Saturday 11 April 2020

Jaring Pengaman Sosial Di Tengah Wabah Tak Menyelesaikan Masalah


Akhirnya presiden mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) di tengah wabah corona  yang melanda Indonesia. Program JPS diimplementasikan dalam bentuk enam program.  Dengan program ini pemerintah ingin memastikan bahwa negara hadir untuk masyarakat dan ingin mengurangi beban dari masyarakat yang terdampak. Beberapa program jaring pengaman sosial yang mendapat stimulus dari pemerintah untuk menekan dampak virus Corona di antaranya Program Keluarga Harapan atau PKH; Kartu Sembako; Kartu Prakerja; penggratisan pelanggan listrik 450va dan diskon 50 persen untuk 900va; 25 triliun rupiah untuk operasi pasar dan logistik; dan keringanan pembayaran kredit bagi pekerja informal.

Banyak kalangan yang memprediksi program JPS ini tidak efektif, mengingat jumlah masyarakat yang terdampak semakin banyak dan jumlah penderita covid 19 belum ada tanda mengalami penurunan. Kebijakan ini malah memperjelas cuci tangannya negara dari mengurusi seluruh warga. Misalnya saja penggratisan dan diskon tariff listrik yang hanya berlaku untuk pelanggan 450 va dan diskon untuk pelanggan 900 va, tentu ini hanya akan dinikmati segelintir orang saja. Bagaimana dengan pelanggan 900 non subsidi juga 900 ke atas, padahal dahulu pemerintahlah yang terus mendorong agar masyarakat menambah daya. Selain itu JPS juga tidak akan berpengaruh di saat pemerintah hanya mengambil keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang hanya memperpanjang masa wabah bukan menghentikannya. Kebijakan karantina wilayah jelas ditolak pemerintah karena minimnya dana untuk membiaya pemenuhan warga yang dikarantina, apalagi adanya sinyal bahwa saat ini negara sedang tak punya dana.  Ini terbukti dengan dibukanya rekening khusus untuk menampung donasi pengusaha. Maka sangat wajar jika banyak yang meragukan JPS akan terlaksana semua. JPS tak akan menjamin rasa aman, marga masih dihantui dengan kesimpang-siuran realisasi program ini. Misal keringanan kredit untuk pekerja informal, jelas ini akan terkatung-katung, karena sama sekali tidak ada data tentang pekerja informal ini. JPS hanyalah janji manis penguasa kepada rakyatnya agar sedikit terhibur di saat wabah semakin merajalela. Negara berlepas tangan dari tanggungjawabnya, dana yang seharusnya dikeluarkan negara untuk kepentingan rakyat seolah menguap begitu saja tanpa tahu digunakan untuk apa.

Kebijakan ini sangat jauh berbeda dengan kebijakan dalam sistem khilafah sebagai penjamin penerap Islam kaffah. Islam adalah agama yang sempurna, taka da satupun perkara di dunia yang lepas dari aturan Islam. Orang mati saja diatur dan dipenuhi haknya apalagi orang sakit dan orang hidup. Ketika wabah datang Islam menerapkan lockdown sesuai tuntunan syariah. Agar kehidupan terjaga, agar nyawa terlindungi, baik nyawa oranng muslim maupun nonmuslim. Khilafah adalah institusi yang wajib melindungi seluruh warga negaranya, negara tidak boleh ceroboh membuat kebijakan yang mengakibatkan bahaya bagi rakyatnya. Tidak boleh mempertaruhkan nyawa rakyatnya demi kepentingan ekonomi segelintir golongan, jika ekonomi mati masih bisa diperbaiki namun jika nyawa  hilang tentu tak bisa dikembalikan. Namun faktanya ini yang terjadi di negeri kapitalis ini, nyawa manusia begitu tak berharga karena ruh kapitalisme telah mengakar kuat.

No comments:

Post a Comment