Thursday 19 September 2019

Mencegah Yang Mungkin Biasa Terjadi



Perjalanan naik kereta duduk di pinggir jendela, Jombang –Yogya. Bisa melihat kondisi di luar kereta. Sebelumnya tidak terlalu memperhatikan, sesekali suara khas kereta terdengar. Ternyata hanya dibunyikan beberapa saat sebelum lintasan penyeberangan rel. Baik yang resmi dengan penjaga dan palang pintu atau perlintasan kecil, sepi, tanpa palang pintu. Artinya masinis sudah hafal dengan jalur yang dilaluinya. Tahu kapan harus memberi tanda bahwa kereta sebentar lagi akan melintas. Berusaha mengingatkan agar bisa mencegah terjadinya kecelakaan. Jika masih saja ada kecelakaan karena tertabrak kereta bisa jadi lebih karena factor kelalaian penyeberang.

Maka jika masih saja terjadi kecelakaan salah satu hal yang harus ditingkatkan adalah kewaspadaan pengguna jalan selain kereta, karena bagaimanapun juga, kereta adalah salah satu kendaraan yang mendapat prioritas untuk melintas.

Begitulah, kewaspadaan dan usaha maksimal untuk mencegah kemungkinan musibah yang akan terjadi demi menyelamatkan nyawa manusia, wajib dilaksanakan. Jangan sampai kesalahan terus terulang tanpa ada upaya untuk mengantisipasi dan mencegah.

Dan saat ini, yang seharusnya bisa dicegah atau setidaknya diminimalisir adalah polusi berbahaya akibat kebakaran hutan dan lahan. Memang butuh keseriusan dan kepedulian semua pihak. Warga yang cepat tanggap, perusahaan yang berkepentingan pada pembukaan lahan dan keseungguhan pemerintah dalam mencegah dengan upaya preventif berupa antisipasi berdasarkan rekam data dan pemberian hukuman tegas agar berefek jera.

Terkadang warga lalai, perusahaan seenaknya sendiri hanya berfikir keuntungan materi pribadi dan negara tidak serius mengurusi urusan warganya.  Maka teruslah musibah berulang, dan akibatnya semua merasakan.

Pihak yang seharusnya paling mampu karena mempunyai kekuasaan adalah penguasa, pemimpin, terutama kepala Negara dengan dibantu aparaturnya. Pertanyaannya adalah benarkah penguasa peduli dan amanah dengan urusan rakyatnya? Atau sekadar mempunyai jabatan demi kepentingan pribadi dan golongan?

Kembali pada kebakaran hutan dan lahan, jika benar-benar peduli, asap akibat karhutla adalah bencana yang bisa diprediksi, maka bisa juga diantisipasi. Yang jelas adalah dengan meminimalisir titik api karena ulah manusia dan ini peran Negara dalam menegakkan hukum. Jika tidak ada kesadaran penguasa maka wajar jika masih ada yang memanfaatkan kelemahan ini. Kecuali jika penguasa bersimbiosis mutualisme dengan pengusaha, maka dalam system kapitalisme pasti rakyat yang menjadi korbannya.

Sedangkan adanya titik api akibat factor alam maka bisa dipantau dengan serius seperti apa yang dilakukan BMKG, dengan memantau fenomena alam. Sedangkan secara data, kemungkinan terjadinya kebakaran dan dampaknya juga bisa diprediksi. Ada beberapa bencana yang sifatnya musiman, karhutla berpeluang besar terjadi di musim kemarau panjang, sedangkan banjir berpeluang besar terjadi di musim hujan dengan bulan yang curah hujannya besar.

Dengan kolaborasi ilmuwan, aparat yang memegang amanat, dan penguasa yang takwa, semua menjadi mudah. Untuk pengolahan data prediksi bencana alam, cukup diserahkan pada mahasiswa statistic yang sudah dapat mata kuliah analisis time series. Tak perlu memberi imbalan melimpah, mahasiswa dapat data dan diberi kepercayaan mengolah data itu sudah menjadi kebahagiaan yang luar biasa. Apalagi dalam rangka membantu sesama pastilah akan membantu dengan suka cita. Memang pemanfaatan data untuk memprdediksi (forecasting) tidak selamanya akurat, namun setidaknya ada informasi awal agar bisa mencegah bencana.


Selanjutnya yang juga tak kalah penting adalah tindakan kuratif jika memang bencana tak bisa dihindari, lagi-lagi tetap membutuhkan kepedulian individu, gerak cepat masyarakat dan tentu yang paling penting adalah langkah nyata penguasa. 



Pare, 19 September 2019

No comments:

Post a Comment