?”
Penjual   : “ Ya, ada. Sebentar”. Tak berapa lama kasih dua buku
Me         : “ Ya, ini juga saya beli”. Karo mbatin, he…he…sakjane sing tak goleki iki. Nahwu untuk ibtidaiyah.
Nyampe rumah, ngematke buku yang  jilid satu  memang dengan jelas tertulis :
لمدارس المرحلة الأولى
الجزء الأول
Padahal kaidah-kaidahnya seperti itu lha kok ya untuk ibtidaiyah.

Ketika pertama kali membaca-baca buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) kelas 4 MI, nemu ayat
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ

Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik ( Al Hijr ayat 94)
Padahal ngeh dengan ayat tersebut ketika ngaji tahapan dakwah Rasulullah saw, pas kuliah. Berarti dulu belajarnya materi anak ibtidaiyah.

Memang dulu tidak sekolah di Madrasah, jadilah kuper n kurin. Tak terpikir sama sekali mencari tahu apa saja aktivitas Rasulullah saw.

Pelajaran SKI kelas 3 tentang kehidupan Nabi Muhammad sebelum jadi Rasulullah.

SKI kelas 4 tentang dakwah Rasulullah bersama para sahabat, mulai dari sembunyi-sembunyi hingga terang-terangan. Juga tentang ujian dakwah.
SKI kelas 5 tentang dakwah Rasulullah di Madinah, setelah Negara Madinah berdiri. Juga tentang berbagai peperangan Rasulullah.
SKI kelas 6 tentang Khulafurrasyidin dan penyebaran Islam hingga ke Indonesia.

Dan itu semua baru tergambar dan teralur ketika belajar kitab Daulah Islamiyah

Ngajine sih tingkatan Ibtidaiyah… tapi jika terus sabar tidak hanya dapat materi kelas ibtidaiyah. Tidak berhenti belajar sebatas informasi, ada analisis yang mendalam terkait dakwah Rasulullah saw mulai awal, dilanjutkan para khalifah, hingga runtuhnya khilafah terakhir. Meneladani jejak Rasul, mengambil pelajaran dari lemahnya hingga runtuhnya khilafah. Tidak mengulangi kelamnya sejarah.

Tak apa belajar materi ibtidaiyah, jangan berhenti terus menuntut ilmu, manfaatkan waktu yang tersisa untuk mengejar ketertinggalan. Belajarlah dari Abu Hurairah. Masuk Islam di tahun ketujuh hijriyah, hanya mengenyam waktu empat tahun bersama Rasulullah saw. Tidak melewatkan sedikitpun kesempatan untuk terus berada di majelis Rasulullah. Dan hasilnya banyak sekali kita dapati hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Beliau menyadari terlambat mengenal Islam, namun tak menyiakan waktu yang tersisa bersama Rasulullah saw.

Tak ada kata terlambat untuk terus mencari ilmu, untuk memastikan amal kita sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasulullah. Bukan amal asal-asalan tanpa ilmu.

Terlambat belajar Islam bukan berarti sudah tidak ada kesempatan
Jangan berhenti menuntut ilmu selama nafas masih di kandung badan

Kejarlah ketertinggalan dengan sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
Jangan malah menyia-nyiakan waktu dengan aktivitas tak bermutu

Mengejar dunia tanpa henti tanpa berpikir mencari bekal di akhirat
Mengisi hari dengan mengejar materi karena takut melarat

Jangan biarkan rasa malas menguasai
Jangan biarkan rasa putus asa menghalangi

Never ending improvement

Pare, 14 November 2015

No comments:

Post a Comment