Monday 28 September 2015

Imam An Nasa’i dan Lima Negeri



Beberapa waktu yang lalu :
Malam-malam ada orang yang mencari rumah Pak RW, mau mengurus administrasi ijin tinggal, warga Negara Malaysia yang belajar bahasa Inggris di Pare.

Ada yang mampir beli madu, warga Negara Thailand. Sedang belajar bahasa Inggris di Pare, sebelumnya kuliah di Malaysia

Ada yang ngurus paspor mau antar kakaknya berobat ke Malaysia, berangkat dari Pare. Sedangkan kakaknya berangkat dari Aceh. Katanya memang sudah biasa berobat ke Malaysia, lebih murah daripada di Indonesia.

Memang belum pernah pergi ke luar negeri, namun sepertinya saat ini pergi ke luar negeri bukanlah perkara yang mudah. Jika untuk belajar atau bekerja mungkin masih tidak rumit, namun ketika tercium gelagat hendak membantu saudara seiman di Palestina, Suriah, Afghanistan atau tempat lainnya pasti ada banyak cara untuk menghambat.

Belum lagi dengan peristiwa Mina beberapa waktu yang lalu, sempat menimbulkan ketegangan beberapa Negara yang jamaahnya menjadi korban. 

Fakta, dunia saat ini terbagi menjadi banyak Negara, tak hanya terpisah secara geografis, tetapi juga terpisah secara pemikiran, perasaan dan peraturan. Dan lebih parahnya terpisah oleh sekat nasionalisme. Ayat Al Qur’an dan Hadits tentang persaudaraan kaum muslimin seolah menguap begitu saja jika dibenturkan dengan nasionalisme.

Padahal, Islam hanya mengakui dua jenis Negara saja. Negara Islam dan Negara Kufur. Negara Islam jika asasnya adalah akidah Islam, aturan yang diterapkan adalah hukum Islam, dan keamanannya dalam kendali umat Islam. Negara Kufur adalah sebaliknya. Negara Islam menerapkan sistem khilafah, tidak membedakan warga negaranya, muslim dan nonmuslim sama saja. Selama berstatus warga Negara hak dan kewajibannya pasti dijamin. Lebih lanjut bisa dibaca di kitab Daulah Islam bab Politik Dalam Negeri Daulah Islam. 

Jadi semua negeri yang bergabung dalam wilayah Daulah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Daulah Islam. Dan secara administrasi juga tidak terlalu sulit untuk bepergian ke semua wilayah Daulah, karena memang masih dalam satu wilayah kekuasaan. Ibaratnya semacam ngurus surat pengantar  pindah saja jika kita ingin pindah keluar kabupaten. Tapi kalo dilihat di atlas bagian belakang yang biasanya ada gambar bendera-bendera Negara di dunia sebanyak itulah saat ini kotak-kotak Negara itu menyekat manusia. Sebanyak itu pula mengurus visa ketika ingin berkeliling dunia. 

Dan salah satu ulama yang hidup dalam masa sistem khilafah yang setidaknya pernah berada di lima wilayah daulah adalah Imam An Nasa’i. Lima wilayah yang saat ini menjadi Negara yang terpisah. Beliau lahir di Khurasan salah satu propinsi terbesar di Iran, pernah tinggal di Mesir, di Damaskus Suriah, Mekah Arab Saudi dan Ramalah Palestina. Ada yang berpendapat beliau dimakamkan di Palestina, ada yang berpendapat di dekat Shafa Marwah. Mudah kan, mau belajar di mana saja, bekerja di mana saja dan meninggal di mana saja tetap diperlakukan dengan mulia. Tapi itu dahulu, ketika Iran, Mesir, Suriah, Palestina dan Arab Saudi masih dalam satu wilayah Khilafah. 

Khilafah, sistem yang menyatukan umat Islam dan menaungi semua warga negaranya baik muslim maupun nonmuslim. Menyatukan umat Rasulullah saw yang tercerai berai bak buih di lautan. Khilafah, sistem yang memuliakan manusia dengan aturan ilahi. Khilafah, sistem yang dijalankan para sahabat nabi. Namun, khilafah tidak tegak semudah membalikkan tangan. Butuh perjuangan dan pengorbanan. Butuh kesabaran dan keikhlasan. Dan saat ini yang bisa dilakukan adalah terus berjuang menyampaikan kepada umat. Menyiapkan diri sendiri dan umat, senantiasa terikat dengan syariat, agar kelak ketika khilafah tegak sudah terbiasa dengan penerapan syariat Islam kaffah dan tak terasa berat. 

Pare, 28 September 2015



  

No comments:

Post a Comment